Anda di halaman 1dari 17

Intervensi dan

Psikoedukasi
Binti Faridatul A . Atiya Nurrohmania
18410149 18410181

Zulfani Firda N
18410214
01 02

Dasar Intervensi Batasan Umum


Psikoedukasi

03
Pelatihan dan
Tanpa Pelatihan
Psikoedukasi
Dasar Intervensi
Dasar Intervensi
Bab XII pasal 68 kode etik psikologi :

Dasar intervensi. Intervensi merupakan suatu kegiatan


yang dilaksanakan dengan sistematis dan berencana
berdasarkan hasil asesmen dengan tujuan untuk
mengubah suatu bentuk keadaan pada seseorang,
kelompok orang, serta masyarakat untuk menuju
perbaikan atau mencegah pemburukan pada suatu
keadaan atau sebagai usaha preventif maupun kuratif
Macam-Macam Intervensi
Intervensi Intervensi
Individual Komunitas

Intervensi
Kelompok Intervensi
Organisasi
Intervensi
Sistem
Metode Intervensi

Psikoedukasi Konseling Terapi


Psikoedukasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
serta atau keterampilan sebagai usaha
pencegahan dari munculnya dan atau
meluasnya gangguan psikologis di suatu
kelompok, komunitas atau masyarakat serta
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman bagi lingkungan (terutama
keluarga) tentang gangguan yang dialami
seseorang setelah menjalani psikoterapi
Psikoedukasi
Konseling Psikologi adalah kegiatan yang
dilakukan untuk membantu mengatasi masalah
baik sosial personal, pendidikan atau pekerjaan
yang berfokus pada pengembangan potensi
positif yang dimiliki klien

Konseling Psikologi
Terapi Psikologi adalah kegiatan yang dilakukan
untuk penyembuhan dari gangguan psikologis
atau masalah kepribadian dengan
menggunakan prosedur baku berdasar teori
yang relevan dengan ilmu psikoterapi

Terapi Psikologi
Batasan Umum
Batasan Umum
Pada Pasal 69 Bab XIII tentang Psikoedukasi menjelaskan bahwa
psikoedukasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk:

a. Meningkatkan pemahaman dan atau keterampilan sebagai


usaha pencegahan dari munculnya dan atau meluasnya
gangguan psikologis di suatu kelompok, komunitas, atau
masyarakat.
b. Meningkatkan pemahaman bagi lingkungan (terutama
keluarga) tentang gangguan yang dialami seseorang
setelah menjalani psikoterapi. Psikoedukasi dapat berbentuk
(a) pelatihan dan (b) tanpa pelatihan (non training).
Pelatihan dan Tanpa Pelatihan
Pelatihan
pelatihan merupakan aktifitas yang memiliki tujuan
untuk memandu kearah yang lebih baik yang dapat
dilaksanakan oleh Himpsi, Perguruan Tinggi,
Asosiasi/Ikatan Minat dan/atau Praktik Spesialisasi
Psikologi atau lembaga lain yang aktifitasnya
memperoleh pengakuan dari Himpsi.
Pelatihan dan Tanpa
Pelatihan
Tanpa Pelatihan ● 4) Tahapan psikoedukasi tanpa pelatihan
yang harus dilakukan meliputi asesmen,
● 1) Spontan dengan cara ceramah dan perancangan program, implementasi
pemberian penjelasan secara lisan. program, monitoring dan evaluasi program
● ● 5) Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi
2) Tidak langsung dalam bentuk
penyebarluasan leaflet, pamflet, iklan dalam melakukan psikoedukasi non training
layanan masyarakat ataupun bentuk- harus sesuai kaidah-kaidah ilmiah serta
bentuk lain yang memberikan edukasi bukti empiris yang ada dan berdasarkan
tentang suatu isue dan/atau masalah hasil asesmen yang
● dilakukan.
yang sedang berkembang di
● 6) Intervensi psikoedukasi non training
masyarakat.
● 3) Psikoedukasi tanpa pelatihan dapat dihentikan jika berdasarkan hasil monitoring
dilakukan oleh psikolog dan/atau dan evaluasi menunjukkan telah terjadi
ilmuwan psikologi yang memahami perubahan positif ke arah kesejahteraan
metode psikoedukasimaupun masalah masyarakat yang dapat
yang ada dalam suatu komunitas dipertanggungjawabkan.
● 7) Jika terjadi dampak negatif sebagai akibat
dan/ataumasyarakat.
dari perlakuan tersebut, pelaksana
psikoedukasi non training berkewajiban
untuk mengembalikan ke keadaan semula.
Studi Kasus
Kami mengambil studi kasus tentang psikoedukasi dari sebuah film Indonesia yang berjudul
“Dancing in The Rain”. Dalam film tersebut, dijelaskan bahwa gangguan psikologis spectrum
autisme merupakan sebuah gangguan yang mudah untuk didiagnosa, tapi sulit pada praktik
sehari-harinya dalam menegakkan diagnosa tersebut. Setiap ahli memiliki pendapatnya
masing-masing, seperti gangguan autis, gangguan hiperkatif, gangguan minim fokus,
gangguan asperger, dan indigo. Pada gejalanya, kita bisa melihatnya sejak awal adegan saat
pemeran memeragakan badannya bergerak maju-mundur berulang kali tanpa henti, menyakiti
dirinya sendiri seperti menggigit lidah atau membenturkan kepalanya, mempunyai dunianya
sendiri atau tidak bersosialisasi dengan teman-temannya, dan kekakuan pada rutinitas
hariannya serta barang atau sesuatu hal kesayangannya hilang. Untuk penyebabnya, autis bisa
terjadi pada anak karena beberapa sebab, diantaranya yaitu kurangnya nutrisi makanan sejak
anak masih dalam kandungan sang ibu, terdapat tekanan batin dalam diri ibu saat hamil, dan
ketidakseimbangan pada kimiawi otak yang menyebabkan hambatan pada diri anak.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai