Anda di halaman 1dari 9

Persaingan Usaha dalam Ajaran Islam

Dalam semua hubungan, kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan diciptakan dari kejujuran. Kejujuran adalah
satu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk dicapai didalam bisnis, keluarga, atau dimanapun gelanggang
tempat orang-orang berminat untuk melakukan persaingan dengan pihak-pihak lain. Selagi kita muda kita diajarkan, di
dalam tiap-tiap kasus ada kebajikan atau hikmah yang terbaik. Kebanyakan dari kita didalam bisnis mempunyai satu
misi yang terkait dengan rencana-rencana. Kita mengarahkan energi dan sumber daya kita ke arah tujuan
keberhasilan misi kita yang kita kembangkan sepanjang perjanjian-perjanjian. Para pemberi kerja tergantung pada
karyawan, para pelanggan tergantung pada para penyalur, bank-bank tergantung pada peminjam dan pada setiap
pelaku atau para pihak sekarang tergantung pada para pihak terdahulu dan ini akan berlangsung secara terus
menerus. Oleh karena itu kita menemukan bahwa bisnis yang berhasil dalam masa yang panjang akan cenderung
untuk membangun semua hubungan atas mutu, kejujuran dan kepercayaan.
Dan inilah yang menjadi salah satu kunci sukses Rasulullah dalam berbisnis. Dalam dunia bisnis kepercayaan sangat
penting artinya. Tanpa didasari atas rasa saling percaya, maka transaksi bisnis tidak akan bisa terlaksana. Akan
tetapi, dalam dunia bisnis juga kita dilarang untuk terlalu cepat percaya pada orang lain, karena hal ini rawan terhadap
penipuan. Maka, kita dianjurkan untuk melihat track record lawan binis kita sebelumnya.
Dalam ajaran Islam, setiap muslim yang ingin berbisnis maka dianjurkan untuk selalu : melakukan persaingan yan
sehat, jujur, terbuka dan adil.
1. melakukan persaingan yang sehat.
Baik itu dalam bentuk tidak diperbolehkan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, tidak diperbolehkan
membeli barang pedagang yang dari kampung yang belum tahu harga pasar, Tidak diperbolehkan pura-pura
menawar barang dengan harga tinggi untuk mengelabui pembeli yang lain. Hal ini berpedoman pada firman Allah
dalam Q.S. Al- Baqarah : 188, yang artinya : Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara
yang bathil. Selain itu juga, berbeda dengan sistem kapitalisme dan komunisme yang melarang terjadinya monopoli
ataupun monopsoni, di dalam ajaran Islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual
atau pembeli, asalkan dia tidak melakukan ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan
cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi atau dalam istilah ekonominya monopolys rent.
2. Kejujuran.
Sebagaian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya.
Ketika kita memiliki sifat jujur, maka orang lain akan menaruh kepercayaan pada kita dan dia tidak perlu terlalu
khawatir berbisnis dengan kita. Banyak sekali orang yang berhasil dalam dunia bisnis karena sifat jujur yang mereka
miliki. Hal ini berpedoman pada Q.S. Al-Ahzab : 70, yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.
3. Keterbukaan.
Pada zaman sekarang ini, ketika manusia yang satu dengan manusia yang lain sulit sekali saling percaya, apalagi
dalam masalah yang berkaitan dengan keuangan, maka setiap usaha yang ingin menjalin kerjasama ditintut untuk
terbuka. Terbuka dalam arti bahwa memiliki laporan keuangan yang jelas atas usaha yang dimiliki dimana laporan
keuangan tersebut bisa diaudit oleh pihak-pihak terkait. Dan sifat terbuka inilah yang merupakan salah satu kunci
sukses keberhasilan Rasulullah dalam berbisnis menjual barang-barang dagangan khodijah.
4. Keadilan.
Salah satu bentuk sederhana dalam berbisnis yang berkaitan dengan keadilan adalah tidak menambah atau
mengurangi berat timbangan dalam jual-beli. Hal ini berpedoman pada Q.S. Al-Isra : 35, yang artinya : Dan
sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Berbisnis Dalam Islam"
Kegiatan bisnis (usaha) dalam kacamata Islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan serampangan dan
sesuka hati. Islam memberikan rambu-rambu pedoman dalam melakukan kegiatan usaha, mengingat pentingnya
masalah ini juga mengingat banyaknya manusia yang tergelincir dalam perkara bisnis ini. Faktanya terdapat ancaman
keras bagi pelaku bisnis yang tidak mempedulikan etika, tetapi juga janji berupa keutamaan yang besar bagi mereka
yang benar-benar menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan.
Pembahasaan mengenai prinsip Islam dalam dunia usaha tentunya sangatlah panjang, tetapi dalam bahasan singkat
ini kita bisa mendapat gambaran tentang garis besar tentang prinsip-prinsip moral yang harus dipegang teguh oleh
seorang pebisnis Muslim.
1. Niat yang Ikhlas.
Keikhlasan adalah perkara yang amat menentukan. Dengan niat yang ikhlas, semua bentuk pekerjaan yang
berbentuk kebiasaan bisa bernilai ibadah. Dengan kita lain aktivitas usaha yang kita lakukan bukan semata-mata
urusan harta an perut tapi berkaitan erat dengan urusan akhirat.
Allah I telah menegaskan bahwa hakekatnya tujuan manusia diciptakan di muka bumi adalah untuk beribadah
kepadaNya Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepaKu(QS Adz Dzariyat ayat
56), maka tentunya semua aktivitas kita di dunia tidak lepas dari tujuan itu pula. Rasulullah e bersabda
Sesungguhnya amalan itu dengan niatnya .(Shahih Targhib wa Tarhib No.10)
Contoh niat yang ikhlas dalam usaha bisa berlaku dlam lingkup pribadi maupun sosial. Dalam lingkup pribadi
misalnya meniatkan usaha yang halal untuk menjaga diri dari memakan harta dengan cara haram, memelihara diri
dari sikap meminta-minta, untuk mendukung kesempurnaan ibadah kepada Allah I, menjaga silaturrahim dan
hubungan kerabat dan motivasi positif lainya

