Anda di halaman 1dari 25

Makalamakmakalllma

Makalah

Tentang orang toraja yang berpegang kuat erat kebudayaan'nya


Di sususn oleh:

Risthin.ester.aldin.yoweni

Kelas:misiologi

Nirm:20208093
Daftar isi

Daftar isi.......................................................................i

BAB I PENDAHULUHAN
1.1. ABSTRAK............................................................1
1.2. Nilai-nilai kebudayaan orang toraja...............1
A. Latar belakang
3

ABSTRAK

Negara Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat melimpah.


Selain itu di Indonesia juga terdapat suku bangsa yang begitu beragam.
Salah satunya adalah Suku Toraja yang berada di Sulawesi. Suku ini
adalah suku yang terbilang unik dibanding suku-suku yang lain yang ada
di Indonesia.
1. nilai-nilai kebudayahan orang toraja
BAB I

PEMBUKAAN

A. Latar Belakang

Makna kehidupan ialah menjalani siklus kehidupan itu sendirinya, artinya kembali ke kehidupan
semula yang nyata. Kriteria yang menentukan skala prioritas nilai-nilai adalah nilai dasar itu sendiri.
Tetapi rupanya nilai “kedamaian demi persekutuan” yang paling menentukan. Makna persekutuan
ialah hidup dalam damai dan keharmonisan. Dalam benturan nilai-nilai ada saja nilai yang
dikorbankan demi persekutuan. Aluk Rambu Solo’(ARS)ARS adalah keseluruhan upacara untuk
orang mati.secara harfiah aluk rambu solo’ berarti “ketentuan untuk aspa yang menurun”.artinya
ritus-ritus persembahan(asap) untuk orang mati,yang dilaksanakan sesudah pukul12.00.ketika
matahari mulai bergerak turun.aluk ramtbu solo’ disebut juga aluk rampe matampu’.ritus-ritu
disebelah barat,sebab sesudah pukul 12.00 matahari berada disebelah barat.sebab itulah ritus-ritus
persembahan dilaksanakan disebelah barat atau barat daya tongkonan.

Berdasarkan Tesmogoni dan teogoni,upacara tersebut dilaksanakan disebelah timur laut arah
kediaman para dewa dan leluhur yang didewakan.Aluk Rambu Tuka’ disebut juga Aluk Rampe
Matallo,”ritus-ritus disebelah timur”.Berdasarkan hal tersebut Aluk tersebut dinamakan “aluk asap
yang naik”.artinya asap persembahan itu naik kelangit sebelum matahari mencapai zenit.Aluk
Ramnu Tuka’ adalah keseluruhan ritus-ritus persembahan untuk kehidupan.persembahan-
persembahan itu diselamatkan kepada para dewa dan para leluhur yang sudah menjadi dewa yang
mendiami langit disebelah timur laut.

Setelah kita mengetahui arti tongkonan selaku lambang dan pusat pa’rapuan,kiranya tidak perlu
lagi berpanjang lebar untuk menjelaskan bahwa tongkonan itu juga menjadi sumber seluruh
kepemimpinan dibidang kemasyarakatan dan keagamaan.dalam struktur tongkonan,tongkonan
layuk menempati kedududkan tertinggi dan dengan demikian juga menempati kekuasaan
tertinggi.artinya pemimpin tongkonan layank dengan sendirinya menjadi pucuk pimpinan.
B. Rumusan Masalah

1.

2. Apa Nilai-nilai dan Pandangan Hidup Masyarakat Toraja?

3. Bagaimana Adat dan Kebudayaan?

4. Apa maksud Pa’Tondokan – Sang-Torayan?

5. Bagaimana Tongkonan Sebagai dan lembaga untuk Pusat Pa’rapuan?

6. Apa Fungsi Sebuah Tongkonan?

7. Bagaimana Tongkonan Sebagai Sumber Kepemimpinan?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Nilai-nilai Yang Di Pegang Erat oleh Orang Toraja

2. Untuk Mengetahui Adat dan Kebudayaan

3. Untuk Mengetahui Pa’Tondokan – Sang-Torajan


4. Untuk Mengetahui Tongkonan Sebagai Lambang dan Pusat Pa’rapuan

7. Untuk Mengetahui jenis Tongkonan

8. Untuk Mengetahui Tongkonan Sebagai Sumber Kepemimpinan

Pertemuan 1
BAB I
1. Selayang pandang tentang bahasa suku toraja

Sebelum kata Toraja digunakan untuk nama suatu negeri yang sekarang dinamakan Toraja, sebenarnya
dahulu adalah negeri yang berdiri sendiri yang dinamai “Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo”
(Tondok = negeri, Lepongan = kebulatan/kesatuan, Bulan = bulan, Tana = negeri, Matari’= bentuk, Allo =
matahari). Yang artinya negeri yang pemerintahan dan kemasyarakatannya berketuhanan yang
merupakan kesatuan yang bulat bentuknya bagaikan bundaran bulan/matahari.

Nama Lepongan Bulan atau Matari’ Allo adalah bersumber dari terbentuknya negeri ini dalam suatu
kebulatan / kesatuan tata masyarakat yang terbentuk berdasarkan :

1.Persekutuan atau kebulatan berdasarkan suatu ajaran Agama / Keyakinan yang sama yang dinamakan
Aluk Todolo, mempergunakan suatu aturan yang bersumber / berpancar dari suatu sumber yaitu dari
Neger Marinding Banua Puan yang dikenal dengan Aluk Pitung Sa'bu Pitu Ratu' Pitung Pulo Pitu atau
Aluk Sanda Pitunna (Aturan/Ajaran 7777)
2.Oleh beberapa Daerah Adat yang mempergunakan satu Aturan Dasar Adat dan Budaya yang terpancar
/ bersumber dari satu Aturan.

3.Dibentuk oleh satu suku bangsa Toraja.

Suku Toraja mendiami sebagian jazirah propinsi Sulawesi Selatan bagian utara. Pada zaman sekarang
orang Toraja berdiam di daerah Kabupaten Tana Toraja, sebagian Kabupaten Mamuju seperti di
Kecamatan Suppiran, sebagian di Kabupaten Luwu diwilayah Kecamatan Pantilang, Rongkong, Seko,
sebagian di Kabupaten Enrekang bagian utara, Kabupaten Polmas bagian timur. Masyarakat Toraja
terbagi dalam tiga daerah adat, yaitu daerah adat Kama’dikan, daerah adat Pakamberan dan daerah
adat Kapuangan.

Menurut sejarahwan dan budayawan Toraja bahwa penduduk yang pertama-tama


menduduki/mendiami daerah Toraja pada zaman purba adalah penduduk yang bergerak dari bagian
selatan dengan mempergunakan perahu / sampan. Mereka datang dalam bentuk kelompok yang
dinamai Arroan (kelompok manusia). Setiap Arroan dipimpin oleh seorang pemimpin yang dinamai
Ambe’ Arroan (Ambe’ = bapak, Arroan = kelompok).

Setelah itu datang penguasa baru yang dikenal dalam sejarah Toraja dengan nama Puang Lembang
(Puang = pemilik, Lembang = Perahu) yang artinya pemilik perahu, karena mereka datang dengan
mempergunakan perahu menyusuri sungai-sungai besar. Pada waktu perahu mereka sudah tidak dapat
diteruskan karena derasnya air sungai dan bebatuan, maka mereka membongkar perahunya untuk
dijadikan tempat tinggal sementara. Tempat mereka menambatkan perahunya dan membuat rumah
pertama kali dinamai Bamba Puang (Bamba = pusat = pangkalan, Puang = pemilik) sampai sekarang.

Karena persaingan yang begitu hebat dan terus menerus dikalangan puang-puang akibat
kepemimpinan/kekuasaan Londong Di Rura yang lalim, sehingga Sukaran Aluk (aturan hidup)
dilupakan/dihancurkan. Akhirnya sebagian dari puang lembang berpindah ke bagian utara. Salah
seorang diantaranya yang pindah diantaranya anak Puang Ri Buntu (Penguasa bukit) bernama
Tangdilino’ pindah ke daerah Marinding sebagai penguasa baru. Dari selatan Tangdilino’ memindahkan
Tongkonan/istananya untuk membina kekuasaan dan pemerintahannya. Menurut cerita,
Tongkonan/istana dipindahkan dengan tidak dibongkar tetapi hanya didorong diatas sebuah rel kayu
namun selalu singgah/tersangkut dalam perjalanan, makanya Tongkonan tersebut dinamakan
Tongkonan Ramba Titodo (Ramba = usir = giring, Titodo = terantuk-antuk = singgah). Dan selanjutnya di
Marinding dibangun Tongkonan Banua Puan yang artinya kekuasaan dan peranan puang yang
dipindahkan tetapi tidak lagi melaksanakan cara-cara pemerintahan serta aturan puang demikian pula
gelar puang tidak digunakan lagi melainkan menggunakan gelar ma’dika.

Oleh karena itu Tangdilino, menciptakan aturan dan cara pemerintahan baru dengan pedoman hidup
baru dengan bantuan seorang ahli Sukaran Aluk (ahli agama) bernama Pong Sulo Ara’ dari Sesean
(dibagian utara Tana Toraja), maka terciptalah “Aluk Pitung Sa’bu Pitu Ratu’ Pitung Pulo Pitu” atau “Aluk
Sanda Pitunna” (Aluk 7777) yang bersumber dari ajaran Sukaran Aluk 3.yang hampir hilang yang masih
dikuasai (dimiliki) dengan baik oleh Pong Sulo Ara’ dengan dasar kesatuan, kekeluargaan dan kegotong-
royongan.

1.Aluk Sanda Pitunna (Aluk 7777) didalamnya mencakup :

2.Aturan hidup dan kehidupan manusia

3.Aturan memuliakan Puang Matua (Tuhan Allah)

4.Aturan menyembah kepada Deata-Deata (Dewa-dewa)

5.Aturan menyembah kepada Tomembali Puang/Todolo (Arwah leluhur)

