Anda di halaman 1dari 7

BUDAYA INDONESIA

(Kebudayaan Tanah Toraja)

AYU ANGGRAENI

1805165028

Pendahuluan

Sebagai kelompok atau suku yang berbeda dengan yang lainnya,suku toraja memilkih
budaya yang unik ditengah-tengah kemajemukan suku-suku bangsa yang ada di
indonesia.salah satu budaya yang sangat terkenal di tana toraja bahkan sampai di
mancanegara adalah budaya Rambu solo’/upacara pemakaman.upacar tersebut
biasanya dilaksanakan dengan memperhatikan strata sosial orang yang meninggal.Bagi
mereka yang termasuk dalam kelompok the have atau orang yang berada biasanya di
laksanakan dengan terkesan sangat meriah.Hal ini dikarenakan mereka perlu
memperlihatkan bahwa mereka memang berasal dari kelompok yang berada atau
kelompok kalangan atas.Berbeda dengan kelompok masyarakat yang tidak punya atau
berasal dari kelompok hamba/rakyat merdeka biasa,mereka tidak dapat melakukan
upacara sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok bangsawan.Upacara rambu
solo’merupakan sebuah upacara yang sarat dengan nilai-nilai adat istiadat(aluk to dolo)
yang mengikat masyarakat toraja.Kepercayaan lama(aluk) di percaya bahwa aluk
tersebut berasal dari langit oleh karena itu seluruh mahluk harus tunduk kepada aluk1.

Berdasarkan teori fungsionalisme struktural talcott parsons,sistem sosial yang terdiri


dari institusi,agama,politik,sosial,dll serta subsistem seperti budaya,sosial,kepribadian
serta perilaku organik,hubungan yang harmonis di antara semua sistem dan subsistem
berfungsi untuk menciptakan berjalannya dengan baik fungsi dalam masyarakat.jika
terjadi konflik diantara salah satu sistem atau subsistem yang ada maka fungsi tidak
akan tercipta.Dalam hubungannya dengan kebudayaan,parson membayangkan kultur
1
Y.A.Sarira.1996.Rambu solo’dan persepsi orang kristen tentang rambu solo’.Tana Toraja:Pusbang
Gereja Toraja.Hal 63.
sebagai kekuatan utama yang mengikat berbagai unsur dunia sosial.atau menurut
istilahnya sendiri,kultur adalah kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan2.Oleh
karena itu,seyogianya kebudayaan suatu suku bangsa seharusnya menciptakan fungsi
dan bukan sebaliknya membuat disfungsi hubungan-hubungan dalam masyarakat.

Namun berbeda dengan apa yang di kemukakan oleh lewis A.Coser,konflik dalam
kebudayaan rambu solo’di tana toraja justru mengakibatkan berjalannya fungsi
AGIl(Adaption,Goal attainment,Integration,dan Latency Patterns Maintenance).Karena
membentuk identitas dari pelakunya sehingga hal itu terus melekat pada dirinya untuk
memberikan nilai status sehingga ia menjadi brbeda dari orang lain atau dengan kata
lain hal itu memperjelas status keluarganya di pandangan masyarakat dan memberikan
perbedaan stratifikasi sosial diantara masyarakat toraja dan mempertajam perbedaan
antara kelompok yang kaya dan miskin,kelompok bangsawan dengan kelompok jelata.

Kebudayaan Rambu Solo’

Kebudayaan Rambu Solo’ juga dikenal sebagai “Aluk Rampe Matampu”.Hal ini
disebutkan oleh A.T.Marampa dalam bukunya:Guide Tana Toraja,yang berkata
bahwa:”Rambu solo’ is performed in the afternoon.it is also called Aluk Rampe
Matampu”3.jadi aluk rampe matampu dilaksanakan pada waktu matahari akan terbenam
atau waktu petang(sore hari).

Dalam upacara rambu solo’ ,salah satu hal yang sangat penting adalah upacara untuk
pemakanan dimana tahapan-tahapan pelaksanaan upacara rambu solo’merupkan suatu
peristiwa yang sangat mengandung dimensi religi dan sosial4.yang dimaksud yaitu
upacara rambu solo’tidak pernah terpisahkan atau terlepas dari nilai-nilai kepercayaan
orang toraja,secara khusus yang disebut sebagai ‘aluk todolo” atau yang lrbih lazim di
sebut animisme dan hal tersebut juga tidak dapat di lepaskan kaitannya dengan masalah
sosial karena dalam melaksanakan upacara rambu solo’harus memperhatikan strata
sosial dari orang yang meninggal tersebut.budaya tersebut tidak sama dengan budaya

2
Geoge Ritzer dan Douglas J. Goodmad.2004.Teori Sosiologi Modern.Jakarta:Kencana.hal 121-129
3
A.T.Marampa.Guide To Tana Toraja (n.p.,n.d.) hal 48
4
Akin Duli dan Hasanuddin.2003.Toraja dulu dan kini.Makassar:pustaka refleksi.hal 28.
lain yang ada di indonesia ,karena budaya rambu solo' ini lebih menperjelas atau
menunjukkan identitas dari pelakunya.

Dalam kebudayaan masyarakat toraja di kenal 4 macam tingkat atau strata sosial yaitu:
1). Tana’Bulaan atau golongan bangsawan, 2).Tana’ Bassi atau golongan bangsawan
menengah, 3).Tana’ karurung atau rakyat biasa/rakyat merdeka, dan 4).Tana kua-kua
atau golongan hamba5.kelompok sosial ini merupakan tatanan yang mengatur perilaku
para anggota kelompoknya,termasuk memberikan citi-ciri yang khas dalam
melaksanakan upacara rambu solo’.

Bentuk upacara rambu solo’ yang dilaksanakan di tana toraja disesuaikan dengan
kedudukan sosial masyarakatnya yang menyebabkan upacara tersebut dibagi dalam
empat tingkatan seperti yang di jelaskan oleh L.T.Tangdilintin,sebagai berikut:6

1. Upacara Disilli’ ,upacara pemakaman yang paling rendah didalam aluk todolo
yang diperuntukkan bagi pemakaman strata yang paling rendah,atau anak-anak
yang belum mempunyai gigi.
2. Upacara Dipasangbongi,upacara pemakaman yang hanya berlangsung selama
satu malam. Upacara ini adalah untuk kelompok tana’karurung atau rakyat
merdeka/biasa,atau bisa juga dilakukan oleh orang-orang dari strata tana’ bulaan
dan bassi apabila secara ekonomi mereka tidak mampu.
3. Upacara Dibatang atau Didoya Tedong,dimana upacara ini berlangsung harus
ada pemotongan satu kerbau dalam setiap harinya dan harus ada satu kerbau
yang ditambatkan pada sebuah patok dan di jaga sepanjang malam tanpa
tidur.Upacara ini di peruntukkan bagi para bangsawan menengah(tana’
bassi),tetapi bisa juga di pakai untuk kaum bangsawan tinggi(tana’ bulaan) yang
tidak mampu membuat upacara tana’bulaan.
4. Upacara Rapasan, upacara ini di laksanakan sebanyak dua kali dan dikhususkan
bagi kaum bangsawan tinggi(tana’bulaan).Upacara ini juga memilikih jenis-jenis
seperti: 1).Upacara rapasan diongan atau di dandan tana’(artinya upacara paling

5
Y.A.Sarira. 1996.Rambu Solo’dan Persepsi Orang Kristen tentang Rambu Solo’.Tana Toraja:Pusbang
Gereja Toraja.hal 105
6
L.T.Tangdilintin.1980.Toraja Dan Kebudayaannya.Tana Toraja:Yayasan Lepongan Bulan.hal 125-133
bawah atau menurut syarat minimal) korban kerbau sekurang-kurangnya
sembilan,dan babi sebanyak yang di butuhkan.Upacara pertama di laksanakan
dihalaman Tongkonan7, upacara ini di sebut “Aluk Pia atau Aluk Banua” dan
upacara kedua dilaksananakan di rante, upacara ini disebut”Aluk Palao atau
Aluk Rante” karena pelaksanaannya dberlangsung di rante dan dapat
dilaksanakan selama yang keluarga inginkan. 2).Upacara rapasan sundun atau
doan(upacara sempurna/atas).Upacara ini membutuhkan korban kerbau
seekurang-kurangnya dua puluh empat ekor dan korban babi dengan jumlah
yang tak terbatas untuk dua kali pesta.upacara ini diperuntukkan bagi bangsawan
tinggi yang kaya,atau para pemangku adat dan upacara ini berlangsung seperti
upacara rapasan diongan.
3).Upacara Rapasan sapu randanan(secara literal diartikan serata dengan tepi
sungai).Upacara rapasan sundun berlangsung dengan korban kerbau yang
melimpah.pada upacara ini selain menyiapkan “duba-duba”(tempat
pengusungan mayat yang mirip dengan tongkonan),disiapkan juga “tau-tau”
yaitu patung dari orang yang meninggal,dan diarak-arak bersamaan dengan
mayat ketika akan dilaksanakan aluk palao atau aluk rante.

Adanya praktik upacara yang berbeda-beda bentuk pelaksanaannya,baik dari hal waktu
dilaksanakan,bentuk upacara dan tingkat upacaranya.ada upacara yang hanya
berlangsung satu hari dan tidak boleh bermalam,tetapi ada juga yang berlangsung
selama satu-dua malam,ataupun lebih dari tiga malam.Hal tersebut dapat di lihat dari
persiapan tempat untuk melaksanakan upacara pemakaman yang bervariasi.Ada yang
hanya memasang tenda biasa dan ada juga yang menyiapkan tempat berupa
pondok/rumah yang biasa di sebut sebagai lantang dengan posisi melingkar diseluruh
halaman rumah(yang biasa di sebut rante).Ada yang menggunakan kain merah dan
ukiran,ada yang memakai patung,ada yang memlikih tempat khusus untuk menerima
tamu yang datang yang biasa disebut lantang pa’tammuan dan ada juga yang memilikih

7
“Tongkonan” adalah rumah adat yang berasal dari Tana Toraja dan merupakan rumah yang
dibangun karena kesepakatan dari keluarga besar,dan kemudian di tempati dan dijaga oleh
seorang anggota keluarga yang berhak atau yang memperkasai pembangunan rumah
tersebut.Rumah ini jug tidak dibangun oleh sembarangan orang,karena rumah ini juga
merupakan ciri atau indentitas kelompok bangsawan menengah keatas.
langkian(tempat untuk menaruh jenazah selama upacara berlangsung).lakkian ini
biasanya terletak di tengah-tengah halaman atau berada di depan rumah tongkonan.

Ada pula perbedaan dalam bentuk dan banyaknya binatang yang di korbankan seperti
babi dan kerbau yang menyebabkan adanya pengaruh perbedaan dari strata sosial yang
cukup masih sangat kental dalam masyarakat toraja.Ada upacara pemakamana yang
berlangsung begitu meriah yang ditandai dengan adanya kegiatan adu
kerbau(ma’pasilaga tedong),dimana kerbau-kerbau yang akan di korbankan diadu dulu
sebelum di sembelih.

Kebudayaan rambu solo’ditana toraja tidak sesederhana yang dipikirkan oleh


kebanyakan orang karena kebudayaan trsebut tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai
adat budaya lokal suku toraja.bentuk-bentuk upacara yang di tampilkan ternyata
merupakan suatu tampilan dari sekian banyak unsur yang terkait,dan salah satu yang
sangat kuat adalah strata sosial pelaku budaya tersebut.Akin Duli dan Hasanuddin
dalam bukunya menjelaskan bahwa Rambu Solo’merupakan suatu peristiwa yang
mengandung dimensi religi dan sosial,yang didasarkan atas stratifikasih sosial8.

Pelaksanaan rambu solo’dibedakan kedalam beberapa tingkatan dan dikaitkan dengan


istilah adat istiadat yang disebut sangka’(aturan).aturan atau sangka’tersebut meliputi:

Pertama,sangka salubiang atau aturan merata.yang dimaksud dengan aturan merata


dalam hal ini adalah bahwa jenis upacara ini dapat dilakukan oleh semua bentuk atau
jenis lapisan strata masyarakat.

Kedua,patiran sangka’ penentuan klasifikasi upacara pemakaman:dipabendan


alang:acara 3 malam dengan 4 ekor kerbau.hari pertama dipotong 1 kerbau untuk acara
ma’karu’dusan.hari kedua di potong 1 kerbau untuk ma’batang.hari ketiga dipotong 2
kerbau untuk mantunu.hari keempat pemakaman ma’papitu,acara 3 malam dengan 7
ekor kerbau.Apabila lebih dari 7 disebut raku’napa.Dipatonang(untuk perempuan),acara
3 malam dengan 9 ekor kerbau.Apabila lebih dari 9,Raku’napa:Ditandung tabang(untuk
laki-laki),tetapi beda nama karena dalam acara ini sudah dibuat tau-tau lampa yang
terbuat dari bambu.ketiga aluk tersebut disebut sangka kampai tokna.
8
Akin Duli dan Hasanuddin.2003.Toraja Dulu dan Kini.Makassar:Pustaka Refleksi.hal 28.
Ketiga,sangka’Rante,rapasan sundun(pa’layu-layu)minimal 12 ekor kerbau,dinding
pondok sudah bisa diukir.Rapasan sapu Randanan,minimal 24 ekor kerbau bisa
dibuatkan tau-tau nangka .

Dalam upacara ini perlu ada simbuang yaitu tempat untuk mengikat kerbau.Simbuang
Induk,tempat mengikat kerbau pudu’(kampa rante),Simbuang lambiri/ampiri,tempat
mengikat kerbau balean(kerbau yang di kebiri).Simbuang Batu,tempat mengikat kerbau
belang,Simbuang Buangin,tempat mengikat kerbau todik.Simbuang Nato,tempat
mengikat kerbau Sambao’(kerbau yang paling rendah nilainya),Rapasan Sarrin
Bobo/sarrin bone-bone.Semua kerbau harus ada Pantunu pasa’(keluarga yang berduka
memberikan kerbau kepasar-pasar di tana toraja untuk di potong dan kemudian
membagikan dagingnya kepada setiap orang yang datang kepasat tersebut) dibeberapa
pasar terkenal di toraja.

Kesimpulan

Kebudayaan Rambu solo’ atau upacara pemakaman yang diadakan di Tana Toraja
sangat berbeda jauh dengan kebudayaan daerah-daerah lain yang ada di
indonesia.Dimana upacara ini dilaksanakan bisa sampai berhari-hari dan mengorbankan
bisa sampai ratusan ekor kerbau dan babi sesuai dengan strata sosial yang dimilikih si
pelaku,seperti strata sosial kelompok atas kaum bangsawan yang melaksanakan
kegiatan rambu solo’ atau pemakaman dengan upacara yang begitu meriah,begitu pula
sebaliknya dengan orang kaum bawahan/atau kaum hamba hanya melaksanakan
kegiatan rambu solo dengan upacara yang biasa-biasa saja.

DAFTAR PUSTAKA

Geoge Ritzer dan Douglas J. Goodmad.2004.Teori Sosiologi Modern.Jakarta:Kencana.


A.T.Marampa.Guide To Tana Toraja (n.p.,n.d.)

Akin Duli dan Hasanuddin.2003.Toraja dulu dan kini.Makassar:pustaka refleksi.

Y.A.Sarira.1996.Rambu solo’dan persepsi orang kristen tentang rambu solo’.Tana


Toraja:Pusbang Gereja Toraja.

L.T.Tangdilintin.1980.Toraja Dan Kebudayaannya.Tana Toraja:Yayasan Lepongan


Bulan.

Anda mungkin juga menyukai