Anda di halaman 1dari 9

HUKUM HUTANG DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah:

Hukum Ekonomi Syariah

Dosen pengampu:

Dr. M. Roem Syibly, S.Ag., MSI.

Ditulis oleh:

19421101-Aini Syifa Mazida

Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah)

Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia

2021-2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam kegiatan ekonomi ada namanya kegiatan hutang-piutang yang mana
hutang merupakan fenomena yang sudah awam terjadi di masyarakat. Hutang juga
bisa maknai sebagai sarana membantu bagi yang membutuhkan harta tersebut untuk
digunakan sehingga menimbulkan manfaat. Tentang hutang itu sendiri bukan hanya
berbentuk harta, melainkan bisa barang dan jumlahnya bisa kecil maupun besar yang
mana dalam penerapannya tidak boleh ada bunga dalam kegiatan tersebut. Dalam
kegiatan ekonomi dan Islam erat hubungannya karena kegiatan ekonomi itu sendiri
tidak terlepas dari syariat-syariat Islam yang mengaturnya. Sehingga salah satu
kegiatan ekonomi seperti hutang juga memiliki aturan dan batasan-batasan agar tidak
ada mudharat di dalamnya. Adapun kegiatan hutang ini sebenarnya tidak
diperbolehkan apabila berhutang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kehidupan
mewah dan boros, namun berhutang dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar hidup
diperbolehkan karena ini kebutuhan yang mendesak.
Kegiatan hutang atau bisa disebut juga hutang-piutang ini karena sudah
menjadi kebiasaan manusia menjadi sebuah perkara yang tidak bisa dipisahkan, bisa
disebabkan karena ketidakmerataan dalam hal materi. Untuk menjaga kegiatan
hutang-piutang ini maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
diatur yang mana maknanya sama dengan perjanjian yaitu “pinjam meminjam adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
keadaan yang sama pula”.1 Sehingga sebelum kita melakukan kegiatan hutang, seperti
berhutang maupun orang yang memberikan hutang tersebut harus mengetahui definisi
hutang, dasar hukum yang mengatur mengenai hutang baik itu dari Al-qur’an dan
sunnah maupun undang-undang, kemudian mengetahui rukun dan syarat hutang
tersebut.

1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
1. DEFINISI HUTANG
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maksud hutang adalah
uang yang dipinjam dari orang lain.
Secara bahasa hutang adalah menerima sesuatu (uang atau barang) dari
seseorang dengan perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan hutang
tersebut dalam jumlah yang sama2. Sedangkan secara terminologi hutang
adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan
dikembalikan dikemudian hari.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah hutang adalah penyediaan dana
atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam untuk
melakukan pembayaran secara tunai ataupun berupa cicilan dalam jangka
waktu tertentu.3
Dalam bahasa Arab, hutang adalah sesuatu yang berada dalam
tanggung jawab orang lain. Dayn disebut juga dengan sesuatu yang harus
dilunasi atau diselesaikan. Hutang dapat dikategorikan sesuatu yang dimiliki
oleh pemberi hutang, sementara harta itu ada pada orang yang berhutang4.

2. MEKANISME PASAR
Cara kerja hutang tentulah harus memenuhi syarat dan rukun dari
kegiatan hutang, secara umum hutang memiliki kesamaan dengan meminjam.
Yang mana skemanya ialah memberikan sesuatu kepada siapa yang meminjam
dengan waktu perjanjiannya untuk dilunasi. Apabila nanti dari peminjam ingin
memperpanjang waktu maka harus diketahui oleh orang yang akan
meminjamkannya5. Hutang sendiri identik dengan jumlah/nominal, seperti A
meminjamkan uangnya kepada B dalam kurun waktu 10 bulan dengan
nominal Rp. 20.000.000 tanpa bunga. Sehingga kegiatan tersebut di tuliskan
dalam sebuah perjanjian. Kemudian apabila B telah membayar lunas
hutangnya ke A dengan nominal Rp. 25.000.000 maka diperbolehkan dengan
tujuan uang yang dilebihkan B tersebut merupakan bentuk terima kasih atas
kebaikan yang dilakukan A karena telah meminjamkan uang kepada B.
2
http://repository.radenintan.ac.id/1106/3/BAB_II.pdf , diakses pada 29 Juni 2022 pukul 21.00 WIB
3
Abdul Aziz dan Ramdansyah, “Esensi Utang dalam Konsep Ekonomi Islam”, Bisnis, Vol. 4, No. 1,
(2016), hlm. 126.
4
Ibid, 125
5
Pinjaman dan Hutang itu Beda, https://www.zonkeu.com/perbedaan-pinjaman-dan-hutang/ , di akses
pada 1 Juli 2022 pukul 21.07 WIB.
3. RUMUSAN MASALAH
a. Definisi Hutang
b. Dasar Hukum Hutang
c. Rukun, Syarat, dan Prinsip Hutang
4. TUJUAN MASALAH
a. Mengetahui Definisi Hutang
b. Mengetahui Dasar Hukum Hutang
c. Mengetahui Rukun, Syarat, dan Prinsip Hutang

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINIS HUTANG
Secara bahasa hutang adalah menerima sesuatu (uang atau barang) dari
seseorang dengan perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan hutang tersebut
dalam jumlah yang sama6. Sedangkan secara terminologi hutang adalah memberikan
harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan dikembalikan dikemudian hari.
Dalam bahasa Arab, hutang adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab orang
lain. Dayn disebut juga dengan sesuatu yang harus dilunasi atau diselesaikan. Hutang
dapat dikategorikan sesuatu yang dimiliki oleh pemberi hutang, sementara harta itu
ada pada orang yang berhutang7.
Kata Dayn artinya memberi atau berhutang menurut Abu Al-Kasim sehingga
ada perbedaan dengan kata Qardh yang artinya adalah apa yang dibayarkan kepada
orang lain dari harta dengan syarat mengembalikannya sebagai gantinya. Kemudian
Qardh merupakan suatu perjanjian yang khususnya untuk menyerahkan harta kepada
orang lain untuk kemudian dikembalikan sama seperti yang diterima (definisi oleh
Hanafiah untuk istiah qardh).8 Kemudian hutang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan
pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai ataupun berupa cicilan

6
http://repository.radenintan.ac.id/1106/3/BAB_II.pdf , diakses pada 29 Juni 2022 pukul 21.00 WIB
7
Ibid, 125.
8
Evi Ratnasari, Praktik Hutang Piutang Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Desa Giri Kelopo
Mulyo), Skripsi : S1, IAIN Metro, (2019), hlm. 10.
dalam jangka waktu tertentu (bersifat aplikatif dalam akad peminjam-meminjam
antara nasabah dan LKS).9

B. DASAR HUKUM HUTANG


1. DASAR HUKUM HUTANG DALAM HUKUM POSITIF
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 hutang sama
pengertiannya dengan perjanjian pinjam meminjam. Isinya :
“Pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak satu memberikan
kepada pihak yang lain sesuatu jumlah tentang barang-barang atau uang yang
menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan dengan jumlah yang sama dari macam
dan keadaan yang sama pula”.
Sehingga ketentuan dari pasal ini menunjukkan bahwa seseorang yang
meminjamkan sejumlah barang maupun uang kepada pihak lain maka pihak
lain ini akan memberi kembali sejumlah uang yang sama sesuai dengan
persetujuan yang disepakati.10
2. DASAR HUKUM HUTANG DALAM ISLAM
a. Al-Qur’an
Hukum berhutang ini diperbolehkan karena kegiatan hutang piutang
yang mana peminjam dalam hal ini memberikan hutang kepada orang
lain sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan.
Dasar hukumnya pada Qs. Al-Maidah ayat 2

