Anda di halaman 1dari 20

Modul PKN dan Kemasyarakatan

PERTEMUAN 6:
ASPEK KONFLIK DALAM PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai aspek konflik dalam pendidikan
kewarganegaraan. Melalui risetasi, Anda harus mampu:
1.1 Menjelaskan kecenderungan timbulnya konflik di antara warga negara;
1.2 Mengidentifikasi Konflik dalam aktivitas warga negara.
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Kecenderungan Timbulnya Konflik di antara Warga Negara

Kehidupan masyarakat sangat kompleks serta penuh dengan berbagai perbedaan


kepentingan bahkan pertentangan-pertentangan. Kekomplekan tersebut
bertambah parah lagi, apabila terdapat perbedaan latar belakang, seperti suku
bangsa, agama, ras, adat-istiadat, kebiasaan, bahasa maupun norma-norma.
Menurut Koentjaraningrat: "Aneka warna suku bangsa dan kebudayaan yang
dimiliki Indonesia untuk sebagian dapat diterangkan sebagai akibat umum dari
gelombang migrasi penduduk ke wilayahnya; untuk sebagian lagi sebagai hasil
pertemuan antara kebudayaan pribadi Indonesia dengan kebudayaan asing,
khususnya dengan kebudayaan-kebudayaan Hindu, Budha, Cina, Islam, dan
Eropa." (Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, 1971, hal.
135).
Di bagian lain, J.C. van Leur mengungkapkan: "Bagi sebagian besar dari
Indonesia lokasi kepulauan tidak membawa pengasiangan, tapi justru agak
sebaliknya. Perairan di antara pulau-pulau menurut kenyataan sejarah merupakan
jalan besar, lalu lintas berjalan kontinyu selama hampir dua ribu tahun dan pada
periode tertentu cukup ramai dan bersifat internasional". (J.C. van Leur,
Indonesian Trade and Society, 1960).

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


1
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Dengan demikian, jelaslah bahwa masyarakat Indonesia memiliki


keanekaragaman nilai-nilai dan pandangan-pandangan yang bervariasi.
Perbedaan tersebut dapat menimbulkan pertentangan atau konflik dari setiap
warga negara, dan merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dhindarkan.
Namun demikian, perbedaan tersebut pada kondisi tertentu dapat mendorong
setiap warga negara untuk berkompetisi secara sehat dalam kehidupan alam
demokrasi.
Namun demikian, di lain pihak apabila konflik tersebut kurang terawasi dan
dibiarkan berlarut-larut, akan mengarah kepada hal-hal yang negatif dan akan
merugikan warga negara itu sendiri.
Hal-hal negatif tersebut dapat dilihat dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia
yang mengalami banyak cobaan dan rintangan, terutama terhadap peraturan dan
kesatuan bangsa.

Sehubungan dengan hal itu L.R. Pondy menjelaskan:


Conflict, like pain, is a signal that organization is in trouble or on the verge of
trouble. An organization or other social system which suppresses conflict, which
prohibits the expression of dissent, is depriving itself of the feedback necessary
for self regulation and stability (L.R. Pondy, 1978, hi. 341).
Dengan demikian, konflik diakui keberadaannya dalam suatu organisasi dan
setiap orang perlu memahami latar belakang timbulnya konflik, terutama untuk
memperoleh manfaat dalam menanganinya serta untuk menarik keuntungan dalam
menciptakan suasana kerja dalam organisasi yang berguna bagi peningkatan
hubungan antara setiap anggota.
Masalah konflik ini juga dialami oleh sivitas akademika di lingkungan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka maupun di berbagai
universitas lainnya.
Kemungkinan terjadinya gangguan psikologis baik psikoneurosis maupun
psikosomatis terhadap sivitas akademika kedua perguruan tinggi tersebut dapat
mengakibatkan menurunnya efektivitas kerja dan hubungan kerja yang harmonis.
Menurut dugaan penulis penyebab neurosis dewasa ini umumnya berasal dari
lingkungan hidup, yaitu adanya tekanan dan ketegangan hidup.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


2
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Timbulnya gangguan psikoneurosis dan psikosomatis terhadap anggota sivitas


akademika merupakan akibat rasa cemas. Titik tangkap dari keluhan yang pertama
adalah pada jiwanya, sedangkan keluhan dari yang kedua terletak pada organ-
organ tubuh.
Sebagaimana diketahui bahwa suatu organisasi, instansi atau lembaga diciptakan
dengan harapan bahwa' anggota organisasi memiliki sikap, pengetahuan dan
keterampilan yantg sesuai serta beorientasi pada tercapainya tujuan organisasi.
Namun demikian, dalam kenyataan sering terjadi bahwa seseorang ataupun
sekelompok orang, baik secara sadar maupun tidak, memiliki tingkah laku yang
tidak sesuai dengan tujuan drganisasi.
.Tujuan institusional perguruan tinggi dijeniuskan-dalam Tri Dh&igsia Perguruan
Tinggi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Tahun 1980, tentang Pokok-
pokok Organisasi Universitas/lnstitut Negeri, khususnya dalam Bab II, Pasal 3,
yang berbunyi:
Tugas pokok universitas/institut adalah menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran di atas perguruan tingkat menengah dan yang memberikanpendidikan
dan pengajaran berdasarkan kebudayaan kebangsaan Indonesia dengan cara
ilmiah, meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, dalam bab yang sama, Pasal 4 berbunyi: Untuk menyelenggarakan
tugas pokok tersebut pada Pasal 3 universitas/institut mempunyai fungsi:
1. menyelenggarakan pengembangan pendidikan dan pengajaran;
2. menyelenggarakan penelitian dalam rangka pengembangan kebudayaan
khususnya ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan dan seni;
3. menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat;
4. menyelenggarakan pembinaan sivitas akademika dan hubunganya dengan
lingkungannya;
5. menyelenggarakan kegiatan pelayanan administratif.

Untuk mencapai tujuan institusional perguruan tinggi tersebut, diperlukan adanya


kerja sama yang terpadu dari setiap anggota sivitas akademika. Dalam
pelaksanaannya kerja sama di antara sivitas akademika sulit diterapkan akibat
adanya konflik di antara anggota dalam hubungan kerja yang mempengaruhi

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


3
Modul PKN dan Kemasyarakatan

tingkah laku masing-masing pihak. Dalam hal ini, terdapat hubungan yang erat
antara anggota sivitas akademika dengan lingkungan tugas atau pekerjaannya
yang dapat menyebabkannya mengalami
tekanan psikologis.
Tekanan psikologis dalam arti psikoneurosis dapat berupa timbulnya perasaan
lelah, tertekan, perasaan tegang, kekhawatiran, rasa cemas, perasaan takut,
perasaan rendah diri, dan kadang-kadang dapat kehilangan rasa harga diri.
Selanjutnya Jchn Rowan Wilson mengungkapkan adanya neurosis ditunjukkan
oleh gejala yang berbeda-beda yaitu:
1. Keadaan cemas adalah setiap konflik emosional menyebabkan adanya
sejumlah kecemasan tertentu. Apabila konflik itu hebat maka begitu pula
kecemasannya. Apabila tidak ada penyelesaian yang mudah untuk suatu
konflik emosional yang serius si penderita mungkin harus hidup dengan
konflik tersebut sebaik-baiknya. Kadang kala konflik itu mungkin ditekan ke
bawah sadar dan kadang kala muncul, tetapi selalu menyebabkan kecemasan
besar.
2. Hipokondria adalah bilamana penderita neurosis yang cemasmengungkapkan
kecemasannya dan mencoba hidup dengan masalahnya,penderita hipokondria
mencoba melarikan diri sebagai jalanpemecahannya.

Seorang pekerja yang takut akan pemimpinnya mungkin menderita gejala-


gejala kecemasan apabila melihat sang pemimpin mendekati. Dia mengeluh
karena sakit. Jika sekali berhasil menghindari pertemuan yang tidak
menyenangkan dengan jalan pengobatan, dia mungkin akan merasa sakit
setiap kali mengetahui adanya pertemuan lain yang tidak mengenakkan.
Penderita hipokondria lebih banyak menciptakan masalah daripada
memecahkannya. Akhirnya tidak hanya kemampuan kerja, tetapi kesenangan
hidupnya menjadi terganggu.
3. Histeria terjadi kadangkala seorang neurotik akan melarikan diri dari
kofliknya dengan proses melemah sampai menampakkan gejala-gejala fisik
akan adanya penyakit yang sungguh-sungguh.
4. Fobia berarti takut, dan fobia neurotik adalah ketakutan irasional akan sesuatu
yang menggantikan ketakutan yang sebenarnya, tetapi tersembunyi.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


4
Modul PKN dan Kemasyarakatan

5. Depresi neurotik adalah suatu keadaan kesedihan dan kelesuan yang berlarut-
larut. Keadaan ini mungkin diakibatkan oleh suatu penyakit keras atau
kehilangan sesuatu, dan selama ini penderita terus-menerus dihinggapi
perasaan kecil hati, gagal dan rendah diri. Dia memberi suatu tafsiran suram
bahkan pada hal-hal yang berjalan baik baginya. Depresi neurotik
menunjukkan bukanya suatu pelarian dari rasa takut, tetapi justru menyerah
kepada rasa takut ini. (Wilson, 1979, hl. 5859).
6. Psikosomatis merupakan suatu penyakit akibat gangguan faal jiwa dan
memperlihatkan kelainan-kelainan serta penyakit pada tubuh, mitara lain sakit
kepala, tidak berdaya mengkonsentrasikan pikiran, selalu merasa lemah, susah
tidur, tidak ada nafsu makan, sakit perut, keringat dingin, impotensia, sakit
waktu haid.

Apabila ganggunan tersebut lebih tinggi kualitasnya dan dalam waktu yang cukup
lama maka gejala yang mungkin timbul memiliki kualitas yang lebih berat lagi,
seperti tekanan darah tinggi, sakit jantung, sakit maag, penyakit kulit dan gejala-
gejala ini dialami oleh banyak anggota sivitas akademika di perguruan tinggi
maupun di masyarakat.