Jadi Aluk Sanda Pitunna (Aluk 7777) merupakan susunan agama dan aturan hidup, yaitu : Ajaran Sukaran
Aluk (agama) Aluk Tallu Oto’na yaitu Ajaran tiga kepercayaan = tri tunggal (Puang Matua, Deata-deata,
Tomembali Puang) digabung dengan Aturan Kehidupan Ada’ A’pa’ Oto’na yaitu Ajaran kehidupan
falsafah empat (Aluk Ma’lolo Tau = Persekutuan hidup manusia, Aluk Patuoan = Persekutuan hidup
ternak/binatang, Aluk Tananan = Persekutuan hidup tanaman, Aluk Bangunan Banua = Persekutuan
hidup rumah). Dengan menggabungkan Aluk tersebut yaitu Aluk Tallu Oto’na dengan Ada’ A’pa’ Oto’na
maka terciptalah Aluk Sanda Pitunna (Aluk 7777). Dalam ajaran ini menyatakan bahwa Agama dan
Aturan kehidupan itu adalah berasal dari Puang Matua (Tuhan Allah = Sang Pencipta) yang diturunkan
kepada nenek moyang manusia yang pertama bernama Datu Laukku’ (lihat gambar)
Seluruh daerah yang mempergunakan Aluk Pitung Sa’bu Pitu Ratu’ Pitung Pulo pitu (Aluk 7777)
menggunakan lambang kekuasaan bernama Bare’Allo (lambang matahari) yang berarti simbol
Ketuhanan atau Kebertuhanan sebagai sumber pandangan hidup dan kehidupan orang Toraja. Lambang
ini ditempatkan (diukir) pada tempat paling atas dari dari semua ukiran pada bagian depan dan belakang
dari Tongkonan. Semua daerah yang mempergunakan lambang Bare’ Allo (lambang Matahari) termasuk
dalam kesatuan “Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo” (Tondok = negeri, Lepongan =
kebulatan/kesatuan, Bulan = bulan, Tana = negeri, Matari’= bentuk, Allo = matahari). Yang artinya negeri
yang pemerintahan dan kemasyarakatannya berketuhanan yang merupakan kesatuan yang bulat
bentuknya bagaikan seperti bundaran bulan/matahari.

4.Pada tahun ± 900 menurut pembagian dari Banua Puan Marinding, daerah yang termasuk Tondok
Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo adalah terbagi 3 (tiga) Lesoan Aluk (Lesoan = cara = bagian, Aluk =
Aturan = agama / kehidupan), yaitu:

1.Daerah Padang di Ambei’

2.Daerah Padang di Puangi

3.Daerah Padang di Ma’dikai

5. Kurang lebih 150 tahun (tahun ± 1050) sesudah tersebarnya Aluk Sanda Pitunna (Aluk 7777) di Tondok
Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo, datang gelombang punguasa baru tanpa pengikut yang dikenal dalam
sejarah Toraja dengan nama Tomanurun (To = orang, Manurun = turun dari langit atau turunan Dewa).
Tomanurung-tomanurung tersebut dianggap oleh masyarakat lebih pintar dan berwibawa karena
mereka adalah Penguasa Turunan Dewa Kayangan. Dalam sejarah ada beberapa tomanurung yang
datang tapi yang paling terkenal adalah :

1.Tomanurun, Manurun Di Langi’ di Kesu’

2.Tomanurun, Manurun Tambora Langi’ di Kandora


3.Tomanurung, Manurung Membio Langi'

Salah satu dari keturunan Tomanurung yang sangat terkenal adalah Lakipada, setelah dewasa menurut
mithos pergi mencari hidup abadi dan terdampar di daerah Kerajaan Gowa (sekarang kabupaten Gowa),
karena Lakipadada mempunyai keahlian dan kesaktian sebagai seorang keturunan raja, maka
Lakipadada diperlakukan sebagai raja yang besar dan sebagaian besar orang Gowa mengatakan bahwa
asal raja-raja di Sulawesi Selatan berasal dari timur. Oleh karena itu mereka menyebut dia Lakipadada
Tau Raya dalam bahasa Makassar artinya orang timur (tau = orang, raya = timur). Yang mungkin
merupakan salah satu pendapat mengenai sumber kata Tana Toraja. Lakipada kawin dengan seorang
putri Raja Gowa yang bernama Karaeng Tara Lolo dalam dalam perkawinannya itu melahirkan 3 orang
putra masing-masing :

Patta La Bantan, berkuasa di Tondok Lepongan Bulan (Toraja) dengan gelar Matasak Ri Lepongan Bulan.

Patta La Merang, berkuasa di Gowa dengan gelar Somba Ri Gowa.

Patta La Bunga, berkuasa di Luwu dengan gelar Payung Ri Luwu

6.Dalam sejarah ketiga putra Lakipadada tersebut yang menguasai ketiga rumpun suku besar di Sulawesi
Selatan pada waktu itu (akhir abad XIV), yang dikenal dalam sejarah Toraja sebagai Tallu Botto (Tallu =
tiga, Botto = puncak penguasa), yaitu Suku Toraja, Suku Makassar, Suku Bugis.

1. nilai-nilai kebudayahan orang toraja

BAB II

PEMBAHASAN
A. Nilai-nilai dan Pandangan Hidup Masyarakat Toraja

Makna kehidupan ialah menjalani siklus kehidupan itu sendirinya, artinya kembali ke kehidupan
semula yang nyata. Kriteria yang menentukan skala prioritas nilai-nilai adalah nilai dasar itu sendiri.
Tetapi rupanya nilai “kedamaian demi persekutuan” yang paling menentukan. Makna persekutuan
ialah hidup dalam damai dan keharmonisan. Dalam benturan nilai-nilai ada saja nilai yang
dikorbankan demi persekutuan. Kebenaran dan Keadilan dapat dikorbankan demi kedamaian dan
keharmonisan persekutuan. Segala-galanya ditentukan oleh keharmonisan persekutuan, namum ada
jalan bagi keadilan dan kebenaran . Apabila pemecahan berdasarkan kedamaian dan keharmonisan
demi persekutuan tidak diterima dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran, maka tersedia
dua jalan terakhit yaitu sipakoko atau siukkunan ( sipakokoko: dua orang yang bertikai memasukkan
tangan mereka kedalam air panas, yang duluan melepas berarti mereka yang kalah) . Cara ini
digunakan untuk menentukan siapa yang benar dan salah.

