1. Pendahuluan
Diantara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalamkehidupan
sehari hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagaibidang. Karena
masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat,maka pedoman dan
tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehinggatidak terjadi
penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi danhubungan sesama
manusia.
Kesadaran muamalah hendaknya tertanam lebih dahuludalam diri masing masing, sebelum
orang terjun kedalam kegiatan muamalah itu.Pemahaman agama, pengendalian diri,
pengalaman, akhlaqul karimah dan pengetahuantentang seluk beluk muamalah hendaknya
dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku(pelaksana)muamalah itu.
Kegiatan muamalah ini sangat banyak salah satu diantaranya adalah akad al kafalah yang
akan kami bahas dalam makalah kami, sebagai salah satu bentuk aktifitasekonomi, kafalah
atau jaminan menjadi hal yang amat sering dilakukan oleh masyarakatdalam berbagai
transaksi ekonomi demi memenuhi kebutuhan. Dalam Islam, kafalah,selain dilakukan oleh
masyarakat secara urf, juga dapat ditemukan dasar-dasarnya secarasyariyah sebagaimana
ditemukan aktifitas kafalah yang direkam dan dijustifikasi oleh al-Quran, al-Hadis, dan juga
telah menjadi ijma ulama.
Seiring perkembangan zaman, kafalah pun mengalami perkembangan danmodifikasi
sebagaimana terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut denganpenerapannya
dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia perbankan dalamrangka memenuhi
kebutuhan dengan tetap berada dalam bingkai syariah.
1.1. Pembahasan
A. Pengertian
Akad Kafalah Secara etimologi kafalah berarti dhaman (jaminan), hamalah (beban),
danzaamah
(tanggungan).
(Sayid
Sabiq,1997).
Sedangkan
secara
terminology,
sebagaimanayang dinyatakan oleh beberapa ulama fikih antara lain sebagai berikut :
olehpenanggung (kafiil) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajibanpihak
kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ashil).Namun demikian akad kafalah ini
tidak menjamin bahwa debitur lepas tanggung jawab terhadap semuakewajibannya, karena
akad kafalah ini sifat nya hanya sebagai akad tambahan.[2] Di dalam Kamus Istilah Fikih,
kafalah diartikan menanggung atau penanggunganterhadap sesuatu, yaitu akad yang
mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanyaada hak yang wajib dipenuhi
terhadap oranglain, dan berserikat bersama orang lain itu dalamhal tanggung jawab terhadap
hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang). Pada asalnya, kafalah adalah padanan dari
dhamman, yang berarti penjaminansebagaimana tersebut di atas. Namun dalam
perkembangannya, situasi telah rnengubahpengertian ini.
Kafalah identik dengan kafalah al-wajhi (personal guarantee,jaminan diri), sedangkan
dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk harta secaramutlak. Dari beberapa definisi
di atas, dapat disimpulkan bahwa kafalah adalah jaminandari penjamin (pihak ketiga), baik
berupa jaminan diri maupun harta kepada pihak kedua sehubungan dengan adanya hak dan
kewajiban pihak kedua tersebut kepadapihak lain (pihak pertama). Konsep ini agak berbeda
dengan konsep rahn yang juga bermakna barang jaminan, namun barang jaminannya dari
orang yang berhutang. Ulamamadzhab fikih membolehkan kedua jenis kafalah tersebut, baik
diri maupun barang. Didalam perundang-undangan mesir misalnya kafalah diartikansebagai
menggabungkan tanggung jawab orang yang berhutang dan orang yang menjamin.Misalnya,
ada seseorang akan mengajukan kredit kepada bank,kemudian ada orang kedua
yangbertindak dan turut menjamin hutang seseorang tersebut. Ini berarti bahwa hutang
tersebut menjaditanggung jawab orang pertama dan juga orang kedua. Semakna dengan itu,
KUH Perdata Pasal1820 menyebutkan, bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan
dengan mana seorangpihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatannyasi berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.[3]
Secara teknis akad kafalah merupakan perjanjian antara seseorang yangmemberikan
penjaminan (penjamin) kepada seorang kreditor yang memberikan utangkepada seorang
debitor, dimana utang debitor akan dilunasi oleh penjamin apabila debitortidak membayar
utangnya. Contoh akad kafalah garansi bank (bank guarantee), stand byLetter of Credit,
pembukaan L/C impor, akseptasi, endorsement dan lain sebagainya.
