Anda di halaman 1dari 12

‘ARIYYAH

PINJAM MEMINJAM
Mata Kuliah : Fiqh Muamalat
Kelas : HKI 3-A
Dosen Pengampu : Darmiko Suhendra, M.Ag
Oleh : Muhmmad Arsat (2232012)
Pengertian ‘Ariyyah
Secara etimologi, ‘ariyyah diambil dari kata ‘Araa yang berarti datang
dan pergi. Menurut sebagian pendapat ‘ariyyah berasal dari kata At-
Ta’aawuru yang sama artinya dengan At-Tanaawulu au At-Tanaasubu
yang berarti saling menukar dan mengganti dalam konteks tradisi
pinjam meminjam.

Al-’Ariyyah dengan huruf ya ditasydidkan dan ada yang


ditahfifkan/tidak ditasydid. Al-’aariyyah lebih fasih dan lebih masyhur
yang ditasydidkan . Al-’aariyyah sendiri adalah nama untuk sesuatu
yang dipinjamkan, atau akad untuk pinjam meminjam.
Pengertian ‘Ariyyah
Secara terminologi syara’, ‘ulama fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan
‘ariyyah, antara lain:
1. Ibnu Rif’ah berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan ‘ariyyah adalah
kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap zatnya,
supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
2. Menurut pendapat al-Malikiyyah sebagaimana yang ditulis oleh Wahbah al-
Juhaili, ‘ariyyah adalah pemilikan atas manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.
Adapun menurut al-Syafi’iyyah dan al-Hanabilah ‘ariyyah adalah pembolehan
untuk mengambil manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.
3. Amir Syarifuddin berpendapat, bahwa ‘ariyyah adalah transaksi atas manfaat
suatu barang tanpa imbalan, dalam arti sederhana ‘ariyyah adalah menyerahkan
suatu wujud barang untuk dimanfaatkanorang lain tanpa adanya imbalan.
Dasar Hukum ‘Ariyyah

QS. Al-Ma’idah: [5]: 2

        

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran
Rukun-rukun ‘Ariyyah

01 02
Mu‘ir Musta‘ir
Orang yang meminjamkan Orang yang meminjam

03 04
Mu‘ar Sighat / Lafal
Barang yang dipinjamkan
Syarat-Syarat
1. Syarat Mu’ir
a. Orang yang memiliki kelayakan
untuk bertransaksi tabarru’ 3. Syarat Mu’ar
b. Dewasa a. Barang yang dimiliki
c. Berakal b. Bisa dimanfaatkan
d. Dilakukan tanpa paksaan c. tetap utuh nilai benda tersebut
e. Bukan orang yang di isolasi
f. Jelas orangnya 4. Syarat Sighat
2. Syarat Must’air Lafadznya menunjukkan perizinan
a. Mampu menerima untuk menggunakan atau memanfaatkan
b. Baligh suatu barang
c. Berakal
d. Jelas orangnya
Konsekuensi hukum akad pinjam meminjam

Konsekuensi hukumnya, menurut para ulama madzhab Maliki dan


jumhur madzhab Hanafi, adalah peminjam memiliki manfaat benda
yang dia pinjam tanpa memberi imbalan, atau dia memiliki sesuatu
yang bisa dikategorikan sebagai manfaat secara tradisi dan
kebiasaan.

Al-Kurkhi, para ulama madzhab Syafi’i dan para ulama madzhab


Hanbali mengatakan konsekuensi dari akad pinjam-meminjam
adalah bahwa peminjam boleh memanfaatkan benda yang ia pinjam.
1. Akad pinjam meminjam yang mutlak adalah
Hak-hak pemanfaatan jika seseorang meminjam sesuatu tanpa
menjelaskan apakah dia menggunakannya
benda pinjaman sendiri atau untuk orang lain. Dan tidak
menjelaskan bagaimana penggunaannya.

2. Akad pinjam meminjam yang dibatas

Adapun akad yang ini adalah dibatasi waktu


dan penggunaannya secara bersamaan atau salah
satunya. Konsekuensinya peminjam harus
memperhatikan batasan itu semampunya.
Sifat konsekuensi hukum akad pinjam-meminjam
Para ulama madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali mengatakan bahwa
kepemilikan peminjam tidaklah mengikat. Karena ia merupakan kepemilikan
yang diperoleh tanpa imbalan, sehingga tidak bisa mengikat sebagaimana
kepemilikan karena hibah. Dengan demikian pemilik barang pinjaman boleh
mengambil kembali barangnya kapan saja, sebagaimana peminjam boleh
mengembalikan kapan saja dia mau, baik itu pinjaman yang bersifat mutlak
maupun terbatas oleh waktu.

Pengecualian ‘Ariyyah Tidak semua akad ‘ariyyah diperbolehkan antara


mu’ir dan musta’ir. Ada beberapa kriteria yang dilarang utuk dilakukan,
diantaranya : Dilarang meminjamkan senjata kepada orang kafir untuk
memerangi kaum muslimin, atau meminjamkan alat berburu ketika ihram,
atau meminjamkan budaknya kepada oranglain. Dan lainnya.
Status Kepeminjaman
(tanggungan atau amanah)
Hanafiyyah Menjadi Amanah

Syafi’iyyah Menjadi Tanggungan

Hanabilah Sebagian Tanggungan sebagian


Amanah.
Malikiyyah, atho’,
imam syafi’i & Menjadi Amanah
lainnya.
Qatadah Menjadi Tanggungan
Status pinjaman termasuk amanah ditangan musta’ir, tetapi bisa juga menjadi
tanggungan karena beberapa hal, diantaranya :
1. Barang tersebut sengaja dihilangkan
2. Dirusak
3. Dicuri
4. Menahannya ketika pemilik memintanya, atau setelah batasan peminjaman
habis
5. Tidak menjaganya dalam masa penggunaan
6. Menyewakannya
7. Memakai diluar ketentuan juga diluar kebiasaan
8. dan berbeda cara menjaganya.
“Jika ada kekurangan saya minta
maaf dan jika ada kelebihan tidak
usah dikembalikan, karena saya
orangnya ikhlas”

Sekian & Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai