Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIK PERALIHAN PIUTANG CESSIE MENURUT KUHPerdata DAN HUKUM

ISLAM

Dosen : Endang Heriyani, S.H., M.Hum.

Disusun Oleh:

Nama : Gem Dogruyol

NIM : 20210610142

Kelas : E

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2023/2024
LATAR BELAKANG

Al Qur’an dan Hadist merupakan salah satu sumber tuntunan yang digunakan oleh
umat Muslim dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari baik dalam aspek ekonomi,
moral, sosial dan akidah. Al Qur’an adalah sumber utama dari semua dasar hukum Islam,
Allah telah menuangkan semua hal-hal untuk dapat dipelajari manusia agar bisa menjalani
kehidupan dengan baik dan benar, Al-Qur’an juga merupakan dasar hukum yang tidak
lekang dimakan waktu dan tidak juga berisi kebohongan didalamnya. Hal ini telah dijamin
sendiri oleh Allah SWT dalam Q.S. Al-Hijr : 9 yang berbunyi:

ِ ‫اِنَّا نَحْ ن ن ََّز ْلنَا‬


َ‫الذ ْك َر َواِنَّا لَه لَحٰ ِفظ ْون‬
Artinya:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang
memeliharanya.” Q.S. Al-Hijr : 9

Dalam aspek ekonomi, Al-Qur’an juga dapat dijadikan contoh. Kegiatan


perekonomian adalah salah satu aspek yang tidak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari.
Orang-orang melakukan apapun yang bisa dilakukannya untuk tetap bertahan hidup,
merek melakukan pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk bisa menghasilkan uang.
Dalam kegiatan sehari-hari melakukan pinjam meminjam sudah menjadi kebiasaan apabila
keuangan seseorang berada dalam kondisi yang tidak stabil, ada orang yang meminjam
kepada sesama orang lainnya bisa ke tetangga, saudara atau orang lain dan ada orang yang
meminjam uang ke bank. Terkadang ada orang yang setelah berhutang tidak bisa
melunasinya sehingga diperlukan jalan keluar untuk melunasi hutangnya. Perlu diingat
bahwa saat bahwa apabila seorang debitur tidak bisa membayar hutang-hutangnya, maka
semua harta benda yang dimiliki debitur merupakan jaminan atas hutangnya kepada
kreditur. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam pasal 1131 KUHPerdata yang
bunyinya “setiap kebendaan seseorang, baik yang berupa benda bergerak mau-pun tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, merupakan
tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, dan merupakan jaminan atas
seluruh hutang-hutangnya”. Selain itu terdapat cara lain yang bisa digunakan debitur
untuk melunasi hutangnya kepada kreditur yaitu dengan Cessie. Cessie adalah salah satu
praktik yang terjadi di masyarakat yang apabila dijelaskan garis besarnya adalah suatu
cara pemindahan piutang atas nama dimana piutang itu dijual oleh kreditur lama kepada
orang yang nantinya menjadi kreditur baru, namun hubungan hukum utang piutang
tersebut tidak hapus sedetikpun, tetapi dalam keseluruhannya dipindahkan kepada kreditur
baru.

Dalam literatur hukum Islam, pengalihan piutang dikenal dengan akad hawalah.
Akad Hawalah adalah akan yang dibedakan dari larangan penjualan hutang dengan
hutang. Akad hawalah bisa dikatakan sah apabila telah memenuhi semua syarat dan
rukunnya. Adapun penjualan piutang dikenal dengan istilah baiuddayn. Akad ini
merupakan salah satu akad yang diperselisihkan oleh para ulama keabsahannya.1
Sedangkan apabila dilihat dari aspek KUHPerdata, dasar hukum praktek cessie dijelaskan
dalam pasal 613 yang berbunyi “Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang
lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah
tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain”.

Banyaknya umat muslim yang tinggal di Indonesia yang tidak hanya harus tunduk
kepada hukum positif yang berlaku di Indonesia, tapi juga harus tetap menjunjung Al
Qur’an sebagai dasar hukum. Karena itu pada kesempatan kali ini, tulisan ini akan
membahas praktek Cessie dari kedua sisi dasar hukum.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana KUHPerdata mengatur Cessie?


