Para ahli fiqh sepakat bahwa benda kongkrit (yang bisa dilihat) yang dimiliki & dimanfaatkan
termasuk dari harta dan mereka juga sepakat kalau hak-hak yang tidak berhubungan dengan
harta itu tidak termasuk kategori harta ((المال. Terdapat dua pendapat mengenai perselisihan ahli
fiqh terhadap hak-hak yang berhubungan dengan harta;
Madzhab Maliki
Hak tersebut tidak termasuk bagian dari harta karena hal itu tidak berwujud sedangkan
jika hal itu didapati maka akan berkurang sedikit demi sedikit.
Ulama Kontemporer
Hak tersebut termasuk bagian dari harta karena dengan menguasai bendanya maka
haknya ikut terkuasai meskipun tidak dituntut. Pendapat ini paling logis dan sesuai
dengan adat masyarakat dalam bermu’amalah harta.
Perihal macam harta para ahli fiqh memberikan penjelasan yang berbeda-beda,
Dengan pertimbangan nilai & penjagaan hartanya.
1. المتقوّ م
Sesuatu yang dimiliki dengan usaha dan secara syariat boleh dimanfaatkan
dalam semua keadaan.
2. غير المتقوّ م
Sesuatu yang boleh dimanfaatkan tanpa terlebih dahulu memilikinya dan
sesuatu yang dimiliki akan tetapi tidak boleh dimanfaatkan kecuali pada
keadaan darurat (ex: khamar dan daging babi).
Faedahnya,
1. Pada harta المتقوم, perusak harta bertanggungjawab menggantinya dengan
benda yang sama atau dengan benda yang senilai sedangkan pada harta غير
المنقولsebaliknya.
2. Pada harta المتقوم, transaksi pada harta tesebut dianggap sah sedangkan pada
harta غير المنقولsebaliknya.
Dengan pertimbangan sifat tempat barangnya (paten/tidak)
1. العقار
Menurut madzhab Hanafi, Sesuatu yang tidak mungkin bisa dipindahkan dan
dirubah bentuk aslinya dan hal ini hanya terjadi pada tanah sedangkan menurut
madzhab maliki, sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dengan bentuk & keadaan
semula.
2. المنقول
Menurut madzhab Hanafi, sesuatu yang dapat dipindahkan dengan tidak
merubah bentuk & keadaannya ataupun sebaliknya sedangkan menurut
madzhab maliki, sesuatu yang dapat dipindahkan dengan bentuk & keadaan
yang sama seperti semula.
Faedahnya,
1. Hak prioritas hanya berlaku pada harta العقار
2. Penanggung jawab harta warisan milik seorang punya batasan yaitu tidak boleh
menjual harta العقارmilik orang tersebut kecuali ada sebab yang
membolehkannya (ex: melunasi hutang dan membeli kebutuhan) sedangkan
harta المنقولnya boleh dijual jika terdapat maslahat dalam perdagangannya.
3. Wakaf dengan harta العقارdibolehkan sedangkan dengan harta المنقولmasih
diperselisihkan.
4. Objeknya ()العقارboleh dijual sebelum terjadinya serah terima. Sedangkan المنقول
berbeda.
5. Untuk melunasi hutang, Menjual harta العقارterlebih dahulu kemudian harta
المنقولjika tidak mencukupi.
Kepemilikan ((الملك
Penguasaan sesuatu yang ia berhak untuk mentransaksikannya dan memanfaatkannya
selama tidak ada halangan secara syariat (Muhammad Yusuf Musa).
Pengkhususan syariat bagi si pemilik untuk melakukan sebuah transaksi dengan benda
tersebut selama tidak penghalangnya secara syariat (Ali al Khofif).
Penguasaan orang terhadap hartanya dan leluasa untuk melakukan transaksi serta
memanfaatkannya (Muhammad Musthofa Syalabi)
الملك التام: kepemilikan yang disertai penjagaan dan pemanfaatannya. Maka macam ini
mutlak dan tidak terikat oleh waktu selama objeknya masih ada dengan begitu ia punya
kebebasan untuk memperlakukan dan mentransaksi semaunya. Akan tetapi hal ini tidak
sesuai dengan realita yang terjadi dan pada hari ini ada fiqh yang membatasi sehingga si
pemilik tidak selamanya memeliki harta macam ini dengan mutlak.
Kekhususan.
1. Pemilik objek boleh melakukan transaksi dengan objeknya dan mengambil
manfaatnya.
2. Pemilik boleh memanfaatkannya dimanapun & kapanpun selama tidak
diharamkan secara syariat.
3. Kepemilikannya hanya berakhir saat dipindah tangankan ke orang lain.
4. Pemilik objek bebas melakukan apa saja terhadap harta miliknya.
5. Kepemilikan barang kongkrit tidak bisa digugurkan.
Harta tambang adalah yang tercipta secara alami di dalam perut bumi, baik
itu padat maupun cair. Madzhab maliki berpendapat bahwa penguasaan
harta ini tidak sama (tidak mengikuti) dengan kepemilikan tanah karena
kepemilikan tanah hanya berlaku pada dhohirnya saja sedangkan yang di
dalam tanah menjadi milik umum sehingga pemimpin punya kuasa penuh
atas harta tambang untuk di manfaatkan maslahat bersama. Madzhab
syafi’I, Hanafi, dan hambali berpendapat yang bertentangan dengan
pendapat pertama. Madzhab Hanafi juga mengatakan kalau harta ini wajib
seperlimanya diserahkan ke negara.