Kafalah bisa atas sesuatu yang bersifat segera misalnya utang yang harus segeradilunasi atau
sesuatu dimasa depan. Kafalah dapat juga bersyarat, misalnya kalau kamupinjamkan uang
pada adikku maka aku akan jamin utangnya. Kafalah merupakan salah satu jenis akad
tabarru yang bertujuan untuk salingtolong menolong. Namun, penjamin dapat menerima
imbalan sepanjang tidakmemberatkan. Apabila ada imbalan maka akad kafalah bersifat
mengikat dan tidak dapatdibatalkan secara sepihak.
Skema Kafalah
(2) Kafiil/penanggung Makful/pihak ke-3
(1) Makfulalaih/pihak yang ditanggung
Keterangan :
1. Penanggung bersedia menerima tanggungan dan pihak yang ditanggung
2. Penanggung menyepakati kad kafalah dengan pihak ketiga
B. Landasan Syariah
Legalitas kafalah selain dari al-Quran dan hadist juga di perkuat oleh Ijma jumhur Ulama
yang berpendapat bahwa akad kafalah sangat penting untuk memproteksi Kreditur, dan
dengan akad kafalah ini ada itikad baik dari debitur melalui garansitersebut, terhadap
pembayaran kembali akan semua kewajibannya kepada kreditur.Adapun dasar hukumnya
sebagai berikut :
1. Al-Quran
Dan Dia (Allah)menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya (Maryam). (QS 3:37)
Dan bagi siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)
beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. (QS 12:72)
2. As-Sunnah
Dari Abi Humamah, bahwa Rasulullah bersabda : Penjamin adalah orang yang berkewajiban
mesti membayar. (HR Abu Dawud, At Tirmidzi) Telah dihadapkan kepada Rasulullah
(mayat seorang lelaki untuk dishalatkan) Rasulullah bertanya Apakah dia mempunyai
warisan? Para sahabat menjawab Tidak, Rasulullah bertanya lagi, Apakah dia
mempunyai hutang? Para sahabat menjawab. Ya, sejumlah tiga dinar Rasulullah pun
menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu
berkata, saya menjamin utangnya ya Rasulullah. Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat
tersebut. (HR. Bukhari)
3. Ijma ulama
Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam padamasa
Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dariseorang
ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga didasarkan pada kebutuhkanmanusia
dan sekaligus untuk menegaskan madharat bagi orang-orang yang berhutang .
C. Rukun Dan Ketentuan SyariahRukun kafalah ada 3, yaitu :
1. Pelaku, yang terdiri atas pihak penjamin, pihak yang berutang, dan pihak yang berpiutang.
2. Objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa barang, jasa maupun
pekerjaan.
3. Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan syariah, yaitu :
1. Pelaku
a. Pihak Penjamin (Kafiil)
1) Baligh (dewasa) dan berakal sehat
2) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hokum dan urusan hartanya dan rela (ridha)
dengan tanggungan kafalah tersebut.