Dalam lingkup sosial, misalnya meniatkan diri mencari harta untuk ikut andil dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
muslim, memberi kesempatan bekerja yang halal bagi orang lain, membebaskan ummat dari ketergantungan
terhadap produk orang lain, dan motif sosial lainnya.
Niat-seperti diaktakan sebagian orang-adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari suatu perbuatan bisa
bertambah berkali-kali lipat jika didasari dengan niat yang ikhlas.
2. Akhlaq yang Mulia
Menjaga sikap dan perilaku dalam berbisnis adalh prinsip penting bagi seorang pebisnis muslim. Ini karena Islam
sangat menekankan perilaku (aklhaq) yang baik dalam setiap kesempatan, termasuk dala berbisnis. Sebagaimana
sabda Rasulullah e .dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik (Sahihul Jami No 97).
Akhlaq mulia dalam berbisnis ditekankan oleh Rasulullah e dalam sabdanya Seorang pedagang yang jujur dan dapat
dipercaya akan dikumpulkan bersama para nabi para shiddiq dan oarang-orang yang mati syahid. Dalam kesempatan
lain Rasulullah e bersabda Semoga Allah memberi rahmatNya kepada orang yang suka memberi kelonggaran
kepada orang lain ketika menjual, membeli atau menagih hutang (Shahih Bukhari No.2076). Di antara akhlaq mulia
dalam berbisnis adalah menepati janji, jujur, memenuhi hak orang lain, bersikap toleran dan suka memberi
kelonggaran.
3. Usaha yang halal
Seorang pebisnis muslim tentunya tidak ingin jika darah dagingnya tumbuh dari barang haram, ia pun tak ingin
memberi makan kelauraganya dari sumber yang haram karena kan sungguh berat konsekuensinya di akhirat nanti.
Dengan begitu, ia akan selalu berhati-hati dan berusaha melakuan usaha sebatas yang dibolehkan oleh Allah I dan
RasulNya.
Rasulullah e bersabda : Setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka neraka lebih berhak baginya (Shahihul
Jami No. 4519)
4. Menunaikan Hak
Seorang pebisnis muslim selayaknya bersegera dalam menunaikan haknya, seprti hak aryawannya mendapat gaji,
tidak menunda pembayaran tanggungan atau hutang, dan yang terpenting adalah hak Allah I dalam soal harta seperti
membayar zakat yang wajib. Juga, hak-hak orang lain dalam perjanjian yang telah disepakati.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalh peringatan Rasulullah e kepada oarang mampu yang menunda pembayaran
hutangnya Orang kaya yang memperlambat pembayaran hutang adalah kezaliman (HR Bukhari, Muslim dan Malik)
5. Menghindari riba dan segala sarananya
Soerang muslim tentu meyakini bahwa riba termasuk dosa besar, yang sangat keras ancamannya. Maka pebisnis
muslim akan berusaha keras untuk tidak terlibat sedikitpun dalam kegiatan usaha yang mengandung unsur riba. Ini
mengingat ancaman terhadap riba bukan hanya kepada pemakannya tetapi juga pemberi, pencatat, atau saksi
sekalipun disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah e melaknat mereka semuanya dan
menegaskan bahwa mereka semua sama saja (Shahih Muslim No. 1598)
6. Tidak memakan harta orang lain dengan cara bathil
Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil harta orang lain secara tidak sah. Allah I dengan tegas telah
melarang hal ini dalam kitabNya. Ini meliputi segala kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain yang
menjadi rekakan bisnisnya, baik itu dengan cara riba, judi, kamuflase harga, menyembunyikan cacat barang atau
produk, menimbun, menyuap, bersumpah palsu, dan sebagainya. Orang yang memakan harta orang lain dengan cara
tidak sah berarti telah berbuat dhalim (aniaya) terhadap orang lain. Allah I berfirman: Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan kamu membawa harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal
kamu mengetahui.(QS Al Baqarah 188)
7. Komitmen terhadap peraturan dalam bingkai syariat
Soerang pebisnis muslim tidak akan membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman undang-undang hukum positif yang
berlaku di tenagh masyarakat. Misalnya dalam hal pajak, rekening membenahi sistem akuntansi agar tidak terkena
sangsi karena melanggar hukum. Hal itu dilakukannya bukan untuk menetapkan adanya hak membyuat hukum
ekpada manusia, tetapi semata-mata untuk mengokohkan kewajiban yang diberikan Allah I padanya dan mencegah
terjadinya keruskan yang mungkin timbul
8. Tidak membahayakan/merugikan orang lain
Rasulullah e telah memberikan kaidah penting dalam mencegah hal-hal yang membahayakan, dengan sabdanya
Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang membahayakan orang lain (Irwaul Ghalil No 2175). Termasuk
katagori membahayakan orang lain adalah menjual barang yang mengancam kesehatan orang lain seperti obatobatan terlarang, narkotika, makanan yang kedaluwarsa. Atau melakukan hal yang membahayakan pesaingnya dan
berpotensi menghancurkan usaha pesaingnya, seperti menjelek-jelekkan pesaing, memonopoli, menawar barang
yang masih dalam proses tawar-menawar oleh orang lain. Seorang pebisnis muslim hendaknya bersikap fair dalam
berkompetisi, dan tidak melakukan usaha yang mengundang bahaya bagi dirinya maupun orang lain.
9. Loyal terhadap orang beriman
Pebisnis muslim sekaliber apapun tetaplah bagian dari umat Islam. Sehingga sudah selayaknya ia melakukan hal-hal
yang membantu kokohnya pilar-pilar masyarakat Islam dalam skala interasional, regional maupun lokal. Tidak
sepantasnya ia bekerjasama dengan pihak yang nyata-nyata menampakkan permusuhannya terhadap umat Islam. Ini
merupakan bagian dari prinsip Al Wala (Loyalitas) dan Al Bara (berlepas diri) yang merupakan bagian dari aqidah
Islam. Sehingga ketika melaksanakan usahanya, seorang muslim tetap akan mengutamakan kemaslahatan bagi
kaum muslimin dimanapun ia berada. Allah I berfirman : Janganlah orang-orang mumin mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mumin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari

pertolongan Allah, kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan
kamu terhadap diri -Nya. Dan hanya kepada Allah kembali. (QS Ali Imran 28)
10. Mempelajari hukum dan adab muamalah islam
Dunia bisnis yang merupakan interaksi antara berbagai tipe manusia sangat berpotensi menjerumuskan para
pelakunya ke dalam hal-hal yang diharamkan. Baik karena didesak oleh kebutuhan perut, diajak bersekongkol
dengan orang lain secara tidak sah atau karena ketatnya persaingan yang membuat dia melakukan hal-hal yang
terlarang dalam agama. Karena itulah seorang Muslim yang hendak terjun di dunia ini harus memahami hukumhukum dan aturan Islam yang mengatur tentang muamalah. Sehingga ia bisa memilah yang halal dari yang haram,
atau mengambil keputusan pada hal-hal yang tampak samar (syubhat).
Mengingat pentingnya mempelajari hukum-hukum jual beli inilah, Khalifah Umar bin Khatab mengeluarkan dari pasar
orang-orang yang tidak paham hukum jual beli.
Pengertian Etika Bisnis Islam
Etika didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang buruk. Etika adalah
bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan oleh seorang individu. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda
dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia.
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk
mendapatkan keuntungan. kata bisnis dari bahasa Inggris business, yaitu kata dasar bussy yang berarti sibuk dalam
konteks individu maupun komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan
yang mendatangkan keuntungan yang bayak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika bisnis Islam merupakan cara-cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat
menurut syariat Islam. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan
hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi
dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abuabu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu
untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan
menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi.
Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam
1.
Tauhid
Tauhid merupakan dimensi vertikal Islam yang dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan (syahadat) seorang
Muslim atas keesaan Tuhan. Tauhid dikonstruksi dari kata wahada yang secara etimologi yang berati satu (esa) yaitu
dasar kepercayaan yang menjiwai manusia atas segala aktivitasnya. Konsep tauhid menggabungkan ke dalam sifat
homogen semua aspek yang berbeda-beda dalam kehidupan seorang Muslim yakni aspek ekonomi, politik, agama,
dan masyarakat, serta menekankan gagasan mengenai konsistensi dan keteraturan.
Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba inklusif. Pada tingkat absolut ia membedakan Khalik dengan
makhluk, memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada eksistensi manusia memberikan
suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Allah
semata. Oleh sebab itu, segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturanaturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Secara kontekstual, tauhid dipersepsi oleh individu dalam pengertian iman, akidah dan tanggung jawb terhadap
amanah. Ketiga makna tersebut, dalam konteks ekonomi memberikan suatu kesadaran pembebasan terhadap para
pelaku ekonomi dari ketundukan dan kecendrungan yang berlebihan terhadap materi, dan membentuk pemikiran
yang bertanggung jawab dalam mengelola aset-aset ekonomi sesuai dengan aturan-aturan (syariat) Tuhan.
Pemahaman yang baik dan benar terhadap tauhid berimplikasi terhadap cara pandang manajemen/pengolaan harta
benda dalam kerangka amanah dari Allah. Pendapatan dan penggunaan harta tidak hanya berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan pragmatis yang bersifat temporal, tetapi juga berimplikasi transendental, pertanggungjawaban
kembali kepada Tuhan. Bukan hanya itu, pemahaman tauhid juga menimbulkan kesadaran pentingnya kerja sama
dalam pengelolaan harta sebagai amanah dalam kerangka ekonomi untuk menciptakan kerja produktif, meningkatkan
kesejahteraan manusia dan mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan pada segelintir orang.
Jadi dapat dipahami dari uraian di atas bahwa kita sebagai manusia ciptaan Tuhan, harus benar-benar
sepenuhnya percaya kepada Sang Maha Pencipta serta meyakini bahwa Tuhan itu ada, dan Dia lah yang mengatur
segala hal dalam Kehidupan kita di dunia ini. Kemana pun kita pergi, apapun yang kita pikirkan atau kerjakan tidak
terlepas dari Nya, sehingga bisa dikatakan bahwa hidup dan mati kita ada ditangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu
juga dalam pelaku ekonomi atau bisnis, semuanya harus selalu memperhatikan etika yang baik dan dari sudut
apapun.
Konsep tauhid memiliki pengaruh yang paling mendalam terhadap diri seorang Muslim dikarenakan sebagai berikut:
1.
Seorang Muslim memandang apapun yang ada di dunia sebagai milik Allah SWT, pemikiran dan perilakunya
tidak dapat dibiaskan oleh apapun juga. Pandangannya menjadi lebih luas dan pengabdiannya tidak lagi terbatas
kepada kelompok atau lingkungan tertentu. Segala bentuk pandangan rasisme ataupun sistem kasta menjadi tidak
sejalan dengan pemikirannya.