2. Bagaimana hukum islam melihat cessie sebagai pengalihan piutang?

PEMBAHASAN

1. Peralihan Piutang dalam KUHPerdata

Penyerahan hak-hak piutang atas nama, khususnya untuk benda bergerak dilakukan
dengan cessie yang diatur dalam buku II, pasal 613 ayat 1 yang menyatakan bahwa
penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh,
dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan
hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Sedangkan dalam ayat 2 dikatakan bahwa
penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan
kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Piutang atas nama adalah piutang
yang dibayarkan kepada pihak yang namanya ditulis dalam surat piutang tersebut (kreditur

1
El Qori, D. (2023). TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI PERALIHAN
PIUTANG CESSIE. MIYAH: Jurnal Studi Islam, 19(01), 155-166.
lama). Tapi dengan adanya pemberitahuan pengalihan piutang atas nama kepada debitur
maka debitur membayarkan utangnya kepada kreditur baru bukan kreditur lama.2 Selain itu,
dalam KUHPerdata Peralihan dikenal dengan istilah Subrogasi, yaitu penggantian hak-hak
(piutang) kreditur lama oleh pihak ketiga atau kreditur baru yang membayar. Subrogasi
terjadi karena adanya pembayaran yang dilakukan pihak ketiga.3 Yang dimaksud dengan
hak-hak kreditur disini adalah hak-hak yang dimiliki oleh kreditu terhadap debiturnya.
Sedangkan pihak ketiga adalah pihak yang bukan kreditur maupun debitur. Pihak ketiga
memperoleh subrogasi karena ia telah membayar hutang-hutang debitur. Yang bertujuan
untuk menggantikan kedudukan kreditur lama, bukan untuk membebaskan debitur dari
kewajiban membayar hutang kepada kreditur. Ada beberapa perbedaan dari cessie dan
subrogasi, yaitu4:

No Perihal Cessie Subrogasi


1 Akta Wajib; akta otentik atau bawah Tidak perlu
tangan
2 Penggunaan Dapat digunakan setelah Tidak perlu persetujuan
disahkan dengan cara debitur
diberitahukan dan disetujui
debitur
3 Piutang Dialihkan kepada kreditur baru Dibayar kreditur baru
4 Penghapusan hutang Setelah membayar kepada Bisa dihapus jika kreditur
kreditur baru setuju untuk dibayarkan
oleh kreditur baru
5 Terjadinya Dengan perjanjian Dengan perjanjian atau
undang-undang
6 Peran debitur Sepenuhnya pasif sehingga Pasif dan aktif
butuh pemberitahuan
penggatian kreditur

2
Sup, D. F. A. (2019). Cessie Dalam Tinjauan Hukum Islam. Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Syariah,
Perundangan-Undangan Dan Ekonomi Islam, 11(1), 44-73.
3
Kustiani, N. A., Mahrus, M. L., & Prabowo, M. (2020). Analisis Pencatatan Piutang Subrogasi Pada
Perusahaan Penjaminan. Jurnal Riset Terapan Akuntansi, 4(1), 32-48.
4
Op. cit. hlm. 53
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dengan dibuatnya akta cessie,
maka hak tagih beralih dari kreditur lama kepada kreditur baru yang mana dalam melakukan
hal tersebut harus ada pemberitahuan terlebih dulu kepada debitur agar bisa membayar
hutangnya kepada kreditur yang seharusnya. Pemberitahuan dalam hal ini adalah dengan
perantara jurusita oleh yang membuat akta cessie. Pemberitahuan penting dilakukan kepada
debitur karena jika tidak maka saat jatuh tempo debitur bisa membayar hutangnya dengan sah
dan bisa menerima kemungkinan akibat hukum yang timbul. Jika tidak ada pemberitahuan
maka dapat dipastikan debitur akan melakukan pembayaran hutangnya kepada kreditur lama
dan selama pelaksanaan itu dilakukan dengan itikad baik yang sesuai dengan ketentuan pasal
1386 KUHPerdata, maka debitur tidak dapat dituntut karena bukan kesalahannya dan
membuatnya bebas. Apabila hal ini terjadi maka kreditur baru dapat menuntut pembayaran
kepada kreditur lama.

Setelah adanya pemberitahuan dari jurusita kepada debitur, maka cessie tersebut
sudah dianggap sah menurut hukum dan debitur wajib membayarkan hutangnya kepada
kreditur yang baru. Apabila setelah cessie tersebut dianggap sah menurut hukum kemudian
debitur membantah adanya cessie dan tidak melakukan pemenuhan pembayaran hutangnya
kepada kreditur yang baru, maka debitur tersebut bisa dituntut atas perbuatan melawan
hukum dan dapat dituntut berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata. Di lain situasi, apabila
misalkan debitur membayarkan hutangnya melalui kreditur lama kemudian kreditur lama ini
tidak memberikannya kepada kreditur baru, maka kreditur lama dapat dituntut pidana karena
dalam hal ini yang berhak atas pembayaran hutang adalah kreditur baru. Jika demikian,
kreditur lama bisa dituduh melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam
pasal 372 KUHP.5

2. Pandangan Hukum Islam Tentang Cessie

Cessie adalah pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud yang biasanya
berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tagihnya
kepada orang lain. Penyerahan hak-hak piutang atas nama, khususnya untuk benda
bergerak dilakukan dengan cessie. Pada dasarnya, hukum Islam tidak megnenal praktek
ekonomi cessie, tapi dalam hukum islam terdapat aturan dan ketentuan mengenai perjanjian
atau biasa dikenal dengan kaidah muamalah6. Dalam hubungan ini kreditur yang

5
SIGIT, A. N. (2017). PRAKTEK CESSIE DALAM PANDANGAN KUHPer DAN HUKUM ISLAM.
Repository UIN Alauddin Makassar
6
Ibid, hlm. 53
memindahkan piutang disebut muhal, kreditur baru disebut muhal ‘alaih, dan debitur piutang
disebut muhil.

Berkaitan dengan masalah perjanjian yang memindahkan piutang dalam agama Islam
dikenal sebuah akad yang bernama Hiwalah. Dalam perkembangannya, penggunaan hiwalah
melahirkan beberapa fatwa seperti:

1) Akad hiwalah dalam fiqih klasik termasuk kategori fiqih klasik yang termasuk
kedalam kategori udud tabarru yang artinya akad tolong menolong diantara para
pihak tanpa mengharapkan imbalan;
2) Kreditur baru meminta jasa untuk penagihan karena untuk melakukan penagihan
kepada debitur harus mengeluarkan biaya dan tenaga;
3) Jasa penagihan biasanya langsung ditambahkan dari nilai yang terdapat dalam
surat piutang. Jika yang memindahkan kewajiban itu pihak debitur, maka jasa
yang diminta adalah karena harus mencari dana tunai untuk menutupi
kewajiban itu. Biaya jasa ditambahkan kepada jumlah hutang yang
perhitungannya bisa dalam bentuk nominal atau persentase;
4) Dalam surat piutang, hutang yang ditanggung mengandung bunga, yang oleh para
ulama dianggap sesuatu yang harus dihindari.

Apabila dilihat dari jenis pemindahan, maka hiwalah dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
hiwalah dayn dan hiwalah haqq. Hiwalah dayn adalah pemindahan utang atau kewajiban
membayar atau melunasi utang yang dimiliki seseorang. Sedangkan hiwalah haqqadalah
pemindahan hakatau piutang atau tagihan yang dimiliki seseorang atau satu pihak kepada
pihak lain. Hiwalah dayn dan hiwalah haqq bisa dibilang hampir sama, yaitu pengalihan
utang atau piutang. Disebut hiwalah dayn jika kita melihatnya dari segi pengalihan
utang, sedangkan jika kita melihat dari segi pengalihan piutang, maka itu disebut
hiwalah haqq.

Jika dilihat berdsarkan imbalannya, hiwalah terdiri dari hiwalah bighairi ujrah dan
hiwalah bil ujrah yaitu hiwalah yang tidak diikuti dengan pemberian upah dari proses
pengalihan tersebut. Sedangkan hiwalah bil ujrah, dalam proses pengalihannya terdapat
penarikan upah.7

7
Ibid hlm. 54
Peralihan piutang dengan pembayaran kontan menjadi salah satu perkara yang
diberdebatkan keabsahannya oleh para ulama. Ulama madzhab Maliki dan sebagian ulama
madzhab Syafi`I menyatakan keabsahan praktik ini dengan beberapa ketentuan yang harus
dipenuhi, yaitu8:

1) 1.Piutang yang dijual harus piutang yang memungkinkan


diserahterimakan (imkinat al-taslim);
2) Piutang bukan berupa barang makanan.
3) Piutang yang dijual harus dibayar secara tunai (`aqd al-bai` naqdan);
4) Tsaman (alat bayar) tidak boleh berupa benda yang sejenis dengan piutang
yang dijual.
5) Debitur berada di daerah dilaksanakannya transaksi agar dapat diketahui
kondisinya
6) Debitur harus mengakui utangnya agar ia tidak mengingkarinya setelah itu.
7) Objek piutang bukan merupakanhak milik yang disengketakan.
8) Tidak adanya konflik antara pembeli dan debitur sehingga pembeli tidak
dirugikan.

Sedangkan menurut ulama dari kalangan Hanafiah, Hanabilah, Ishaq dan Tsauri
mengharamkan pengalihan piutang (melalui jual beli) secara tunai kepada selain madin
karena9:

1) Da’in tidak memenuhi kesanggupan menyerahkan objek yang diperjualbelikan


kepada pembeli, contohnya adalah ketika jual beli burung yang kemudian burung
itu kabur;
2) Piutang termasuk benda yang tidak diketahui pada saat akad dilakukan.

