Anda di halaman 1dari 32

SEJARAH ARSITEKTUR TIMUR

“ARSITEKTUR TRADISIONAL TORAJA, PAPUA, SUKU


DAYAK DAN SUKU BADUY”

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : AGUNG KURNIAWAN


NRP : 142018008

DOSEN : RENY KARTIKA SARY, S.T., M.T

FAKULTAS TEKNIK
PROGAM STUDI ARSITEKUR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunianya dan
kehendaknya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun tema dari makalah ini yaitu
“ARSITEKTUR TRADISIONAL TORAJA, PAPUA, SUKU DAYAK, DAN SUKU BADUY”.

Dalam membuat makalah ini penulis yang ditugaskan sangat merasakan manfaatnya untuk
menambah ilmu penulis mengenai “ARSITEKTUR TRADISIONAL TORAJA, PAPUA, SUKU
DAYAK, DAN SUKU BADUY”. Selain itu makalah ini juga bermanfaat dalam memberi
pemahaman dan keterampilan penulis dalam menganalisis, mendiskusi, meliput berita, menulis
maupun menyusun berbagai informasi menjadi sebuah makalah.

Akhir kata, penulis menyadari pada makalah ini juga tidak terlepas dari kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak penulis harapkan. Terima kasih.

Palembang, 17/05/2019

Agung Kurniawan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arsitektur tradisional adalah suatu karya bangunan arsitektural yang
meneruskan/mewariskan nilai-nilai norma adat dan tradisi yang melekat pada suatu daerah.
Jika seseorang mencoba untuk mencerminkan ciri khas budaya tertentu di rumah mereka, opsi
yang ditempuh adalah desain interior atau arsitektur tradisional. Gaya tradisional ini
mencakup ruangan interior/eksterior dan perabotan/furniture rumah yang memiliki khas gaya
daerah tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan arsitektur tradisional toraja
2. Menjelaskan arsitektur tradisional papua
3. Menjelaskan arsitektur tradisional suku dayak
4. Menjelaskan arsitektur tradisional suku baduy

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional toraja
2. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional papua
3. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional suku dayak
4. Untuk mengetahui bangunan arsitektur tradisional suku baduy
BAB II
PEMBAHASAN

A. ARSITEKTUR TANA TORAJA

1. KONDISI GEOGRAFIS & PENDUDUK

Tana Toraja secara administrasi masuk dalam Kabupaten Toraja, terdiri dari 9
kecamatan dan 32 desa. Luas wilayah 3178 Km2, sebagian besar (40%) terdiri dari
pegunungan dan dataran tinggi (25%). Wilayah Tana Toraja terletak sekitar 350 Km diutara
kota Makassar, antara 2°40'-3°25' lintang selatan dan 119°30'-120°25' bujur timur. Di
tengah-tengah wilayah berbukit-bukit tersebut terdapat Sungai Sa’dang yang mengalir dari
utarake selatan serta berpengaruh secara sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Toraja
(Sumalyo, 2001).

Gambar 1. Peta Sulawesi Menunjukkan Lokasi Tana Toraja


(sumber:http://www.indonesia-tourism.com/south-sulawesi/map/tana-toraja-map.png)

Istilah Toraja Sa'dang dipakai untuk menyebut wilayah dan kelompok etnis
dikawasan Sungai Sa'dang. Sebutan tersebut untuk membedakan dengan kelompok dan
tempatdengan sebutan Toraja-Mamasa, berada disebelah baratnya beberapa puluh
kilometer, dipisahkan oleh lembah dan gunung. Menurut legenda suku Toraja-
Mamasa berasal dari suku Toraja-Sa'dang yang merantau ke arah barat, tidak kembali dan
membentuk masyarakat Torajadi tempatnya yang baru.Di Tana Toraja terdapat dua pusat
kota, Makale dan Rantepao. Makale berfungsi sebagai pusat administrasi diselatan,
sedangkan Rantepao 18 Km di utara Makale, lebih berfungsi sebagai pusat pelayanan
dan jasa.

Menurut kepercayaan atau mitos yang sampai saat ini masih dipegang teguh, suku
Toraja berasal dari khayangan yang turun pada sebuah pulau Lebukan. Kemudian secara
bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan.
Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan
perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi
perkampungan Bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada
seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di
gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek
moyang suku Toraja.

Sistem pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi.
Daerah Toraja dibagi menjadi lima daerah yang terdiri atas :

1. Makale
2. Sangala
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat

.Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh


seorang bangsawan yang bernama Puang. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang
bernama Parengi, sedangkan .daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama
Ma’Dika.Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalam masyarakat ada
semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh Puang
dengan daerah yang dipimpin oleh Parengi dan Ma’Dika. Pada daerah yang dipimpin
oleh Puang masyarakat biasa tidak akan dapat menjadi Puang,sedangkan pada daerah
Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan Parengi atau
Ma’Dika kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah Rantepao bisa
berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang terjadi diMakale.

2. KEPERCAYAAN

MenurutL. I. Tangdilintin dalam Yulianto Sumalyo (2001), kepercayaan asli


masyarakat Toraja adalah Aluk Todolo yang artinya agama/aturan dari leluhur (aluk =
agama/aturan, todolo = nenek moyang). Menurut ajaran Aluk Todolo, di luar diri
manusia terdapat 3 unsur kekuatan dan wajib dipercayai kebenaran dan
kebesarannya,yaitu Puang Matua, Deata dan To Membali Puang (Todolo).

a. Puang Matua

Aluk Todolo menurut penganutnya diturunkan oleh Puang Matua atau


Sang Pencipta mulanya pada leluhur pertama yang disebut Datu La Ukku' yang
kemudian menurunkan ajarannya kepada anak cucunya. Oleh karena itu
menurut kepercayaan ini, manusia harus menyembah, memuja dan
memuliakan Puang Matua atau Sang Pencipta diwujudkan dalam berbagai
bentuk sikap hidup dan ungkapan ritual antara lain berupa
sajian,persembahan maupun upacara-upacara.

 Merupakan unsur kekuatan yang paling tinggi sebagai pencipta alam


semesta.

 Dalam pelaksanaan persembahan kurban, hewan yang dipersembahkan untuk


Puang Matua adalah kerbau, babi dan ayam.

 Puang Matua bersemayam di langit / dunia atas


 Puang Matua memberikan kebahagiaan sesuai dengan kelakuan, baik atau jahat.

 Upacara untuk Puang Matua dilakukan di Utara / depan tongkonan.

b. Deata

Setelah Puang Matua menurunkan Aluk kepada Datu La Ukku’ sebagai


manusia pertama, kemudian memberikan kekuasaan kepada para Deata atau Dewa
untuk menjaga dan me-melihara manusia. Oleh karena itu Deata di-sebut pula
sebagai Pemelihara yang menurut Aluk Todolo tidak tunggal tetapi di golongan
menjadi tiga yaitu:

 Deata Langi(Sang Pemelihara Langit menguasai seluruh isi langit dan


cakrawala)

 Deata Kapadanganna (Sang Pemelihara Bumi, menguasai semua yang adadi bumi)

 Deata Tangngana Padang(Sang Pemelihara Tanah, menguasai isi bumi).

Masing-masing golongan terdiri dari beberapa Deata yang menguasai bagian-


bagian tertentu misalnya gunung, sungai, hutan dan lain-lain.Upacara untuk deata
dilakukan di sebelah Timur tongkonan.

c.To Membali Puang

 To Membali Puang atau Todolo (Leluhur) merupakan arwah leluhur yang juga
diwajibkan dipuja dan disembah karena merekalah yang memberi berkah
kepada para keturunannya dan menempati dunia bawah.