َ‫ي َواَل ا ْلقَاَل ِئ َد َواَل آ ِّمين‬


َ ‫ش ْه َر ا ْل َح َرا َم َواَل ا ْل َه ْد‬ َ ‫يَا َأ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل ت ُِحلُّوا‬
َّ ‫ش َعاِئ َر هَّللا ِ َواَل ال‬
ۚ ‫طادُوا‬َ ‫اص‬ ْ َ‫ض َوانًا ۚ وَِإ َذا َحلَ ْلتُ ْم ف‬ْ ‫ضاًل ِمنْ َربِّ ِه ْم َو ِر‬ ْ َ‫ا ْلبَيْتَ ا ْل َح َرا َم يَ ْبتَ ُغونَ ف‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jang tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.”
Keuntungan dalam memberi hutang ada pada Qs. Al-Hadid ayat 11
9
Abdul Aziz dan Ramdansyah, “Esensi Utang dalam Konsep Ekonomi Islam”, Bisnis, Vol. 4, No. 1,
(2016), hlm. 126.
10

https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=5789#:~:text=Ketentuan%20Pasal%201754%20KUHPerdata
%20tersebut,sesuai%20dengan%20persetujuan%20yang%20disepakati., diakses pada 1 Juli 2022,
pukul 21.10 WIB.
‫ضا ِعفَهُ لَهُ َولَهُ َأ ْج ٌر َك ِري ٌم‬
َ ُ‫سنًا فَي‬ ُ ‫َمنْ َذا الَّ ِذي يُ ْق ِر‬
ً ‫ض هَّللا َ قَ ْر‬
َ ‫ضا َح‬
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya,
dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”
b. Hadits
HR. Muslim no. 880 artinya : “ dari Abu Rafi’a ra. Bahwasanya Nabi
SAW pernah meminjam seekor unta muda dari seseorang. Ternyata
beliau menerima seekor unta untuk zakat. Kemudia Nabi SAW
menyuruh Abu Rafi’i berkata, “aku tidak menemukan kecuali yang
baik dan pilihan yang sudah berumur empat tahun.” Maka Rasulullah
SAW bersabda : “berikanlah kepadanya, karena sebaik-baiknya
manusia ialah yang paling baik melunasi hutang.”
Sehingga dijelaskan bahwa setiap hutang wajib dibayar sesuai
dengan nilai yang dipinjam sebelumnya dan melebihkan bayaran dari
jumlah pinjaman diperbolehkan asal kelebihan itu adalah kemauan dari
yang meminjam/berhutang.11
c. Jumhur Ulama12
Para ulama sepakat dan tidak ada pertentangan terkait kebolehan
hutang piutang, kesepakatan ini didasarkan pada tabiat manusia yang
tida bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Namun
harus digaris bawahi bahwa hutang piutang juga mengikuti hukum
taklifi yang kadang dihukumi boleh, makruh, wajib dan haram.
Diwajibkan apabila jika diberikan kepada orang yang sangat
membutuhkan. Akan haram jika memberikan hutang berupa uang
untuk orang yang menggunakan uang tersebut dalam perbuatan
maksiat dan bagi pemberi hutang mensyaratkan tambahan dari hutang
yang dia berikan kepada yang berhutang ketika mengembalikannya
(riba). Kemudian hukumnya boleh apabila untuk menambah model
usahanya karena berambisi mendapatkan keuntungan besar.

11

https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrx07QUJb9iqyMA_QjLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG9zAzEEdnRp
ZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1656722837/RO=10/RU=http%3a%2f%2frepository.radenintan.ac.id%2f11
06%2f3%2fBAB_II.pdf/RK=2/RS=h2hKbJDqbxSXwSzkB550ja6nIoU- , di akses pada 1 Juli 2022
pukul 21.30 WIB, hlm. 20.
12
Ibid, hlm. 22-23.
3. RUKUN, SYARAT DAN PRINSIP HUTANG
a. Sighat, maksud dari sigaht akad adalah ijab dan qabul, diantara fukaha
tidak ada perbedaan bahwa ijab kabul itu sah dengan lafaz hutang dan
dengan satu lafaz yang menunjukkan maknanya. Contoh : “aku
menghutangimu” lalu kabul sah dengan semua lafaz yang
menunjukkan kerelaan “aku berhutang”.
b. Akad, yaitu akad kedua belah pihak yang melakukan kegiatan
hutang-piutang yaitu antar pemberi hutang dan penghutang. Sehingga
syarat bagu penghutang adalah :
- Merdeka, balig, berakal sehat dan pandai (bisa membedakan
baik dan buruk).
c. Harta yang dihutangkan
Rukun harta sebagai berikut :
1) Harta yang berupa harta yang ada padanya, yaitu harta yang
satu sama lain dalam jenis yang sama tidak banyak berbeda
yang mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang,
barang-barang yang ditukar, ditimbang, ditanam dan yang
dihitung.
2) Harta yang dihutangkan disyaratkan berupa benda sehingga
tidak sah menghutangkan sebuah manfaat (jasa).
3) Harta yang dihutangkan diketahui kadar dan sifatnya.13
Prinsip Hutang14
Hutang diperbolehkan apabila memenuhi sejumlah prinsip dan etika
pokok, sehingga prinsip-prinsip hutang yang perlu diperhatikan seperti
:
1) Bahwa hutang itu merupakan alternatif terakhir ketika sudah
berusaha mendapatkan dana secara halal dan tunai untuk
memenuhi kebutuhan, sehingga harus disadari ada unsur
keterpaksaan di dalamnya bukan unsur kebiasaan.

