D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
FAKULTAS TEKNIK
PROGAM STUDI ARSITEKUR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunianya dan
kehendaknya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun tema dari makalah ini yaitu
“ARSITEKTUR TRADISIONAL TORAJA, PAPUA, SUKU DAYAK, DAN SUKU BADUY”.
Dalam membuat makalah ini penulis yang ditugaskan sangat merasakan manfaatnya untuk
menambah ilmu penulis mengenai “ARSITEKTUR TRADISIONAL TORAJA, PAPUA, SUKU
DAYAK, DAN SUKU BADUY”. Selain itu makalah ini juga bermanfaat dalam memberi
pemahaman dan keterampilan penulis dalam menganalisis, mendiskusi, meliput berita, menulis
maupun menyusun berbagai informasi menjadi sebuah makalah.
Akhir kata, penulis menyadari pada makalah ini juga tidak terlepas dari kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak penulis harapkan. Terima kasih.
Palembang, 17/05/2019
Agung Kurniawan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arsitektur tradisional adalah suatu karya bangunan arsitektural yang
meneruskan/mewariskan nilai-nilai norma adat dan tradisi yang melekat pada suatu daerah.
Jika seseorang mencoba untuk mencerminkan ciri khas budaya tertentu di rumah mereka, opsi
yang ditempuh adalah desain interior atau arsitektur tradisional. Gaya tradisional ini
mencakup ruangan interior/eksterior dan perabotan/furniture rumah yang memiliki khas gaya
daerah tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan arsitektur tradisional toraja
2. Menjelaskan arsitektur tradisional papua
3. Menjelaskan arsitektur tradisional suku dayak
4. Menjelaskan arsitektur tradisional suku baduy
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional toraja
2. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional papua
3. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional suku dayak
4. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional suku baduy
BAB II
PEMBAHASAN
Tana Toraja secara administrasi masuk dalam Kabupaten Toraja, terdiri dari 9
kecamatan dan 32 desa. Luas wilayah 3178 Km2, sebagian besar (40%) terdiri dari
pegunungan dan dataran tinggi (25%). Wilayah Tana Toraja terletak sekitar 350 Km diutara
kota Makassar, antara 2°40'-3°25' lintang selatan dan 119°30'-120°25' bujur timur. Di
tengah-tengah wilayah berbukit-bukit tersebut terdapat Sungai Sa’dang yang mengalir dari
utarake selatan serta berpengaruh secara sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Toraja
(Sumalyo, 2001).
Istilah Toraja Sa'dang dipakai untuk menyebut wilayah dan kelompok etnis
dikawasan Sungai Sa'dang. Sebutan tersebut untuk membedakan dengan kelompok dan
tempatdengan sebutan Toraja-Mamasa, berada disebelah baratnya beberapa puluh
kilometer, dipisahkan oleh lembah dan gunung. Menurut legenda suku Toraja-
Mamasa berasal dari suku Toraja-Sa'dang yang merantau ke arah barat, tidak kembali dan
membentuk masyarakat Torajadi tempatnya yang baru.Di Tana Toraja terdapat dua pusat
kota, Makale dan Rantepao. Makale berfungsi sebagai pusat administrasi diselatan,
sedangkan Rantepao 18 Km di utara Makale, lebih berfungsi sebagai pusat pelayanan
dan jasa.
Menurut kepercayaan atau mitos yang sampai saat ini masih dipegang teguh, suku
Toraja berasal dari khayangan yang turun pada sebuah pulau Lebukan. Kemudian secara
bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan.
Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan
perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi
perkampungan Bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada
seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di
gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek
moyang suku Toraja.
Sistem pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi.
Daerah Toraja dibagi menjadi lima daerah yang terdiri atas :
1. Makale
2. Sangala
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat
2. KEPERCAYAAN
a. Puang Matua
b. Deata
Deata Kapadanganna (Sang Pemelihara Bumi, menguasai semua yang adadi bumi)
To Membali Puang atau Todolo (Leluhur) merupakan arwah leluhur yang juga
diwajibkan dipuja dan disembah karena merekalah yang memberi berkah
kepada para keturunannya dan menempati dunia bawah.
Rambu Tuka merupakan upacara kegembiraan, yang juga meliputi 7 tahapan, yaitu :
a. Tananan Bua’
b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan
3. ORIENTASI RUMAH
4. TONGKONAN
Keterangan gambar:
a. Atap dan bagian muka, terutama bagian ber-bentuk segitiga dari dinding muka
dinamakan sondong para atau lido puang (wajah dari dewa-dewa), melambangkan
Dunia Atas
b. Dunia Tengah, dunia dari manusia; bagian muka sebelah utara paling berhubungan
dengan “bagian dari matahari terbit‟ (untuk upacara di bagian timur).
c. Dunia bawah: Sama seperti Pong Tulak Padang memegang dunia di atas, jadi
rumah disangga dengan jiwa yang tinggal dalam Bumi (menurut beberapa orang
Toraja, Tulak Padang sendiri yang menyangga rumah)
d. Lubang, yang dibuka pada bagian dalam atap untuk upacara-upacara dari
sebelah timur.