Nilai kehidupan tersebut pertama-tama berorientasi kepada persekutuan, lambang persekutuan


toraja adalah tongkonan berdasarkan hubungan darah. Persekutuan sebagai nilai tertinggi di toraja
dilambangkan melalui tongkonan sebagai pusatnya. Selain itu persekutuan juga nampak melalui:

a. Gotong royong sebagai motif saling tolong menolong. Misalnya dalam pekerjaan sawah,ritus orang
mati dan pesta adat lainnya.

b. Kehadiran dan partisipasi dalam pada ritus adat merupakan hubungan persekutuan yang tidak
boleh dinilai sebagai tindakan yang diilhami oleh kepentingan ekonomis atau materialistis.

c. Pembayaran utang pada Aluk Rambu Solo’ tidak boleh dinilai sebagai tindakan ekonomi.

d. Dalam ungkapan yaitu Misa’ kada dipotuo, pantan kada dipomate. Tengkoo situru’ batakan
siolanan menyangkut kesepakatan dan persekutuan dalam perbuatan dan pendirian.

Kekayaan dan kebahagiaan terutama dihubungkan dengan tallu lolona yaitu; lolo tau, lolo patuoan,
dan lolo tanaman ( tiga sekawan: manusia, hewan dan padi). Anak-anak adalah berkat yang menjamin
kelangsungan keturunan. Tetapi anak-anak dan cucu harus hidup bahagia dan untuk itu mereka
membutuhkan padi dan hewan sebagai lambang kekayaan dan kemapaman.
Apa dan bagaimana kehidupan di langit itu hanya bisa dibayanglkan dan dicerminkan dalam
pengalaman dunia. Kehidupan di dunia ini sangat penting dan menentukan kehidupam di seberang
sana, karena kehidupan ini berada dibawah perintah dan ketentuan religius yang memperngaruhi
gerak kehidupan. Ini berarti nialai dasar tersebut merupakan penuntun dalam keseluruhan cara hidup
mulai dari saat kelahiran sampai kematian.

1. Kelahiran

Setelah kelahiran seorang bayi, plasentaenya dikubur dibawah tangga di sebelah timur rumah,
disertai doa agar ia secara fisik menjadi besar, semakin bertumbuh, dan semakin bertambah
bijaksana, sebagaimana pada pagi hari matahari naik dan semakin tinggi. Penanaman plasenta ini juga
mempunyai arti bagi bayi tersebut agar bayi itu tidak akan menjadi besar seperti seorang yang
plasentasenya tidak ditanamkan, artinya agar ia tumbuh menjadi bijak dalam tutur katanya dan tidak
mengucapkan hal-hal bodoh dalam tutur katanya dan tidak mengucapkan hal-hal yang bodoh. Orang
juga biasa berdoa agar bayi itu tidak pernah melupakan lamunan lolona (kampung halamannya dan
terutama tongkonannya).

Dalam hal ini penting pula apa yang disebut dalle’. Nasib sudah ditentukan sebelumnya harus
dikembangkan tetapi pengembangan itu hanya merupakan jalan menuju apa yang sudah ditentukan
sebelumnya. Hasilnya sudah ditentukan sebelumnya oleh para dewa; bahkan kewajiban
mengembangkan nasib itu justru merupakan bagian dari nasib itu sendiri. Cara mengembangkan dalle
itu berada dibawah pengawasan perintah, dan larangan religius, dibawah aluk sola pemali. Tujuannya
adalah bahagia dalam hidup, tetapi harus melalui jalan yang normal, artinya dalam kerangka
ketentuan-ketentuan aluk. Tujuannya adalah bahagia dalam hidup, tetapi harus melalui jalan yang
normal yaitu dalam ketentuan aluk dan adat.

2. Kehidupan

Dewasa berarti mencapai usia untuk dapat menikah, karena pernikahan dianggap sebagai dalle’
seorang karena dari pernikahan suami istri akan memperoleh keturunan. Pernikahan itu sudah ada
dibawah pengawasan aluk, selain itu diperlukan juga jaminan tambahan untuk mengamankan
pernikahan dari ketidaksetiaan (perceraian). Jaminan itu adalah kapa’. Rampanan kapa’ ini memiliki
perananbukan hanya mendapatkan keturunan tetapi juga memelihara, mempererat , atau
memulihkan hubungan keluarga yang rusak.

Sepasang suami istri secepat mungkin membangun rumah sendiri yang menjadi awal sebuah
tongkonan, pusat bagi keturunan untuk mengamalkan kedamaian dan harmoni didalam kerangka
persekutuan komunitas. Tongkonan itu menjamin pelaksanaan aluk dan adat, terutama menyangkut
aluk rambu solo’ dan aluk rambu tuka’.

Tongkonan adalah persekutuan yang menjamin kebahagian didalam kehidupan ini, tetapi khususnya
dalam kehidupan sana. Umpasundun aluk (menyempurnakan aluk) merupakan kewajiban tongkonan
yaitu seluruh kegiatan persekutuan berpusat pada tongkonan itu yang merupakan kewajiaban yang
mau tidak mau harus dipenuhi untuk memperloleh kebahagiaan dalam hidup di sini dan bagi seluruh
persekutuan, terlebih bagi yang sudah meninggal untuk siapa ritus itu dilaksanakan.

