PEMBIAYAAN SYARIAH
Disusun Oleh :
Aldiansyar Mugia Utomo
150610140031
KELAS B
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
A. WAKALAH
1. Pengertian Wakalah
Wakalah merupakan salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah dapat
diterima, selain akad-akad lainnya seperti akad murabahah, akad mudharabah, akad
musyarakah dan akad-akad lainnya. Secara etimologis Wakalah memiliki beberapa
pengertian yang diantaranya adalah: (al-hifzh) yang berarti perlindungan, atau (alkifayah) yang berarti pencukupan, atau (al-dhamah) tanggungan, atau (al-tafwidh)
berarti pendelegasian yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.
Wakalah dapat pula di definisikan sebagai berikut.
a. Pelimpahan kekuasaan oleh seseorang atau satu pihak sebagai pihak pertama
kepada orang atau pihak lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang
diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas
kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. Apabila kuasa itu
telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung
jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya kembali menjadi pihak
pertama atau pemberi kuasa.
b. Dapat pula berarti penyerahan, pemberian mandat, atau pendelegasian.
2. Pendapat Para Ulama
Para ulama memiliki pendapat yang berbeda menyangkut Wakalah memiliki.
Berikut adalah pandangan dari para ulama:
a. Menurut Ulama Syafiiah mengatakan bahwa Wakalah adalah ungkapan yang
mengandung arti pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain agar
orang lain tersebut melakukan kegiatan yang telah dikuasakan atas nama
pemberi kuasa.
b. Ulama Malikiyah, Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya
kepada orang lain untuk melakukan kegiatan yang merupakan haknya, yang
mana kegiatan tersebut tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah
pemberi kuasa wafat, sebab jika kegiatan dikatkan setelah pemberi kuasa
wafat maka sudah berbentuk wasiat.
hak
untuk
bertasharruf
pada
bidang-bidang
iii.
Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek
yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syariah
Islam.
iii.
penerima kuasa.
Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas
pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.
kuasa
kepada
pihak
asuransi
untuk
menyimpannya
dan
B. KAFALAH
1. Pengertian Kafalah
atau
menghadirkan
badan
oleh
orang
yang
berhak
menghadirkannya.
Mazhab Hanbali, kafalah adalah Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada
orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang
yang mempunyai hak menghadirkan 2 harta (pemiliknya) kepada orang yang
mempunyai hak.
Jadi kafalah adalah jaminan dari penjamin (pihak ketiga), baik berupa jaminan
diri maupun harta kepada pihak kedua sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban
pihak kedua tersebut kepada pihak lain (pihak pertama).
C. JUALAH
1. Pengertian Jualah
Secara harfiah, jualah bermakna sesuatu yang dibebankan kepada orang lain
untuk dikerjakan, atau perintah yang dimandatkan kepada seseorang untuk dijalankan.
Menurut ahli hukum, jualah diartikan dengan hadiah yang dijanjikan ketika seseorang
berhasil melakukan sebuah pekerjaan.
Secara istilah, menurut mazhab malikiyyah, jualah adalah akad sewa (ijarah)
atas sesuatu manfaat yang belum diketahui keberhasilannya (terhadap probabilitas atas
keberhasilan atau kegagalan dalam menjalankan suatu pekerjaan). Seperti halnya ucapan
seseorang, barang siapa mampu menggali sumur ini hingga mengalir airnya, maka ia
berhak mendapatkan hadiah yang saya janjikan.
Maz\hab Maliki mendefinisikan jualah yaitu sebagai suatu upah yang dijanjikan
sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh seseorang.
Mazhab Syafii mendefinisikan jualah yaitu seseorang yang menjanjikan suatu upah
kepada orang yang mampu memberikan jasa tertentu kepadanya. Definisi pertama
(Mazhab Maliki) menekankan segi ketidakpastian berhasilnya perbuatan yang
diharapkan. Sedangkan definisi kedua (Mazhab Syafii) menekankan segi ketidakpastian
orang yang melaksanakan pekerjaan yang diharapkan.
Secara logika jualah dapat dibenarkan, karena merupakan salah satu cara untuk
memenuhi keperluan manusia, sebagaimana halnya dengan ijarah dan mudharabah
(perjanjian kerjasama dagang). Namun, ada beberapa ulama yang melarang akad jualah
seperti hanafiyah, Mazhab Hanafi tidak membenarkan jualah. Karena dalam jualah
terdapat unsur gharar, perbuatan yang mengandung gharar itu merugikan salah satu
pihak dan dilarang dalam Islam.
D. HIWALAH
1. Pengertian Hiwalah
Pengertian hiwalah ditinjau dari segi etimologi berarti al intiqal dan al tahwil
(memindahkan dan mengoper). Abdurrahman al-Jaziri, berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan hiwalah menurut etimologi adalah perpindahan dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Secara etimologi hiwalah juga berarti pengalihan, perpindahan,
perubahan kulit dan memikul sesuatu di atas pundak. Untuk mengetahui lebih jauh
tentang definisi hiwalah secara terminologi berikut adalah beberapa definisi menurut para
ulama.
Ada persetujuan (ridho), Jika pihak Muhil ada paksaan untuk melakukan
hiwalah, maka akad tidak sah. Persyaratan dibuat berdasarkan pertimbangan,
bahwa sebagian orang keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajiban
untuk membayar utang dialihkan kepada orang lain, meskipun pihak lain itu
mengerti (Mumayyiz).
Ada persetujuan (ridho), Jika pihak Muhil ada paksaan untuk melakukan
hiwalah, maka akad tidak sah. Persyaratan ini ditetapkan berdasarkan
pertimbangan, bahwa kebiasaan orang dalam membayar utang berbeda-beda
ada yang mudah dan ada pula yang sulit, sedangkan menerima pelunasan itu
merupakan hak pihak kedua. Jika hiwalah dilakukan secara sepihak saja,
pihak kedua dapat saja merasa dirugikan, umpamanya apabila ternyata pihak
mengerti (Mumayyiz).
Ada persetujuan (ridho), Jika pihak muhil ada paksaan untuk melakukan
hiwalah, maka akad tidak sah. Sebagian pendapat mengatakan bahwa yang
berhak rela (rihdo), adalah muhtal dan muhil, bagi muhal alaih rela atau tidak
tidak akan mempengaruhi sahnya hiwalah.
d. Adanya hutang, yaitu utang muhtal kepada muhil dan utang muhil kepada muhal
alaih. Syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan, ialah :
Sesuatu yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang
E. AL-SHARF
1. Pengertian Al-Sharf
Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa alsharf berarti menjual
uang dengan uang lainnya. Secara bahasa, pertukaran mata uang asing atau al-sharf
mempunyai arti Al-Ziyadah (tambahan), penukaran, penghindaran, atau transaksi jual
beli. Sedangkan secara istilah atau terminology, terdapat beberapa definisi, dari beberapa
ulama sebagai berikut:
a. Wahbah Al-Zuhaili mengatakan, Al-Sharf ialah pertukaran mata uang dengan mata
uang lainya baik satu jenis maupun lain jenis, seperti uang dolar dengan uang rupiah
atau uang rupiah dengan uang ringgit.
b. Abd. Al-Rahman Al-Jazairi mengatakan, Al-Sharf ialah pertukaran mata uang asing
dengan uang rupiah, emas dengan emas, perak dengan perak, atau salah satu dari
keduanya.
c. Ibn Maudud Al- Maushuli mengatakan, bahwa Al-Sharf ialah pertukaran mata uang
dengan mata uang lainya atau satu jenis barang dengan jenis barang lainya yang sama
cetakan, bentuk, dan logam. Apabila yang ditukar uang dengan uang atau emas dengan
emas, perak dengan perak maka hal tersebut tidak diperbolehkan kecuali dengan
semisal serta secara serah terima.
Dari beberapa definisi di atas dapat peneliti simpulkan bahawa AlSharf adalah
perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya. Al-sharf secara bebas diartikan
sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di
negara lain. Jual beli mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial
yang mencakup beberapa hal sebagai berikut: pembelian mata uang, pertukaran mata
uang, pembelian barang dengan uang tertentu.
2. Rukun dan Syarat-syarat Al-Sharf
a. Serah terima sebelum iftirak (berpisah)
Maksudnya yaitu transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah pihak
berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama maupun yang
berbeda, oleh karena itu kedua belah pihak harus melakukan serah terima sebelum
keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi dan tidak boleh menunda pembayaran
salah satu antara keduanya. Apabila persyaratan ini tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya
tidak sah.
b. Al-Tamatsul (sama rata)
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat ini
berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan pertukaran uang
yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan. Misalnya yaitu menukar mata uang dolar
Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya harus sama. Namun apabila menukar
mata uang dolar Amerika dengan rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini
praktis diperbolehkan mengingat nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia
ini berbeda. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan
menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya masingmasing nilai
mata uang itu sangat tinggi nilainya.
c. Pembayaran Dengan Tunai
Tidak sah huukumnya apabila di dalam transaksi pertukaran uang terdapat
penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut berasal dari satu pihak atau disepakati
oleh kedua belah pihak. Syarat ini terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang
yang sejenis maupun mata uang yang berbeda.
d. Tidak Mengandung Akad Khiyar Syarat
Apabila terdapat khiyar syarat pada akad al-sharf baik syarat tersebut dari sebelah
pihak maupun dari kedua belah pihak, maka menurut jumhur ulama hukumnya tidak sah.
Sebab salah satu syarat sah transaksi adalah serah terima, sementara khiyar syarat
menjadi kendala untuk kepemilikan sempurna. Hal ini tentunya dapat mengurangi makna
kesempurnaan serah terima. Menurut ulama Hambali, al-sharf dianggap tetap sah,
sedangkan khiyar syaratnya menjadi sia-sia.
DAFTAR PUSTAKA
A. Raziqa. 2013. Al-Sharf Dalam Hukum Islam. UIN Sunan Ampel Surabaya.
A Rifanto. 2009. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JUALAH DALAM
KETENTUAN MEKANISME PENERBITAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA
SYARIAH. UIN Sunan Ampel Surabaya.
K Simanjutak. 2011. KONSEP JAMINAN MENURUT HUKUM ISLAM. Universitas Sumatera
Utara.
M. Yamin. 2012. HUKUM WAKALAH DALAM PRAKTEK DI BANK TABUNGAN
NEGARA SYARIAH CABANG BATAM. Universitas Sumatera Utara.
Priatmaja, Sadhana. 2013. Wakalah, Kafalah, dan Hawalah.
http://xa.yimg.com/kq/groups/23150291/264895797/name/Wakalah_Kafalah_Hawalah.pdf
Diakses pada 28 April 2016.