5. PENATAAN RUANG
7) Pada badan rumah terdapat ruang yang menjadi orientasi (axis mundi), atau
disimbolkan sebagai pusat alam semesta (petuo),dalam satu sumbu vertikal dengan ruang
di atasnya. Ruang di bawah rumah (kaki panggung) dianggap sebagai ruang yang sangat
berbahaya, terdapat kekuatan yang dapat mengganggu kehidupan manusia; 8)Padi dan air
sebagai sumber kehidupan terdapat di sebelah utara rumah; 9) Tapakrumah akan
dibangun mengikuti aliran sungai Sa’dan. Aliran sungai dari arah utara keselatan juga
merupakan salah satu sumbu orientasi perumahan suku Toraja pada umumnya, selain
jugamengikuti orientasi timur-barat sesuai lintasan pergerakan matahari; 10) Laut
terdapat di bagian selatan dengan latar belakang Pulau Pongko,asal nenek moyang
masyarakat Toraja sebelumnya; 11) Kuburan juga diletakkan disebelah selatan; 12)
berdekatan dengan gunung Bamba Puang yang legendaris itu; 13)Kuburan bagi para
bangsawan diposisikan lebih tinggi daripada kuburan masyarakat biasa. Kuburan ini
dikelilingi oleh pohon kelapa untuk membantu para roh mencapai alam atas.
Menurut Azis Said dalam Shandra Stephani (2009), rumah Tongkonan terdiri
atasruang-ruang yang berjejer dari utara ke selatan dan berbentuk persegi panjang. Ruang
padabagian badanTongkonanterbagi atas tiga bagian, yaitu:
- Ruang bagian depan (Tangdo‟) disebut kale banua menghadap bagian utara.
Tempat penyajian kur-ban pada upacara persembahan dan pemujaan kepada
Puang Matua.
- Ruang tengah (Sali) lebih luas dan agak rendah dari ruang lainnya. Terbagi
atas bagian kiri (barat) tempat sajian kurban hewan dalam upacara Alu.k Rambu
Solo’dan bagian kanan (timur) tempat sajian kurban persembahan dalam
upacara Aluk Rambu Tuka’.
- Ruang belakang (Sumbung) disebutpollo banua(ekor rumah) berada dibagian
selatan, tempat masuknya penyakit.
-Bagian Utara Tongkonan disebut Ulunna lino (kepala dunia) atau lindo puang
(wajah raja-raja). Bagian ini dikonotasikan sebagai kepala, bagian depan, atasan,
bagian yang dihormati, dan dianggap sebagai tempat suci tempat
bersemayamnya Puang Matua sekaligus sebagai tempat dewa memasuki rumah.
Areal ini terletak pada bagian depan Tongkonan dan dalam pelaksanaan
ritual berfungsi untuk upacara persembahan dan pemu-jaan kepada Puang
Matua.
-Bagian Selatan disebut pollo ‘na lino(ekor dunia) dikonotasikan sebagai kaki,
bawahan, ekor, pengikut dan tempat kotor. Di selatan bagi masyarakat Toraja,
terdapat alam Puya tempat roh-roh orang yang telah meninggal dan dijaga oleh
Pong Lalondong. Bagian ini digunakan sebagai tempat ruang tidur bagi anggota
keluarga yang mana posisi kepala menurut kepercayaan mereka harus menghadap ke
utara untuk memperoleh berkah dariPuang Matua agar terhindar dari segala jenis
penyakit.
-Bagian Timur tempat terbitnya matahari, rampe mata allo (rampe = sisi; allo
= matahari) dikonotasikan sebagai “kehidupan‟, mewakili kebahagiaan, terang,
kesukaan, dan kegiatan yang menunjang kehidupan-tempat perapian diletakkan.
Fungsi religiusnya sebagai areal pelaksanaan ritual Aluk Rambu Tuka’, tempat
pemujaan Deata-deata (penguasa dan pemelihara bumi) dan terletak padasisi kanan
ruang dalam Tongkonan.
6. ORNAMEN
Ornamen dalam bahasa Toraja disebut passuraq, yang berasal dari akar
katasuraq sinonim dengan kata surat, yang artinya, berita, tulisan atau gambaran
(Anwar Thosibo, 2011).Etnis Toraja menggambar passuraq sama seperti bentuk aslinya
(einmalig) yang memiliki artikulasi. Artikulasi passuraq ternyata identik dengan tulisan,
namun bukan dalam modus seperti alphabet Latin atau hiragana Jepang tetapi dalam
representasi yang lain yaitu karya seni ukir kayu yang di dalam obyek gambarnya
memiliki tataran ikonis dan tataran plastis.