Ada pandangan modern (dari luar) yang menyatakan bahwa falsafah hidup orang Toraja adalah
“hidup untuk mati”. Pendapat ini didasarkan pada pengamatan ritus yang dilakukan bagi orang mati.
Memang akhir-akhir ini pelaksanaan ritus kematian itu hanya untuk mencari prestise.

3. Kematian

Ritus orang mati sangat ditentukan oleh status sosial si mati. Jika orang mati tidak dibalikkan
pesungnya artinya jika ritus orang mati tidak dilaksanakan baginya maka ia akan selalu
mengganggu atau mengutukinya keturunannya. Tujuan dari ritus adalah membali puang (kembali
kepada ilahi). Kehidupan di dunia ini hanya merupakan bagian pendahuluan dari kehidupan abadi
yang dalam ungkapan bahasa Toraja yaitu pa’ tondokan marendeng (marendeng= tempat tinggal
abadi) artinya dunia ini hanya sebagai tempat perhentian, tempat yang abadi hanya ada di langit
diatas tempat para dewa tinggal.

4. Longko’, siri’ ( rasa malu, tenggang rasa)

Unsur harga diri pada cara hidup orang Toraja diungkapkan melalui istilah longko’ dan siri’. Semua
nilai harus diperoleh dalam kerangka Aluk Sola Pemali. Melakukan sesuatu di luara aluk dan pemali
merupakan dosam yang dapat menyebabkan rasa malu, bukan hanya pribadi tetapi juga pada
lingkungan persekutuan khususnya dalam lingkungan keluarga besar.

Longko’ adalah juga tenggang rasa artinya bersikap sopan dan hormat untuk tidak membuat orang
malu. Tetapi orang juga berusaha tidak mempermalukan orang lain karena takut mempermalukan
diri sendiri. Longko’ adalah sikap hidup dengan unsur positif terutama menyangkut kesopanan dan
perilaku yang baik. Tetapi ada juga segi negatifnya yaitu membuat orang statis. Longko’ dapat
mematikan semua inisiatif untuk mengembangkan kehidupan. Oleh sebab itu longko’ sebagai sikap
budaya yang didasarkan pada perasaan dapat merupakan penghalang bagi pemikirang yang
dinamis yang seharusnya mendorong kita mengembangkan kehidupan.

5. Pelanggaran dan kesalahan

Bagi orang toraja dosa adalah pelanggaran terhadap ketentuan aluk dan adat. Dosa dalam arti
pelanggaran dapat dikenal dari akibat yang di timbulkannya, tidak ada dosa tanpa akibat. Kalau
dosa tidak segera mendapat ganjarannya maka orang toraja akan mengatakan kampaimi (tunggu
saja) hukumannya pasti akan segera tiba. Dalam pandangan ini dosa dipandang sebagai sebab-
akibat, jadi dosa tidak mungkin tidak dihukum. Kesalahan ini juga dapat berahli ke keturunan,
unnanna katune lako bati’na ( meninggalkan laknat bagi keturunannya) karena orang mati sudah
ada di puya sudah tidak dapat lagi dihukum. Sementara itu dosa itu dapat dihapus oleh
persembahan dengan messuru’ ( membawa persembahan).

B. Adat dan Kebudayaan

1. Adat sebagai pelaksanaan Aluk

Pada 1984 Institute Theologia Gereja Toraja melakukan studi tentang adat.kesimpulannya berbunyi,
“Aluk dan adat merupakan satu kesatuan keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.harus
pila ditekankan,bahwa aluk adalah sumber dari adat.

Sebelum orang Toraja menjalin hubungan dengan orang bugis,mereka tidak mengenal
istilah adat.adat tidak hanya kebiasaan,tetapi sekaligus aluk.hal ini dapat disimpulkan dari istilah:

- Alukna (ada’na) mellona tau - ketentuan adat yang mengatur hubungan antar manusia

- Aluk pare (ade’pare) – ketentuan adat tentang padi

- Aluk banua (ada’banua) – ketentuan adat tentang pembangunan rumah

- Aluk tananan pasa’ – ketentuan adat tentang pasar

- Aluk bua’ – ketentuan adat untuk kebaikan/kesejahtraan persekutuan bua’

- Aluk rambu solo’ – ketentuan adat yang mengatur upacara kematian.

- Aluk Rambu tuka’ – ketentuan adat yang mengatur upacara syukur.

a. Aluk Rambu Solo’(ARS)

ARS adalah keseluruhan upacara untuk orang mati.secara harfiah aluk rambu solo’ berarti
“ketentuan untuk aspa yang menurun”.artinya ritus-ritus persembahan(asap) untuk orang
mati,yang dilaksanakan sesudah pukul12.00.ketika matahari mulai bergerak turun.aluk ramtbu
solo’ disebut juga aluk rampe matampu’.ritus-ritu disebelah barat,sebab sesudah pukul 12.00
matahari berada disebelah barat.sebab itulah ritus-ritus persembahan dilaksanakan disebelah
barat atau barat daya tongkonan.