13
Abdul Aziz dan Ramdansyah, “Esensi Utang dalam Konsep Ekonomi Islam”, Bisnis, Vol. 4, No. 1,
(2016), hlm. 128.
14
Ibid, hlm. 133
2) Apabila terpaksa berhutang maka tidak berhutang di luar
kemampuan, ditakutkan akan terjadi ghalabatid dayn atau
terbelit hutang.
3) Apabila hutang telah dilakukan maka harus memiliki niat untuk
membayarnya, yang kemudian harus memiliki komitmen untuk
mengembalikan hutang sehingga tidak terjadi kezaliman saat
terlambat membayar maupun memperlambat hutang tersebut.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Definisi hutang adalah secara bahasa hutang adalah menerima sesuatu (uang atau
barang) dari seseorang dengan perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan
hutang tersebut dalam jumlah yang sama. Sedangkan secara terminologi hutang
adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan
dikembalikan dikemudian hari.
2. Dasar hukum hutang, pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
hutangsama pengertiannya dengan perjanjian pinjam meminjam. Kemudian dasar
hukum hutang dalam Islam yaitu pada Al-Qur’an disebutkan pada QS. Al-Maidah
ayat 2, pada Hadits ada pada HR. Muslim no. 880.
3. Rukun, syarat, dan prinsip hutang yang mana pada rukun dan syaratnya ada : Sighat,
akad, dan harta yang dihutangkan. Sedangkan prinsip hutang seperti : Hutang
merupakan alternatif terakhir sehingga ada unsur keterpaksaan bukan kebiasaan, tidak
berhutang di luar kemampuan, dan harus memiliki niat untuk membayar hutang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


2. Aziz, Abdul dan Ramdansyah, “Esensi Utang dalam Konsep Ekonomi Islam”, Jurnal
Bisnis, Vol. 4, No. 1, (2016).
3. Ratnasari, Evi, Praktik Hutang Piutang Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Desa
Giri Kelopo Mulyo), Skripsi : S1, IAIN Metro, (2019).

WEBSITE
1. http://repository.radenintan.ac.id/1106/3/BAB_II.pdf , diakses pada 29 Juni 2022
pukul 21.00 WIB
2. Pinjaman dan Hutang itu Beda,
https://www.zonkeu.com/perbedaan-pinjaman-dan-hutang/ , di akses pada 1 Juli 2022
pukul 21.07 WIB.
3. https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=5789#:~:text=Ketentuan%20Pasal%201754
%20KUHPerdata%20tersebut,sesuai%20dengan%20persetujuan%20yang%20disepak
ati., diakses pada 1 Juli 2022, pukul 21.10 WIB.
4. https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrx07QUJb9iqyMA_QjLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZz
MEcG9zAzEEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1656722837/RO=10/RU=http%3a
%2f%2frepository.radenintan.ac.id%2f1106%2f3%2fBAB_II.pdf/RK=2/RS=h2hKbJ
DqbxSXwSzkB550ja6nIoU- , di akses pada 1 Juli 2022 pukul 21.30 WIB, hlm. 20.

Anda mungkin juga menyukai