Pada tataran ikonis, gambar passuraq diandaikan mewakili obyek tertentu yang
dapat diketahui melalui persepsi dunia-hidup sehari-hari yang masih berlangsung,
sementara pada tataran plastis, kualitas ekspresi gambar passuraq berguna untuk
menyampaikan konsep-konsep yang abstrak. Seperti halnya bahasa tulisan, passuraq
merupakan “sistem pembuka dan penyimpan makna” realitas masyarakat Toraja, karena itu
maka passuraq tidak sekedar komunikatif tetapi juga sebagai tempat kreatifitas seni.
Dalam kapasitas seni inilah pribadi passuraq-sebagai seorang perupadan seorang sejarawan-
memiliki kebebasan untuk merefleksikan apa yang dilihat dan dialami dalam dunia
imajinasinya.
• Pa’ulu Karua
Artinya diharapkan dalam keluarga muncul orang yang
berilmu.
• Padaun Peria (ukiran kuncup bunga peria)
Artinya larangan untuk berzinah dan untuk menjaga kesucian,
seperti kuncup bunga peria
Secara geografi Kabupaten Jaya wijaya terletak antara 30.20 sampai 50.20'
LintangSelatan serta 1370.19' sampai 141 Bujur Timur.Batas-batas Daerah Kabupaten Jaya
wijaya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Kabupaten Jaya pura dan Kabupaten Yapen Waropen,
Barat dengan Kabupaten Paniai, Selatan dengan Kabupaten Merauke dan Timur dengan
perbatasan negara Papua New Guinea.
Topografi Kabupaten Jaya wijaya terdiri dari gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah
yangluas. Diantara puncak-puncak gunung yang ada beberapa diantaranya selalu tertutup salju
misalnya Pucak Trikora 4750 m, Puncak Yamin 4595m dan Puncak Mandala 4760m. Tanah
pada umumnya terdiri dari batu kapur/gamping dan granit terdapat di daerah pegunungan
sedangkan disekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan Lumpur, tanah liat
dan lempung.
2.IKLIM
Jayawijaya beriklim tropic basah, hal ini dipengaruhi oleh letak ketinggian
dipermukaan laut dengan temperatur udara bervariasi antara 80-200Celcius dengan suhu rata-
rata 17,50Celcius dengan hari hujan 152,42 hari pertahun tingkat kelembaban diatas 80%,
angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan
terendah2,5 knot.
3. F LO RA DAN FAUNA
Daerah ini terdapat banyak marga satwa yang aneh dan menarik yang hidup di
tengah-tengah pepohonan tropis yang luas dan beraneka ragam pada gunung-gunung yang lebih tinggi. Hutan-
hutan tropis memberi kesempatan bagi tumbuh-tumbuhan dan hutan-hutan Cemara, semak
rhodedendronds dan species tanaman pakis yang dari anggrek yang sangat mengagumkan. Dekat daerah
bersalju di puncak-puncak gunung terdapat lumut dan tanaman tundra. Hutan-hutan juga
beraneka ragam jenis kayu yang sangat penting bagi perdagangan seperti intisia, pometis,
callophylyum, drokontomiko, pterokorpus dan jajaran pohon berlumut yang jika diexploitasi
dan diproses dapat menghasilkan harga yang sangat tinggi jika diperdagangkan. Hutan-hutan
dan padang-padang rumput Jayawijaya merupakan tempat hidup kanguru, kuskus, kasuari dan
banyak species dari burung endemic seperti burung Cenderawasih, mambruk, nuri bermacam-
macam insect dan kupu-kupu yang beraneka ragamwarna dan coraknya.
4. P ENDUDUK
Penduduk asli yang mengalami Kabupaten Jaya wijaya ini adalah Suku Dani, Kimyal dan Suku Jale.
Selain penduduk asli, terdapat juga penduduk yang berasal dari daerah-daerah lain di Indonesia
yang berada di Kabupaten Jaya wijaya bekerja sebagai pegawai negeri, ABRI, Pengusaha, pedagang,
transmigrasi dan sebagainya.
5.BUDAYA
Setiap daerah pasti punya ciri khas, begitu pula dengan penduduk Jayawijaya.
Dikabupaten ini babi memegang peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Babi
merupakan prestise dan melambangkan status sosial seseorang. Tetapi babipun bisa
menyebalkan pecahnya perang suku, dan binatang ini juga berperan sebagai mas kawin
(uangmahar).
Di daerah ini masih banyak orang yang mengenakan “koteka”(penutup penis) yang
terbuat dari kunden kuningdan para wanita menggunakan pakaian wah berasal dari
rumput/seratdan tinggal di “Honai-honai” (gubuk yang beratapkan jerami/lalang).Upacara-
upacara besar dan keagamaan, perang suku masih dilaksanakan (walaupun tidak sebesar
sebelumnya). Walaupun mereka menerima Agama Kristen, banyak diantara upacara-upacara
mereka masih bercorak budaya lama yang diturunkan oleh nenek moyang mereka.Suku Dani
percaya terhadap rekwasi. Seluruh upacara keagamaan diiringi dengan Nyanyian,tarian dan
persembahan terhadap nenek moyang mereka. Upacara peperangan dan permusuhan biasanya
melintasi daerah perbatasan, wanita, pencurian babi dan masalah-masalah kecil lainnya. Para
prajurit memberi tanda juga terhadap mereka sendiri dengan babi lemak, kerang, bulu-bulu,
kus-kus, sagu rekat, getah dari pohon mangga dan bunga-bungaan, mempersenjatai diri
sendiri dengan; tombak, busur dan anak panah. Di dalam masyarakat Suku Dani jika salah
seorang menjadi manusia buangan karena melanggar tabu, ia biasanya dihina/ diejek oleh
warga yang lain pada pertemuan adat, ia harus membayar denda. Sambil mereka bekerja di
ladang atau pergi berburu mereka bernyanyi expresi heroic atau kisah yang menyedihkan.
Alunan suara dari lagu itu mendorong mereka dalam bekerja, alat-alat musik yang mengiringi
lagu disebut “Pikon”. Sepanjang perjalanan berburu. “Pikon” diselipkan kedalam lubang yang
besar dikuping telinga mereka. Dengan Pikon tanda isyarat dapat dikirim dengan berbagai
suara yang berbeda selama berburu untuk memberi isyarat kepada teman atau lawan di dalam
hutan. Berbeda warga memiliki suara Pikon, hanya dapat dikenal didalam suku mereka
sendiri.
6. AGAMA
Penduduk di daerah Jayawijaya sebagian besar Pemeluk agama Kristen dan lainnya
agama Islam, tetapi beberapa penduduk yang berada di tempat yang lebih terpencil di daerah
bukit-bukit masih berpegang teguh kepada kepercayaan yang ditinggalkan oleh nenek
moyang mereka.
Kebudayaan timbul akibat usaha manusia untuk mengatasi suatu tantangan. Corak dari
kebudayaan dibentuk oleh tempat dimana kebudayaan tersebut timbul. Kebudayaanadalah cermin
arsitektur,begitu pula sebaliknya. Arsitektur dikembangkan berdasarkankebutuhan manusia untuk
berlindung terhadap alam, binatang, ataupun sesamanya (manusia).Kebutuhan akan ruang yang
dipengaruhi karakter lingkungan setempat dan tradisi (kebiasaanyang dilakukan dengan cara yang
sama oleh beberapa generasi tanpa/sedikit mengalami perubahan-perubahan) menghasilkan suatu
desain rumah-rumah tradisional khas nusantara.Salah satunya ialah arsitektur Papua yang memiliki
keunikan tersendiri.
Arsitektur Papua adalah arsitektur yang berorientasi pada alam, sehingga tidak adatata ruang
dalam bangunan praktis, kecuali ruang dan gudang. Meski sederhana,perkampungan Papua juga
memperhatikan faktor keamanan yaitu dengan membuat pagarkeliling dari batu, kayu, atau dari
gumpalan tanah. Struktur perkampungan terdiri daribangunan utama yang disebut honai (rumah
tradisional Papua), kandang babi, gudang, dapur,dan daerah suci. Menurut kepercayaan masyarakat
Papua, babi merupakan prestise danmelambangkan status social seseorangdan berperan sebagai mas
kawin, jadi terkadang babi,walaupun telah mempunyai kandang, juga ikut masuk ke
dalamhonaikarena orang Papuamenganggap ternak yang satu ini sebagai lambang kemakmuran.Babi
dan Poligamiadalahdua hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya, semakin tinggi derajat
seorang laki-laki maka semakin banyak pula istri yang dimilikinya sementara untuk menunjukkan
kekayaan seseorang yakni dengan jumlah babi yang dimilikinya.
Honai adalah rumah adat masyarakat pegunungan tengah Papua yang berbentuk bulatdan
biasanya dihuni oleh 5-10 orang.Menurut adat, hanya pria dewasa yang boleh menempati honai.
Sesuai dengan namanya yang diambil dari istilah hunyang berarti laki-lakidewasa danaiyang berarti
rumah.Honaitidak hanya mengedepankan unsur laki-lakidewasa, tapi juga kepemilikan.
Honai terdiri dari Honai untuk laki-laki yang disebut Itorei,honai untuk perempuan dananak-
anak yang disebut ongoiatau ebei, dan bangunan tempatpemujaandan penggemblenganpara pemuda
yang disebutkarriwari.Umumnya dalamsebuah kelompok terdiri atassatu 'Itorei' (honae untuk laki-
laki), beberapa 'Ongoi' (honae untuk perempuan), dan dapur.Jarak antarhonai tidak saling berdekatan
untuk menyisakan sebidanglahan sebagai tempatbakar batu.Honai itu sendiri adalah sebuah bangunan
yang berbentuk seperti tabung silinder.Berdinding papan kayu, berlantai tanah yang ditutupi rumput-
rumput kering dengan sebuah pintu untuk keluar-masuk rumah dan atap rumbia. Didalam rumah
honai ini tersimpanbenda pusaka warisan, termasuk mumi dari leluhur mereka. Bentuk Itorei dan Ebei
yangbulat ini, dirancang untuk menghindari cuaca dingin karena tiupan angin yang
kencang.Bangunan Itorei dan Ebei ini berdiameter tiga sampaiempat meter, dengan tinggi sekitar 2,5
meter. Yang membedakan Itorei dan Ebei adalah lantai Ebei selalu lebih tinggi daripadapermukaan
tanah sedangkan Itorei lantai pertama langsung merekat pada tanah. Kariwarimemiliki ukuran tinggi
kayu 20-25 meter dimana didalamnya terdapat ornament berupapatung-patung manusia dan tempat
pemujaan bagi kaum pria. Pada tahun 1930 Belandapernah melarang untuk tidak membuat bangunan
Kariwari karena dianggap akan fungsibangunan Kariwari yang berfungsi sebagai tempat
penggemblengan pemuda sehinggaBelanda berpikir bahwa nantinya hal ini akan membahayakan
posisi mereka.Dari segi arsitektur rancang bangun, honai yang dibangun dengan bentuk
silinderbukanlah tanpa maksud. Dengan bentuknya yang melingkar di semua sisi, bangunan ini
dapatmenahan kerasnya terpaan angin kencang yang sering terjadi di Pegunungan Papua. Tepat
ditengah ruangan, di permukaan lantai, dibangun perapian yang berfungsi utama sebagai penghangat
ruangan dan penerangan di malam hari sekaligus sebagai tempat untuk memasak/membakar ubi jalar,
dalam bahasa Dani disebut "Hipere".Ruangan bagian dalammereka gunakan untuk tempat berkumpul
sekaligus ruang tidur anggota keluarga. Hanya satu jendela kecil yang dimiliki oleh setiap
honai.Jendela sengaja dibuat kecil untuk mempersempit celah udara yang masuk dari luar. Hawa
dalam ruangan akan terasa hangatdan dapat mengusir dinginnya hawa pegunungan. Kecilnya celah
untuk sirkulasi udaramembuat asap hasil perapian kayu bakar tidak dapat keluar dengan baik.
Ruangandipenuhiasap yang terus mengepul. Karena itu, langit-langit honai berwarna hitam legam
akibatterpanggang asap.Honai biasanya ramai di malam hari setelah pada siang harinya para anggota
keluargaberaktivitas di luar honai. Sambil berkumpul, mereka memasak umbi-umbian dengan
carameletakkannya di dalam abu hasil kayu yang terbakar. Abu hasil kayu bakar ini dapat
dipakaiuntuk memasak umbi-umbian hingga matang dalam waktu yang tidak terlalu lama.
1. MATERIAL BANGUNAN
2. KONSTRUKSI
Pengikat konstruksi berupa tali Tidak ada struktur yang terkait secara kuat,
semuanyabergantung pada kekuatan talipengikat Tidak membutuhkan pondasi (karena
letaknya sebagian rumah terletak di laut(menjorok ke pantai). Ada sebagian rumah
menggunakan kuda-kuda sebagai penahan atap, dan sebagianlain menggunakan sistem rangka
untuk menahan rangka.
3. TEKNOLOGI
Teknologi yang digunakan sangat sederhana dan bisa dibilang masih primitiv
karenaselain yang bahan-bahannya juga alat yang digunakan masih sangat sederhana.Seperti
: Untuk mengikat struktur masih menggunakan tali yang bahannyadari bahan
alami Dikerjakan secara manual dengan tangan tanpa adanya alat bantu yang
memadai Keluarga mendirikan sendiri rumahnya Anyaman digunakan pada pembuatan
atap jerami atau atap yang terbuat dari daun-daunan.
4. CARA PEMBUATAN
5. ASPEK KOSMOLOGI
Adat ritual merupakan perwujudan atau symbol dari adat yang berlakudi dalam
suatumasyarakat. Sedangkan adat itu sendiri dapat hadir karena tradisi yang telah
berlangsungdalam masyarakat tersebut. Berbicara mengenai pemukiman tradisional tentunya
selalu dikaitkan dengan maknayang lebih dalam di balik bentukan yang terjadi.Dari bentuk
atap ini dapat menjadigambaran dari bentuk utuh bangunan yang terdiri dari kaki, badan dan
kepala, yang secarakeseluruhan berarti menggambarkan hubungan harmonis antara alam raya
sebagaimakrokosmos dengan pencipta, juga alam raya dengan manusia.
A. ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY
1. LETAK GEOGRAFIS
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan
108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan
Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung,
Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian
dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL)
tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata
mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian
tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20°C.
5. MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu
mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka
dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan. mereka memiliki
kerajinan tangan seperti menenun dengan model tenunan sarung dan selendang khas Badui
serta acessoris – acessoris seperti gelang, tas atau pernak – pernik lainnya
6. PERKAWINAN
Perkembangan masyarakat baduy pada masa kini adalah masyarakat baduy dalam sudah bisa
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan masyarakat luar. Mereka juga telah mengenal teknologi
tetapi tidak mereka pakai karena mereka tetap berpegang teguh pada adat istiadat yang mereka miliki.
Perbedaan suku baduy dalam dan baduy luar adalah Badui Dalam tidak pernah naik
kendaraan kalau bepergian. Karena itu setiap kali ke Jakarta atau ke mana saja mereka harus berjalan
kaki dan tidak menggunakan alas kaki, sandal atau sepatu. Sedangkan orang Badui Luar sudah mulai
terbuka terhadap perkembangan seperti menggunakan alas kaki dan bisa naik kendaraan kalau
bepergian. Orang Badui Luar bisa berobat ke puskesmas kalau sakit, sementara orang Badui Dalam
dilarang. Mereka menggunakan dukun kampung untuk menyembuhkan sakit. Pola rumah tinggal yang
mereka gunakan juga sudah sedikit berbeda. Badui Dalam sama sekali dilarang untuk menggunakan
paku dalam mendirikan rumah. Mereka hanya menggunakan tali untuk mengikat tiang rumah dan
kerangka rumah lainnya. Sementara Badui Luar sudah bisa menggunakan paku untuk membuat
rumah.
Baduy dalam biasanya tidak berinteraksi dengan masyarakat luar biasanya dengan perantara
Baduy Luar, Baduy dalam pun menolak adanya benda- benda elektronik seperti hp, kamera dsb.
Sedangkan Baduy Luar, mereka sudah hidup secara modern dan berinteraksi dengan masyarakat luar.
Sejak dahulu baduy dalam dan baduy luar memang sudah terbagi.
Biasanya, rumah adat baduy adalah rumah panggung yang hampir seleruh bagian rumah
menggunakan bahan dari bambu. Rumah adat baduy sudah terkenal dengan kesederhanaannya dan
juga keamanaan serta kenyamanan. Semua ini dibangun dengan untuk bisa bertahan hidup sebagai
insting dari manusia.
Karena kekeluargaan di suku baduy sangat kental, proses pembangunan rumah adat suku
baduy selalu dilakukan dengan cara gotong royong. Karena lokasi desa suku baduy berada di bawah
kaki gunung, bangunan rumah adat baduy dibuat tinggi, berbentuk panggung dan mengikuti tinggi
rendahnya tanah.
2. Struktur Rumah Adat Baduy
Jika dilihat dari struktur bangunan rumah adat baduy, rumah adat baduy secara keseluruhan
terbuat dari bahan material yang ada di alam. Selain yang sudah disebutkan di atas, bahwa bambu
menjadi bahan utama masih ada bahan-bahan lain, seperti batu, kayu dan ijuk.
Pada bagian tanah yang miring dan tidak rata pada permukaannya, bangunan akan disangga
menggunakan tumpukan-tumpukan batu. Batu yang digunakan biasanya batu kali, batu ini juga
mempunyai fungsi selain menjadi penyangga, yaitu sebagai pencegah agar tanah tidak longsor.
Batu yang digunakan sebagai bahan pondasi adalah batu yang datar dan memiliki ukuran
yang besar. Batu ini juga digunakan untuk mencegah tiang rumah adat baduy cepat lapuk.
Tiang rumah adat baduy berasal dari balok kayu berukuran besar. Jenis kayu yang digunakan
harus kayu yang kuat dan tahan lama, seperti kayu jati, mahoni, akasia atau kayu ulin. Kayu yang kuat
sangat penting untuk ketahanan rumah adat, karena tiang adalah tempat menopangnya rangka atap
dan juga rangka lantai
Bagian dinding rumah adat baduy biasanya menggunakan anyaman bambu yang sering juga
disebut bilik. Pemakaian bilik sebagai dinding memberikan kesejukan untuk penghuni rumah, karena
sirkulasi udara bisa keluar masuk melewati celah anyaman.
Karena sirkulasi udara sudah cukup lancar melewati celah dinding yang dari bilik, jadi
beberapa rumah baduy tidak dipasangi jendela. Sedangkan untuk bagian lantai rumah adat baduy
terbuat dari susunan papan kayu atau bambu yang telah dibaut menjadi datar atau palupuh.
Bagian rumah adat baduy menggunakan bilah bambu dan ijuk sebagai bahan utama. Bilah
bambu digunakan untuk kerangka atap rumah, sedangkan ijuk digunakan sebagai atapnya. Jika tidak
ada ijuk, masyarakat baduy menggunakan daun alang-alang yang telah dianyam sebagai pengganti.
Rumah adat baduy dari dulu sampai sekarang masih digunakan sebagai model utama hunian
untuk masyarakat suku baduy. Untuk tetap menjaga fungsi dari rumah adat baduy, rumah adat ini di
bagi menjadi tiga ruangan.
Ruangan yang pertama terletak dibagian depan rumah, ruangan ini juga biasa disebut sosoro.
Fungsi ruangan ini untuk menerima tamu, tempat bersantai, terkadang juga digunakan untuk aktivitas
kaum wanita seperti untuk menenun. Ruangan ini juga bisa dibilang sama dengan teras.
Ruangan yang kedua biasanya ada dibagian tengah rumah, ruangan ini biasa disebut
masyarakat sekitar dengan nama tepas. Ruangan ini mempunyai fungsi sebagai tempat pertemuan
keluarga, bersantai dan tidur dimalam hari.
Ruangan yang terakhir adalah ruang belakang atau ruang ipah. Ruangan ini memiliki fungsi
untuk menyimpan persediaan makanan dan tempat memasak. Untuk membuat tungku sebagai kompor
masak, biasanya lantai dapur ditimbunin tanah. Cara ini berguna agar api tidak merambat kelantai
kayu atau bambu.
A. ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU DAYAK
1. Letak Geografis
Kalimantan Tengah terletak di daerah
Katulistiwa, pada 0"45” Lintang Utara – 3"30”
Lintang Selatan, dan 111" Bujur Timur dengan luas
wilayah 157.983 km2, terdiri dari hutan dan
pertanahan 134.937,25 km2, sawah/ladang
10.744,79 km2, perkebunan 6.637,62 km2, dan
pemukiman & bangunan lainnya 1.244,24 km2.
Kalimantan Tengah dilalui oleh beberapa sungai
yang bermuara ke Laut Jawa, yaitu: Sungai Kapuas,
Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Katingan,
Sungai Mentaya, Sungai Seruyan.
2. Iklim daerah
Kalimantan Tengah termasuk iklim tropis yang lembab dan panas dengan suhu udara rata-rata
34 C. Curah hujan jatuh pada bulan Oktober sampai dengan Maret dengan curah hujan terbanyak
jatuh pada bulan Januari sekitar 1700mm.
Kondisi geografis
di Kalimantan Tengah memiliki tiga ciri: yaitu
daerah pesisir,
daerah rawa-rawa, dan
daerah perbukitan yang disertai aliran sungai.
Suku Dayak adalah penguasa Kalimantan dan merupakan kelompok etnik yang memiliki ke-
khasan adat dan istiadat serta benda-benda seni hasil kerajinan.
1. RUMAH BETANG
Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru
Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak,
dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai
mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya
jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak
biasanya berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil
ladang, kebunmaupunternak).
Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang
mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam
bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah
Betang ini saya perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang
mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki
rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian
tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah
Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah
tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan
karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.
Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta
terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat
penghubung pada Betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah
dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari
musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang.
Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan.
Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta
lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang
di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri
T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.
Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing, burung, kucing, babi, atau
sapi. Selain karena ingin merawat anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai
'teman' yang setia pada saat berburu di hutan belanntara. Pada zaman yang telah lalu suku Dayak tidak
pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah menganggap anjing sebagai
pendamping setia yang selalu menemani khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah
menganggap anjing sebagai bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.
Ciri-ciri bentuk rumah suku-suku Dayak secara universal dapat dilihat dari:
Bentuk Bangunan:
Bentuk bangunan panjang dan hanya beberapa unit saja dalam satu kampung. Biasanya tidak lebih
dari 5 unit. Satu unit bisa digunakan oleh 5-10 anggota keluarga. Bahkan ada yang digunakan secara
komunal oleh lebih dari 30 anggota keluarga. Bentuk rumah berkolong tinggi, dengan ketinggian
sampai dengan 4 meter dari permukaan tanah. Badan rumah (dinding) terkadang berarsitektur jengki
dengan atap pelana memanjang.