ARS ditandai oleh kesadaran bahwa setiap manusia terhisap dalam persekutuan masyarakat.kita
dapat mengananlisis dan memahami kesadaran itu,tetapi nilainya hanya dapat dihayati secara
benar dan eksistensial oleh para warga masyarakat tersebut.bila orang mengadakan salah satu
upacara adat ,seseorang yang bukan warga persekutuan keluarga dapat diundang secara
lisan,dikambaroi.tetapi untuk ARS tidak ada undangan.Apabila seseorang merasa bahwa dengan
satu dan lain cara ia mempunayai hubungan dengan orang yang hajat dalam hal ini aluk rambu
solo’,secara naluri ia harus menghadiri upacara itu.kehadirannya itu dengan sendirinya
merupakan hubungan persekutuan.

b. Aluk Rambu Tuka’ (ART)

Berdasarkan Tesmogoni dan teogoni,upacara tersebut dilaksanakan disebelah timur laut arah
kediaman para dewa dan leluhur yang didewakan.Aluk Rambu Tuka’ disebut juga Aluk Rampe
Matallo,”ritus-ritus disebelah timur”.Berdasarkan hal tersebut Aluk tersebut dinamakan “aluk asap
yang naik”.artinya asap persembahan itu naik kelangit sebelum matahari mencapai zenit.Aluk
Ramnu Tuka’ adalah keseluruhan ritus-ritus persembahan untuk kehidupan.persembahan-
persembahan itu dialamatkan kepada para dewa dan para leluhur yang sudah menjadi dewa yang
mendiami langit disebelah timur laut.

c. Ma’bua’

Bua’ adalah pesekutuan kampong atau sebagian kampong,yang secara gotong royong
melaksanakan pesta bua’ atau ma’bua’ untuk memohon berkat dari manusia,hewan,tanah dan
tumbuhan.persekutuan ini disebut bua’ dan termasuk struktur dasar sosio-religius.

d. Merok

Inti pesta Merok adalah upacara persembahan seekor kerbau.kata merok berasal dari rok
(rauk),menusuk dengan tombak walaupun kerbau itu tidak dibunuh dengan tombak,tetapi dengan
sebilah parang panjang yang tajam,yang disebut dua lalan.ada tiga alasan melaksanakan pesta ini:

1. Sebagai pengucapan syukur atas segala berkat dalam kehidupan ini,yakni setelah seseorang
berhasil mengumpulkan harta kekayaan.
2. Sebagai pengucapan syukur atas terlaksanya segala ritus yang menyangkut aluk rambu solo’.inilah
ritus dipatallung bongi,dipalingmabongi atau dirapa’i.

3. Sebagai pengucapan syukur seorang budak yang berhasil melaksanakan ma’talla(membayar harga
dirinya) atau ma’tomakakai (menjadi orang merdeka) dan yang sudah menjadi mapan dalam hidupnya.

e. Rampanan Kapa’ (Nikah)

Pada simposium tentang adat dan kebudayaan yang diadakan tangmentoe,juli 1983,ada usul untuk
mendaftarkan rampanan kapa’ sebagai nilai tertinggi dalam daftar nilai-nilai,karena pernikahan
adalah titik awal usaha sepanjang suami istri untuk mengembangkan kehidupan dengan
membangun tongkonan bagi keturunan mereka.usul ini menggarisbawahi pentingnya rampanan
kapa’bagi komonitas toraja.

C. Pa’Tondokan – Sang-Torayan

a. Pa’Tondokan

Kata dasar pa’tondokan ialah tondok : tempat


tinggal,kampong,desa.Pa’tondokan=penghuni;penduduk desa;komunitas desa;masyarakat
desa,sejarah sebuah tobdok mengacu ke pangala,seseorang yang mengokupasi,mengklaim wilayah
tertentu sebagai miliknya,daerah kekuasaannya,lalu mendirikan tondok itu.j.tammu
menerjemahkan pangala tondok dengan “cikal bakal”,pendiri tondok pada masa silam.dimasa
lampau yang kelabu ditoraja masih banyak wilayah yang kosong dan tidak dihuni,yang dapat
diklaim oleh tokoh-tokoh penguasa.

Ia mendirikan sebuah tongkonan baru,pusat kehidupan persekutuan baru itu.ia mengatur


kehidupan tondok dan masyarakatnya.pada mulanya seluruh kekusaan berada ditangan pangla
tondok.tetapi dia beranak cucu,memiliki keturunan.pada musyawrah disarirah beberapa tondok
diwakili oleh lebih dari satu orang topadatindo,karena kepemimpinan disatu tondok sudah terbagi
dianak patalo,yaitu keturunan pangala tondok.sebelumditulak bintunna bone (perang melawan
bone),struktur masyarakat masih sederhana.barulah sesudah perang tersebut kekuasaan dibagi-
bagi diantara anak patalo .dari masing-masing tondok,sehingga struktur masyarakat dan possisi
kepemimpinan religious dan sosial semakin rumit.

b. Sang-Torayaan

Sang adalah awalan yang menunjuk jumlah satu.sang-torayan berarti “satu toraja” atau “toraja
bersatu” toraja sebagi keseluruhan atau seluruh masyarakat toraja.sesungguhnya sang-torayaan
merupakan istilah modern dengan isi lama.

Sang-torayaan sebagai msyarakat Toraja yang satu merupakan persekutuan yang telah bertumbuh
menjadi satu berdasarkan falsafah hidup bersama,yang menampakan diri melalui adat dan
kebudayaan.adat dan kebudayaan itu tidak mutlak sama disemua wilayah.namun dalam hal-hal
pokok persekutuan,struktur kemasyarakatan mengikat bagaikan benang merah menghubungkan
semua tempat dengan tempat lain.