Pengalihan piutang kepada kreditur baru tanpa persetujuan debitur diperbolehkan


oleh para ulama Hanafi dengan dasar hiwalah al-haqq yang didasarkan pada kafalah
(penjaminan) oleh muhal. Atas dasar pendapat ini, ulama Hanafi mensyaratkan
diperbolehkannya kreditur baru untuk menagih kembali (recourse) kepada muhal (kreditur
lama), sedangkan ulama Syafi’i tidak membolehkannya karena tidak ada persetujuan diantara

8
Dani El Qori. (2023). TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI PERALIHAN
PIUTANG CESSIE: STUDI DI PT. UNITEC INDO PRATAMA SURABAYA. MIYAH : Jurnal Studi
Islam, 19(01), 155-166.
9
Ibid, hlm. 158
ketiga pihak.10 Sedangkan menurut Ibn Taimiyah membolehkannya bila utang tersebut adalah
utang yang pasti pembayarannya.

Sunnah Rasulullah meunjukkan contoh-contoh yang melarang transaksi yang tidak


pasti atau gharar. Gharar memiliki arti sesuatu yang tidak jelas atau memiliki sifat tipu daya
atau sesuatu yang tersembunyi atau informasi yang tidak diungkapkan dengan membawa
konsekuensi yang tidak memiliki kepastian berlebihan. Dalam bahasa sehari-hari gharar lebih
dikenal dengan kata ambigu yang merujuk pada pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah
transaksi tersebut. Yang menjadi dasar hukum hiwalah haqq adalah Al Qur’an Q.S. An-Nisa :
29 yang berbunyi:

‫ع ْن ت ََراض‬ َ ‫ِل ا َ ْن ت َك ْونَ ِت َج‬


َ ‫ارة‬ ِ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمن ْوا َل ت َأْكل ْٰٓوا ا َ ْم َوالَك ْم َب ْينَك ْم ِب ْال َب‬
ٰٓ َّ ‫اط ِل ا‬
‫ّللاَ َكانَ ِبك ْم َر ِحيْما‬ ٰ ‫سك ْم ۗ ا َِّن‬ َ ‫ِم ْنك ْم ۗ َو َل ت َ ْقتل ْٰٓوا ا َ ْنف‬
Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.”

KESIMPULAN

Cessie adalah sebuah praktek pengalihan hak kebendaan berupa hak tagih yang
berpindah dari kreditur lama kepada kreditur baru dengan cara dijual dan pemenuhan
pembayaran piutang tidak berubah sama sekali dari debitur kepada kreditur baru. Dalam hal
ini, Cessie diatur dalam KUHPerdata pasal 613 yang berbunyi “Penyerahan piutang-piutang
atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta
otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang
lain.” Dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pengalihan piutang ini bisa dianggap
sah secara hukum.

Sedangkan dalam kaca mata Islam, tidak dikenal istilah Cessie. Tapi dalam Al Qur’an
dijelaskan aturan dan ketentuan mengenai perjanjian atau biasa dikenal dengan kaidah
muamalah. Dalam hubungan akad ini terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar bisa

10
H. Fathurrahman Djamil.(2012). Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah.
Sinar Grafika. Jakarta hlm. 89-90
melakukan peralihan piutang. Kejelasan dalam pemenuhan syarat piutang juga dinilai penting
karena Al Qur’an dan juga Sunnah Nabi melarang sebuah akad yang Gharar atau membawa
konsekuensi yang tidak memiliki kepastian. Sehingga kejelasan dalam pengalihan piutang
sangat dijunjung tinggi oleh Al Qur’an dan sunnah Nabi.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

• H. Fathurrahman Djamil.(2012). Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di


Lembaga Keuangan Syariah. Sinar Grafika. Jakarta

Jurnal

• El Qori, D. (2023). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Blei Peralihan
Piutang Cessie. MIYAH: Jurnal Studi Islam, 19(01), 155-166.
• Kustiani, N. A., Mahrus, M. L., & Prabowo, M. (2020). Analisis Pencatatan Piutang
Subrogasi Pada Perusahaan Penjaminan. Jurnal Riset Terapan Akuntansi, 4(1), 32-
48.
• Sigit, A. N. (2017). Praktek Cessie dalam Pandangan KUHPer dan Hukum Isla.
Repository UIN Alauddin Makassar
• Sup, D. F. A. (2019). Cessie Dalam Tinjauan Hukum Islam. Jurisprudensi: Jurnal
Ilmu Syariah, Perundangan-Undangan Dan Ekonomi Islam, 11(1), 44-73.

Anda mungkin juga menyukai