Makalah
Oleh
Kelompok 5
MUH RISALDI
NIM.742342021076
A WAHYU RAMADHAN
NIM. 742342021077
DEWI SYARTIKA
NIM. 742342021083
MUH HALIM
NIM. 742342021068
Dosen Pengajar :
ROSITA, SH., MH.
َو ِإن ُك نُتْم َع َلى َس َفٍر َو َلْم َتِج ُد وا كاتًبا فرهان مقبوضٌة َفِإْن َأِم ْن َبْعُض ُك ْم َبْعًضا
َفْلُيَؤ ْد اَّلِذ ي اْؤ ُتِم َن َأَم اَنَتُه َو ْلَيَّتِق َهَّللا َر َّبُه َو اَل َتْك ُتُم وا الَّش َهاَد َة َو َم ْن َيْك ُتُمَها َفِإَّنُه آِلَم
َقْلُبُه َو الَّلُهِبَم َتْع َم ُلوَن َع ِليٌم
(Qur'an Surat Al-Baqarah: 283)
Kata farihanu dalam ayat tersebut diartikan sebagai "maka hendakla ada
barang tanggungan". Kemudian dilanjutkan dengan maqbudhah yang
artinya yang dipegang (oleh orang yang berpiutang). Dari kata itulah dapat
diperoleh suatu pengertian bahwa secara tegas rahn adalah barang
tanggungan yang dipegang oleh orang yang meminjamkan uang sebagai
pengikat diantara keduanya. Meskipun pada dasarnya tanpa hal tersebut
pun pinjam meminjam tersebut tetap sah. Namun untuk lebih
menguatkannya, makadiajurkan untuk menggunakan barang gadai
Gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge
atau pawn (bahasa Inggris). Merujuk pada KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), pengertian gadai adalah meminjam uang dalam batas waktu tertentu
dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan. Apabila telah sampai pada
waktunya barang tersebut tidak ditebus, maka akan menjadi hak pemberi
pinjaman.Sedangkan apabila menurut OJK (Otoritas Jasa Keuangan), gadai adalah
hak tanggungan atas barang bergerak; barang jaminan harus lepas dari kekuasaan
debitur. Maksud dari barang bergerak adalah suatu benda atau barang yang dapat
dipindahkan, bukan barang tetap misalnya tanah atau bangunan.
"Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang
diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan
atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului
kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan
dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu
diserahkan sebagai gadai yang harus didahulukan."
Dari perumusan Pasal 1150 KUHPdt di atas dapat diketahui, bahwa gadai
merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik
debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan
pelunasan utang tertentu, yang memberik hak didahulukan (preferensi) kepada
pemegang hak gadai atas kreditur lainnya, setelah terlebih dahulu didahulukan
dari biaya untuk lelang dan biaya menyelamatkanbarang-barang gadai yang
diambil dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang
digadaikan.
Pengertian gadai yang tercantum dalam pasal 1150 KUHPdt ini sangat
luas, tidak hanya mengatur tentang pembebanan jaminan atas barang bergerak,
tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya
dan mengatur eksekusi barang gadai, apabila debitur lalai dalam melaksanakan
kewajibannya.
Dalam pengertian lain, gadai adalah suatu perjanjian yang dibuat antara
kreditur dengan debitur, dimana debitur menyerahkan benda bergerak kepada
kreditur, untuk jaminan pelunasan suatu utang gadai, ketika debitur lalai
melaksanakan prestasinya. Dalam definisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai
perjanjian accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian
pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai
dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur
kepada kreditor dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi utang debitur.
Sebagai hak kebendaan, hak gadai terus mengikuti objek atau barang-
barang yang digadaikan dalam tangan siapapun yang memegang (droit de suite).
Demikian juga terkandung di dalamnyasuatu hak menggugat karena penerima
gadai berhak menuntut kembali barang yang hilang tersebut. Ketentuan ini seperti
halnya yang terdapat pada Pasal 1152 ayat (3) KUHPdt, menyatakan:
Apabila, namun itu barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini
atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembali
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1977 ayat (2), sedangkan apabila
barang gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah hilang.
Perjanjian gadai ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas suatu
kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan
perjanjian utang piutang. Perjanjian gadai ini mengabdi pada perjanjian pokoknya
in merupakan perjanjian yang bersifat accesoir. Artinya perjanjian gadai hanya ada
apabila sebelumnya terdapat perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang
mengakibatkan timbulnya hubungan utang piutang yang pelunasannya dijaminkan
dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan bergerak yang berwujud maupun
kebendaan bergerak yang tidak berwujud. Pada intinya tujuan gadai ini untuk
memberikan kepastian hukum yang kuat bagi para kreditur dengan menjamin
pelunasan piutangnya dari kebendaan yang digadaikan, apabila debitur
wanprestasi.
"Gadai adalah suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang suatu benda
bergerak yang padanya diserahkan oleh si berutang atau olehseorang lain
atau namanya untuk menjamin pembayaran hutang dan yang memberikan
hak kepada si berutang untuk dibayar lebih dahulu dari berpiutang lainnya,
yang diambil dari uang pendapatan penjualan barang itu”
Dalam praktek perbankan, dapat dilihat pula, bahwa gadai terhadap barang
bergerak telah berkembang tidak hanya benda berwujud tetapi juga tidak
berwujud seperti saham, sebagaimana dikemukakan dalam surat keputusan direksi
Bank Indonesia Nomor: 24/32/Kep/Dir, Tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit
Kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit Dengan Agunan Saham.”
C. Objek Hukum Hak Gadai
Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan
dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152, Pasal 1153 dan Pasal
1158 ayat (1) KUH Perdata, jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak
dapat menjadi objek hukum hak gadai sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor : 4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972. Namun
menurut Surat Edaran tersebut tidak semua jenis kebendaan bergerak dapat
dibebani dengan gadai, terdapat jenis kebendaan bergerak lainnya yang
dibebani dengan jaminan fidusia.
Kebendaan bergerak disini dapat kebendaan bergerak yang berwujud
atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau
bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk
surat berharga.
Dewasa ini lembaga gadai masih berjalan terutama pada lembaga
pegadaian. Dalam perjanjian kredit perbankan, lembaga gadai tidak begitu
popular, sudah jarang ditemukan bagi benda berwujud. Akan tetapi
penggunaan gadai bagi benda tidak berwujud seperti surat-surat berharga dan
saham-saham mulai banyak digunakan pada beberapa bank. Peningkatan
penjaminan saham terjadi seiring dengan pesatnya perkembangan bursa saham
di Indonesia. Didalam praktik sering terjadi penjaminan saham yang belum
dicetak (not printed) dan yang menjadi bukti yang disimpan oleh pihak bank
itu bukti penjaminan sejumlah saham yang berupa resipis atau surat
pemerimaan atau kuitansi saja (Djuhaendah Hasan, 1996:283).
Pada dasarnya semua kebendaan bergerak yang berwujud dapat
dijadikan sebagai jaminan pinjaman atau kredit gadai pada lembaga
pegadaian. Kredit gadai adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka
waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan
tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pegadaian.
Dewasa ini barang-barang yang pada umumnya dapat diterima sebagai
jaminan kredit gadai oleh Perum Pegadaian diantaranya :
1. Barang-barang perhiasan (emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina,
arloji, dan jam);
2. Barang-barang kendaraan (sepeda, sepeda motor, mobil, bajay, bemo,
becak);
3. Barang-barang elektronika (televisi, radio, radio tape, video, computer,
kulkas, tustel, mesin tik);
4. Barang-barang mesin (mesin jahit, mesin kapal motor); dan
5. Barang-barang perkakas rumah tangga (barang tekstil, barang pecah
belah).