D. Tongkonan Sebagai Lambang dan Pusat Pa’rapuan

a. Tongkonan

Tongkonan barasal dari kata tongkon,yang berarti duduk,menyatakan belasungkawa.tongkonan


bararti tempat duduk,rumah,teristimewa rumah para leluhur,tempat keluarga besar bertemu
untuk melaksanakan ritus-ritus adat secara bersama-sama,baik ART dan ARS.Tongkonan sulit
diterjemahkan.Bangunan ini bukan sekedar rumah adat,tempat orang membicarakan atau
menyelenggarakan urusan-urusan adat,bukan juga sekedar rumah keluarga besar,tempat
memelihara persekutuan kaum kerabat.tonkonan mencakup kedua aspek tersebut.karea iti kita
menerjemahkan istilah tongkonan agar tidak menyamakan dengan rumah adat atau rumah marga

b. .Pa’Rapuan

Rapu adalah keluarga berdasarkan hubungan darah,keluarga besar.hubungan itu menyangkut


hubungan darah keluarga besar.hubungan itu menyangkut hubungan vertikal,maka istilah yang
digunakan bati’ anak (anak-anak) atau keturunan.pa’rapuan adalah bentuk panjang kata rapu
,dengan awalan pa’ dan akhiran an.artinya tempat rapu terjadi,tempat rapu merasa betah,pa’rpuan
adalah bentuk abstrak rapu,yang menampakan diri secara kongkret dalam persekutuan tongkonan
atau dalam hubungan darah.

E. Funsi Sebuah Tongkonan

a. Dikalangan Pa’rapuan

Telah dijelaskan bahwa tongkonan mempunyai daya tarik sentripental terhadap pa’rapuan.maka
tongkonan dipandang sebagai lambang dan pusat pa’rapuan.jadi fungsi pertama dan utama
tongkonan ialah membina persekutuan pa’rapuan.jadi tongkonan menciptakan dan memelihara
persekutuan.pa’rapuan mengemban kewajiban tertentu terhadap tongkonannya.sebaliknya makna
tongkonan itu melambangkan dan dalam arti tertentu menjamin kesejahtraan pa’rapuan.prestise
tongkonan menjamin prestise pa’rapuan.untuk dapat mengetahui latar belakang seorang
toraja,kita cukup menanyakan tonkonan asalnya,asalkan yang bertanya memang susuah mengenal
dan menguasai struktur tongkonan sebuah lambang,atau struktur sang-torayan.

b. Didalam Masyarakat

Kita juga telah melihat bahwa pangala tondok bertanggung jawab atas kesejahtraan penduduk
teritorium yang dikuasainya,yaitu tondoknya.bila sebuah tondok merasakan kepemimpinan dan
perlindungan dari pihak seorang pangala tondok,yang aluknya dipoaluk (dapat dijadikan aluk
kita),uaninna ditmba (airlah yang boleh ditimba),kayunna dire’tok (kayunyalah yang boleh dijadikan
kayu bakar),padangna dikumba’ (tanahnyalah yang boleh diolah),maka pa’tondokan akan
memberikannya gelar toparengge’ sabagai tanda ucapan syukur atas jasanya.maka tongkonan itu
menjadi tongkonan toparengge’tdan fungsi toparengge’ dapat dipangku oleh seorang dari anak
tongkonan,yakni anak toparengge.dengan demikian kepemimpian atas komunitas tondok tetap
dipegang oleh tongkonan itu.

F. Tongkonan Sebagai Sumber Kepemimpinan


Setelah kita mengetahui arti tongkonan selaku lambang dan pusat pa’rapuan,kiranya tidak perlu lagi
berpanjang lebar untuk menjelaskan bahwa tongkonan itu juga menjadi sumber seluruh
kepemimpinan dibidang kemasyarakatancdan keagamaan.dalam struktur tongkonan,tongkonan layuk
menempati kedududkan tertinggi dan dengan demikian juga menempati kekuasaan tertinggi.artinya
pemimpin tongkonan layank dengan sendirinya menjadi pucuk pimpinan.

Semua tongkonan anak patalo mempunyai status yang sama dalam sistem tana’.tetapi bila keturunan
satu nenek moyang bertambah banyak,maka system tongkonan perlu distrukturasi lebih
lanjut.semakin jauh seseorang dari tongkonan layuk dalam garis keturunan,semakin berkurang pula
pengaruh seseorang dan semakin rendah kedudukannya dalam masyarakat.

Telah kita lihat bahwa pada umumnya tongkonan mengemban fungsi menjamin kepentinagan
tongkonan.dengan perkataan lain,tongkonan tidak hanya wajib memelihara kepentingan persekutuan
keluarga,tetapi lembaga yang wajib memelihara aluk dan adat.tongkonan merupakan sumber hokum
dan sumber pelaksanaan kekuasaan,sumber pelaksanaan kepemimpinan tradisional umum.dari
kriteria kepemimpinan sudah dapat dilihat bahwa kepemimpinan itu selalu berada ditangan anak
patalo,anak tongkonan.dengan demikian tepatlah kalau sistem tongkonan itu disebut benteng
kepemimpinan tradisional.

A. SISTEM SOSIAL DAN ADAT SUKU TORAJA

BAB III

Kelas Sosial Masyarakat Toraja

Terdapat pembagian kelas sosial dalam adat masyarakat Toraja. Masyarakat


Toraja terbagi menjadi 3 kelas, yaitu kaum bangsawan, rakyat biasa, dan budak.
Hingga akhirnya perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh Belanda.
Dalam hukum adat Toraja, kelas sosial diturunkan dari garis ibu. Seorang laki-laki
Toraja tidak boleh menikahi perempuan dari kelas sosial yang lebih rendah. Tetapi
boleh menikahi perempuan dari kelas sosial yang lebih tinggi.