b. Pihak orang yang berutang (Ashiil, Makfulanhu)
1) Sanggup menyerahkan tanggungannya (utang) kepada penjamin
2) Dikenal oleh penjamin
c. Pihak orang yang berpiutang (Makful Lahu)
1) Diketahui identitasnya
2) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa
3) Berakal sehat
2. Objek Penjaminan (Makful Bihi)
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun
pekerjaan
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin
c. Harus merupakan utang mengikat, yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau
dibebaskan
d. Harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya
e. Tidak bertentangan dengan syariah
3. Ijab Kabul, adalah pernyataan atau ekspresi saling ridha/rela diantara pihak pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara
cara komunikasi modern.[4]
D. Jenis-Jenis akad Kafalah
a. Kafalah bi al-Nafs : garansi fisik/badan- bisa juga di sebut sebagai daman al- wajh. Akad
ini adalah garansi untuk menghadirkan seseorang, contohnya: garansi untuk menghadirkan
seorang tersangka pada sidang pengadilan.
b. Kafalah bi al Mal : garansi keuangan/harta- jaminan yang di berikan pada kreditur,
sebagai garansi akan di bayarkannya kembali segala kewajiban yang di bebankan kepada
debitur.Kafalah bi al Mal terbagi menjadi tiga:
i. Kafalah bi al-dayn : garansi hutang yang harus di bayarkan oleh debitur kepada kreditur
nya.
ii. Kafalah bi alTaslim : garansi pada saat pengantaran atau pengangkutan barang atau
properti kepada pemilik nya, atas nama penyewa ketika kontrak sewa menyewa nya
berakhir.
iii. Kafalah bi al-Dark : garansi yang di berikan oleh penjual akan barang dagangan nya, yang
apabila barang tersebut cacat pihak pembeli dapat mengembalikan nya kepada pihak penjual
dengan ganti rugi tunai atau barang.Akad kafalah dibagi lagi sesuai dengan keperluan nya,
yaitu:
1. Mutlaqah-garansi yang tidak terbatas.
2. Kreditor melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin. Maka
penjamin juga bebas untuk tidak menjamin utang tersebut. Namun, jika kreditor melepaskan
jaminan dari penjamin, bukan berarti orang yang berutang telah terlepas dari utang tersebut.
3. ketika utang tersebut telah dialihkan (transfer utang/hawalah). Dalam kasus ini baik orang
terutang ataupun penjamin terlepas dari tuntutan utang tersebut.
4. ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui proses arbitrase dengan kreditor.
5. kreditor dapat mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak menyetujuinya.
F. Perlakuan Akuntansi Al Kafalah Bagi Pihak Penjamin
1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu) Jurnal : Dr. Kas
xxx Kr. Pendapatan Kafalah xxx
2. Pada saat membayar beban Jurnal : Dr. Beban Kafalah xxx Kr. Kas xxxBagi Pihak yang
Meminta Jaminan
1. Pada saat membayar beban Jurnal : Dr. Beban Kafalah xxx Kr. Kas xxx[6]
G. Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung
Mengenai
siapa
orang-orang
yang
dapat
ditanggung,
para
ulama
fikih
H. Masa Tanggungan
Masa tanggungan dengan harta, yakni masa penuntutan kepada penanggung
adalahdimulai sejak tetapnya hak atas orang yang ditanggung, baik berdasarkan
pengakuannyamaupun saksi, demikian pendapat fuqaha. Kemudian fuqaha bersilang
pendapat tentang masa wajibnya tanggungan denganbadan, apakah tanggungan tersebut
menjadi wajib sebelum tetapnya hak atau tidak?.Segolongan fuqaha berpendapat, bahwa
tanggungan itutidak menjadi wajib sebelumtetapnya hak. Pandangan ini dipegangi oleh
golongan Imam Malik, Syuraih al-Qadhi danal-Syabi. Segolongan lainnya berpendapat,
bahwa untuk menetapkan hak tersebut harusada konfirmasi dengan pihak penanggung
(dengan badan) dan ia memang bersedia menjadipenanggung. Selanjutnya, kapan
pengambilan hak itu terjadi atau kapankahpengambilan hak itu menjadi wajib, dan sampai
kapan waktunya?, Sebagian fuqahaberpendapat bahwa apabila debitur dapat menyampaikan
bukti-bukti yang kuat atausaksi misalnya, maka ia harus memberikan penanggung (dengan