 Selain memberi berkah juga bertugas mengawasi perbuatan dan perilaku


manusia keturunannya.

 Upacara untuk to membali puang diadakan di Barat tongkonan.

Upacara Adat(Wegymantung, 2009)

Toraja sangat dikenal dengan upacara adatnya. Didalam menjalankan


upacara dikenal dua macam pembagian yaitu Rambu Solok dan Rambu Tuka.

Rambu Solok merupakan upacara kedukaan yang meiliputi 7 tahapan, yaitu :


a. Rapasan
b. Barata Kendek
c. Todi Balang
d. Todi Rondon
e. Todi Sangoloi
f. Di Silli
g. Todi Tanaan

Rambu Tuka merupakan upacara kegembiraan, yang juga meliputi 7 tahapan, yaitu :
a. Tananan Bua’
b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan

Gambar 2.Kubur Batu TebingToraja(pa’tane)


(sumber:http://tourismeight.com/wp-content/uploads/2011/06/kuburan-batu-londa.jpg)

Karena mayoritas penduduk suku Toraja masih memegang teguh kepercayaan


nenek moyangnya maka adat istiadat yang ada sejak dulu tetap dijalankan
sekarang.Hal ini terutama pada adat yang berpokok pangkal dari upacara adat Rambu Tuka’
dan Rambu Solok. Dua pokok inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang
masih dilakukan dan cukup terkenal. Upacara adat itu meliputi persiapan
penguburan jenazah yang biasanya diikuti dengan adu ayam, adu kerbau,
penyembelihan kerbaudan penyembelihan babi dengan jumlah besar. Upacara ini
termasuk dalam Rambu Solok, dimana jenazah yang mau dikubur sudah di simpan
lama dan nantinya akan dikuburkan di gunung batu.

3. ORIENTASI RUMAH

Pandangan Aluk Todolo mengenai angapan tentang alam raya / makro


kosmosdiklasifikasikan sebagai berikut(Sumalyo, 2001):
•Orientasi Timur Barat
•Orientasi Utara Selatan
•Orientasi Atas Bawah
•Orientasi Empat Arah Angin

a. Orientasi Timur Barat


• Timur adalah matallo, tempat terbitnya matahari yang memiliki makna
bahagia, terang dan sumber kehidupan.
• Alu’matallo adalah upacara kebahagiaan. Perangkat upacara
disebut rambu tuka.
• Barat adalah matampu, tempat matahari terbenam yang memiliki
makna kedukaan, kegelapan dan sumber kedukaan.
• Alu’matampu adalah upacara kedukaan. Perangkat upacara disebut rambu
solo.
b. Orientasi Utara Selatan
• Utara adalah paling utama, disebut uluna lino yang berarti kepaladunia.Utara
memiliki makna kepala, depan dan atasan yang dihormati dan dalaminterior
sebagai tempat suci dan terhormat.
• Selatan disebut pollo’na lino yang berarti dasar dunia. Selatan memiliki
makna kaki, bawahan dan pengikut belakang serta dalam interior sebagai
tempat kotor.

c. Orientasi Atas Bawah


• Benua atas, berada di langit, sebagai laki-laki dan bersifat baik.
• Benua bawah, berada di bawah air, sebagai wanita dan bersifat buruk.
• Benua tengah, berada di permukaan bumi, diangap sebagai tempat pertemuan
benua atas dan bawah dimana terjadi keharmonisan dan keseimbangan.

d. Orientasi Empat Arah Angin


Empat arah angin membentuk segi empat dan diproyeksikan sbb :
• Azas kehidupan tentang kelahiran manusia
• Azas kehidupan tentang eksistensi (kehadiarn manusia)
• Azaskehidupan tentang pengabdian manusia dalam makrokosmos.
• Azas kehidupan tentang kematian manusia

4. TONGKONAN

Gambar 3: Potongan Samping


Tongkonan(sumber:http://assets.kompas.com/data/photo/2009/06/25/1607092p.JPG)

Kata Tongkonan menurut Abdul Azis Said dalam Shandra Stephani


(2009),berasal dari kata Tongkon yang berarti 'tempat duduk', mendapat akhiran'an'maka
menjadi Tongkonan yang artinya tempat duduk. Dahulu Tongkonan adalah
pusatpemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial
budayamasyarakat Tana Toraja.Tongkonantidak bisa dimiliki oleh perseorangan,
melainkandimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.

Dengan sifatnya yang demikian,Tongkonandapat diartikan beberapa fungsi,antara


lain pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan pera-turan keluargadan
kegotong royongan, pusat dinami-sator, motivator dan stabilisator sosial, sehingga fungsi
Tongkonan tidaklah sekedar sebagi tempat untuk duduk bersama, lebih luas lagi meliputi
segala aspek kehidupan. Apabila mempelajari letak dan upacara-upacara yang
dilaksanakan, melalui simbol-simbolnya akan diketahui bahwa Tongkonan adalah simbol
sosial dan simbol alam raya. Oleh karena itu, orang Toraja sangat men"sakral"kan
Tongkonan.

Pembagian alam raya berdasarkan kepercayaan Aluk Todolo kemudian menjadi


konsep dasar terwujudnya bentukan rumah Tongkonan seperti yang terlihat pada gambar
berikut.

Gambar 4: Potongan Samping Tongkonan


(sumber: Stephany, 2009:31

Keterangan gambar:
a. Atap dan bagian muka, terutama bagian ber-bentuk segitiga dari dinding muka
dinamakan sondong para atau lido puang (wajah dari dewa-dewa), melambangkan
Dunia Atas
b. Dunia Tengah, dunia dari manusia; bagian muka sebelah utara paling berhubungan
dengan “bagian dari matahari terbit‟ (untuk upacara di bagian timur).
c. Dunia bawah: Sama seperti Pong Tulak Padang memegang dunia di atas, jadi
rumah disangga dengan jiwa yang tinggal dalam Bumi (menurut beberapa orang
Toraja, Tulak Padang sendiri yang menyangga rumah)
d. Lubang, yang dibuka pada bagian dalam atap untuk upacara-upacara dari
sebelah timur.

5. PENATAAN RUANG

Rumah bagi masyarakat Toraja adalah cerminan penghayatan religi,


sebagaibentuk pemahaman sederhana terhadap alam semesta (Dewi, 2003).Bentukan
geometris ruang selalu dikaitkan dengan fenomena alam. Konsep hirarki rumah
Toraja(banua)terdiri dari tiga bagian berdasarkan hirarkinya, yakni bagian atas,
bagiantengah dan bagian bawah.

1)Bagian atas, loteng(langi)merupakan dunia/alam atas yang melambangkansorga


dan dianggap paling sakral; 2) Ruang tengah merupakan ruang dunia
kehidupanmanusia(padang);3) Ruang bawah rumah/kolong merupakan dunia bawah,
tempatkehidupan makhluk setan; 4) Kaki bangunan paling bawah akan ditopang pada
kepaladewaPong Tulak Padang; 5) Sementara dewa tertinggi,Puang Matua, bertempat
dialam sorga teratas(ulunna langi)dan ini disimbolkan dengan matahari dan
pergerakannya; 6) Rumah bangsawan suku Toraja, terdapat ruang tengah di kaki rumah
yang tidak difungsikan, disimbolkan sebagair iri posisi atau tempat tali pusar;

Gambar 5: Konsep Kosmologi Rumah Toraja


(sumber: Dewi, 2003:41)

7) Pada badan rumah terdapat ruang yang menjadi orientasi (axis mundi), atau
disimbolkan sebagai pusat alam semesta (petuo),dalam satu sumbu vertikal dengan ruang
di atasnya. Ruang di bawah rumah (kaki panggung) dianggap sebagai ruang yang sangat
berbahaya, terdapat kekuatan yang dapat mengganggu kehidupan manusia; 8)Padi dan air
sebagai sumber kehidupan terdapat di sebelah utara rumah; 9) Tapakrumah akan
dibangun mengikuti aliran sungai Sa’dan. Aliran sungai dari arah utara keselatan juga
merupakan salah satu sumbu orientasi perumahan suku Toraja pada umumnya, selain
jugamengikuti orientasi timur-barat sesuai lintasan pergerakan matahari; 10) Laut
terdapat di bagian selatan dengan latar belakang Pulau Pongko,asal nenek moyang
masyarakat Toraja sebelumnya; 11) Kuburan juga diletakkan disebelah selatan; 12)
berdekatan dengan gunung Bamba Puang yang legendaris itu; 13)Kuburan bagi para
bangsawan diposisikan lebih tinggi daripada kuburan masyarakat biasa. Kuburan ini
dikelilingi oleh pohon kelapa untuk membantu para roh mencapai alam atas.

Rumah suku Toraja diletakkan sesuai orientasi utara-selatan. 14) Bagian


rumahyang dianggap paling sakral adalah bagian loteng paling utara(lindo
puang),sebagaipengejawantahan wajah pemilik rumah itu, sekaligus juga pintu masuk
para dewa kedalam rumah. Pada sisi rumah sebelah selatan dan sisi lainnya
disimbolkan sebagai kematian, seperti juga sisi barat, tempat matahari terbenam; 15)
Jenasah diposisikandi sebelah barat rumah dengan kepala di selatan, melambangkan pulau
kematian yangberada di sebelah selatan. Kondisi ini hanya dilakukan pada saat upacara
menjelangpemakaman. Jenasah kemudian diposisikan di timur-barat, dan diperlakukan
seolahjenasah itu masih hidup; 16) Upacara ini merupakan upacara terpenting, akhirnya
jenasah dikeluarkan melalui pintu yang terletak di sisi barat rumah. Sisi selatan dan sisibarat
juga dilambangkan sebagai tempat leluhur dan tempat peninggalan benda-benda pusaka;
17) Ada juga yang meletakkannya di sudut tenggara ruangan; 18)Sebelah timur
rumah merupakan tempat aktivitas para penghuni, dilambangkansebagai jantung

Menurut Azis Said dalam Shandra Stephani (2009), rumah Tongkonan terdiri
atasruang-ruang yang berjejer dari utara ke selatan dan berbentuk persegi panjang. Ruang
padabagian badanTongkonanterbagi atas tiga bagian, yaitu:

- Ruang bagian depan (Tangdo‟) disebut kale banua menghadap bagian utara.
Tempat penyajian kur-ban pada upacara persembahan dan pemujaan kepada
Puang Matua.
- Ruang tengah (Sali) lebih luas dan agak rendah dari ruang lainnya. Terbagi
atas bagian kiri (barat) tempat sajian kurban hewan dalam upacara Alu.k Rambu
Solo’dan bagian kanan (timur) tempat sajian kurban persembahan dalam
upacara Aluk Rambu Tuka’.
- Ruang belakang (Sumbung) disebutpollo banua(ekor rumah) berada dibagian
selatan, tempat masuknya penyakit.

Selain itu,pola penataan ruangnya berdasarkan pada pembagian keempat


titikmata-angin seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6: Denah Tongkonan


(sumber: Stephany, 2009:32)
Penataan ruang disusun sedemikian rupa untuk mempermudah pelaksanaan ritual
di dalam tongkonan yang terletak pada tata letak penyajian hidangan yangmengikuti arah
Timur-Barat menurut kepercayaan Aluk Todolo. Pada upacara rambutuka’, sajiannya
dihidangkan di bagian timur sedangkan untuk upacararambu solo’,sajiannya
dihidangkandi bagian Barat dalamTongkonan.

Berikut penjabaran dari perwujudan kepercayaanAluk Todolopada tiap


ruangdalam dariTongkonan, yaituBagian Utara, Selatan, Timur dan Barat:

-Bagian Utara Tongkonan disebut Ulunna lino (kepala dunia) atau lindo puang
(wajah raja-raja). Bagian ini dikonotasikan sebagai kepala, bagian depan, atasan,
bagian yang dihormati, dan dianggap sebagai tempat suci tempat
bersemayamnya Puang Matua sekaligus sebagai tempat dewa memasuki rumah.
Areal ini terletak pada bagian depan Tongkonan dan dalam pelaksanaan
ritual berfungsi untuk upacara persembahan dan pemu-jaan kepada Puang
Matua.

-Bagian Selatan disebut pollo ‘na lino(ekor dunia) dikonotasikan sebagai kaki,
bawahan, ekor, pengikut dan tempat kotor. Di selatan bagi masyarakat Toraja,
terdapat alam Puya tempat roh-roh orang yang telah meninggal dan dijaga oleh
Pong Lalondong. Bagian ini digunakan sebagai tempat ruang tidur bagi anggota
keluarga yang mana posisi kepala menurut kepercayaan mereka harus menghadap ke
utara untuk memperoleh berkah dariPuang Matua agar terhindar dari segala jenis
penyakit.
-Bagian Timur tempat terbitnya matahari, rampe mata allo (rampe = sisi; allo
= matahari) dikonotasikan sebagai “kehidupan‟, mewakili kebahagiaan, terang,
kesukaan, dan kegiatan yang menunjang kehidupan-tempat perapian diletakkan.
Fungsi religiusnya sebagai areal pelaksanaan ritual Aluk Rambu Tuka’, tempat
pemujaan Deata-deata (penguasa dan pemelihara bumi) dan terletak padasisi kanan
ruang dalam Tongkonan.

-Bagian Barat tempat terbenamnya matahari (rampe matampua), merujuk pada


“kematian‟ dan mewakili unsur gelap, kedukaan, dan semua hal yang mendatangkan
kesusahan. Bagian barat ruang ini secara religius berfungsi sebagai tempat
membaringkan tubuh mayat dengan kepala menghadap keselatan tempat alam
Puya berada dan tempat upacara pertama orang mati yang dilakukan dalam
Tongkonan. Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat pemujaan Tomembali
Puang (arwah para leluhur yang telah menjadi dewa atau biasanya disebut
todolo) dalam pelaksanaan ritual Aluk Rambu Solo’dan terletak pada sisi kiri ruang
dalam Tongkonan. Bagian Timur dan Barat terletak pada sisi kanan dan kiri dari ruang
tengah. Pembagian antara bagian kanan dan kiri ditandai dengan pata’ (kayu
melintang dari ruang depan ke belakang dan membagi badan rumah secara
simetris yang terdapat pada lantai).

6. ORNAMEN

Ornamen dalam bahasa Toraja disebut passuraq, yang berasal dari akar
katasuraq sinonim dengan kata surat, yang artinya, berita, tulisan atau gambaran
(Anwar Thosibo, 2011).Etnis Toraja menggambar passuraq sama seperti bentuk aslinya
(einmalig) yang memiliki artikulasi. Artikulasi passuraq ternyata identik dengan tulisan,
namun bukan dalam modus seperti alphabet Latin atau hiragana Jepang tetapi dalam
representasi yang lain yaitu karya seni ukir kayu yang di dalam obyek gambarnya
memiliki tataran ikonis dan tataran plastis.

Pada tataran ikonis, gambar passuraq diandaikan mewakili obyek tertentu yang
dapat diketahui melalui persepsi dunia-hidup sehari-hari yang masih berlangsung,
sementara pada tataran plastis, kualitas ekspresi gambar passuraq berguna untuk
menyampaikan konsep-konsep yang abstrak. Seperti halnya bahasa tulisan, passuraq
merupakan “sistem pembuka dan penyimpan makna” realitas masyarakat Toraja, karena itu
maka passuraq tidak sekedar komunikatif tetapi juga sebagai tempat kreatifitas seni.
Dalam kapasitas seni inilah pribadi passuraq-sebagai seorang perupadan seorang sejarawan-
memiliki kebebasan untuk merefleksikan apa yang dilihat dan dialami dalam dunia
imajinasinya.

Menurut Kornelius Kadang dalam Anwar Thosibo (2011) menyatakan bahwa


terdapat kurang lebih 125 motif gambar passuraq yang pernah diciptakan, yang masing-
masing menggambarkan realitas kehidupan dan ada 75 motif hanya dikhususkan
untuk Tongkonan etnis Toraja mengklasifikasi gambar passuraq ke dalam 4 kategori
berdasarkan ketentuan adat.

Pertama dinamakan Garontok Passuraq, yaitu gambar utama dan dianggap


sebagai pangkal atau dasar untuk memahami budaya Toraja. Kedua dinamakan
Passuraq Todolo, dianggap sebagai penggambaran realitas hidup orang dewasa sejak
berkeluarga sampai kakek nenek. Ketiga dinamakan Passuraq Malollek, yaitu
penggambaran realitas hidup kelompok remaja muda mudi. Keempat dinamakan
Passuraq Pakbarean, dianggap sebagai penggambaran berbagai aneka macam
kehidupan yang berhubungan dengan suasana yang penuh kegembiraan dan
kesenangan pada masa kanak-kanak.

ContohUkiran/Passurak Toraja(Wegymantung, 2009)

• Pa’tedong (ukiran kepala kerbau)


Melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran.

• Ne’Limbongan (menggambarkan danau)


Mengandung arti Orang Toraja bertekad mendapat rejeki dari
empat penjuru angin bagaikan mata air yang menyatu di satu
danau.

• Pa’bulu Lodong (rumbai ayam jago)


Mengandung makna keperkasaan dan kearifan

• Pa’Barre Alo (ukiran matahari)


Melambangkan kebesaran dan kebanggaan bagi orang Toraja.

• Pa’Bambo Uai (binatang air yang berenang)


Bermakna manusia harus cepat dan tepat dalam melaksanakan pekerjaan, tetapi dengan
hasil berlipat dan memuaskan.

• Pa’ulu Karua
Artinya diharapkan dalam keluarga muncul orang yang
berilmu.
• Padaun Peria (ukiran kuncup bunga peria)
Artinya larangan untuk berzinah dan untuk menjaga kesucian,
seperti kuncup bunga peria

Berikut beberapa contoh aplikasi ornamen/passurakpada Tongkonan(Dewanto,2011) :

Gambar 7:Passurak pada Pintu Masuk


(sumber:http://3.bp.blogspot.com/_zwVYq8NdRIs/TSwEcKN89bI/AAAAAAAACcA/jMssJFpkroA/
s400/Tangga.jpg)

Gambar 8: Denah Tongkonan


(sumber:http://4.bp.blogspot.com/_zwVYq8NdRIs/TSwEcEst6AI/AAAAAAAACb4/AfelHk7RaMk/
s1600/sulawesi6890.JPG)
A. ARSITEKTUR TRADISIONAL PAPUA

1. LETAK GEO GRAFI

Secara geografi Kabupaten Jaya wijaya terletak antara 30.20 sampai 50.20'
LintangSelatan serta 1370.19' sampai 141 Bujur Timur.Batas-batas Daerah Kabupaten Jaya
wijaya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Kabupaten Jaya pura dan Kabupaten Yapen Waropen,
Barat dengan Kabupaten Paniai, Selatan dengan Kabupaten Merauke dan Timur dengan
perbatasan negara Papua New Guinea.

Topografi Kabupaten Jaya wijaya terdiri dari gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah
yangluas. Diantara puncak-puncak gunung yang ada beberapa diantaranya selalu tertutup salju
misalnya Pucak Trikora 4750 m, Puncak Yamin 4595m dan Puncak Mandala 4760m. Tanah
pada umumnya terdiri dari batu kapur/gamping dan granit terdapat di daerah pegunungan
sedangkan disekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan Lumpur, tanah liat
dan lempung.

2.IKLIM
Jayawijaya beriklim tropic basah, hal ini dipengaruhi oleh letak ketinggian
dipermukaan laut dengan temperatur udara bervariasi antara 80-200Celcius dengan suhu rata-
rata 17,50Celcius dengan hari hujan 152,42 hari pertahun tingkat kelembaban diatas 80%,
angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan
terendah2,5 knot.

3. F LO RA DAN FAUNA
Daerah ini terdapat banyak marga satwa yang aneh dan menarik yang hidup di
tengah-tengah pepohonan tropis yang luas dan beraneka ragam pada gunung-gunung yang lebih tinggi. Hutan-
hutan tropis memberi kesempatan bagi tumbuh-tumbuhan dan hutan-hutan Cemara, semak
rhodedendronds dan species tanaman pakis yang dari anggrek yang sangat mengagumkan. Dekat daerah
bersalju di puncak-puncak gunung terdapat lumut dan tanaman tundra. Hutan-hutan juga
beraneka ragam jenis kayu yang sangat penting bagi perdagangan seperti intisia, pometis,
callophylyum, drokontomiko, pterokorpus dan jajaran pohon berlumut yang jika diexploitasi
dan diproses dapat menghasilkan harga yang sangat tinggi jika diperdagangkan. Hutan-hutan
dan padang-padang rumput Jayawijaya merupakan tempat hidup kanguru, kuskus, kasuari dan
banyak species dari burung endemic seperti burung Cenderawasih, mambruk, nuri bermacam-
macam insect dan kupu-kupu yang beraneka ragamwarna dan coraknya.

4. P ENDUDUK
Penduduk asli yang mengalami Kabupaten Jaya wijaya ini adalah Suku Dani, Kimyal dan Suku Jale.
Selain penduduk asli, terdapat juga penduduk yang berasal dari daerah-daerah lain di Indonesia
yang berada di Kabupaten Jaya wijaya bekerja sebagai pegawai negeri, ABRI, Pengusaha, pedagang,
transmigrasi dan sebagainya.

5.BUDAYA
Setiap daerah pasti punya ciri khas, begitu pula dengan penduduk Jayawijaya.
Dikabupaten ini babi memegang peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Babi
merupakan prestise dan melambangkan status sosial seseorang. Tetapi babipun bisa
menyebalkan pecahnya perang suku, dan binatang ini juga berperan sebagai mas kawin
(uangmahar).

Di daerah ini masih banyak orang yang mengenakan “koteka”(penutup penis) yang
terbuat dari kunden kuningdan para wanita menggunakan pakaian wah berasal dari
rumput/seratdan tinggal di “Honai-honai” (gubuk yang beratapkan jerami/lalang).Upacara-
upacara besar dan keagamaan, perang suku masih dilaksanakan (walaupun tidak sebesar
sebelumnya). Walaupun mereka menerima Agama Kristen, banyak diantara upacara-upacara
mereka masih bercorak budaya lama yang diturunkan oleh nenek moyang mereka.Suku Dani
percaya terhadap rekwasi. Seluruh upacara keagamaan diiringi dengan Nyanyian,tarian dan
persembahan terhadap nenek moyang mereka. Upacara peperangan dan permusuhan biasanya
melintasi daerah perbatasan, wanita, pencurian babi dan masalah-masalah kecil lainnya. Para
prajurit memberi tanda juga terhadap mereka sendiri dengan babi lemak, kerang, bulu-bulu,
kus-kus, sagu rekat, getah dari pohon mangga dan bunga-bungaan, mempersenjatai diri
sendiri dengan; tombak, busur dan anak panah. Di dalam masyarakat Suku Dani jika salah
seorang menjadi manusia buangan karena melanggar tabu, ia biasanya dihina/ diejek oleh
warga yang lain pada pertemuan adat, ia harus membayar denda. Sambil mereka bekerja di
ladang atau pergi berburu mereka bernyanyi expresi heroic atau kisah yang menyedihkan.
Alunan suara dari lagu itu mendorong mereka dalam bekerja, alat-alat musik yang mengiringi
lagu disebut “Pikon”. Sepanjang perjalanan berburu. “Pikon” diselipkan kedalam lubang yang
besar dikuping telinga mereka. Dengan Pikon tanda isyarat dapat dikirim dengan berbagai
suara yang berbeda selama berburu untuk memberi isyarat kepada teman atau lawan di dalam
hutan. Berbeda warga memiliki suara Pikon, hanya dapat dikenal didalam suku mereka
sendiri.

6. AGAMA
Penduduk di daerah Jayawijaya sebagian besar Pemeluk agama Kristen dan lainnya
agama Islam, tetapi beberapa penduduk yang berada di tempat yang lebih terpencil di daerah
bukit-bukit masih berpegang teguh kepada kepercayaan yang ditinggalkan oleh nenek
moyang mereka.

B. TEKNOLOGI KONSTRUKSI DAN MATERIAL BANGUNAN

Kebudayaan timbul akibat usaha manusia untuk mengatasi suatu tantangan. Corak dari
kebudayaan dibentuk oleh tempat dimana kebudayaan tersebut timbul. Kebudayaanadalah cermin
arsitektur,begitu pula sebaliknya. Arsitektur dikembangkan berdasarkankebutuhan manusia untuk
berlindung terhadap alam, binatang, ataupun sesamanya (manusia).Kebutuhan akan ruang yang
dipengaruhi karakter lingkungan setempat dan tradisi (kebiasaanyang dilakukan dengan cara yang
sama oleh beberapa generasi tanpa/sedikit mengalami perubahan-perubahan) menghasilkan suatu
desain rumah-rumah tradisional khas nusantara.Salah satunya ialah arsitektur Papua yang memiliki
keunikan tersendiri.

Arsitektur Papua adalah arsitektur yang berorientasi pada alam, sehingga tidak adatata ruang
dalam bangunan praktis, kecuali ruang dan gudang. Meski sederhana,perkampungan Papua juga
memperhatikan faktor keamanan yaitu dengan membuat pagarkeliling dari batu, kayu, atau dari
gumpalan tanah. Struktur perkampungan terdiri daribangunan utama yang disebut honai (rumah
tradisional Papua), kandang babi, gudang, dapur,dan daerah suci. Menurut kepercayaan masyarakat
Papua, babi merupakan prestise danmelambangkan status social seseorangdan berperan sebagai mas
kawin, jadi terkadang babi,walaupun telah mempunyai kandang, juga ikut masuk ke
dalamhonaikarena orang Papuamenganggap ternak yang satu ini sebagai lambang kemakmuran.Babi
dan Poligamiadalahdua hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya, semakin tinggi derajat
seorang laki-laki maka semakin banyak pula istri yang dimilikinya sementara untuk menunjukkan
kekayaan seseorang yakni dengan jumlah babi yang dimilikinya.

Honai adalah rumah adat masyarakat pegunungan tengah Papua yang berbentuk bulatdan
biasanya dihuni oleh 5-10 orang.Menurut adat, hanya pria dewasa yang boleh menempati honai.
Sesuai dengan namanya yang diambil dari istilah hunyang berarti laki-lakidewasa danaiyang berarti
rumah.Honaitidak hanya mengedepankan unsur laki-lakidewasa, tapi juga kepemilikan.

Honai terdiri dari Honai untuk laki-laki yang disebut Itorei,honai untuk perempuan dananak-
anak yang disebut ongoiatau ebei, dan bangunan tempatpemujaandan penggemblenganpara pemuda
yang disebutkarriwari.Umumnya dalamsebuah kelompok terdiri atassatu 'Itorei' (honae untuk laki-
laki), beberapa 'Ongoi' (honae untuk perempuan), dan dapur.Jarak antarhonai tidak saling berdekatan
untuk menyisakan sebidanglahan sebagai tempatbakar batu.Honai itu sendiri adalah sebuah bangunan
yang berbentuk seperti tabung silinder.Berdinding papan kayu, berlantai tanah yang ditutupi rumput-
rumput kering dengan sebuah pintu untuk keluar-masuk rumah dan atap rumbia. Didalam rumah
honai ini tersimpanbenda pusaka warisan, termasuk mumi dari leluhur mereka. Bentuk Itorei dan Ebei
yangbulat ini, dirancang untuk menghindari cuaca dingin karena tiupan angin yang
kencang.Bangunan Itorei dan Ebei ini berdiameter tiga sampaiempat meter, dengan tinggi sekitar 2,5
meter. Yang membedakan Itorei dan Ebei adalah lantai Ebei selalu lebih tinggi daripadapermukaan
tanah sedangkan Itorei lantai pertama langsung merekat pada tanah. Kariwarimemiliki ukuran tinggi
kayu 20-25 meter dimana didalamnya terdapat ornament berupapatung-patung manusia dan tempat
pemujaan bagi kaum pria. Pada tahun 1930 Belandapernah melarang untuk tidak membuat bangunan
Kariwari karena dianggap akan fungsibangunan Kariwari yang berfungsi sebagai tempat
penggemblengan pemuda sehinggaBelanda berpikir bahwa nantinya hal ini akan membahayakan
posisi mereka.Dari segi arsitektur rancang bangun, honai yang dibangun dengan bentuk
silinderbukanlah tanpa maksud. Dengan bentuknya yang melingkar di semua sisi, bangunan ini
dapatmenahan kerasnya terpaan angin kencang yang sering terjadi di Pegunungan Papua. Tepat
ditengah ruangan, di permukaan lantai, dibangun perapian yang berfungsi utama sebagai penghangat
ruangan dan penerangan di malam hari sekaligus sebagai tempat untuk memasak/membakar ubi jalar,
dalam bahasa Dani disebut "Hipere".Ruangan bagian dalammereka gunakan untuk tempat berkumpul
sekaligus ruang tidur anggota keluarga. Hanya satu jendela kecil yang dimiliki oleh setiap
honai.Jendela sengaja dibuat kecil untuk mempersempit celah udara yang masuk dari luar. Hawa
dalam ruangan akan terasa hangatdan dapat mengusir dinginnya hawa pegunungan. Kecilnya celah
untuk sirkulasi udaramembuat asap hasil perapian kayu bakar tidak dapat keluar dengan baik.
Ruangandipenuhiasap yang terus mengepul. Karena itu, langit-langit honai berwarna hitam legam
akibatterpanggang asap.Honai biasanya ramai di malam hari setelah pada siang harinya para anggota
keluargaberaktivitas di luar honai. Sambil berkumpul, mereka memasak umbi-umbian dengan
carameletakkannya di dalam abu hasil kayu yang terbakar. Abu hasil kayu bakar ini dapat
dipakaiuntuk memasak umbi-umbian hingga matang dalam waktu yang tidak terlalu lama.

1. MATERIAL BANGUNAN

Bahan-bahan yang digunakan pada rumah tradisional Papua merupakan bahan-


bahanyang sudah tersedia di alam. Masyarakat Papua masih menggunakan rumah
sebagaikebutuhan berteduh dan bukan tempat tinggal menetap karena hidup mereka masih
nomadenuntuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Bahan-bahannya antara lain : Bambu
Kayu Jerami/talas sebagai atap Pelepah pohon pinang hutan atau nibung Pelepah pohon
sagu dan daun pohon sagu sebagai atap.

2. KONSTRUKSI

Pengikat konstruksi berupa tali Tidak ada struktur yang terkait secara kuat,
semuanyabergantung pada kekuatan talipengikat Tidak membutuhkan pondasi (karena
letaknya sebagian rumah terletak di laut(menjorok ke pantai). Ada sebagian rumah
menggunakan kuda-kuda sebagai penahan atap, dan sebagianlain menggunakan sistem rangka
untuk menahan rangka.

3. TEKNOLOGI

Teknologi yang digunakan sangat sederhana dan bisa dibilang masih primitiv
karenaselain yang bahan-bahannya juga alat yang digunakan masih sangat sederhana.Seperti
: Untuk mengikat struktur masih menggunakan tali yang bahannyadari bahan
alami Dikerjakan secara manual dengan tangan tanpa adanya alat bantu yang
memadai Keluarga mendirikan sendiri rumahnya Anyaman digunakan pada pembuatan
atap jerami atau atap yang terbuat dari daun-daunan.

4. CARA PEMBUATAN

Dalam membuat rumahdibantu oleh semua penduduk disekitar dan juga


seluruhanggota keluarga.Langkah-langkahnya adalah : Membuat kerangka rumah dari kayu
atau bamboo yang diikat dengan tali tanpapondasi-untuk rumah suku tertentu alas rumah
ditinggikan sampai lebih dai 1 m ataubahkan diatas pohon. Membuat dinding pelepah pohon
sagu atau nibung untuk dinding yang kemudiandipasang dengan mengikatkan pelepah atau
nibung tersebut pada rangka. Membuat atap dengan daunt alas, daun sagu atau jerami dan
sejenisnya yang disambung satu persatu dengan tali kemudian dijepit oleh 2 buah bambu atau
kayumenjadi satu deret. Setelah terkumpul banyak deret daun untuk atap kemudian dipasang
sebagaimanamemasang dinding. Ada sebagian yang memasang atap langsung tanpa
disambung dulu.

5. ASPEK KOSMOLOGI

Adat ritual merupakan perwujudan atau symbol dari adat yang berlakudi dalam
suatumasyarakat. Sedangkan adat itu sendiri dapat hadir karena tradisi yang telah
berlangsungdalam masyarakat tersebut. Berbicara mengenai pemukiman tradisional tentunya
selalu dikaitkan dengan maknayang lebih dalam di balik bentukan yang terjadi.Dari bentuk
atap ini dapat menjadigambaran dari bentuk utuh bangunan yang terdiri dari kaki, badan dan
kepala, yang secarakeseluruhan berarti menggambarkan hubungan harmonis antara alam raya
sebagaimakrokosmos dengan pencipta, juga alam raya dengan manusia.
A. ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY

1. LETAK GEOGRAFIS
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan
108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan
Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung,
Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian
dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL)
tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata
mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian
tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20°C.

2. LOKASI DAN TEMPAT DEMOGRAFI

Baduy yang berlokasi di desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten


Rangkasbitung Banten terdiri dari kampung Gajebo, Cikeusik, Cibeo,dan
Cikertawana.dan terbagi atas abaduy luar dan baduy dalam.Daerah yang berluas 138
ha, terdiri atas 117 kk yang menempati 99 rumah yang dinamakan Culah Nyanda atau
rumah panggung, sedangkan rumah kokolot atau duku dinamakan Dangka, yang
menghadap keselatan.Masyarakat suku baduy yang berpenduduk kurang lebih 10 ribu
jiwa ini tinggal di wilayah yang berbukit-bukit, dan berhutan-hutan, dengan memilki
lembah yang curam sedang, sampai curam sekali. Berdasarkan hasil pengukuran
langsung di lapangan wilayah-wilayah pemukiman baduy rata-rata terletak pada
ketinggian 250 m diatas permukaan laut, dengan wilayah pemukiman di daerah yang
cukup rendah 150 m diatas permukaan air laut dan pemukiman yang cukup tinggi
pada ketinggian 400 m diatas permukaan laut.

3. PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

Masyarakat Baduy sangat menjaga kelestarian lingkungannya terutama


lingkungan sekitar, dari yang tidak menggunakan bahan – bahan kimia ataupun bahan
apa saja yang bisa mencemarkan wilayah mereka. Yang mereka gunakan bahan –
bahan dari alam, kelestarian lingkungan mereka sangat di jaga dan jika di langgar
akan terkena hukuman. Yaitu di asingkan ke baduy luar selama 40 hari atau hasil
musyawarah yang telah di sepakati.

4. EKONOMI, KEGIATAN MASYARAKAT BADUY

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menurut


kepercayaan sunda wiwitan:

1. Upacara Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut


bulan kawalu yang dianggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat
baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa,Karo, dan
Katiga.
2. Upacara ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagain uacapan
syukur atas terlewatinya bulan-bulan kawalu, setelah melaksanakan puasa
selama 3 bulan. Ngalaksa atau yang bsering disebut lebaran.
3. Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang bertujuan
merapatkan tali silaturahmi antara masyarakat baduy dengan pemerintah, dan
merupakan bentuk penghargaan dari masyarakat baduy.

4. Upacara menanam padi dilakukan dengan diiringi angklung buhun sebagai


penghormatan kepada dewi sri lambing kemakmuran.

5. Kelahiran yang dilakukan melalui urutan kegiatan yaitu:


1. Kendit yaitu upacara 7 bulanan ibu yang sedang hamil.
2. saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji untiuk dijampi-
jampi.
3. Upacara Angiran yang dilakukan pada hari ke 40 setelah kelahiran.
4. Akikah yaitu dilakukannya cukuran, khitanan dan pemberian nama
oleh dukun (kokolot).

5. MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu
mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka
dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan. mereka memiliki
kerajinan tangan seperti menenun dengan model tenunan sarung dan selendang khas Badui
serta acessoris – acessoris seperti gelang, tas atau pernak – pernik lainnya

6. PERKAWINAN

Perkawinan, dilakukan berdasarkan perjodohan dan dilakukan oleh dukun atau


kokolot menurut lembaga adat (Tangkesan) sedangkan Naib sebagai penghulunya. Adapun
mengenai mahar atau seserahan yakni sirih, uang semampunya, dan kain poleng. Jika ada
perempuan atau laki – laki yang menolak perjodohan itu mereka akan terkena kutukan batin
dan di asingkan ke hulu, itu memang sudah adat isiadat dari zaman nenek moyang mereka.

B. SEJARAH ASAL MUASAL SUKU BADUY


Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan
keturunannya, termasuk warga Baduy mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga
harmoni dunia. Mereka juga beranggapan bahwa suku Baduy merupakan peradaban masyarakat yang
pertama kali ada di dunia. Suku Baduy yang merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir
mayoritasnya mengakui kepercayaan sunda wiwitan. Yang mana kepercayaan ini meyakini akan
danya Allah sebagai “Guriang Mangtua” atau disebut pencipta alam semesta dan melaksanakan
kehidupan sesuai ajaran Nabi Adam sebagai leluhur yang mewarisi kepercayaan turunan ini.
Kepercayaan sunda wiwitan berorientasi pada bagaimana menjalani kehidupan yang mengandung
ibadah dalam berperilaku, pola kehidupan sehari-hari,langkah dan ucapan, dengan melalui hidup yang
mengagungkan kesederhanaan (tidak bermewah-mewah) seperti tidak mengunakan listrik,tembok,
mobil dll.

Perkembangan masyarakat baduy pada masa kini adalah masyarakat baduy dalam sudah bisa
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan masyarakat luar. Mereka juga telah mengenal teknologi
tetapi tidak mereka pakai karena mereka tetap berpegang teguh pada adat istiadat yang mereka miliki.
Perbedaan suku baduy dalam dan baduy luar adalah Badui Dalam tidak pernah naik
kendaraan kalau bepergian. Karena itu setiap kali ke Jakarta atau ke mana saja mereka harus berjalan
kaki dan tidak menggunakan alas kaki, sandal atau sepatu. Sedangkan orang Badui Luar sudah mulai
terbuka terhadap perkembangan seperti menggunakan alas kaki dan bisa naik kendaraan kalau
bepergian. Orang Badui Luar bisa berobat ke puskesmas kalau sakit, sementara orang Badui Dalam
dilarang. Mereka menggunakan dukun kampung untuk menyembuhkan sakit. Pola rumah tinggal yang
mereka gunakan juga sudah sedikit berbeda. Badui Dalam sama sekali dilarang untuk menggunakan
paku dalam mendirikan rumah. Mereka hanya menggunakan tali untuk mengikat tiang rumah dan
kerangka rumah lainnya. Sementara Badui Luar sudah bisa menggunakan paku untuk membuat
rumah.

Baduy dalam biasanya tidak berinteraksi dengan masyarakat luar biasanya dengan perantara
Baduy Luar, Baduy dalam pun menolak adanya benda- benda elektronik seperti hp, kamera dsb.
Sedangkan Baduy Luar, mereka sudah hidup secara modern dan berinteraksi dengan masyarakat luar.
Sejak dahulu baduy dalam dan baduy luar memang sudah terbagi.

1. Rumah Adat Banten Suku Baduy

Biasanya, rumah adat baduy adalah rumah panggung yang hampir seleruh bagian rumah
menggunakan bahan dari bambu. Rumah adat baduy sudah terkenal dengan kesederhanaannya dan
juga keamanaan serta kenyamanan. Semua ini dibangun dengan untuk bisa bertahan hidup sebagai
insting dari manusia.

Karena kekeluargaan di suku baduy sangat kental, proses pembangunan rumah adat suku
baduy selalu dilakukan dengan cara gotong royong. Karena lokasi desa suku baduy berada di bawah
kaki gunung, bangunan rumah adat baduy dibuat tinggi, berbentuk panggung dan mengikuti tinggi
rendahnya tanah.
2. Struktur Rumah Adat Baduy

Jika dilihat dari struktur bangunan rumah adat baduy, rumah adat baduy secara keseluruhan
terbuat dari bahan material yang ada di alam. Selain yang sudah disebutkan di atas, bahwa bambu
menjadi bahan utama masih ada bahan-bahan lain, seperti batu, kayu dan ijuk.

Pada bagian tanah yang miring dan tidak rata pada permukaannya, bangunan akan disangga
menggunakan tumpukan-tumpukan batu. Batu yang digunakan biasanya batu kali, batu ini juga
mempunyai fungsi selain menjadi penyangga, yaitu sebagai pencegah agar tanah tidak longsor.

Batu yang digunakan sebagai bahan pondasi adalah batu yang datar dan memiliki ukuran
yang besar. Batu ini juga digunakan untuk mencegah tiang rumah adat baduy cepat lapuk.

Tiang rumah adat baduy berasal dari balok kayu berukuran besar. Jenis kayu yang digunakan
harus kayu yang kuat dan tahan lama, seperti kayu jati, mahoni, akasia atau kayu ulin. Kayu yang kuat
sangat penting untuk ketahanan rumah adat, karena tiang adalah tempat menopangnya rangka atap
dan juga rangka lantai

Bagian dinding rumah adat baduy biasanya menggunakan anyaman bambu yang sering juga
disebut bilik. Pemakaian bilik sebagai dinding memberikan kesejukan untuk penghuni rumah, karena
sirkulasi udara bisa keluar masuk melewati celah anyaman.

Karena sirkulasi udara sudah cukup lancar melewati celah dinding yang dari bilik, jadi
beberapa rumah baduy tidak dipasangi jendela. Sedangkan untuk bagian lantai rumah adat baduy
terbuat dari susunan papan kayu atau bambu yang telah dibaut menjadi datar atau palupuh.
Bagian rumah adat baduy menggunakan bilah bambu dan ijuk sebagai bahan utama. Bilah
bambu digunakan untuk kerangka atap rumah, sedangkan ijuk digunakan sebagai atapnya. Jika tidak
ada ijuk, masyarakat baduy menggunakan daun alang-alang yang telah dianyam sebagai pengganti.

3. Pembagian Ruangan Rumah Adat Baduy

Rumah adat baduy dari dulu sampai sekarang masih digunakan sebagai model utama hunian
untuk masyarakat suku baduy. Untuk tetap menjaga fungsi dari rumah adat baduy, rumah adat ini di
bagi menjadi tiga ruangan.

Ruangan yang pertama terletak dibagian depan rumah, ruangan ini juga biasa disebut sosoro.
Fungsi ruangan ini untuk menerima tamu, tempat bersantai, terkadang juga digunakan untuk aktivitas
kaum wanita seperti untuk menenun. Ruangan ini juga bisa dibilang sama dengan teras.

Ruangan yang kedua biasanya ada dibagian tengah rumah, ruangan ini biasa disebut
masyarakat sekitar dengan nama tepas. Ruangan ini mempunyai fungsi sebagai tempat pertemuan
keluarga, bersantai dan tidur dimalam hari.

Ruangan yang terakhir adalah ruang belakang atau ruang ipah. Ruangan ini memiliki fungsi
untuk menyimpan persediaan makanan dan tempat memasak. Untuk membuat tungku sebagai kompor
masak, biasanya lantai dapur ditimbunin tanah. Cara ini berguna agar api tidak merambat kelantai
kayu atau bambu.
A. ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU DAYAK

1. Letak Geografis
Kalimantan Tengah terletak di daerah
Katulistiwa, pada 0"45” Lintang Utara – 3"30”
Lintang Selatan, dan 111" Bujur Timur dengan luas
wilayah 157.983 km2, terdiri dari hutan dan
pertanahan 134.937,25 km2, sawah/ladang
10.744,79 km2, perkebunan 6.637,62 km2, dan
pemukiman & bangunan lainnya 1.244,24 km2.
Kalimantan Tengah dilalui oleh beberapa sungai
yang bermuara ke Laut Jawa, yaitu: Sungai Kapuas,
Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Katingan,
Sungai Mentaya, Sungai Seruyan.

2. Iklim daerah
Kalimantan Tengah termasuk iklim tropis yang lembab dan panas dengan suhu udara rata-rata
34 C. Curah hujan jatuh pada bulan Oktober sampai dengan Maret dengan curah hujan terbanyak
jatuh pada bulan Januari sekitar 1700mm.

Kondisi geografis
di Kalimantan Tengah memiliki tiga ciri: yaitu
daerah pesisir,
daerah rawa-rawa, dan
daerah perbukitan yang disertai aliran sungai.

Batas – batas wilayah Kalimantan Tengah yakni:


Sebelah Utara : Propinsi Kalimantan Barat dan Timur
Sebelah Selatan : Laut Jawa
Sebelah Timur : Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan
Sebelah Barat : Propinsi Kalimantan Barat.

B. RUMAH ADAT SUKU DAYAK

Suku Dayak adalah penguasa Kalimantan dan merupakan kelompok etnik yang memiliki ke-
khasan adat dan istiadat serta benda-benda seni hasil kerajinan.

1. RUMAH BETANG
Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru
Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak,
dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai
mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya
jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak
biasanya berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil
ladang, kebunmaupunternak).

Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang
mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam
bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah
Betang ini saya perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang
mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki
rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian
tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah
Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah
tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan
karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.

2. ARSITEKTUR RUMAH BETANG


Arsitektur Dayak tidak bisa dilepaskan dari konsep hidup dan kebudayaan sehari-hari mereka.
Konsep hidup dan budaya ini dapat dilihat dari bentuk rumah tinggal yang secara arsitektural
memiliki ciri fisik berbentuk rumah yang memanjang dengan tiang (kolong) tinggi yang mereka sebut
sebagai rumah Betang atau Rumah Panjang atau Lamin atau juga lebih kerennya disebut Long House.
Selain dari bentuk fisik, rumah Betang secara arsitektural menggambarkan konsep hidup dan
kebudayaan Dayak. Hal ini dapat terlihat pada tata ruang, bentuk bangunan, asesoris seperti patung,
ukiran, pernak pernik, dan pola penataannya. Dengan melihat tata ruang rumah, bentuk, dan
susunannya dapat diketahui bagaimana pola hidup, pola pikir, pilosofi serta kebudayaan yang terjadi
dalam masyarakatnya.

3. KEUNIKAN RUMAH BETANG

Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta
terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat
penghubung pada Betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah
dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari
musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang.
Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan.

Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta
lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang
di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri
T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.
Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing, burung, kucing, babi, atau
sapi. Selain karena ingin merawat anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai
'teman' yang setia pada saat berburu di hutan belanntara. Pada zaman yang telah lalu suku Dayak tidak
pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah menganggap anjing sebagai
pendamping setia yang selalu menemani khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah
menganggap anjing sebagai bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.

Ciri-ciri bentuk rumah suku-suku Dayak secara universal dapat dilihat dari:
Bentuk Bangunan:
Bentuk bangunan panjang dan hanya beberapa unit saja dalam satu kampung. Biasanya tidak lebih
dari 5 unit. Satu unit bisa digunakan oleh 5-10 anggota keluarga. Bahkan ada yang digunakan secara
komunal oleh lebih dari 30 anggota keluarga. Bentuk rumah berkolong tinggi, dengan ketinggian
sampai dengan 4 meter dari permukaan tanah. Badan rumah (dinding) terkadang berarsitektur jengki
dengan atap pelana memanjang.

Tata Ruang :
Ruang-ruang yang ada dalam Rumah Betang biasanya terdiri dari sado', padongk, bilik, dan dapur.
1. Sado' (dalam bahasa Dayak Simpangk) adalah pelantaran tingkat bawah yang biasanya merupakan
jalur lalu lalang penghuni rumah Betang. Sado' juga biasanya digunakan sebagai tempat untuk
melakukan aktivitas umum seperti menganyam, menumbuk padi, berdiskusi adat secara massal, dan
lain sebagainya.

2. Padongk dapat diterjemahkan sebagai ruang keluarga, letaknya lebih dalam dan lebih tinggi dari
pada sado'. Ruangan ini biasanya tidak luas, mungkin berkisar antara 4x6m saja. Padongk lebih umum
dimanfaatkan oleh pemilik Rumah Betang sebagai ruang kumpul keluarga, ngobrol, makan minum,
menerima tamu dan aktivitas yang lebih personal.

3. Bilik adalah ruang tidur. Bilik tentu saja digunakan untuk tidur. zaman dahulu, satu bilik bisa
dipakai oleh 3-5 anggota keluarga. mereka tidur dalam satu ruangan dan hanya dibatasi oleh kelambu.
Kelambu utama untuk ayah dan ibu, kelambu kedua dan ketiga untuk anak-anak. tentu kelambu anak
laki-laki dan perempuan akan dipisahkan.
4. Ruang yang terakhir didalam Rumah Betang adalah Dapur. Ruang ini terbuka dan memiliki view
yang langsung berhadapan dengan ruang padongk. Umumnya dapur hanya berukuran 1x2m dan
hanya untuk menempatkan tungku perapian untuk memasak. Di atas perapian biasanya ada tempara
untuk menyimpan persediaan kayu bakar. Dapur di rumah Betang amat sederhana dan hanya
berfungsi untuk kegiatan masak memasak saja.

Ukiran rumah adat suku daya

Warga Dayak belajar berbagai seni ukir dan patung. Masyarakat Dayak memiliki kekayaan
seni ukir yang dekat dengan alam, seperti tumbuhan dan satwa, serta berbagai simbol kepercayaan
mereka. Itu terlihat mulai dari arsitek bangunan rumah, peralatan rumah tangga, sampai perangkat
kesenian.
Nilai Estetika dan Etika

Selain pada tampilan dari luar, juga pada ukiran-ukiran yang ada pada setiap bangunan.
Ukiran-ukiran ini diletakkan pada tempat-tempat yang dilihat seperti pada bubungan rumah, depan
rumah, di atas jendela, di daun pintu, di ruang tamu dan lain-lain. Selain itu, nilai estetika juga dapat
dengan mudah dilihat pada sapundu dan sandung yang biasanya terdapat di halaman depan rumah.
dilihat dari bahan-bahan tertentu yang digunakan dalam membuat bangunan. Untuk membangun
tiang, sedapat-dapatnya dicari pohon kayu ulin yang telah berumur tua. Hal ini melambangkan
kekuatan dan kesehatan sehingga diharapkan bangunan dapat bertahan lama dan jika sudah ditempati,
penghuninya diharapkan senantiasa mendapat kesehatan baik. Ukiran pada bangunan umumnya
melambangkan penguasa bumi, penguasa dunia atas dan dunia bawah, yang dilambang dengan ukiran
burung tingang dan ukiran naga.
BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

http://www.rudydewanto.com/2011/01/rumah-toraja-tongkonan.html(diunduh 20 September
2011)Stephany, Shandra. 2009.Transformasi Tatanan Ruang dan Bentuk pada InteriorTongkonan
di Tana Toraja Sulawesi Selatan.

http://203.189.120.190/ejournal/index.php/int/article/shop/18179/18066(diunduh 18 September
2011)Sumalyo, Yulianto. 2001.Kosmologi dalam Arsitektur Toraja.

http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/ARS/ARS012901/ARS01290108.pdf(diunduh 18
September 2011)Thosibo, Anwar. 2011.Mengungkap Masa Lampau Etnis Toraja Melalui Seni
UkirOrnamen Passurak sebagai Sumber Sejarah.

http://www.geocities.ws/konferensinasionalsejarah/anwar_thosibo.pdf.(diunduh18September
2011)Wegymantung.2009.Asal Usul Suku Toraja.

http://wegymantung.multiply.com/journal/item/3/Asal_usul_Suku_Toraja.(diunduh20September
2011)Wegymantung. 2009.Ukiran Toraja.

http://wegymantung.multiply.com/photos/album/10/Ukiran_Toraja. (diunduh20September 2011)

https://www.scribd.com/document/290493736/ARSITEKTUR-TRADISIONAL-PAPUA-PAPER-pdf

http://ilmu1set.blogspot.com/2010/06/letak-geografis.html

https://rumahulin.com/rumah-adat-baduy/

Anda mungkin juga menyukai