Hal ini bertujuan untuk menaikkan derajat sosial keturunan mereka. Hingga kini
sistem kelas sosial yang membedakan masyarakat biasa dan kaum bangsawan
masih digunakan untuk mempertahankan martabat keluarga.

Kaum bangsawan dalam masyarakat Toraja dipercaya turun dari surga. Mereka
bermukim di Tongkonan yang berukuran besar dan megah.

Sementara itu, rakyat biasa tinggal di rumah yang lebih sederhana. Rumah ini
terbuat dari podok bambu dan disebut sebagai Banua. Sedangkan dahulu, budak
tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat Tongkonan milik majikan mereka.

baca juga: Gumuk Pasir Sumalu - Indahnya Bukit-Bukit Pasir Toraja

Jumlah kekayaan orang Toraja dihitung dari jumlah kerbau yang dimiliki sebuah
keluarga. Kepala kerbau yang diletakkan di bagian depan Tongkonan juga menjadi
pertanda status sosial dan kekayaan seseorang.

Hubungan kekerabatan orang Toraja disebut marapuan atau parapuan yang


berorientasi pada satu kakek moyang pendiri tongkonan, yaitu rumah komunal
atau rumah adat Toraja. Rumah ini menjadi pusat kekerabatan, kehidupan sosial
dan keagamaan.
Kelompok marapuan terdiri atas kerabat dari 2 sampai 5 generasi. Orang Toraja
menganut pola bilateral, sehingga seseorang dapat menjadi anggota dari
beberapa rumah tongkonan.

Masyarakat Toraja terbagi menajdi 3 daerah adat, yaitu Kama’dikan, Pakamberan


dan Kapuangan. Daerah Kapuangan mempunyai sistem sosial yang cukup kuat
karena terpengaruh oleh tradisi kerajaan Bugis dan Makassar. Golongan
bangsawan Kapuangan disebut dengan Ma’dika, golongan rakyat disebut
Tomakaka, kemudian golongan hamba sahaya yang disebut Kaunan.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Makna kehidupan ialah menjalani siklus kehidupan itu sendirinya, artinya kembali ke kehidupan
semula yang nyata. Kriteria yang menentukan skala prioritas nilai-nilai adalah nilai dasar itu sendiri.
Tetapi rupanya nilai “kedamaian demi persekutuan” yang paling menentukan. Makna persekutuan
ialah hidup dalam damai dan keharmonisan. Dalam benturan nilai-nilai ada saja nilai yang
dikorbankan demi persekutuan. Kebenaran dan Keadilan dapat dikorbankan demi kedamaian dan
keharmonisan persekutuan. Nilai kehidupan tersebut pertama-tama berorientasi kepada
persekutuan, lambang persekutuan toraja adalah tongkonan berdasarkan hubungan darah.
Persekutuan sebagai nilai tertinggi di toraja dilambangkan melalui tongkonan sebagai pusatnya
ARS adalah keseluruhan upacara untuk orang mati.secara harfiah aluk rambu solo’ berarti
“ketentuan untuk aspa yang menurun”.artinya ritus-ritus persembahan(asap) untuk orang
mati,yang dilaksanakan sesudah pukul12.00.ketika matahari mulai bergerak turun.aluk ramtbu
solo’ disebut juga aluk rampe matampu’.ritus-ritu disebelah barat,sebab sesudah pukul 12.00
matahari berada disebelah barat.sebab itulah ritus-ritus persembahan dilaksanakan disebelah barat
atau barat daya tongkonan.

Berdasarkan Tesmogoni dan teogoni,upacara tersebut dilaksanakan disebelah timur laut arah
kediaman para dewa dan leluhur yang didewakan.Aluk Rambu Tuka’ disebut juga Aluk Rampe
Matallo,”ritus-ritus disebelah timur”.Berdasarkan hal tersebut Aluk tersebut dinamakan “aluk asap
yang naik”.artinya asap persembahan itu naik kelangit sebelum matahari mencapai zenit.Aluk
Ramnu Tuka’ adalah keseluruhan ritus-ritus persembahan untuk kehidupan.persembahan-
persembahan itu dialamatkan kepada para dewa dan para leluhur yang sudah menjadi dewa yang
mendiami langit disebelah timur laut.

makna tongkonan itu melambangkan dan dalam arti tertentu menjamin kesejahtraan
pa’rapuan.prestise tongkonan menjamin prestise pa’rapuan.untuk dapat mengetahui latar
belakang seorang toraja,kita cukup menanyakan tonkonan asalnya,asalkan yang bertanya memang
susuah mengenal dan menguasai struktur tongkonan sebuah lambang,atau struktur sang-torayan.

B. Saran

Penulisan makalah mengenai adat istiadat kebudayaan toraja yang sekaligus membahas nilai-nilai
luhur budaya toraja, makalah ini di harapkan dapat membantu untuk referensi mengenai
kebudayaan toraja, namun dalam penulisan maklah ini tentunya terdapat kekurangan bahkan
kesalahan oleh karna itu di harapkan kritik dan saran yang membangun untuk pembelajaran
penulisan makalah selanjudnya agar lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai