Anda di halaman 1dari 3

Antara Hutang Konsumtif dan Produktif:

Cakupan Larangan Riba Dalam Ayat Al-Baqarah: (‘Am)


Disusun Oleh:
Audy Duta Pramesti (102210030)
Aufa Diaus Sofa (102210031)
Fakultas Syariah
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
2022/2023

A. Pendahuluan
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, yakni dalam
pemenuhan kebutuhan mereka sebagai makhluk sosial baik itu dalam hal jual beli,
hutang piutang, maupun kegiatan muamalah lainnya individu satu dengan yang
lainnya saling membutuhkan. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga
terkadang secara pribadi ia tidak mampu untukmemenuhi dan harus berhubungan
dengan orang lain.Dalam hubungan satu manusia dengan manusia lain untuk
memenuhi kebutuhan, harus ada aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban
keduanya berdasarkan kesepakatan. Hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan benda dan alam sekitar
disebut muamalah.
Akad qardl bertujuan sebagai sikap ramah tamah sesama manusia, membantu
dan memudahkan segala urusan kehidupan mereka, dan bukan bertujuan memperoleh
keuntungan dan berbisnis. Apabila dalam akad qardl mencantumkan syarat
pembayaran yang melebihi pokok pinjaman (ziyadah), praktek tersebut mengandung
unsur riba. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh yang berbunyi

‫ُكلَُقَرض ٍ َُجر َّ ُنَ ْفعا ً ُفهو ُِربا‬


“Semua utang yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba”
riba dapat menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan
cara hutang piutang maka riba itu cenderung memeras orang miskin daripada
menolong orang miskin.1

1
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004, edisi2,
4.
B. Perspektif Teori

1. Pengertian Hutang
Dalam Islam hutang piutang dikenal dengan istilah Al-qardh dalam arti
bahasa berasal dari kata qaradha yang merupakan sinonim dari kata qatha‟a
artinya memotong. Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang
memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada orang yang menerima
hutang (muqtarid). atau Al-qardh dapat dipahami sebagai harta yang diserahkan
kepada orang yang berhutang, sebab harta yang diserahkan merupakan satu
potongan dari harta orang yang memberikan hutang.
Adapun arti qardh dalam istilah fiqih terdapat beberapa perincian dalam
mazhab fiqih. Menurut Imam Maliki mengatakan bahwa Alqardh merupakan
pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena belas kasihan
dan merupakan bantuan (ariyah) atau pemberian (hibah), akan tetapi harus
dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan.5
Menurut Mazhab Hanafi, qardh adalah harta yang diberikan kepada orang
lain dengan syarat mengembalikannya dan harta itu dalam bentuk mitsli.
Pengertian Mitsli adalah barang yang tidak berbeda dalam beberapa jenisnya yang
bisa menjadikan harganya berbeda. Mislanya barang yang ditakar, dihitung, dan
ditimbang. Adapun barang yang berbentuk selain mitsli seperti hewan, kayu,
kebun, tidak sah untuk dihutangkan.
Menurut Imam Syafi‟I Al-qardh adalah pinjaman yang berarti baik yang
bersumberkan kepada Al-Qur‟an bahwa barang siapa yang memberikan pinjaman
yang baik kepada Allah Swt, maka Allah swt akan melipat gandakan kebaikan
kepadanya.
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa Alqardh adalah
pinjaman atau hutang yang diberikan kepada seseorang kepada orang lain untuk
dikembalikan lagi kepada orang yang telah meminjamkan harta, karena pinjaman
tersebut merupakan potongan dari harta yang memberikan pinjaman atau hutang.
Dengan kata lain Al qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dalam istilah lain meminjam tanpa
mengharapkan imbalan.2

2. Hutang Konsumtif
Utang konsumtif adalah pinjaman yang dilakukan untuk membeli barang
yang nilainya terus menurun di masa depan dan tidak menghasilkan pemasukan.
Contohnya seperti berutang demi membeli pakaian, topi demi memenuhi gaya
hidup agar tidak tertinggal dari orang lain. Selain itu, membeli mobil pribadi juga
ternyata termasuk utang konsumtif bila kamu membeli mobil hanya karena gengsi
aja dengan harga yang di luar batas kemampuanmu. Intinya, utang konsumtif
merupakan pinjaman yang dilakukan tidak untuk memenuhi kebutuhan pokok,
atau justru hanya untuk gengsi semata.
Membeli barang-barang seperti itu dengan cara berhutang tidaklah benar,
karena barang-barang tersebut akan mengalami penyusutan nilai. Jadi, jika barang
2
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2001), 131.
akan dijual kembali di masa depan, nilai atau harganya akan mengalami
penurunan yang drastis. Peminjam pun akan mengalami kerugian .3

3. Hutang Produktif
Hutang produktif adalah hutang yang dimanfaatkan dan digunakan untuk
kegiatan produktif seperti digunakan untuk modal usaha/ utang yang
dipergunakan untuk membeli barang atau aset yang nilainya bisa naik dan
menambah penghasilan. Misalnya, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit
Usaha, dan Kredit Modal Kerja. Meski utang produktif memiliki manfaat, jika
tidak berhati-hati maka utang produktif juga bisa membuat keuangannmu tidak
sehat. Utang produktif yang terlalu banyak juga bisa memberatkan cashflow (arus
kas), yang bisa berujung pada menipisnya tabungan. Bahkan bisa timbul utang
konsumtif.
Tujuan dari utang produktif adalah untuk membantu menghasilkan
pendapatan atau meningkatkan kekayaan bersih. seperti utang untuk modal usaha
atau berbisnis yang jelas dilakukan untuk upaya meningkatkan pendapatan.

3
Mekari, Pengertian, Utang, Jenis, Dan Ciri-ciri dalam Perusahaan, dalam “jurnal entrepreneurhttps://www.
jurnal.id/id/blog/pengertian-dan-jenis-utang/.”, diakses 20 Maret 2022

Anda mungkin juga menyukai