Akad pemindahan hak milik
Jual beli
Hiba
Wasiat
Perjanjian damai
Mahar
Talak dengan harta
Pengupahan
)الخلفية (الميراث
Adalah ahli waris mendapatkan kepemilikan harta atau haknya dari pewaris ketika ia mati.
Akad
Etimologi: ikatan, janji, sumpah, dan kepercayaan.
Terminologi: pengikatan ijab dan qobul berdasarkan cara yang disyari’atkan terhadap objek.
Rukunnya
Menurut hanafiyah, hanya Ijab dan qobul saja rukunnya sedangkan objek dan orang
yang berakad (orang yang ber-ijab & orang yang ber-qobul) merupakan keharusan
dalam hal ini. Sedangkan yang lain berpendapat kalau semuanya itu termasuk rukun.
Ijab.
Etimologi: kewajiban dan ketetapan
Terminologi: secara syariat, menurut hanafiyah, perkataan pertama dari pihak pertama
(yang memulai pembicaraan) yang menunjukkan keridhoan (jelaskan lagi). Pendapat
yang lain mengatakan bahwa ijab adalah yang bersumber dari si pemilik harta meskipun
datang di akhir.
Qobul.
Etimologi: dari kata “qobiltu aqdi”
Terminologi: menurut hanafiyah, perkataan kedua dari pihak kedua (lawan bicara) yang
jadi sebagai jawaban pihak pertama. Pendapat yang lain mengatakan bahwa qobul
adalah yang bersumber dari orang yang menerima kepemilikan harta meskipun datang
di awal.
Syarat
1. Kedua pihak memiliki kecakapan dalam ber-akad
2. Kedua pihak saling memahami
3. Secara syariat, objeknya sesuai dengan kesepakatan
4. Ijab dan qobul itu jelas menunjukkan maksud dari kedua pihak
5. Qobul nya sesuai dengan ijab
6. Ketersambungan qobul dan ijab. Madzhab syafi’I berpendapat kalau qobul harus
segera dilanjut dengan ijab. Jika ada yang menengahi proses tersebut maka
dianggap gagal akadnya. Sedangkan 3 madzhab lainnya berpendapat kalau
ketersambungan ini terjadi dalam satu majlis (topik pembicaraan) meskipun
dilakukan via telpon tetap dianggap sah. Akan tetapi jika proses itu belum selesai
dan membahas yang lain maka akadnya dianggap batal.
Pembatal akad
1. Ijabnya ditarik kembali sebelum terjadi qobul.
2. Terjadi penolakan diantara salah satu pihak
3. Tercapainya kesepakatan
4. Pelaku ijab kehilangan kecakapannya dalam ber-akad sebelum terjadinya qobul.
5. Objek akad rusak sebelum terjadi qobul.
Bentuk akad
1. Lisan dan perkataan
2. Tulisan
3. Isyarat
4. Perbuatan
Pembagian akad
1. Berdasarkan ada tidaknya dampak didalamnya
1. Shohih: yang tidak ada cacat dalam akad dan sifatnya serta tidak larangan
padanya. Akad ini dibagi menjadi 2 macam yaitu,
a) Akad naqid : sesuatu yang menjadikan seseorang berhak memanfaatkan
kecakapannya.
1. Akad lazim : akad yang menjadikan kedua pihak tidak bisa
membatalkan proses tersebut.
2. Akad ghairu lazim : akad yang memungkinkan sala satu pihak
membatalkan proses tersebut tanpa persetujuan lawan pihak.
b) Akad mauquf : sesuatu yang menjadikan seseorang berhak (punya
ahliyah) untuk melakukan akad terhadap benda yang bukan miliknya.
2. Ghairu shohih: yang ada cacat dalam akad dan sifatnya serta terdapat larangan
padanya. Berdasarkan letak cacatnya, hanafiyah membagi jenis ini menjadi 2
yaitu,
a) باطل: cacatnya di rukun
b) فاسد: cacatnya di sifat
2. Berdasarkan penamaan akad
1. punya nama (istilah) sendiri. (ex: jualbeli, upah, dll)
2. tidak punya nama (istilah) sendiri.
3. Berdasarkan dampak dan tujuannya.
1. Akad kepemilikan : kepemilikan pada barang konkrit atau manfaatnya
terkadang berupa imbalan dan gratis (blm paham). Macam ini dibagi jadi 2
yaitu,
a. Tukar-menukar : Terjadi atas dasar komitmen yang sama kedua pihak.
b. Derma : Terjadi atas dasar tolong-menolong salah satu pihak.
2. Pemutusan
Memutuskan (menggugurkan) suatu hak, baik dengan imbalan pengganti
atau tidak. Ada 2 macam yaitu,
a. Pemutusan (menggugurkan) dengan ikhlas seperti membayar hutang
b. Pemutusan dengan maksud transaksi (tukar-menukar)
3. Akad serikat : kerjasama dalam pengolahan harta.
4. Akad pendelegasian : seseorang menyuruh orang lain untuk melakukan
sesuatu
5. Keterikatan : pencegahan seseorang untuk melakukan transaksi yang pada
dasarnya dibolehkan.
6. Kepercayaan & keyakinan : menjamin (menganggung) hutang orang lain.
7. Akad penjagaan : penjagaan terhadap harta.