Anda di halaman 1dari 7

FIQIH HUTANG PIUTANG

DOSEN STUDI ISLAM IV


Rahendra Maya S.Th.I., M.Pd.I.

Disusun Oleh:
Prayogo Halim Subroto (171105120806)

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR


FAKULTAS TEKNIK
SIPIL
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

Islam mengatur hubungan yang kuat antara akhlak, akidah, ibadah, dan
muamalah. Aspek muamalah merupakan aturan main bagi manusia dalam
menjalankan kehidupan sosial, sekaligus merupakan dasar untuk membangun
sistem perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ajaran muamalah akan
menahan manusia dari menghalalkan segala cara untuk mencari rezeki. Muamalah
mengajarkan manusia memperoleh rezeki dengan cara yang halal dan baik.
Permasalahan tentang hutang sangat banyak, bahkan hutang bisa memutus
hubungan silaturahim bahkan persengketaan diantara manusia, Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam membaca doa: "(Artinya = Ya Allah aku berlindung
kepada-Mu dari bahaya hutang bahaya musuh dan kemenangan para musuh)"
begitu kawatirnya Rasulullah tentang hutang dari pada musuh dan kemenangan
para musuh. Makalah ini akan membahas tentang hutang, yang bersumber dari
hadits-hadits nabi Muhammad SAW.
Dalam makalah ini kita akan mendapat jawaban dari pertanyaan itu semua,
semoga makalah ini sesuai dengan yang kita harapkan dan menambah pahala bagi
penulis dan juga para membaca untuk mengamalkannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Utang Piutang Di dalam fiqih Islam,

hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-
Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti
memotong. Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang
memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada yang menerima utang.
Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah
menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang
akan memanfaatkannya dan akan dikembalikan berdasarkan kesepakatan yang
telah disepakati. Meberikan utang merupakan kebajikan yang membawa
kemudahan kepada muslim yang mengalami kesulitan dan membantunya dalam
memenuhi kebutuhan.

B. Hukum Utang Piutang dan Hikmahnya

Hukum Hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam.


Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang
sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di
dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil disyari’atkannya Qardh
adalah sebagai berikut:

1. Surah Al-Baqarah ayat 245: “Siapakah yang mau memberi pinjaman


kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda
yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-
Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)

2. Surah Al-Hadid ayat 11: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada


Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan)
pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS.
Al-Hadid: 11)
3. Surah Al-Taghabun ayat 17: “Jika kamu meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (QS.
Al-Taghabun: 17)

Ayat-ayat diatas berisi anjuran untuk melakukan Qardh atau meberikan


utang kepada orang lain, dan imbalannya adalah akan dilipatgandakan oleh
Allah SWT. Nabi SAW juga bersabda : “Setiap muslim yang memberikan
pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang
bersedekah satu kali.” (Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albani di dalam Irwa’
Al-ghalil Fi Takhrij Ahadits manar As-sabil (no.1389)). Berdasarkan hadist
diataspun jelas sekali bahwa memberikan utang sangat dianjurkan, dan akan
diberi imbalan oleh Allah SWT.

Adapun hikmah disyari’atkannya qardh ditinjau dari sisi sang penerima


qardh adalah dapat membantu mengatasi kesulitan yang sedang dialaminya.
Sedangkan ditinjau dari sang pemberi qardh adalah dapat menumbuhkan rasa
kasih sayang dan tolong menolong sesama saudaranya dan peka terhadap
kesulitan yang dialami oleh saudara, teman, ataupun tetangganya.

Dari pembahasan di atas, kita telah mengetahui dan memahami bahwa


hukum berhutang atau meminta pinjaman adalah diperbolehkan, dan bukanlah
sesuatu yang dicela atau dibenci, karena Nabi SAW pernah berhutang. Namun
meskipun demikian, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari
hutang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak
dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang, menurut Rasulullah SAW,
merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari.
Hutang juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas
berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang


diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk
membayarnya. Rasulullah SAW bersabda: “Akan diampuni orang yang mati
syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari
Abdullah bin Amr bin Ash R.A). Dan dari Ibnu Umar R.A bahwa Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung
hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari
kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.” (HR.
Ibnu Majah II/807 no: 2414. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).

C. Rukun dan Syarat Utang Piutang


Adapun yang menjadi rukun qardh adalah:
1. Muqridh (yang memberikan pinjaman).
2. Muqtaridh (peminjam).
3. Qardh (barang yang dipinjamkan)
4. Ijab qabul Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad
qardh adalah:
 Orang yang melakukan akad harus baligh, dan berakal.
 Qardh harus berupa harta yang menurut syara’ boleh
digunakan/dikonsumsi.
 Ijab qabul harus dilakukan dengan jelas.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

a) Qardh berasal dari bahasa Arab Qard yang berarti meminjamkan uangatas
dasar kepercayaan . jelasnya, qardh atau utang piutang adalah akadtertentu
antara dua pihak satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak laindengan
ketentuan pihak yang menerima harta mengembalikan kepada pemiliknya
dengan nilai yang sama.
b) Secara etimologi, gadai al-rahn berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan
dan penahanan. Sedangkan secara terminologi, al-rahn adalah menahan
salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjamanyang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.Dengan
demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapatmengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
c) Hukum Hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam.
Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain
yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena
di dalamnya terdapat pahala yang besar
d) Adapun beberapa dalil disyari’atkannya Qardh yaitu: Surah Al-Baqarah
ayat 245, Surah Al-Hadid ayat 11, dan Surah Al-Taghabun ayat 17
e) Walaupun diperbolehkan namun umat Islam dianjurkan untuk menghindari
hutang. Karena hutang, menurut Rasulullah SAW, merupakan penyebab
kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Hutang juga dapat
membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas
berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
DAFTAR PUSTAKA

http://www.makalah.co.id/2016/09/makalah-fiqih-tentang-hutang-piutang.html
https://www.academia.edu/36779656/Makalah_Utang_Piutang

Anda mungkin juga menyukai