2.
Hanya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Esa, maka kaum Muslim tidak akan takut pada semua kekuasaan lain
kecuali Allah SWT. Ia tidak pernah disilaukan oleh kebesaran orang lain, dan tidak membiarkan dirinya dipaksa untuk
bertindak tidak etis oleh siapa pun. Karena Allah SWT dapat mengambil dengan mudah apapun yang telah ia berikan,
maka kaum Muslim akan bersikap rendah hati dan hidup sederhana.
3.
Percaya bahwa hanya Allah SWT yang dapat menolongnya, ia tidak pernah merasa putus asa akan datanganya
pertolongan dan kemurahan Allah SWT sehingga ia akan bertindak penuh keyakinan dan keberanian untuk apa yang
ia anggap etis dan Islami.
4.
Pengaruh paling besar dari ucapan la ilaha illa Allah adalah kaum Muslim akan mentaati dan melaksanakan
hukum-hukum Allah SWT. Ia mempercayai bahwa Allah mengetahui segalanya yang terlihat ataupun yang
tersembunyi, dan bahwa ia tidak dapat menyembunyikan apapun, niat ataupun tindakan dari Allah SWT. Sebagai
konsekuensinya, ia akan menghindarkan diri dari apa yang dilarang, dan berbuat hanya dalam kebaikan.
Penerapan Konsep Tauhid dalam Etika Bisnis
Seseorang yang menerapkan kaidah Tauhid di dalam dirinya maka apabila menjadi seorang pengusaha Muslim tidak
akan:

Berbuat diskriminasi terhadap pekerja, pemasok, pembeli atau siapapun pemegang saham perusahaan atas
dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, ataupun agama. Hal ini sesuai dengan tujuan Allah SWT untuk menciptakan
manusia:
Hai manusia! Sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian sebagai laki-laki dan perempuan, dan membuat kalian
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal satu sama lain.

Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah SWT. Ia selalu mengikuti
aturan perilaku yang sama dan satu, dimanapun apakah itu di masjid, di dunia kerja atau aspek apapun dalam
kehidupannya, ia akan selalu merasa bahagia.

Menimbun kekayaannya dengan penuh keserakahan. Konsep amanah dan kepercayaan memiliki makna yang
sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara, dan harus dipergunakan
secara bijaksana. Tindakan seorang Muslim tidak semata-mata dituntun oleh keuntungan, dan tidak demi mencari
kekayaan dengan cara apapun. Ia menyadari bahwa:
Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan di dunia, namun amalan-amalan yang kekal dan saleh adalah lebih baik
pahalanya di mata Allah SWT, dan lebih baik sebagai landasan harapan-harapan.

107. Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada
bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. QS. Al Baqarah(2:107)
2.

Keseimbangan/keadilan
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan
sosial. Keseimbangan atau adl menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam, dan berhubungan dengan harmoni
segala sesuatu yang ada di alam semesta. Hukum dan ketentuan yang kita lihat di alam semesta merefleksikan
konsep keseimbangan yang rumit ini. Sebagaimana difirmankan Allah SWT,
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
Konsep keseimbangan ini lebih dari sekedar karakteristik alam, ia merupakan karakteristik dinamik yang harus
diperjuangkan oleh setiap Muslim dalam kehidupannya. Kebutuhan akan keseimbangan dah kesetaraan ditekankan
Allah SWT ketika ia menyebut kaum Muslim sebagai ummatun wasatun. Dengan demikian keseimbangan,
kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas
bisnis yakni untuk menjaga keseimbangan antara mereka yang berpunya dan mereka yang tak berpunya, Allah SWT
menekankan arti penting sikap saling memberi dan mengutuk tindakan mengkonsumsi yang berlebih-lebihan.
Keseimbangan atau keadilan adalah mengunakan dan menempatkan harta yang dimiliki individu sebagai amanah
dari Allah pada tempatnya yang wajib dikelola dengan cara-cara yang baik untuk kemaslahatan diri, seperti dalam
bentuk infak, shadaqah, zakat dan sumbangan sosial lainnya serta untuk mendekatkan diri pada Allah.
Dalam perspektif sistem ekonomi Islam, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu atau lembaga hanya dapat
bernilai guna jika di arahkan untuk kemaslahatan manusia dan didedikasikan untuk memuaskan kebutuhan spritual
(taqwa) pada Allah. Keadilan dalam Islam merupakan mata rantai dan turunan dari nilai tauhid. Tauhid dan keadilan,
keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Masing-masing dari nilai tersebut menjadi nilai yang mendasari teori
dan praktik ekonomi dalam berbisnis. Keadilan berarti seseorang memperoleh bagiannya sesuai dengan
kemampuannya. Adil bukan berati seseorang memperoleh sesuatu persis dengan yang diperoleh orang lain baik
ukurannya, takarannya, jenis barangnya maupun jumlahnya, melainkan seseorang mempunyai kesempatan yang
sma untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya.
Artinya pada pemerolehan kesempatan yang sama bagi tiap individu untuk hak-hak secara layak, sehingga setiap
orang berada pada posisi yang sama dan setara satu dengan yang lainnya. Yang dimaksud hak disini adalah hak-hak
sosial ekonomi, hak yang perlu dimiliki dan dinikmati oleh setiap individu. Namun standar keadilan yang digunakan
dalam perkembangan ekonomi global syarat dengan bias-bias subyektif dan kepentingan suatu negara sehingga tidak
representatif untuk memayungi hak semua orang melainkan memberikan peluang kepada segelintir orang yang
memiliki kecerdasan rasional dan kemampuan finansial untuk mengeksploitasi yang lain.

Penerapan Konsep Keseimbangan dalam Etika Bisnis


Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut:
(1) Produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan
kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang.
(2) Setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia
adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial
marginal dan individual dalam masyarakat.
(3) Tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.
Prinsip keseimbangan atau kesetaraan berlaku baik secara harfiah maupun kias dalam dunia bisnis karena sebuah
transaksi yang seimbang adalah juga setara dan adil. Secara keseluruhan, Islam sebenarnya tidak ingin menciptakan
sebuah masyarakat pedagang-syahid, yang berbisnis semata demi alasan kedermawanan. Akan tetapi, Islam ingin
mengekang kecenderungan sikap serakah manusia dan kecintaannya untuk memiliki barang-barang. Sebagai
akibatnya, baik sikap kikir maupun boros keduanya dikutuk dalam Quran maupun Hadist.