badan),sehingga terlihat haknya. Jika tidak demikian, maka tidak ada keharusan
memberipenanggung. Apabila ia ingin juga mengambil penanggung dengan berupaya
menghadirkansaksi, maka ia diberikan tempo selama 5 (lima) hari kerja untuk maksud
tersebut,yakni masa penanggung memberikan tanggungan. Ini pendapat Ibn al-Qashim dari
kalanganmadzhab Maliki. Fuqaha Irak berpandangan, bahwa tidak dapat diambil penanggung
atas debitursebelum tetapnya hak. Sependapat dengan Ibn al-Qashim, mereka memberikan
waktu hanya 3(tiga) hari. la menambahkan, bahwa tidak boleh diambil penanggung atas
seseorang kecualidengan adanya saksi. Dengan demikian akan tampak jelaspengakuannya itu
benar atau tidakbenar. Apabila keadilan antara kedua belah pihak dalam masalah ini
akanditegakkan, maka keberadaan saksi mutlak diperlukan, baik kesaksian atas beban
(hutang)debitur maupun kesaksian atas diambilnya tanggungan oleh pihakpenanggung. Ini
memudahkan pihak Kreditur dalam melakukan tindakan-tindakan ke depan,apabila
diperlukan.
I. Kewajiban Penanggung
Apabila orang yang ditanggung tersebut bepergian jauh atau"menghilang", bagaimanakah
tanggung jawab orang yang menanggung?. Dalam hal ini adatiga pendapat, sebagai berikut:
Penanggung wajib mendatangkan (menemukan) orang yang ditanggung,atau mengganti
kerugian. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik beserta pengikutnya danfuqaha
Madinah. Bahwa penanggung dipenjarakan, sehingga orang yang ditanggung telahdatang,
atau kalau dia wafat, telah diketahui kewafatannya. Ini pandangan ImamAbu Hanifah dan
fuqaha Irak. Bahwa penanggung tidak terkena kewajiban apapun termasukdipenjarakan,
kecuali ia harus mencarinya/mendatangkannya, jika ia mengetahuitempatnya. Ini pendapat
Abu Ubaid al-Qasim. Pendapat Imam Malik yang mengatakan, bahwapenanggung harus
menanggung kerugian atas orang yang ditanggung apabila ia pergi,didasarkan pada Hadis
Ibnu Abbas r.a. sebagai berikut: "Sesungguhnya seorang laki-lakimeminta kepada debiturnya
agar memberikan hartanya kepadanya, lalu ia memberikanpenanggung kepadanya, tetapi ia
tidakmampu, sehingga orang tersebut mengadukannyakepada Nabi SAW. Maka Rasulullah
SAW. pun menanggungnya, kemudian debiturmemberikan harta kepadanya. " Mereka
mengatakan, bahwa Hadis ini menunjukkan adanya penggantian kerugiansecara mutlak.
Berbeda dengan fuqaha Irak yang berpandangan bahwa, penanggunghanya berkewajiban
menghadirkan apa yang ditanggungnya, yakni orang (yangditanggungnya). Karenanya,
penanggungan tersebut tidak harus menyertakan harta, kecualiapabila penanggungan tersebut
memang disyaratkan demikian atas dirinya. Selanjutnya, Imam Malik berpendapat bahwa,
apabila seseorang mensyaratkantanggungan (badan) tanpa harta, sedangkan iapun
menjelaskan syarat tersebut, maka hartatersebut tidak wajib atasnya. Karena apabila harta
tersebut menjadi beban kewajibannya,berarti ia melakukan perbuatan yang melawan apa-apa
yangdisyaratkannya itu. Berbeda dengan tanggungan harta, fuqaha telah sepakat bahwa,
apabila orang yang ditanggung tersebutmeninggal atau pergi, maka penanggung harus
mengganti kerugian. Tentang pandangan yang membolehkan kreditur menuntut penanggung,
baik yangditanggung itu bepergian atau tidak, kaya atau miskin, maka mereka beralasan
dengan HadisQubaishah Ibn al-Makhariqi r.a. sebagai berikut: "Aku membawa satu
tanggungan, maka akumendatangi Nabi SAW. kemudian aku bertanya kepada beliau tentang
(tanggunganitu). Maka beliau bersabada: "Kami akan mengeluarkan tanggungan itu atas
namamudari onta sedekah. Hai Qubaishah! sesungguhnya perkara ini tidak halal, kecuali
padatiga hal". Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang membawa
suatutanggungan dari laki-laki lain, sehingga ia melunasinya ". Hadis tersebut di atas
memberikan petunjuk bahwa, Nabi SAW.membolehkan penuntutan terhadap penanggung,
tanpa mempertimbangkan kondisi orangyang ditanggung.