Memang kondisi setiap orang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain
sehingga terdapatnya kemungkinan adanya anggota sivitas akademika yang dapat
mengatasi masalah, sedangkan pada anggota lain menghadapi kegagalan.
Kelompok yang terakhir ini menghadapi suatu tekanan atau stress yang sangat
mengganggu stabilitas kerjanya. ,
W. Clay Hammer dan Dennis W. Morgan mengungkapkan pengertian stress
sebagai berikut:
Stress is defined by a set of circumstances under which an individual cannot
respond adequately or instrumentally to environmental stimuli, or can so respond
only at the cost of excessive wear and tear on the organisme for example, chronic
fatigue, tension, worry, physical damage, nervous breakdown, or loss of
selfesteem. (Hammer dan Organ, 1978, h. 193).
Apabila anggota sivitas akademika perguruan tinggi mengalami keluhan-keluhan
tersebut pada jam-jam tugasnya, dapat dibayangkan kerugian negara ataupun

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


5
Modul PKN dan Kemasyarakatan

individu tersebut karena pegawai atau mahasiswa yang tidak produktif serta akan
menurunnya kualitas lulusan perguruan tinggi.
Menurut K.E. Boulding sebagaimana dikutip oleh W. Clay Hammer dan Dennis
W.Organ, mengemukakan ada empat unsur dalam konflik, yaitu "the parties, the
field of conflict, the dynamics of the situation, and the management, control, or
resolution of conflict". (K.E. Boulding, 1978, h. 342).
Hal yang dimaksud dengan parties dari uraian di atas adalah pihak-pihak yang
sedang berada dalam konflik dan minimal terdiri dari dua orang. Konflik yang
terjadi di perguruan tinggi dapat terjadi, misalnya antara Rektor dengan Dekan,
Dekan dengan Ketua Jurusan, Ketua Jurusan dengan Dosen, Dosen dengan
mahasiswa atau di antara anggota kelompok itu sendiri. Dengan demikian, konflik
dapat pula terjadi di antara para mahasiswa, di antara para dosen, di antara para
Ketua Jurusan, dan seterusnya.
Unsur kedua dalam konflik, yaitu the field of conflict, atau areas of conflict atau
medan laga dari konflik. Dalam kaitannya dengan masalah ini K.E. Boulding
menjelaskan: "the whole set of relevant possible states of social system. (Any
state of the social system which either of the parties to a conflict considers
relevant is, of course a relevant state". (K.E. Boulding, 1978, h. 342).
Dengan demikian, dalam unsur tersebut Boulding memasukkan semua
kemungkinan arah perkembangan konflik.
fKhusus pada penelitian ini penulis mencoba menginventarisasi keseluruhan >
medan laga daripada konflik berupa peta pengumpulan informasi, baik konflik
yang dihadapi oleh pimpinan perguruan tinggi, pimpinan fakultas, pimpinan
jurusan, dosen dan asisten serta para mahasiswa.
Selanjutnya unsur ketiga adalah the dynamic of the situation, yaitu suatu situasi
dalam hal mana masing-masing pihak berusaha melakukan pendekatan terhadap
pihak ketiga yang dianggap memiliki kedudukan setingkat atau lebih tinggi dari
pihak yang menjadi lawannya. Situasi ini berkaitan erat dengan keadaan
lingkungan di mana konflik itu sedang terjadi.
Sedangkan unsur keempat adalah the management, control or resolution of
conflict. Dalam unsur ini terkandung suatu pengertian bahwa konflik dapat terjadi
kapan saja dan di mana saja, tidak dapat secara jelas dibedakan kapan mulainya

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


6
Modul PKN dan Kemasyarakatan

dan kapan pula berakhirnya. Dalam hubungannya dengan masalah ini Hammer
dan Organ mengemukakan: "Conflict obviously emerges out of a preexisting
situation, and it does not usually end with a seulement, eventhough the intensity
of the conflict may shift, as one would expect in a dynamic situation". (W.Clay
Hammer dan Dennies W. Organ, 1978, h. 342).
Dari uraian tersebut di atas, dapatlah dirumuskan beberapa indikator terjadinya
konflik dalam hubungan kerja antara sivitas akademika, yaitu sebagai berikut.
1. Terdapatnya perbedaan pendapat atau pandangan di antara anggota sivitas
akademika baik Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Dosen dan Asisten serta para
mahasiswa.
2. Adanya perubahan yang terjadi baik berasal dalam lingkungan maupun dari
luar perguruan tinggi yang mempengaruhi setiap anggota sivitas akademika.
Pengaruh tersebut semakin lama semakin meluas terhadap setiap anggota
sivitas akademika dan dapat berupa pengaruh positif maupun negatif.
3. Terdapatnya perbedaan harapan atau kebutuhan antara kebutuhan organisasi
perguruan tinggi dengan kebutuhan anggota sivitas akademika
(disequilibrium).
4. Terdapatnya pertentangan di antara kelompok yang ada di perguruan tinggi,
misalnya antara kelompok mahasiswa dengan pihak dosen atau antara
kelompok dosen yunior dengan pihak dosen senior.

Dari indikator tersebut di atas, terlihat bahwa suasana kerja sangat menentukan
terjadinya konflik dari pihak-pihak yang sedang bersengketa.
Hubungan kerja yang demokratis serta sifat keterbukaan merupakan harapan
setiap organisasi perguruan tinggi. Ciri hubungan kerja yang demokratis ditandai
oleh adanya hubungan „kerja informal. Hal yang dimaksud dengan hubungan
kerja informal, yaitu suatu pola tata kerja yang tidak terikat pada garis struktur
organisasi. Namun, di lain pihak dapat terjadi bahwa dengan ditonjolkannya
hubungan kerja informal akan berakibat kewibawaan terhadap pimpinan dapat
menurun. Sebaliknya, apabila prosedur formal terlalu menonjol maka akan timbul
kekakuan dalam hubungan kerja. Setiap pimpinan perguruan tinggi sebenarnya
dapat saja menggunakan kekuasaan (power) dan kewenangan {authority) guna