Dimungkinkan gadai atas kebendaan bergerak yang tidak berwujud
dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan
ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (2), Pasal 1152 dan Pasal 1153 KUH Perdata.
Dari ketentuan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa kebendaan bergerak
yang tidak berwujud berupa hak tagihan atau piutang, surat-surat berharga,
dapat pula digadaikan sebagai jaminan utang.
D. Subjek Hukum Hak Gadai
“gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau
oleh seorang lain atas namanya.”
Maka subjek hukum hak gadai, yaitu pihak yang ikut serta dalam
membentuk perjanjian gadai, yaitu:
a. Pihak yang memberikan jaminan gadai, dinamakan pemberi gadai
(pandgever)
b. Pihak yang menerima gadai, dinamakan penerima gadai
(pandnemer)
Berhubung kebendaan jaminannya berada dalam tangan atau
penguasaan kreditur atau pemberi pinjaman, penerima gadai dinamakan juga
pemegang gadai. Namun atas kesepakatan bersama antara debitur dan
kreditur, barang-barang yang digadaikan berada atau diserahkan kepada pihak
ketiga berdasarkan ketentuan dalam pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata, maka
pihak ketiga tersebut dinamakan pula sebagai pihak ketiga pemegang gadai.
Unsur-unsur pemberi gadai adalah:
1. Orang atau badan hukum;
2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
3. Kepada penerima gadai;
4. Adanya pinjaman uang;
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang
menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya
kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk
untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian. Perusahaan ini
didirikan berdasarkan :
1. Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan
Pegadaian;
2. Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
3. Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum
(Perum) Pegadaian.
Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini adalah menyediakan
pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuan perum ini
adalah :
1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi
lemah kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa
dibidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman
tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000
tentang Perusahaan Umum Pegadaian.
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh Perum Pegadaian adalah
menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang
yang digadaikan itu harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima
gadai, sehingga barang-barang itu berada dibawah kekuasaan penerima gadai.
Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.
E. Prosedur dan Syarat Pemberian Gadai
Dalam hubungannya dengan syarat-syarat gadai, ada baiknya bila lebih dahulu
dijelaskan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian secara umum yang terdapat
dalam pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut ditegaskan. Untuk
syarat syahnya persetujuan diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu pendekatan;
3. Suatu hal tertentu:
4. Suatu sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua dari pasal tersebut merupakan syarat subyektif,
dimana apabila syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum, artinya
sejak semula perjanjian itu batal. Sedangkan syarat ketiga dan keempat
merupakan syarat obyektif, dimana jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian
vernitigebaar (dapat dibatalkan), artinya perjanjian (overeenkomst), baru dapat
dibatalkan jika ada perbuatan hukum (reghthandeling) dari pihak yang
mengadakan perjanjian untuk membatalkannya.
Dalam konteksnya dengan gadai, maka hak gadai itu pun diadakan
dengan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang berbeda-beda menurut
jenis barangnya. Kalau yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang
berwujud maka syarat-syaratnya
1) Harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai ini (pandoverenkomst)
perjanjian ini bentuknya dalam KUHPerdata tidak disyaratkan apa-apa,
oleh karenanya bentuk perjanjian gadai itu dapat bebas tak terikat oleh
suatu bentuk yang tertentu. Artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis
ataupun secara lisan saja. Dan yang secara tertulis itu bisa diadakan
dengan akte notaris ( akteautentik), bisa juga diadakan dengan akte
dibawah tangan saja.
2) Syarat yang kedua, barang yang digadaikan itu harus dilepaskan berada di
luar kekuasaan dari si pemberi gadai. Dengan perkataan lain barangnya itu
harus berada dalam kekuasaan pemegang gadai. Bahkan ada ketentuan
dalam KUHPerdata bahwa gadai itu tsaja sah jika bendanya dibiarkan
tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai.
Setiap nasabah atau pemberi gadai yang ingin mendapatkan pinjaman uang
dari lembaga pegadaian, nasabah tersebut harus menyampaikan keinginan kepada
penerima gadai dengan menyerahkan objek gadai kepada penaksir gadai. Peneksir
gadai merupakan orang yang ditunjuk oleh lembaga pegadaian untuk menafsir
objek gadai, yang meliputi kualitas barang gadai, beratnya, dan besarnya nilai
taksiran dan nilai pinjamannya. Penaksir gadai ini melakukan aktivitas-aktivitas
seperti berikut:
1. Menerima SBK, lembar 1 dari nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir
selanjutnya memeriksa keabsahannya:
2. Menyiapkan pembayaran, membubuhakan paraf dan tanda bayar pada
SBK asli dan lembar kedua. SBK lembar pertama (asli) berserta
uangnya diserahkan kepada nasabah.
3. SBK lembar kedua didistribusikan sebagai berikut:
a. Badan SBK diserahkan ke bagian administrasi / pegawai pencatat
buku kredit dan pelunasan.
b. Kitir bagian dalam SBK sebagai dasar pencatatan ke Laporan Harian
Kas (LHK).
Apabila telah sesuai antara barang jaminan yang diterima hari itu denagn
BKP lembar 2 (karbonais), selanjutnya dicatat dalam buku gudang. Prosedur yang
ditempuh untuk pelunasan pinjaman gadai adalah sebagai berikut. Nasabah
menyerahkan SBK (surat bukti kredit) kepada pegawai penghitung sewa modal
Pegawai ini bertugas untuk:
Setelah dari bagian pegawai penghitung sewa modal, nasabah menyerahkan SBK
kepada kasir. Kasir ini bertugas untuk:
1. Mencatat setiap transaksi pelunasan atas dasar barang SBK badan yang
diterima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulan kreditnya pada buku
kredit dan pelunasan, kas debit, rangkap 2, selanjutnya pada akhir jam
kerja dibukukan dalam:
2. Setiap minggu buku kas lembar 1 dengan lampiran kas debit lembar I
diteruskan ke kantor kas daerah.
3. Buku kas lembar 2 dengan lampiran kas debit lembar pertama dan arsip
untuk kantor cabang.
4. Membuat rekapitulasi pelunasan selanjutnya setiap akhir jam kerja
dicocokkan denaga buku gudang di bagian gudang.
Gadai adalah hak yang tidak dapat dibagi-bagi, dimana sebagian pembayaran
tidak membebaskan sebagian benda yang digadaikan diatur dalam pasai 1160 KUH
Perdata. Maksudnya hak gadai sebagai jaminan kebendaan haruslah dibayar atau dilunasi
secara keseluruhan. Sedangkan yang menjadi ciri-ciri dari gadai yang diatur menurut
KUH Perdata adalah sebagai berikut.
1. Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak baik berwujud maupun
tidak berwujud.
2. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai.
3. Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang bersifat Accesoir yaitu adanya hak
dari gadai sebagai hak kebendaan tergantung dari adanya perjanjian pokok
misalnya perjanjian kredit.
4. Tujuan adanya benda jaminan, adalah untuk memberikan jaminan bagi
pememegan gadai bahwa di kemudian hari piutangnya pasti dibayar.
5. Pelunasan tersebut di dahulukan dari kreditur-kreditur lainnya.
6. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan barang.jaminan di lunasi terlebih dahulu
dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.
Barang yang dapat dijadikan jaminan berupa :
1) Perhiasan yang, terdiri dari emas, perak, permata dan lain-lain yang tidak terbatas
baik bentuk maupun jumlah beratnya.
2) Barang yang digolongkan tekstil seperti batik/kain, sarung tenun, permadani dan
lain lain.
3) Jam-jam seperti jam tangan, jam kantong, jam lonceng dan lain-lain.
4) Barang elektronika seperti TV, Komputer (Laptop), Radio, Tape Recorder, Hand
Phone, dan lain sebagainya.
5) Barang bermotor seperti sepeda motor dan mobil berupa STNK, BPKB
H. Sifat-sifat Gadai
Dalam Pasal 1150 KUH Perdata tidak disebutkan sifat gadai, namun
demikian sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUH
Perdata yang menyatakan bahwa: “Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi
dari Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata apabila barang gadai hilang atau dicuri”.
Oleh karena hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai merupakan
hak kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas dari hak kebendaan.
Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda
seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Benda gadai memang
harus diserahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan untuk
menjamin piutangnya dengan mengambil, penggantian dari benda tersebut guna
membayar piutangnya.
Hak gadai hanya merupakan tambahan saja dari perjanjian pokoknya, yang
berupa perjanjian pinjam uang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa seseorang
akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai piutang, dan tidak mungkin
seseorang dapat mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi hak gadai
merupakan hak tambahan atau accesoir, yang ada dan tidaknya tergantung dari
ada dan tidaknya piutang yang merupakan perjanjian pokoknya.
Dengan demikian hak gadai akan hapus jika perjanjian pokoknya hapus.
Beralihnya piutang membawa serta beralihnya hak gadai, hak gadai berpindah
kepada orang lain bersamasama dengan piutang yang dijamin dengan hak gadai
tersebut, sehingga hak gadai tidak mempunyai kedudukan yang berdiri sendiri
melainkan accesoir terhadap perjanjian pokoknya.
Karena hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, maka dengan dibayarnya sebagian
hutang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap
membebani benda gadai secara keseluruhan. Dalam Pasal 1160 KUH Perdata
disebutkan bahwa :
“Tak dapatnya hak gadai dan bagi-bagi dalam hal kreditor, atau debitur
meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli waris.“
Adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya. Menurut Pasal 1134 ayat
(2) KUH Perdata dinyatakan bahwa: “Hak gadai dan hipotik lebih diutamakan
daripada privilege, kecuali jika undang-undang menentukan sebaliknya“. Dari
bunyi pasal tersebut jelas bahwa hak gadai mempunyai kedudukan yang kuat. Di
samping itu kreditor pemegang gadai adalah termasuk kreditor separatis. Selaku
separatis, pemegang gadai tidak terpengaruh oleh adanya kepailitan si debitor.
Setiap ada awal pasti ada akhir setiap permasalahan pasti ada penyelesaian.
Begitu juga dengan gadai pasti akan ada pula hapus atau berakhirnya hak gadai.
Berakhirnya persetujuan gadai adalah merupakan rentetan, setelah terlaksananya
persetujuan.
Dari hal tersebut perlu kita ketahui bahwa bagaimanapun juga tidak boleh
terjadi dalam hal debitur melakukan wanprestasi. Dari pihak pemberi gadai
dapatlah si pemegang gadai, berdasarkan pasal 1201 dan dengan mengindahkan
formalitas-formalitas yang harus ada dalam pasal-pasal tersebut menyuruh agar
benda tersebut dijual tetapi disamping itu pasal 1201 memberikan kepadanya hak
untuk berhubungan dengan hakim dan untuk menuntut agar hakim menemukan
1 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perjanjian Adat, (Bandung: Alumni Bandung, 1992),
hlm. 19
suatu cara tertentu bagi penjualan benda yang digadaikan tersebut. Agar hakim
menyetujui benda-benda yang digadaikan diterima oleh si pemegang gadai
sebagai pembayar untuk sejumlah uang tertentu, jumlah mana akan ditetapkan
oleh hakim.
Jika para pihak pada saat mengadakan perjanjian gadai sudah menghendaki untuk
mengadakan peraturan tentang cara memperjuangkan benda yang digadaikan
dalam hal demikianlah Hoge Raad ( 1 April 1927), tidak dibenarkan pemberian
wewenang untuk pengambilan pelunasan dengan penjualan dibawah tangan, tetapi
tidak dibolehkan ialah menentukan bahwa si pemegang gadai hanya atau dapat
menempuh cara bertindak sebagaimana ditentukan dalam pasa 1203.