J. Obyek Tanggungan
Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah harta.Hal
ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: Penanggung itu menanggungkerugian.
Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung adalahberupa harta,
maka hal ini dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut: Tanggungan dengan hutang,
yaitu kewajiban membayar hutang yangmenjadi tanggungan orang lain. Dalam masalah
tanggungan hutang, disyaratkan bahwa hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu
terjadinya transaksi tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila
tidak diketahui, makadikhawatirkan akan terjadi gharar. Tanggungan dengan materi, yaitu
kewajiban menyerahkan materi tertentuyang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk
bukan jaminan seperti ariyah (pinjaman)atau wadi ah (titipan), maka kafalah tidak sah.
Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada pembeli
karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual- belikan.
K. Upah Atas Jasa Kafalah
Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang upah atas jasa kafalah ini
yangia kemukakan dengan mengawali sebuah pertanyaan: "Bolehkah si pejamin
mengambilupah atas jasanya itu?" Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer,
sepertiMustafa Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafii, berpadangan
bahwapemberian uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu
masalahkepada raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap
sebagaiupah (jualah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya.Ulama
lain, Abdu al-Sai al-Misri mengatakan, bahwa seorang penanggung/penjaminharuslah
mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin.Pendapat ini membuka
peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko yangdipikul oleh si penjamin dalam
memperhitungkan upahnya.
L. Akibat-akibat Hukum Kafalah
Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang),maka kafil
berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluardari kafalah, kecuali dengan
jalan memenuhi hutang yang menjadi bebanashil (orangyang ditanggung). Atau dengan jalan,
bahwa orang memberikan pinjaman (hutang) -dalamhal ini bank- menyatakan bebas untuk
kafil, atau ia mengundurkan diri dari kafalah. la berhakmengundurkan diri, karena memang
itu haknya. Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad
kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam hal orang
yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidakmengetahui tempatnya, maka si
penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabilaia mengetahui tempatnya, maka ia
yang
bersangkutan
tidak
memenuhi
kewajibannya.Di
samping
itu,
fiducia
serta
jaminan
perorangan
(personal
guarantee).
Jaminan
c. Kebolehan kafalah sebagai salah satu produk perbankan syariah didasarkan pada nash al
Quran al-Karim, Hadis-Hadis Rasulullah SAW., dan beberapa pendapat jumhur fuqaha
sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan di atas, termasuk fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN).
d. Kafil mempunyai kewajiban secara mutlak yang disebabkan penyertaan dirinya dalam
akad kafalah ini.
e. Hak fasakh adalah berada pada makful lahu (bank), sejauh ia mau mempergunakannya.
Daftar Pustaka
Nurhayati Sri, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi (Jakarta: Salemba
Empat: 2011)
http://warungghuroba.wordpress.com/2010/09/23/bab-11-kafalah-penjaminan/
http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=23/
http://nibrahosen.multiply.com/journal/item/44/kafalah/
Al- Quran dan terjemahannya