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. al-Isra: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak
yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.
3.
Kehendak Bebas
Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang
beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada
manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga
kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Pada tingkat tertentu, manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan kehidupannya sendiri manakala Allah
SWT menurunkannya di bumi. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa ia sepenuhnya dituntun oleh hukum
yang diciptakan Allah SWT, ia diberikan kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, untuk memilih apapun
jalan hidup yang ia inginkan dan yang paling penting untuk bertindak berdasarkan aturan apa pun yang ia pilih. Tidak
seperti halnya ciptaan Allah SWT yang lain di alam semesta, ia dapat memilih perilaku etis atau tidak etis yang akan ia
jalankan.
Sekali ia memilih untuk menjadi seorang Muslim, ia harus tunduk kepada Allah SWT. Ia menjadi bagian umat secara
keseluruhan dan menyadari kedudukannya sebagai wakil Allah SWT di muka bumi. Ia setuju untuk berperilaku
berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah SWT demi kehidupan pribadi maupun sosialnya. Konsep
kehendak bebas berkedudukan sejajar dengan konsep kesatuan dan keseimbangan.
Dalam kerangka etika, kebebasan adalah syarat khusus yang harus ada agar manusia bisa bertindak scara
etis. Hanya karena ia mempunyai kebebasan, maka ia bisa dituntut untuk bertindak secara etis. Dalam kerangka
bisnis, kegiatan bisnis hanya mungkin dilaksanakan kalau ada kebebasan. Seorang pengusaha atau menejer bisa
mengembangkan kegiatan bisnisnya, hanya kalau ada kebebasan untuk itu.






85. Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia akan memperoleh
bahagian (pahala) dari padanya. dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk[326],
niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
[325] syafa'at yang baik ialah: setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak
seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.
[326] syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik. (QS. An-nissa)
Penerapan Konsep Kehendak Bebas dalam Etika Bisnis
Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memiliki kebebasan untuk membuat untuk membuat kontrak dan
menepatinya ataupun mengingkarinya. Seorang Muslim, yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah
SWT, akan menepati semua kontrak yang telah dibuatnya.

Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah semua perjanjian itu?


Penting untuk dicatat bahwa Allah SWT memerintahkan ayat diatas secara eksplisit kepada kaum Muslim.
Sebagaimana dikemukakan oleh Yusuf Ali, kata uqud yang mengandung arti sebgai berikut:
a)
Kewajiban suci yang muncul dari kodrat spiritual dan hubungan kita dengan Allah SWT
b)
Kewajiban sosial kita seperti misalnya dalam perjanjian perkawinan
c)
Kewajiban politik kita seperti misalnya perjanjian hukum
d) Kewajiban bisnis kita seperti misalnya kontrak formal mengenai tugas-tugas tertentu yang harus dilakukan
ataupun kontrak tak tertulis menenai perlakuan layak yang harus diberikan kepada para pekerja.
Kaum Muslim harus mengekang kehendak bebasnya untuk bertindak berdasarkan aturan-aturan moral seperti yang
telah digariskan Allah SWT. Dari sudut pandang ekonomi, Islam menolak prinsip laissez-faire dan keyakinan Barat
terhadap konsep Tangan yang Tak Terlihat. Karena aspek kunci dalam diri manusia adalah nafs ammarah, maka ia
akan cenderung menyalahgunakan sistem seperti ini. Prinsip homo Islamicus yang dituntun oleh hukum Allah SWT
harus dipilih agar dapat bertindak secara etis.
4.
Tanggung Jawab
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan
kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri
dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada
Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun
hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Kebebasan yang tak terbatas adalah sebuah absurditas yang mengaplikasikan tidak adanya sikap tanggung jawab
atau akuntabilitas. Untuk memenuhi konsep keadilan dan kesatuan seperti yang kita lihat dalam ciptaan Allah SWT,
manusia harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya. Islam adalah agama yang adil, apabila seseorang
tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya jika (a) ia belum mencapai usia dewasa, (b) ia sakit jiwa, (c) ia berbuat
sesuatu ketika sedang tidur.
Dalam konsep tanggung jawab, Islam membedakan antara fard alayn (tanggung jawab individu yang tidak dapat
dialihkan dan fard al kifayah (tanggung jawab kolektif yang bisa diwakili oleh sebagia kecil orang). Sebagai contoh,
fard al kifayah menggariskan bahwa jika seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara cukup dan
ingin belajar tentang ilmu agama namun merasa bahwa pekerjaannya tidak akan memungkinkan untuk melakukan hal
tersebut, maka ia dapat diberi zakat karena mencari ilmu dianggap sebagai kewajiban kolektif.
Sementara bagi seseorang yang melakukan ibadah yang berlebihan (nawafil) atau seseorang yang ingin melakukan
nawafil tanpa ada waktu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, ia mungkin justru tidak mendapat zakat. Hal ini
karena pahala ibadahnya hanya untuk dirinya sendiri, berbeda dengan orang yang sedang mencari ilmu. Sementara
itu, fard alayn berarti perintah atau peraturan yang bersifat tanpa syarat, secara umum diterapkan kepada setiap
orang. Dengan demikian, berpuasa atau melaksanakan shalat adalah fard alayn, dan seorang Muslim tidak dapat
mengalihkan tanggung jawab pribadinya terhadap kewajiban melakukan shalat.
Seorang pengusaha dan manajer yang tulen adalah yang mampu mengambil inisiatif, terobosan, inovasi dan
resiko dalam melakukan bisnis. Tapi dipihak lain, ia tetap dituntut untuk bertanggung jawab atas keputusan dan
tindakannya itu, yaitu:
1) Kepada dirinya sendiri, atau dalam bahasa etika; kepada nuraninya yang mungkin saat menuntut pertanggung
jawaban atas segala yang telah dilakukannya.
2) Kepada orang-orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan manejemen itu kepadanya. Kepada
mereka inilah si pengusaha atau menejer memepertanggung jawabkan segala keputusan dan tindakanya secar jujur.
Kepercayaan kepadanya akan diuji dan diukur berdasarkan kadar tanggung jawab yang diperlihatkannya.
3) Kepada pihak-pihak yang terlibat dengannya dalam urusan bisnis. Disini tanggung jawab telah menemukan
bentuknya yang semakin konkret berupa kesediaan mengganti barang dan jasa yang memenuhi persayaratan,
kontrak atau harapan mereka. Bertanggung jawab disini berarti bersedia memperbaiki mutu barang dan jasa, bahkan
pada saat itu juga.
4) Kepada pihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang secara tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan
tindakan bisnisnya. Wujud dari sikap ini adlah menawarkan barang dan jasa yang bermutu, menjaga lingkungan hidup
yangbersih dan sehat terbebas dari polusi bahkan bersedia memperbaikinya kalau ternyata mereka ikkut merusaknya
dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup masyarakat seluruhnya.
Penerapan Konsep Tanggung Jawab dalam Etika Bisnis
Jika seseorang pengusaha Muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat menyalahkan tindakannya pada
persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataan bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus memikul
tanggung jawab tertinggi atas tindakannya sendiri. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT berfirman:
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.
Karenanya, konsep ini bertalian erat dengan konsep kesatuan, keseimbangan dan kehendak bebas. Semua
kewajiban harus dihargai kecuali jika moral salah. Sebagai contoh, Ibrahim as menolak kewajiban keluarganya ketika
ayahnya menginginkannya untuk membuat shirk atau menuja berhala. Disisi lain, Rasulullah Saw melaksanakan
kesepakatan dalam perjanjian Hudaybiyah meskipun hal itu berarti bahwa Abu Jandal, seorang yang baru menjadi
Muslim, harus dikembalikan kepada suku Quraish. Sekali seorang Muslim mengucapkan janjinya atau terlibat dalam
sebuah perjanjian yang sah, maka ia harus menepatinya.
TUJUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM

1.
2.
3.
4.
5.

Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis
profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial
yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam
kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri
mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah
SWT.
Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada
harus diserahkan kepada pihak peradilan.
Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis
dan masyarakat tempat mereka bekerja.
Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
Etika dalam Produksi
Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
1.

Peringatan Allah akan kekayaan alam.

2.
Berproduksi dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam berproduksi adalah bekerja, berusaha bahkan
dalam proses yang memproduk barang dan jasa yang toyyib, termasuk dalam menentukan target yang harus
dihasilkan dalam berproduksi.
3.
Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai proses menciptakan kekayaan
dengan memanfaatkan sumber daya alam harus bersandarkan visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi
penciptaan manusia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.
4.
Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat tergantung dari nilai-nilai sikap manusia,
nilai pengetahuan, dan keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi dengan ilmu
dan syariah islam.
5.
Khalifah di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu barang saja
melainkan Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
Namun secara umum etika dalam islam tentang muamalah Islam, maka tampak jelas dihadapan kita empat nilai
utama, yaitu rabbaniyah, akhlak, kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan)
yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang
tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini
memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa
produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.
Pengertian dan Tujuan Konsumsi dalam Islam
Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah konsumsi. Konsumsi berperan sebagai pilar
dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan maupun negara. konsumsi secara umum diformulasikan
dengan : Pemakaian dan penggunaan barang barang dan jasa, seperti pakaian, makanan, minuman, rumah,
peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi
hukum, belajar/ kursus, dsb.
Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan dan
minum dalam istilah teknis sehari-hari; akan tetapi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu
yang dibutuhkan manusia. Namun, karena yang paling penting dan umum dikenal masyarakat luas tentang aktivitas
konsumsi adalah makan dan minum, maka tidaklah mengherankan jika konsumsi sering diidentikkan dengan makan
dan minum.
Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan
(akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan dan
minum agar bisa beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa shalat, haji, bergaul
sosial dan terhindar dari perbuatan mesum (nasab)
Sebagaimana disebut di atas, banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang konsumsi, di antaranya Surat al Araf
ayat 31. Ayat ini tidak saja membicarakan konsumsi makanan dan minuman, tetapi juga pakaian. Bahkan pada ayat
selanjutnya (ayat 33) dibicarakan tentang perhiasan.
a.
b.
c.
d.

Etika Distribusi
Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
Transfaran, dan barangnya halal serta tidak membahayakan.
Adil, dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.
Tolong menolong, toleransi dan sedekah.

e.
Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
f.
Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.[20]
g.
Larangan Ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan harga.
h.
Mencari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari keuntungan yang semaksimal mugkin yang
biasanya hanya mementingkan pribadi sendiri tanpa memikirkan orang lain.
i.
Distribusi kekayaan yang meluas, Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan
menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.
j.
Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi atau berkasta-kasta, semuanya
sama dalam mendapatkan ekonomi.
DISTRIBUSI DALAM ISLAM
System ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi,
yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di
bingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai
tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai
keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan
masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-quran agar supaya harta kekayaan tidak
diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan
dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (59:7)[16].

Dalam system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara
menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income) adalah
teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari
sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil Fakta
empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat
menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan (Ismail Yusanto). Mustafa E
Nasution pun menjelaskan bahwa berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang
menyangkut sistem ekonomi kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan
serta pola pembagian pendapatan di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebihlebih lagi keadaan perekonomian di negara-negara Islam.
Nilai dan moral dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
1.
Peringatan Allah akan kekayaan alam.
2.
Berproduksi dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam berproduksi adalah bekerja, berusaha bahkan
dalam proses yang memproduk barang yang dihalalkan Allah termasuk dalam menentukan target yang harus
dihasilkan dalam berproduksi.
3.
Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai proses menciptakan kekayaan dengan
memanfaatkan sumber daya alam yang harus disandarkan pada visi manusia sebagai khalifah di bumi.
4.
Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat tergantung dari nilai-nilai sikap manusia,
nilai pengetahuan, dan keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi dengan ilmu
dan syariah islam.
5.
Khalifah di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu barang saja
melainkan Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
Namun secara umum nilai dan moral dalam islam tentang muamalah Islam, maka tampak jelas dihadapan kita empat
nilai utama, yaitu rabbaniyah, akhlak, kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan
(keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat
menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok
yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang
harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.
Identifikasi Etika
Etika dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1.
Etika umum
Etika landasan perilaku yang dijadikan sebagai pedoman umum yang diberlakukan kepada semua unsur di dalam
masyarakat. Etika ini merupaka acuan yang dipakai oleh keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh semua individu
atau kelompok atau istitusi. Misalnya menipu, mengambil hak orang lain merupakan perbuata yang tidak terpuji (tidak
etis). Menolong atau membantu orang lain adalah perbuatan terpuji (sesuai dengan moral etika).
2.
Etika khusus
Etika ini khusus berlaku pada :
a.
Individu saja yang disebut sebagai etika individu.
b.
Sosial atau masyarakat.
Adapun landasan etika yaitu:
a.
Egoisme yaitu landasan yang menilai tindakan etika baik ditinjau dari kepentingan dan manfaat bagi diri sendiri.
Terlepas dari kepentingan pihak-pihak lain.

b.
Unitarianisme yaitu landasan etika yang memberikan alasan bahwa tindakan etika baik jika ditinjau dari
kepentingan atau manfaat bagi oramg lain.
c.
Relativisme ethics yaitu adanya perbedaan kepentingan: persial, universal atau global.

Karakteristik Bisnis Dalam Islam


Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi Saw., sebagai
pedagang beliau mempunyai dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri itu
masih ditambah Istiqamah. Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas
dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan
dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu
yang optimal. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan
kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang
bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan,
kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tabligh, mengajak sekaligus memberikan contoh
kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Bisnis yang diharamkan dalam Islam
Pada dasarnya, Islam menggalakkan aktivitas bisnis. Rasulullah saw sebagai suri teladan umat Islam merupakan salah seorang
peniaga. Meskipun demikian, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur gharar, maisir, ihtikar,
riba dan berbagai macam bisnis lainnya yang diharamkan oleh syara.
Pada asasnya, tujuan bisnis dalam Islam bukan hanya semata untuk mencari keuntungan, akan tetapi lebih dari itu, bisnis dalam
Islam bertujuan untuk dapat mewujudkan kebahagian dunia dan akhirat. Dimana dalam aktiviti bisnis banyak terkandung
hubungan muamalah sesama umat manusia.

1. Tauhid
Seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran surat Al Anam ayat 126 dan 127 sebagai berikut:

{* 126}
{127}


Artinya:
Dan inilah jalan Tuhanmu: (jalan) yang lurus. Sesungguhnya kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orangorang yang mengambil pelajaran. Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah
pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan.
Sikap dan perilaku atau per

Anda mungkin juga menyukai