Tata Ruang :
Ruang-ruang yang ada dalam Rumah Betang biasanya terdiri dari sado', padongk, bilik, dan dapur.
1. Sado' (dalam bahasa Dayak Simpangk) adalah pelantaran tingkat bawah yang biasanya merupakan
jalur lalu lalang penghuni rumah Betang. Sado' juga biasanya digunakan sebagai tempat untuk
melakukan aktivitas umum seperti menganyam, menumbuk padi, berdiskusi adat secara massal, dan
lain sebagainya.
2. Padongk dapat diterjemahkan sebagai ruang keluarga, letaknya lebih dalam dan lebih tinggi dari
pada sado'. Ruangan ini biasanya tidak luas, mungkin berkisar antara 4x6m saja. Padongk lebih umum
dimanfaatkan oleh pemilik Rumah Betang sebagai ruang kumpul keluarga, ngobrol, makan minum,
menerima tamu dan aktivitas yang lebih personal.
3. Bilik adalah ruang tidur. Bilik tentu saja digunakan untuk tidur. zaman dahulu, satu bilik bisa
dipakai oleh 3-5 anggota keluarga. mereka tidur dalam satu ruangan dan hanya dibatasi oleh kelambu.
Kelambu utama untuk ayah dan ibu, kelambu kedua dan ketiga untuk anak-anak. tentu kelambu anak
laki-laki dan perempuan akan dipisahkan.
4. Ruang yang terakhir didalam Rumah Betang adalah Dapur. Ruang ini terbuka dan memiliki view
yang langsung berhadapan dengan ruang padongk. Umumnya dapur hanya berukuran 1x2m dan
hanya untuk menempatkan tungku perapian untuk memasak. Di atas perapian biasanya ada tempara
untuk menyimpan persediaan kayu bakar. Dapur di rumah Betang amat sederhana dan hanya
berfungsi untuk kegiatan masak memasak saja.
Warga Dayak belajar berbagai seni ukir dan patung. Masyarakat Dayak memiliki kekayaan
seni ukir yang dekat dengan alam, seperti tumbuhan dan satwa, serta berbagai simbol kepercayaan
mereka. Itu terlihat mulai dari arsitek bangunan rumah, peralatan rumah tangga, sampai perangkat
kesenian.
Nilai Estetika dan Etika
Selain pada tampilan dari luar, juga pada ukiran-ukiran yang ada pada setiap bangunan.
Ukiran-ukiran ini diletakkan pada tempat-tempat yang dilihat seperti pada bubungan rumah, depan
rumah, di atas jendela, di daun pintu, di ruang tamu dan lain-lain. Selain itu, nilai estetika juga dapat
dengan mudah dilihat pada sapundu dan sandung yang biasanya terdapat di halaman depan rumah.
dilihat dari bahan-bahan tertentu yang digunakan dalam membuat bangunan. Untuk membangun
tiang, sedapat-dapatnya dicari pohon kayu ulin yang telah berumur tua. Hal ini melambangkan
kekuatan dan kesehatan sehingga diharapkan bangunan dapat bertahan lama dan jika sudah ditempati,
penghuninya diharapkan senantiasa mendapat kesehatan baik. Ukiran pada bangunan umumnya
melambangkan penguasa bumi, penguasa dunia atas dan dunia bawah, yang dilambang dengan ukiran
burung tingang dan ukiran naga.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://www.rudydewanto.com/2011/01/rumah-toraja-tongkonan.html(diunduh 20 September
2011)Stephany, Shandra. 2009.Transformasi Tatanan Ruang dan Bentuk pada InteriorTongkonan
di Tana Toraja Sulawesi Selatan.
http://203.189.120.190/ejournal/index.php/int/article/shop/18179/18066(diunduh 18 September
2011)Sumalyo, Yulianto. 2001.Kosmologi dalam Arsitektur Toraja.
http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/ARS/ARS012901/ARS01290108.pdf(diunduh 18
September 2011)Thosibo, Anwar. 2011.Mengungkap Masa Lampau Etnis Toraja Melalui Seni
UkirOrnamen Passurak sebagai Sumber Sejarah.
http://www.geocities.ws/konferensinasionalsejarah/anwar_thosibo.pdf.(diunduh18September
2011)Wegymantung.2009.Asal Usul Suku Toraja.
http://wegymantung.multiply.com/journal/item/3/Asal_usul_Suku_Toraja.(diunduh20September
2011)Wegymantung. 2009.Ukiran Toraja.
https://www.scribd.com/document/290493736/ARSITEKTUR-TRADISIONAL-PAPUA-PAPER-pdf
http://ilmu1set.blogspot.com/2010/06/letak-geografis.html
https://rumahulin.com/rumah-adat-baduy/