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


7
Modul PKN dan Kemasyarakatan

mencapai tujuan perguruan tinggi yang telah ditetapkan, namun penulis


berpendapat bahwa cara seperti itu tidak mungkin dapat dipertahankan secara
terus-menerus. Kondisi atau suasana yang penuh dengan tekanan dan ketegangan
akan menutup kreativitas serta gairah kerja sivitas akademika maupun hubungan
antara warga negara.
Oleh karena itu, dalam membina hubungan kerja diperlukan keserasian hubungan,
baik formal maupun informal. Dengan demikian, setiap anggota sivitas akademika
perguruan tinggi diakui kepribadiannya, diperlakukan secara wajar dan atas dasar
kewajaran itu mereka akan dapat menerima keberadaannya.
Selanjutnya, kita melihat bahwa konflik merupakan suatu bentuk hubungan
antarmanusia yang memiliki sifat berlawanan, yang tidak akan hilang dari
kehidupan organisasi baik di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka maupun dalam setiap
hubungan yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Hal ini diajukan karena kita berkeyakinan bahwa di mana pun orang-orang
berkumpul dan saling berhubungan baik untuk beberapa waktu maupun untuk
jangka waktu yang panjang maka konflik akan selalu ada. Oleh karena itu,
merupakan tugas setiap pimpinan perguruan tinggi untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya konflik yang tidak pernah akan berhasil untuk
dihilangkan sama sekali.
Demikian pula berbagai macam tantangan yang dihadapi para sivitas akademika
dalam perubahan sosial di masyarakat luas yang begitu cepat, menambah
banyaknya permasalahan konflik yang dihadapi.

Tujuan Pembelajaran 1.2:


KOnflik Dalam Aktifitas Warga Negara

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial selalu mengadakan


interaksi dengan manusia lainnya. Dalam interaksi tersebut tidak dapat
dihindarkan terjadinya konflik. Demikian pula dengan hubungan kerja di dalam
suatu organisasi perguruan tinggi, konflik merupakan suatu kenyataan dan tidak
akan hilang dari kehidupan organisasi.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


8
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Di mana pun kita berkumpul, bergaul bersama baik untuk jangka pendek maupun
untuk waktu yang lama selalu terdapat konflik. Banyak pendapat menyatakan
bahwa kehidupan modern penuh dengan konflik. Memang kenyataan ini
mengandung kebenaran, akan tetapi tidak keseluruhannya dapat dibenarkan
karena seolah-olah dalam kehidupan yang tradisional tidak terdapat konflik.
Di dalam kehidupan tradisional manusia sangat terikat kepada pendapat umum
{public opinion) dan masih kuat ikatan kekeluargaannya (paguyuban) sehingga
konflik yang dihadapi biasanya tertutup (intrapersonal conflict).
Sedangkan pada masyarakat modern ikatan kekeluargaan sangat renggang dan
lebih mengarah pada kehidupan yang individualistis di mana masyarakatnya
sudah berpikir efektif dan efisien, menghargai pentingnya waktu dan rasional
(patembayan). Pada masyarakat ini konflik yang terjadi adalah bersifat terbuka
(interpersonal conflict). Demikian pula dalam suatu organisasi perguruan tinggi,
seperti IKIP dan FKIP, di mana anggota sivitas akademika yang datang dari latar
belakang yang berbeda akan menimbulkan berbagai ragam konflik, baik yang
tertutup maupun yang terbuka.
Dewasa ini masalah konflik banyak dibahas dihampir semua organisasi. Bahkan
banyak biaya yang dikeluarkan untuk dapat mengurangi timbulnya konflik dalam
organisasi kerja, terutama konflik yang dapat merugikan organisasi.
Sebagai contoh, majalah Business Week dalam tulisannya yang berjudul How
Companies Cope with Executive Stress (1978, h. 107108) mengemukakan sebagai
berikut:
"An incresing number of organizations are attempting to combat conflict and
stress by implementing specialized programs. For example, some companies have
called on the famous Menninger Foundation which has been offering its services
to counsel and help solve conflict and stress problems of executives for more than
twenty years. Clients such as International Business Machines, Chase Manhattan
Bank, and Continental Illinois Bank have all implemented format programs to aid
their executives in coping with organizational conflict and stress. Lately,
organizations have also begun to develop programs of their own. For example,
Hughes Aircraft, Connecticut General insurance, and Xerox currently have
conflict and stress reduction program in operationt".

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


9
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Dengan demikian, terlihat bahwa masalah konflik dan stres selalu ada dalam
organisasi dan dapat mengganggu jalannya organisasi, serta hubungan di antara
warga negara umumnya.
Agar memperoleh gambaran yang jelas tentang konflik dan stres, berikut ini
Ralph H. Kilmann dan Kenneth W. Thomas dalam bukunya Four Perspectives on
Conflict Management: An Attributional Framework for Organizing Descriptive
and Normative Theory (1978, h. 5960) menjelaskan pengertian konflik sebagai
berikut:
"Conflict has been defined as the condition of objective incompatibility between
values or goals, as the behaviors of deribelately interfering with anotherr's goal
achievement, and emotionally in terms of hostility. Descriptive theorists have
explained conflict behavior in terms of objectives conflict of interest, personal
styles, reactions to threats, and cognitive distortions. Normative recommendations
range over the establishment of superordinate goals, consciousness raising,
selection of compatible individuals, and mediating conflict".
Dengan demikian, dalam suatu konflik terdapat adanya petentangan baik nilai-
nilai maupun tujuan yang akan dicapai.
Suatu konflik dapat terjadi di dalam diri manusia maupun di luar diri
manusia, meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. adanya suatu keinginan atau kehendak yang terhalang;
2. adanya suatu tekanan terhadap motif yang sudah ada;
3. adanya pertentangan antara dua motif yang positif;
4. adanya pertentangan antara motif positif dan motif negatif;
5. adanya persaingan antara kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan;
6. adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan diri dengan kebutuhan
organisasi;
7. adanya metode dan teknik yang berbeda yang mendorong peranan atau
kebutuhan itu diwujudkan;
8. kurang sadarnya orang akan saling ketergantungan, antara seseorang dengan
orang lain;
9. tidak mampu orang melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya;
10. tidak sesuainya antara harapan dengan kenyataan.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


10
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Pada prinsipnya suatu konflik dapat terjadi, apabila seseorang atau sekelompok
orang terhalang dalam upaya mencapai tujuan.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa di samping konflik dikenal pula
istilah stres. Sebenarnya stres hampir sama dengan konflik, namun pengaruhnya
lebih besar terhadap fisik seseorang. Sebagaimana dikemukakan oleh Fred
Luthans dalam bukunya Organizational Behavior, (1981, hl. 366): "Stress, on the
other hand, has just recently emerged as a topic area for organizational behavior.
Stress, has some of the same characteristics as conflict but it usually associated
with more physiological outcomes".
Selanjutnya, Hans Selye dalam bukunya "Stres dalam Hidup Kita" yang
diterbitkan oleh Pusdiklat Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1981. h.69)
mengemukakan definisi stres sebagai berikut: "Stres adalah keadaan yang
dimanifestasikan oleh suatu sindrom spesifik yang terdiri dari semua perubahan
yang ditimbulkan secara nonspesifik dalam suatu sistem biologis".
Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa stres memiliki bentuk
serta komposisi karakteristiknya sendiri, akan tetapi tidak mempunyai sebab
tertentu (memiliki berbagai macam penyebab).
Berbagai macam penyakit fisik dapat timbul pada diri seseorang akibat adanya
stres, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan pembuluh darah, ginjal,
kejang, rematik dan arthritis rematik, peradangan kulit dan mata, infeksi, alergi,
dan penyakit hypersensitif, urat saraf dan mental, kelainan seksual, penyakit
pencernaan, metabolisme, kanker dan penyakit penyesuaian umumnya.
Dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, anggota sitivas akademika perguruan
tinggi tidak lepas dari rintangan-rintangan. Tidak seorang pun yang tidak pernah
mengalami halangan dan kesulitan. Perbedaan antara anggota sivitas akademika
adalah seseorang dapat mengatasi permasalahan, sedangkan yang lainnya
mengalami kegagalan. Perbedaan masirlg-masing orang bersifat relatif.
Apabila setiap warga negara Indonesia dapat mengatasi rintangan yang sedang
dihadapi serta dapat melakukan penyesuaian dengan situasi dan kondisi yang ada
(adjustment) maka ia akan merasa lega dan kadang-kadang disertai perasaan
bangga karena berhasil. Namun, apabila ia tidak dapat melakukan penyesuaian

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


11
Modul PKN dan Kemasyarakatan

(maladjustment) dan gagal mengatasi rintangan maka akan timbullah frustrasi


pada dirinya.
Terlihat bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang mendorongnya untuk
mencapai suatu tujuan (goal). Goal dalam hal ini sesuatu yang mengarahkan
individu untuk dapat dicapai.
Namun, ternyata sebelum mencapai tujuan tersebut terdapat rintangan-rintangan
(barrier) yang dapat bersifat terbuka, maupun tertutup. Karena rintangan tersebut
gagal diatasi maka terjadilah frustrasi.
Akibat frustrasi, timbulah Defense mechanism, yaitu reaksi-reaksi khusus yang
dilakukan oleh seseorang, dengan maksud untuk mempertahankan diri.
Upaya mempertahankan diri tersebut dapat berupa sikap menyerang (aggression),
baik langsung maupun secara tidak langsung, individu memperlihatkan sikap
mengundurkan diri atau menunjukkan tingkah laku yang sebenarnya hanya pantas
dilakukan oleh individu yang taraf kedewasaannya berada jauh di bawahnya (with
drawl).
Berikutnya adanya sikap di mana individu yang bersangkutan akan mengulangi
tindakan tertentu yang menurut pengalamannya akan dapat diluluskan (fixation)
dan akhirnya kemungkinan individu menunjukkan sikap untuk melakukan
musyawarah (compromise).
Dalam kehidupan kampus, sering terjadi seorang yang mengalami kegagalan
dalam mencapai suatu tujuan sering kali melemparkan sebab-sebab kegagalannya
kepada pihak lain. Hal ini biasanya akan*menimbulkan konflik.
Selanjutnya Subino dalam bukunya Psikologi (1981, h. 83) mengungkapkan
bahwa frustrasi yang terjadi pada diri individu dapat berupa frustrasi toleransi dan
frustrasi emosional. Hal yang disebut dengan frustrasi toleransi, yakni frustrasi
yang dengan penuh kesabaran selalu ditahan. Pada waktu ditahan maka frustrasi
ini tidak berbahaya.
Akan tetapi, pada suatu saat di mana frustrasi ini muncul akan sangat berbahaya.
Frustrasi yang telah muncul menjadi suatu reaksi ini disebut frustrasi emosional.
Seabagaimana telah dijelaskan di atas bahwa suatu konflik tidak saja merugikan
individu, akan tetapi juga dapat bermanfaat bagi individu atau organisasi.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


12
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Sebagaimana dikemukakan oleh W. Clay Hammer dan Dennis W. Organ dalam


bukunya Organizational Behavior: An Applied Psychological Approach (1978, h.
351) tentang manfaat konflik sebagai berikut:
1. it prevents stagnation,
2. it stimulates interest an curiousity,
3. it is the medium through which problems can be aired an solutions reached,
4. it is at the root of personal and social change,
5. conflict can help individuals to test their capabilities, to learn and to grow,
6. it helps groups and individuals to establish identities and self images.

Dari pendapat tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:


1. konflik dapat mencegah terjadinya stagnasi,
2. konflik akan memberikan suatu rangsangan terhadap timbulnya
kepentingan dan keingintahuan,
3. konflik merupakan media untuk mengungkapkan berbagai persoalan untuk
kemudian dicari upaya pemecahannya,
4. konflik merupakan dasar terjadinya perubahan perorangan dan perubahan
sosial,
5. konflik dapat membantu individu-individu dalam menguji kemampuan mereka,
untuk belajar dan pertumbuhan,
6. konflik dapat membantu kelompok-kelompok dan individu-individu dalam
menetapkan identitas dan citra mereka.

Selanjutnya, beberapa model konflik dikemukakan oleh Fred Luthans (1981, h.


371) sebagai berikut.
1. Approach-approach conflict, where the individual is motivated to approach two
or more positive but mutually exclusive goals.
2. Approachavoidance conflict, where the individual is motivated to approach a
goal and at the same time is motivated to avoid it. The single goal contains
both positive and negative characheristics for the individual.
3. Avoidance-avoidance conflict, where the individual is motivated to avoid two
or more negative but mutually exclusive goals.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


13
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Dari model konflik yang pertama, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa individu
tertarik oleh dua faktor yang sama-sama disukai, akan tetapi bertentangan satu
sama lain.
Pada model kedua, individu tertarik oleh suatu faktor yang sekaligus mengandung
faktor negatif.
Sedangkan pada model ketiga, indivitu terjepit di antara dua faktor yang negatif
(tidak disukai).
Di samping konflik yang terjadi dalam diri seseorang (intrapersonal conflict),
dikenal pula konflik yang terjadi antarpribadi (interpersonal conflict). Di dalam
suatu organisasi seperti IKIP dan FKIB-IJT, konflik antarpribadi ini merupakan
suatu dinamika yang dianggap sangat penting. Konflik ini dianggap penting
karena melibatkan berbagai macam peranan dari setiap anggota organisasi yang
tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses tercapainya tujuan organisasi
(objective goal).
Konflik antarpribadi ini dapat terjadi, apabila dua orang atau lebih berinteraksi
satu sama lain dalam melaksanakan tugas organisasi.
Dalam kaitannya dengan masalah ini Joe Kelly dalam bukunya Organizational
Behavior (1974, h. 563) mengatakan sebagai berikut:
"Conflict situations inevitably are made up of at least two individuals who hold
polarized points of view, who area somewhat intolerant of ambiguitis, who ignore
delicate shades of grey, and who are quick to jump to conclusions".
Dari catatan Joe Kelly tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa situasi konflik
yang tidak dapat dihindari adalah keadaan-keadaan di mana paling sedikit terdapat
dua orang yan memiliki pandangan-pandangan yang tidak dapat disatukan, orang-
orang yang tidak dapat bertoleransi dari sesuatu yang bermakna ganda, seseorang
yang mengabaikan kenikmatan dari indahnya bayang-bayang kelabu, dan
seseorang yang dengan cepatnya suka menarik suatu kesimpulan.
Di lingkungan perguruan tinggi, khususnya di IKIP dan Universitas, dewasa ini
paling banyak dijadikan topik permasalahan adalah tentang konflik peranan (role
conflict).

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


14
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Konflik peranan dapat terjadi oleh berbagai macam penyebab, antara lain:
1. kurang jelasnya tugas yang harus dilakukan oleh setiap anggota sivitas
akademika;
2. terdapatnya perbedaan harapan antara atasan dan bawahan, di mana seseorang
harus berperan di antara kedua pihak tersebut;
3. terdapatnya kelebihan peranan pada anggota sivitas akademika;
4. terdapatnya peranan ganda pada dua organisasi atau lebih.

Pada penyebab pertama, terlihat bahwa kurang jelasnya tugas yang harus
dilakukan seorang sivitas akademika, berakibat pada ketidakjelasan peranannya,
dan akan menimbulkan kebingungan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Robert L. Khan yang dikutip W. Jack Duncan
dalam bukunya Organizational Behavior (1981, h. 314) bahwa: "Role ambiguity is
the extent to which a personal is uncertain about the behavior expected".
Seorang asisten dosen yang baru diangkat untuk bertugas di perguruan tinggi
memerlukan kejelasan mengenai tugas-tugasnya sehingga jelas perilaku yang
akan diperlihatkannya, serta peranan yang akan dijelaskannya.
Kemungkinan lain, asisten dosen tersebut memilih suatu perilaku menurut
pandangannya sendiri atas dasar persepsinya terhadap peranan yang harus
dilakukannya. Hai ini mungkin saja tidak sesuai dengan harapan staf dosen
lainnya atau pimpinannya, baik Ketua Jurusan, Dekan maupun Rektor.
Dengan demikian, akan menimbulkan perasaan ketidakpuasan di antara masing-
masing pihak.
Menurut Cohen, Scotlan dan Wolfe yang dikutip Duncan bahwa: "Research
suggests that role clarity is, in fact, positively related to job satiscation and
inversely related job stress". (1981, h. 203).
Dari kutipan tersebut dapat penulis jelaskan bahwa hasil penelitian membuktikan
bahwa kejelasan peran mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan kerja,
dan apabila terjadi sebaliknya, akan menimbulkan tekanan pekerjaan.
Pada penyebab kedua, yaitu terdapatnya perbedaan harapan antara atasan dan
bawahan, di mana seseorang harus berperan di antara kedua pihak tersebut, juga
merupakan penyebab timbulnya konflik peranan.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


15
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Sebagai contoh di lingkungan perguruan tinggi, seorang Ketua Jurusan harus


melaksanakan peraturan Institut untuk mengeluarkan mahasiswa yang
kedaluwarsa (dropout), akan tetapi di lain pihak para mahasiswa menuntut
kebijaksanaan Jurusan untuk menangguhkan keputusan tersebut. Dalam keadaan
yang demikian, Ketua Jurusan dihadapkan oleh dua pilihan, yaitu melaksanakan
ketentuan lembaga, atau mempertimbangkan keinginan para mahasiswa.
Penyebab ketiga, yaitu terdapatnya kelebihan peranan dapat pula menyebabkan
terjadinya konflik peranan. Misalnya, seorang Ketua Jurusan diminta oleh
beberapa orang Pembantu Dekan untuk melaksanakan berbagai macam pekerjaan
dalam waktu yang sama. Oleh karena tidak akan mampu memenuhi semua
permintaan tersebut, ia harus melakukan pilihan, dalam mana ia terpaksa
memperhitungkan "tekanan" yang mana harus ia kesampingkan. Ditinjau dari segi
human relations, permintaan siapa pun yang ia turuti, tetap ia akan merasakan
adanya tekanan.
Penyebab keempat, yaitu terdapatnya peranan ganda pada dua organisasi atau
lebih. Pada umumnya anggota sivitas akademika bekerja dengan maksud untuk
memperoleh kebutuhan pribadinya, baik kebutuhan materi maupun nonmaterial.
Namun, kebutuhan tersebut tidak terpenuhi pada instansi tempat dia bekerja,
mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan bekerja rangkap
pada instansi lain. Hal ini jelas akan mengurangi perhatian dan aktivitasnya dalam
pekerjaan pokoknya. Dalam situasi ini, akan timbul konflik dari anggota sivitas
akademika dalam menentukan prioritas pengabdiannya.
Dalam hubungannya dengan masalah konflik ini, dikenal salah satu kerangka
untuk menganalisis dinamika interaksi antara diri seseorang dengan orang lain,
serta dapat menganalisis konflik antarpribadi. Sebagaimana dikemukakan oleh
Fred Luthans (1981, h. 377):
"One increasingly popular framework for analyzing the dynamics of the
interaction between self and others is the Johari window. Developed by Joseph
Luft and Harry Ingham (thus the name Johari), this model can be used to analyze
interpersonal conflict. The model helps identify several interpersonal styles,
shows the characteristics and results of these styles, and suggests way of
interpreting the conflicts that may develop between self and others".

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


16
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Istilah Johari digunakan, oleh karena model ini dikembangkan oleh Joseph Luft
dan Harry Ingham. Dari kedua nama ini disingkat menjadi Johari. Model tersebut
dapat membantu mengidentifikasi beberapa gaya antarpribadi, karakteristik, hasil-
hasil dari gaya tersebut, dan saran-saran mengenai cara untuk mengartikan suatu
konflik yang dapat berkembang di antara diri sendiri dan orang lain.
Dalam istilah yang sederhana, diri (self) dapat diartikan sebagai uaku" dan orang
lain dapat pula diartikan sebagai ukamu" dalam interaksi antara dua orang. Ada
hal-hal tertentu yang tidak diketahui. Ada pula hal-hal tertentu yang diketahui
seseorang terhadap orang lain dan hal-hal tertentu yang tidak diketahui mengenai
orang lain tersebut.
Selanjutnya Joseph Luft menjelaskan sebagai berikut:
"Open self. In this form of interaction the person knows about himself or herself
and about the other. There would generally be openess and compability and little
reason to be defensive. This type of interpersonal relationship would tend to lead
to little, if any, interpersonal conflict."
Maksud uraian tersebut adalah Membuka Diri (open self). Dalam bentuk interaksi
ini seseorang mengetahui tentang dirinya dan tentang diri orang lain. Dalam hal
ini pada umumnya terdapat keterbukaan, kerja sama dan sedikit alasan untuk
bertahan. Bentuk hubungan antarpribadi seperti ini akan cenderung menyebabkan
sedikit (kalau ada) konflik antarpribadi.
"Hidden self. In this situation the person understands himself or herself but does
not know about the other person. The result is that the person remains hidden
from the other because of the fear of how the other might react. The person may
keep his or her true feelings or attitudes secret and will not open up to the other.
There is potential interpersonal conflict in this situation".
Menutup Diri (Hidden Self). Dalam situasi seperti ini seseorang mengerti dan
memahami dirinya sendiri, akan tetapi tidak mengetahui tentang diri orang lain.
Hasilnya ialah seseorang tersebut akan tetap tertutup dari orang lain karena rasa
takut bagaimana kalau orang lain itu bereaksi. Seseorang akan menutup perasaan
atau sikapnya secara rahasia dan tidak akan membukanya kepada orang lain. Hal
semacam ini merupakan potensi timbulnya situasi konflik antarpribadi.
Kemudian Joseph Luft mengemukakan:

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


17
Modul PKN dan Kemasyarakatan

"Blind self. In this situation the person knows about the other but not about
himself or herself. The person may be unintentionally irritating to the other. The
other could tell the person but may be fearful of hurting the person's feelings. As
in the "hidden sel", there is potential interpersonal conflict in thei situation".
Membutakan Diri (Blind Self). Dalam situasi ini seseorang mengetahui diri orang
lain, tetapi tidak mengetahui dirinya sendiri. Orang ini kemungkinan tidak berniat
menyakiti orang lain, dan sebenarnya orang lain dapat pula memberitahukan
kepadanya, akan tetapi takut kalau menyinggung perasaannya.
Sebagaimana diri yang tertutup maka situasi ini merupakan potensi timbulnya
konflik antarpribadi.
Akhirnya pada jendela keempat diungkapkan pengertian Undiscovered Self.
"Undiscovered self. This is potentially the most explosive situation The person
does not know about himself or herself and does not know about the other. In
other words, there is much misunderstanding, and interpersonal conflict is almost
sure to result".
Tidak menemukan diri (undiscoveredself). Situasi seperti ini merupakan potensi
situasi yang paling eksplosif. Seseorang tidak mengetahui dirinya dan juga tidak
mengetahui diri orang lain. Dengan kata lain, selalu terdapat salah pengertian
{misunderstanding) dan konflik antarpribadi sudah hampir dipastikan akan
merupakan hasil interaksinya.
Meskipun pada hakikatnya Johan Window dari Joseph Luft dan Harry Ingham
hanya memberikan uraian dan penjelasan terhadap kemungkinan macam gaya
interaksi antarpribadi. namun hal tersebut sangat berguna untuk menganalisis
kemungkinan-kemungkinan timbulnya situasi konflik. Misalnya, cara untuk
mengurangi serta kemungkinan menghilangkan sikap seseorang yang menutup
din, yaitu dengan melalui suatu proses menghormati dan membuka diri orang
tersebut sehingga sikap terbukanya makin bertambah Dengan melakukan
pendekatan secara kekeluargaan dan mengenal pribadinya secara lebih dekat, akan
memberi peluang orang tersebut akan lebih terbuka sikapnya. Dengan cara
menjadikan dirinya untuk lebih mempercayai orang lam serta membuka informasi
mengenai dirinya maka potensi konflik akan berkurang.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


18
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Dalam menghadapi konflik antarpribadi ini, banyak cara yang dapat dilakukan
untuk menanggulanginya. Namun secara umum, penanggulangan konflik
tergantung dari tingkat kematangan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik,
adanya sikap keterbukaan, mau mendengarkan orang lain, adanya kepercayaan
terhadap orang lam, serta adanya keinginan untuk merubah perilaku negatif.

A. SOAL /TUGAS
1. Apakah Ilmu Kewarganegaraan hanya mempelajarai pemerintahan saja?
2. Jelaskan mengapa tekanan psikologis, dalam arti psikoneurosis dapat
mempengaruhi kesehatan mental warga negara!
3. Mengapa sebabnya dalam kehidupan warga negara yang modern dewasa
ini terutama masa reformasi ditemukan banyak konflik? Bagaimana pula
dalam kehidupan tradisional?

B. DAFTAR PUSTAKA
Buku

Kosasih Djahiri. (1990). Kapita Selekta Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar
Bandung: Laboratirum Program PMP. IKIP Bandung.
Abdul Azis Wahab. (1996-1997). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi PGSD.
(1995). Partisipasi Warganegara. Bandung: Fakultas PIPS.IKIP Bandung.
Astrid S. Susanto. (1977). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial Bandung:
Binacipta.
Purbopranoto Kuntjoro. (1977). Dasar-dasar Hubungan Warga Negara dengan
Pemerintah. Surabaya: Universitas Airlangga.
Marshall McLuhan. (1963). W e Need a New Picture of Knorledge,
Assosiationfor Supervision and Curriculum Development. USA.
S. Toto Pandoyo. (1982). Himpunan Perundang-undangan Negara, Warga Negara
dan Pemerintah Negara RI. Yogyakarta: Liberty.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


19
Modul PKN dan Kemasyarakatan

Suriakusumah, dkk. (1985). Modul Kewarganegaraan. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Terbuka.
Sudaryo Gautama. (1960). Warganegara dan Orang Asing. Yogyakarta: Keng Po.
Sumantri Nu'man. (1979). Pelajaran Kewarganegaraan di Sekolah. Bandung:
Badan Penerbit IKIP Bandung.
WJ.S. Poerwadarminto. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

S1 Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang


20

Anda mungkin juga menyukai