Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.LATAR BLAKANG
Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia ( NKRI ), yang terletak di Flores Barat Propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara
astronomis, terletak antara 80 301 L.S – 80 501 L.S dan 1190 301 B.T – 1200 501 B.T. Secara
geografis, disebelah barat dibatasi oleh Selat Sape dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB),
sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Ngada, sebelah Utara
dengan Laut Flores, sebelah Selatan Laut Sawu. Luas wilayah kabupaten Daerah Tingkat II
Manggarai adalah 7.136,4 km2. Kabupaten Manggarai adalah salah satu kabupaten dari 13
kabupaten/kota madya di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara administrasi pemerintahan,
Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai seputar letak dan luas wilayah diatas.
Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit, dengan dasar
religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek – Ema
pu’un kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang
(mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci.
Secara praktis, kebudayaan bisa dimengerti sebagai kumpulan nilai-nilai dan perayaan atas nilai-
nilai tersebut. Sebagai kumpulan nilai-nilai, kebudayaan berkarakter pencarian. Nilai-nilai yang
ada itu menjadi titik akhir pencarian manusia akan sesuatu yang dianggap bermakna bagi hidup.
Dan pada dasarnya setiap manusia memiliki motif tunggal dalam pengembaraan hidupnya yaitu
mengejar aneka nilai. Kita harus sepakat bahwa nilai yang dikejar adalah nilai baik yang
mungkin bisa diringkas dengan sebutan keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan itu
menjadi harapan semua orang agar dipenuhi. Acara Penti (upacara Penti) yang terdapat dalam
masyarakat adat Manggarai terdorong oleh satu keyakinan akan nilai tertentu untuk hidup. Bagi
saya, acara itu memiliki karakter teleologis yaitu mempunyai arah atau tujuan yang mulia di
dalam dirinya sendiri. Seperti apakah acara Penti dalam masyarakat adat Manggarai dan apa
maknanya bagi kehidupan serta dinamikanya dari waktu ke waktu? Apa sumbangan kebudayaan
lokal itu bagi kebudayaan bangsa, dalam hal ini untuk membangun sebuah ideologi ke-
indonesia-an.
Sementara itu, penguasa tanah adat di Manggarai adalah Tua Golo. Tua Golo dapat
melimpahkan kuasanya kepada Tua Teno untuk membuka atau membagi suatu lingko (tanah

1
adat). Tua Teno inilah yang mengatur gendang one lingko pe’ang yakni mulai dari rumah adat
sampai pembagian tanah serta struktur adat dan aturan wono (upeti) diatur oleh Tua Teno.
Sebelum suatu lingko atau tanah komunal adat dibagi, Tua Teno yang mendiami suatu rumah
adat (mbaru gendang) lalu mengumpulkan semua anggota suku guna bermusyawarah bersama
(lonto leok bantang cama) untuk mengatur pembagian tanah secara adil dan bijaksana. Ada
beberapa jenis lingko (tanah adat) di Manggarai:

Lingko Rame/Lingko Randang yakni tanah yang dibuka dengan ritual adat dan ditandai dengan
pemotongan korban seekor kerbau atau babi berbulu merah (ela ruang). Tanah adat yang dibuka
dengan mengorbankan kerbau tersebut disebut Lingko Rona sedangkan tanah adat dengan
mengorbankan seekor babi merah disebut Lingko Wina. Kemudian, diantara salah satu lingko
lagi dijadikan sebagai tempat untuk kegiatan ritual adat dengan mengorbankan seekor
babi. Upacara ini dilakukan setiap tahun yang disebut Penti yakni upacara adat syukuran atas
hasil panen. Sedangkan Lingko Saungcue yakni tanah adat yang dibuka dengan ritual adat
dengan mengorbankan seekor babi. Biasanya, bagi warga yang mendapatkan tanah pembagian
tersebut diwajibkan melakukan ritual adat setiap tahun dengan mengorbankan satu ekor ayam di
atas tanah mereka masing-masing. Dalam pengelolaan tanah lingko, terdapat tiga mekanisme
pembagian yakni mekanisme Lodok yakni pembagian tanah dengan bentuk segi tiga. Tua Teno
yang bertugas melakukan pembagian berdiri tepat di tengah (mangka) atau di titik pusat tanah
tersebut dan mengatur pembagian mulai dari dalam menuju keluar ke arah batas luar (cicing
lingko). Istilah lain yakni Neol yakni pembagian tanah adat oleh beberpa orang warga yang
dilakukan secara adil dan bijaksana dalam bentuk segi tiga dalam areal yang kecil dengan
mendapat persetujuan Tua Teno dan Tua Golo. Pembagian dengan sistem Tobok yakni
pembagian tanah sisa dari pembagian Lingko Lodok oleh beberapa orang warga di luar batas
tanah adat (cicing lingko). Setiap tahun, komunitas adat atau golo/beo merayakan penti. Agar
pesta terselenggara dengan baik, Tua Teno yang mengatur pembagian upeti (wono) berupa uang,
beras, tuak, babi, kepada setiap suku atau warga. Biasanya, dalam pesta penti ini, warga
melakukan beberapa ritual adat seperti : Barong Wae yakni semua warga melakukan upacara
adat di mata air, tempat warga sehari-hari menimbah air. Upacara ini sebagai ucapan syukur
kepada Tuhan dan alam yang telah memberikan air untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh
warga. Biasanya, dalam ritus adat ini dikorbankan seekor ayam berwarna putih. Torong Ela Wee
Penti yaitu setelah warga pulang dari mata air, mereka langsung melakukan ritual adat di rumah

2
gendang untuk menghormati dan mengenang para leluhur yang telah meninggal dunia. Biasanya,
dalam ritus ini, dikorbankan satu ekor babi.

Karong Lodok yakni semua warga turun ke lingko rame/lingko randang diiringi gong dan
gendang dan melakukan ritual adat dengan korban seekor babi di pusat moso atau tepat dititik
tengah tanah adat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah memberi mereka hasil dari
tanah yang mereka kerjakan. Torok Ela One Compang yakni setelah melakukan ritual Karong
Lodok warga kembali berkumpul di tengah halaman kampung dan melakukan ritual adat di
compang (tugu yang didirikan di tengah halaman rumah) dengan korban seekor babi sebagai
ungkapan syukur atas kebaikan dan kemurahan Tuhan dan leluhur yang telah menjaga,
melindungi dan memberi mereka hidup.

Menurut penuturan tua-tua adat, dari dulu kala tidak ada perang tanding antar golo di Manggarai
dalam rangka menaklukan satu golo atau menguasai apalagi menjajah golo lainnya. Hubungan
antara golo diwarnai oleh persamaan derajat seperti dalam ungkapan : “poti woleng beo, darat
wole’ng tanah”. Dalam pengertian murni tradisional setiap golo bersifat independen dalam
bidang kekuasaan dan hak atas tanah. Antara golo, teno, rumah gendang dan lingko merupakan
satu kesatuan kehidupan orang Manggarai yang tak bisa dipisah-pisahkan dan telah membentuk
satu kesatuan social politik dan spiritual yang utuh. Lingko yang berbentuk bundar atau lingkaran
dapat dilihat hubungannya dengan golo. Istilah golo itu sendiri berarti bukit atau juga kampung.
Maka, dari atas bukit setiap orang dapat melihat dengan jelas ke arah bawah atas dasar bukit
yang membentuk sebuah sebuah lingkaran.

Orang Manggarai juga mengenal tata ruang. Sistem penataan ruang, orang Manggarai
membagi wilayah berdasarkan empat jenis yaitu Pong yakni kawasan terlarang seperti kawasan
yang terletrak dekat mata air; Puar merupakan kawasan hutan yang dapat dimanfatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat seperti membangun rumah; Uma yaitu kawasan yang
dialokasikan untuk pemukiman dan perladangan dan Satar yakni kawasan padang rumput atau
savanna yang berfungsi sebagai padang penggembalaan ternak. Kini, dengan perkembangan
dunia yang semakin modern dan perubahan yang pesat, nilai-nilai kearifan lokal masyarakat
Manggarai perlahan-lahan mulai terancam hilang.

3
1.2.Rumusan Masalah
Umum : Bagaimanakah Upacara Penti (upacara syukur) dalam Sub Sistem Reigi
dalam masyarakat adat Manggarai ?
Khusus : 1. Bagaimanakah Sub Sistem Religi dalam kebudayaan masyarakat adat
Manggarai ?
2. Bagaimanakah Upacara Penti dalam masyarakat adat Manggarai ?
1.3.Tujuan
Tujuan upacara Penti ini adalah sebagai berikut :
1. Menyampaikan tanda syukur kepada Mori Jari Dedek dan kepada Arwah Nenek
Moyang atas semua hasil jerihpayah yang telah diperoleh dan dinikmati.
2. Tanda celung cekeng Wali ntaung ( musim bergantian tahun ).
Adapun tujuan penulisan Makalah ini dalam perkuliahan adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Pancasila


2. Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
3. Melatih mahasiswa dalam pengalaman langsung atau tidak langsung dalam memberikan
informasi kepada masyarakat umum tentang Upacara Penti alam Sub Sistem Religi di
Daerah Manggarai.

1.4.Landasan Teori
1. Beberapa pengertian kebudayaan
 Kata “kebudayaan” diambil dari kata sansekerta yaitu yaitu kata “buddhaya. Kata
buddhaya adalah bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan
demikian “kebudayaan “ adalah hal-hal yang berkaitan dengan akal.
 Dalam penjelasan pasal 32 UUD 1945 dinyatakan bahwa kebudayaan bangsa adalah
kebudayaan yang timbul sebagai buah uaha budinya rakyat Indonesia.
Dari pengertian-pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa kebudayaan manggarai
adalah hasil olahan rasa, karsa, cipta dan cita yang menjadi kekayan ensensial sebagai
buah udinya orang Manggarai, bai secara bersama maupun perorangan.
2. Wujud Kebudayaan
Kebudayaan memiliki tiga wujud, sebagai berikut :

4
 Abstrak : tak dapat dipandang mata maupun diraba, karena berbentuk gagasan, ide,
norma, maupun peraturan.
 Aktivitas : aksi yang terpola sesuai norma/peraturan yang berlaku.
 Benda : hasiln karya tangan manusia atau perbuatan manusia baik yang ringan seperti :
tenunan, maupun yang canggih seperti baja.
3. Proses Sosialisasi Kebudayaan
Suatu hasil karya atau gagasan dapat tersosialsisasi dalam macammacam proses, antara
lain ;
 Proses Internalisasi : suatu proses penanaman diri tentang sesuatu seperti perasaan
yang dialami manusia seja dilahirkan.
 Proses Sosialisasi : suatu proses perkembangan individu sejak masa kanak-kanak
dalam intereaksi sosial sampai pada masa dewasa.
 Proses evolusi : suatu proses perubahan secara bertahap dalam rentang waktu yang
relatife lama.
 Proses Inovasi : suatu proses pembaruan suatu yang lama berlaku disesuaikan dengan
hasil temuan yang baru.
D.4. Latar Filosofis dan Sosiologis
Secara filosofis kehidupan manusia diatur oleh pelbagai nilai, baik yang berwujud
material maupun rohaniah. Oleh karena adanya hasrat untuk senantiasa hidup dan tertib, maka
masyarakat itu sendiri merumuskan, mengembangkan nilai-nilai yang merupakan konsepsi
abstrak.
Ungguh penu pesona dan mengagumkan, karena tradisi nenek moyang Manggarai
penuh dengan nuansa filosofis, baik menyangkut hal-hal yang berada dalam dunia nyata
maupun yang berada dalam dunia cit-cita.
Dalam tata kehidupan orang Manggarai ejak dulu kala bergerak dalam dua sumber
filosofis yaitu:
1. Tentang apa adanya: Ha-hal yang penuh dengan realita kehidupan sesuai dengan
eksistensinya sebagai manusia.
2. Tentang bagaimana seharusnya: kehidupan yang dipenuhi dengan dunia cita-cita dan
karena terpupuk sikap kerja keras untuk dapat memwujudkan hal-hal yang masih berada
di dunia cita-cita menadi dunia realita.

5
Kedua sumber filosofis tata kehidupan itu diwujudkan dalam logo rumah adat orang
Manggarai pada setiap kampung (Beo/Golo) terutama pada rumah gendang (mbaru
Tembong). Jenis an makna logo itu adalah:
1. Pada Puncak (bubung) rumah adat (tampak luar) terpampang tiga simbol utama
 Periuk Persembahan: simbol keyakinan sekaligus penghormatan dan penyembahan
kepada Tuhan yang menjadikan (Mori jadi dedek, tana wa awang etan, pukul parn
agu kolepn, ulun le wain lau = Tuhan pencipta langit dan bumi serta segala isinya,
Tuhan penjadi dan pembentuk kehidupan manusia dan segala makhluk erta alam raya),
sekaligus untuk roh-roh yang mengganggu kehidupan manusia. Sejak nenek moyang
diyaini, bahwa Mori jari dedek senantiasa ada, tetapi ia tidak dapat dilihat oleh
manusia, oleh karena itu Mori jari dedek harus senantiasa disembah, diberi makan
supaya tidak marah (kudut wa nain Mori jari) kepada manusia, supaya manusia bisa
selamat dan tentram. Karena diyakini Mori jari dedek ditempat yang tertinggi, maka
pada puncak bubungan rumah itulah tempat persembahannya.
 Tanduk Kerbau (Rangga Kaba): simbol prinsip kemanusiaan yaitu nilai kemanusiaan;
tetapi kemanusiaan dalam hal ini bukan kemanusiaan yang adail dan beradap saja,
tetapi lebih mengandung makna cita-cita, karena nenek moyang Manggarai sangat
mendambakan agar keturunannya kuat seperti fisik kerbau. Disamping ideologi seperti
itu, juga merupakan simbol suka bekerja keras, sebab kerbau erat sekali hubungannya
dengan orang Manggarai, baik sebagai pembantu tenaga kerja bajak sawah (kalek)
maupun membantu untuk pikul beban serta jaminan untuk bayar belis.
Konsep ideologis dimaksud juga tertuang dalam ungkapan-ungkapan (goet-goet) seperti:
1. Yang berdimensi kesehatan antara lain:
 Uwa haeng wulang, lamgkas haeng ntala: hidup/tinggi sampai dibulan dan
bintang dilangit
 Cimar neho rimang, cama rimang rana: kekar kuat seperti batang lidi ijuk dari
jenis pohon enau (aren) yang berusia tua yang sulit termakan oleh parang atau
kapak.
 Neka nepo leso, neka ringing tis: jangan lekang karena teriknya sinar matahari,
jangan demam karena hujan rintik.
2. Yang berdimensi Ekonomi :

6
 Wake celern wa, saung bembeng ngger eta : ekonomi yang kuat, mapan dan mampu
menolong sesama karena memiliki persediaan lebih dari cukup.
 Ako neka lako, lalap nea lanta: mengetam padi tidak berpindah/tidak beranjak karena
panen sangat padat.
3. Atap Iju yang brmodel bulat
Atap ijuk membulat yang buat menyatu antara urat tali ijuk bersama batang lidinya yang
didalamnya ditopang oleh kuda-kuda (kinang). Ini prinsip etig, lambang persatuan dan
kesatuan yang kukuh kuat tak terpisahkan.
Nilai persatuan dan kesatuan ini menjiwai seluruh aktivitas sosial, ha terebut slalu
diungkapkan baik sebagai nasihat maupun motivasi melalui goet lagu-lagu antara lain:
o Nai ca anggit, tuka ca leleng = seia sekata, satu konsepsi demi kesatuan aksi.
o Ca natas bate labar, ca uma bate duat; ca wae teku, agu ca mbaru bate kaeng = satu
halaman tempat bermain, satu kebun (lingko) tempat kerja, satunya rumah tinggal.
Dalam lagu-lagu, banyak yang mengandung nilai pendidikan untuk menyerukan betapa
maha pentingnya persatuanb dan kesatuan dalam kebersamaan; terungkap lewat kata-
kata (goet) agu kolong, lagu endong antara lain:
Ema agu anak neka woleng bantang : bapak dengan ana jangan beda berpendapat.
Ase agu kae neka woeng tae: sanak saudara/adik dengan kakak tidak boleh beda
berpendapat.
Cama lewe ngger peang, cama poe ngger one: sama-sama menjaga kekompakan
dalam semua urusan baik kedalam maupun keluar.
Secara etimologis, nilai-nilai kebersamaan ini diberlakukan juga sebagai peroses
pendidikan warga/anak cucu dengan kepatuhan yang tinggi, namun tanda-tanda erosi
cendrung muncul karena nilai-nilai itu harus mampu mereplikasi perubahan, jia tidak
beberapa sub sistem nilai-nilai itu akan beradaptai dengan perubahan ilmu pengetahuan dan
teknologi, karena kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungn.

7
BAB II
PEMBAHASAN

ACARA PENTI (PESTA SYUKUR) DALAM SUB SISTEM RELIGI

1.1 Fakta sejarah Sistem Religi di Manggarai


SUB SISTEM RELIGI.
Dalam fakta sejarah aktivitas religi di Manggarai sampai dengan masuknya agama
dimanggarai, telah terjadi kesalahan pemberian nama “animis” terhadap orang Manggarai
yang menganut religi asli, supaya tidak disebut “kafir” kesalahan pemberian nama “animis”
ini sungguh menyesatkan, karena religi asli orang Manggarai yang dulu disebut “kafir”,
tidak sama konstelasinya dengan animisme. Religi asli orang Manggarai adalah “monoteis
implisit”, sebab dasra religinya menyembah Tuhan Maha Penciota (Mori jari dedek, Ema
pu’un kuasa), walaupun terdapat persembahannya selain di “compang” (mesbah), juga
terkadang dibawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci.
Teriakan spontan secara bersama dalam lagu “Renggas” adalah bentuk sikap
waspada atas perintah Mori Keraeng dari langit dalam bentuk “genggus” (guntur). Guntur
bagi orang Manggarai dulu adalah identik dengan komando dari langit untuk segera
menyiapkan bibit pertanian/ladang, karena guntur merarti sebentar lagi hujan mau turun.
Guntur yang peka ditanggapi dahulu adalah guntur pada masa menjelang musim hujan/awal
musim hujan.
Dalam “renggas” mereka wujudkan sebagai berikut:
Solo (cako oleh pemimpin):
U.......... sampur raja wela .......... (siapkanlah semua bibit)
Jawaban bersama : U ..........
Solo : sama-sama (jangan yang lain siap, yang lain tidak siap)
Di jawab : Ya ..........
Solo : sama ita (siapkan sungguh, lihat kesiapan orang lain)
Dijawab : Ya .......... U
Dari model tanggapan korelatip dengan penguasa alama, maka program ONM
(Oprasi Nusa Makmur) yang berpola partisipatif dan sama-sama serempak, bukanlah hal

8
baru bagi orang Manggarai, karena hal tersebut sudah mentradisi. Bahwa orang Manggarai
tida pernah melupakan roh-roh nenek moyang, adalah karena sejak nenek moyang orang
Manggarai tetap merasa tak terpisahkan dengan nenek moyangnya, sehingga rohnya tetap
dihormati.
Bahwa pengaruh belum mengerti secara sempurna tentang hubungannya dengan
Tuhan, maka wajarlah kalau pengaruh perasaan takut sakit, takut malapetaka, takut tidak
berhasil dalam usaha pertaniannya, maka mereka pun menganggap gangguan itu semua dari
roh yang jahat, sehingga perlu disembah supaya tidak mengganggu kehidupan manusa.
Corak religius orang Manggarai, tetap terkait erat dengan norma dan jenis upacara
adat serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
Upacara-upacara yang dipimpin oleh lembaga adat ( tua golo/ tua adat, tua
tembong, tua teno) maupun oleh ata mbeko atau ata pecing (memiliki guna-guna
persembahan penyakit, penolak bala, pengusir setan/roh-roh jahat), merupakan rangkaian
kehidupan atau bagian dari kehidupan masyarakat, karena upacara dimaksud diharapkan
dapat dilakukan turun temurun.
Jenis upacara adat yang sudah menjadi tradisi bagi orang (masyarakat) manggarai di
pedesaan diantaranya adalah Upacara Penti ( Pesta Syukur ).

UPACARA PENTI ( PESTA SYUKUR )


Upacara Penti ( Pesta Syukur ) adalah sebuah upacara sebagaimana sebagai mat
manusia mengucapkan tanda syukr kepada sang pencipta ( Mori Kraeng ) alam semesta
sebagai sumber kehidupan manusia dan kepada arwah nenek moyang atas semua hasil jerih
payah yang etlah diperoleh dan dinikmati, juga sebagai tanda Celung Cekeng Wali Ntaung
(musim berganti tahun berlalu).
Jauh hari sebelum upacara ini dilakukan, maka semua warga kampung atau yang
mempunyai pertalian dengan warga kampung yang mengadakan penti itu, diundang untuk
hadir dalam upacara penti itu.
Sebelum upacara penti ini dilakukan pada sore harinya pada pagi harinya dilakukan
sedikit acar kecil yaitu upacara “Podo Tenggeng” (mempersembahkan kepincangan dan
kekurangan). Upacara Podo Tenggeng bermaksud supaya bencana kelaparan (busung lapar)
dijauhkan, dibuang melalui upacara ini. Hewan persembahan adalah seekor babi kecil dan

9
seekor ayam kecil yang berbulu hitam, disamping itu juga disiapkan peralatan yang tak
terpakai kaena rusak, seperti : keranjang rusak, bakl rusak, periuk pecah, dll sebagai
lambang kepincangan hidup, lambang kekurangan dalam kehidupan perekonmian.
Hewan persembahan dan peralatan rusak bermaksud, dibawa ketempat upacara,
yaitu di “Cunga” (tempat pertemuan dua sungai ). Inti doa ditempat tersebut adalah “Ho’o
lami ela miteng agu manuk miteng, kudud kandos sangged laros, kudud wurs sangged rucuk
agu ringgang landing toe ita hang ciwal, toe haeng hang mane. Porong ngger laus hentet,
ngger c’es mbhok, kudud one waes laud one lesos saled” = inilah kami persembahkan
seekor babi dan seekor ayam, semuanya berwarna hitam, sebagai tanda penolak kelaparan.
Biarlah semua bencana kelaparan hanyut dikali/ di sungai ini bersama darah babi dan ayam
ini serta bersama redupnya senja mentari yang rendah membarat pada hari ini.
Ayam dan babi itu dibunuh, dan digantung pada kayu cabang yang dipancangkan
pada tempat upacara. Setelah hewan persembahan selesai digantung, maka semua peralatan
rumah tangga atau peralatan pertanian yang serba rusak tadi, dihanyutkan ke kali/sungai
sebagai lambang hanyutnya bersama air sungai semua bencana kekurangan dan busung
lapar.
Sebelum meninggalkan tempat upacara ini maka parang atau pisau yang
digunakan memotong/menyembeli babi dan ayam tadi, dibersihkan diair sungai itu.
Kemudian beramai-ramai pulang kekampung dan tidak boleh menoleh kebelakang. Karena
dinilai tabu agar busung lapar tidak mengikuti lagi dari belakang. Karena dinilai tabu agar
busung lapar tidak mengikuti lagi dari belakang. Setibanya dikampung, mulai menyiapkan
hal-hal yang diperlukan pada upacara sore hari untuk memulai acar Penti ( Pesta Syukur ).
Upacara Penti ini biasanya dilakukan stelah panen semua rampung (sekitar juni-
september), dan bila disanggupi dilakukan setiap tahun, tetapi sering dilakukan secara
lustrum ( lima tahun sekali atau sekali selama lima tahun ).
Bila tida dilakukan, maka sesuai keyakinan yang telah mentradisi, akan mendapat
amarah dari Mori Jari Dedek dan dari arwa nenek moyang, hal tersebut ditandai adanya
macam-macam bencana menimpa warga kampung.
Upacara penti terbagi atas lima babak/tahap, yaitu :
a. Barong Wae Teku ( upacaradikali atau dimata air yang dipakai sebagai air minum
oleh warga kampung )

10
b. Barong Compang ( upacara persembahan dimegalithik/batu persembahan yang
berada di tengah kampung )
c. Libur Kilo ( upacara persembahan umum dalam gendang, karena arwah nenek
moyang sudah diajak masuk di rumah gendang ).
d. Wae Owak ( upacara persembahan pada masing-masing keluarga, yang letak
sesajiannya ditempatkan pada tempat-tempat khusus sesuai kebiasaan, ada yang
bertempat di dalam rumah ada yang diluar rumah pada batu tertentu atau pohon
tertentu).
e. Tudak Penti (upacara puncak syukur )
Rincian kegiatan setiap babak upacara penti menurut pelaku adat/tua adat seperti
bpk. Goris Gembo dan kawan-kawan.
1.2 Barong Wae Teku
Sebelum berangkat ke air, maka semua pemuka adat/tokoh serta kepala keluarga
yang memiliki keluarga berkumpul di rumah Gendang atau rumah adat. Bahan-bahan yang
perlu dipersiapkan : ayam, telur mentah, siri pinang, dan kapur.
Jalanya upacara : dibuka dengan renggas (renggas sebagai pemberitahuan bahwa
upacara dimulai atau upacara ditutup ). Peserta berbaris berarak-arak keair dengan pukulan
gung dan gendang yang disertai dengan lagu “Arao”
Solo : - Arao e neki weki arao jawab : - arao ..........
- arao e ranga manga arao - arao ..........
- arao e celu cekeng arao - arao .........
- arao e walin ntaung arao - arao ..........
Sama-sama : O e neki weki arao ......... O e arao
Solo : - arao e kaing dani arao jawab = - arao ..........
- arao e tegi becur arao - arao ..........
- arao e uwa gula arao - arao ..........
- arao e bok leso arao - arao ..........
Sama-sama : O e kaing dani arao .......... O e arao ..........O e tegi becur arao .......... o
e arao

11
Arti dari pada lagu diatas :
Kita adalah kumpul bersama untuk melaksanakan upacara pergantian musim dan
pergantian tahun ( celu cekeng wali ntaung ) sebagai tanda syukur serta memohon hasil
yang berlimpah dan kehidupan yang baik bagi seluruh penghuni kampung dalam tahun baru
serta tahun-tahun selanjutnya.
Lagu yang disertai pukulan gong dan gendang baru berhenti bila tiba di sumber
airminum ( mata wae teku/air timba ).
Susunan Acara air minum/air timba :
o Memberikan siri pinang yang diletakan dengan ungkapan : Empo, ho’o kala agu raci
latang te cepe ( Nenek, ini sirih dengan pinang kami berikan ). Ai to’ong de penti,
teho’on barong wae teku ( karena sebentar malam diadakan upacara penti, sekarang
diadakan upacara di mata air minum/air timba).
o Telur mentah : pecahkan bagian atasnya, lalu letakan diatas bulu lalu ucapkan : Empo
ho’o tuak, salangn tuak ho’o, ai to’ong penti, dasor meu agu ami cama-cama baro wali
di’a sangged di’a de Morin ata poli teing latangt ite. ( Nenek, ini tuak, masudnya karena
sebentar mau diadakan acara upacara penti, semoga kita besama-sama menyampaikan
syukur atas segala ebaian-Nya yang telah dicurahkan kepada kita ).
o Pembawa persembahan memegang ayam.
Sebelum tudak/renge atau doa didahului ernggas sebagai pembukaan.
Tudak atau do’a :
Denge lemeu empo, ho’o de manuk kudut barong wae.
( dengar ya nenek, ini ami bawa ayam untu dipersembahkan di mata iar ini ).
Wali di’a kamping ite Morin agu Ngaran, ai ite poli teing agu ami wae bate tekug’m ho’o.
( menyampaikan syukur kepada Tuhan, karena Tuhan telah memberikan kami air minum,
sebagaiman air minum itu kebutuhan dasar kami ).
Tegi kali dami ( kami memohon ) :
o Lami agu riang koe wae teku ho’o ( mohon jagalah air minum ini )
o Dasor mboas kin wae woang, kembuskin wae bate tekugm ho’o. ( semoga air minum ini
senantiasa mencukupi kebutuhan kami )
o Dasor neka koe do’ong le roho agu rone le lus wae teku ho’o. ( semoga jauhkan dari
segala gangguan yang dapat merusak mata air ini )

12
o Porong inung wae ho’o wae guna laing latangt weki agu wakar dami. ( semoga air ini
berguna bagi jiwa dan raga kami )
o Porong mese bekek kali, mbiang ranga. ( semoga memberikan kesegaran bagi kami ).
Kemudian ayam disembelih, lalu dibakar untuk diambil sebagian hatinya, ususnya
serta dagingnya untuk dijadikan sesajian. Lalu renggas sebagai tanda upacara di air telah
selesai. Arakan dari air kecompang dengan pukulan gong dan gendang yang diiringi lagu
arao seperti diatas.

1.3 Barong Compang.


Barong Compang : upacara dimegalithik, yang terletak ditengah-tengah kampung.
Bahan persembahan :
- Sirih pinang
- Telur mentah sebagai tuak
Maksud pemberian sirih dan telur mentah sebagai tuak untuk mengundang roh-roh
yang menjaga mengalithik supaya hadir dirumah adat sebentar dalam upacara penti.
Susunan Acara di Compang :
- Renggas sebagai tanda pembukaan upacara.
- Tudak atau do’a :
o Denge di’a lemeu empo ho’o de manukn barong compang, ai to’ong wie penti one
mbaru. ( dengar ya roh penjaga mengalithik, ini ayam kami persembahkan
ditempat ini, karena sebentar malam diadakan upacara penti ).
o Tegi kali dami. ( kami memohon ).
o Dasor dengga koe pa’ang kali, nggaru koe dia ngaung. ( mohon perlindungan
seluruh kampung, mulai dari bagian depan hingga bagian belakang )
o Dasor tadang koe darap de tana, agu kolang deleso. ( semoga dijauhkan dari
wabah penyakit ).
o Tadang koes tae raja kali, deu koes tae wie. ( semoga dijauhkan dari gangguan
manusia dan gangguan setan ).
o Sika koe ringang kali, wue koe rucuk, agu kando koe dango. ( jauhkan dari
gangguan kesehatan ).

13
- Ho;o manukn lami kudut loces meu empo, ai poli baro one wae teku agu one compang (
inilah ayam untuk menerima roh yang menjaga air minum dan yang menjaga compang
).
- Dasor nai ca anggit ite, tuka ca leleng, te wali di’a sangged widang de morin ata poli
teing kamping ite one ntaung ata belaud, agu tegi kole sembeng, titong agu berkak
latang ite ( semoga kita bersatu untuk bersama-sama untuk menyampaikan syukur atas
semua kebaikan Tuhan yang telah kita peroleh dalam tahun yang baru kita lewati, dan
mohon lagi perlindungan, bimbingan serta berkat untuk hidup selanjutnya ).
Kemudian ayam disembelih dan seterusnya dibuat helang seperti tersebut diatas.
Kemudian upacara toi loce. ( penunjukan tempat istirahat/tempat duduk bagi arwah ).
1.4 Upacara libur kilo
Upacara libur kilo adalah syukuran keluarga. Bahkan persembahannya adalah seekor
ayam dan seekor babi kecil.
Susunan Acara libur kilo :
1. Renggas sebagai pembukaan upacara.
2. Lagu pembukaan : Lagu “sanda lima”
Sanda lima adalah kebutuhan yang dibutuhkan oleh manusia. Lima kebutuhan itu adalah
sebagai berikut :
 Mbaru tara kaeng ( rumah tinggal )
 Natas tara labar ( halaman tempat bermain )
 Wae tara teku ( air minum/timbah )
 Uma bate duat ( kebun garapan sebagai sumber hasil )
 Compang ( batu berundak-undak tempat meletakan persembahan yang terletak
ditengah-tengah kampung ).
Compang tempat penghuni kampung berkomunikasi dengan tuhan secara umum.
Bila wabah penyakit melanda kampung, biasanya tua adat membawa sebutir telur mentah
sebagai tuak ke compang.
Telur tersebut diletakan diatas compang/mengalithik dengan mengucap :
 Mori ..... ai ho’o darap de tana agu kolang de leso, ho’o tuak dami anakm de pa’angn olo,
ngaungn musi, wan koe etan tu’a beo ho’o. (Tuhan , karena wabah penyakit mau
mengancam semua warga kampung, inilah tuak kami persembahkan sebagai penolaknya).

14
 Sor monggong nggelak nata dami anakm, Mori ..... dasor pio-pio, nio led, nio laud.(
Permohonan dari anak-Mu ya Tuhan, semoga jaulah dari pada kami wabah penyakit ).
Kelima kebutuhan tersebut saling kait mengait antara satu dengan yang lainnya.
LAGU SANDA LIMA :
1. Solo ( cako ) : O lima o, o hae a ko sanda lima e.
Pati koe jari mori e tei koe reci lima e .....
Hae a ..... lima bo ..... mola ..... mola bong.
Cual ( oleh satu orang ) : o ..... lando ..... o ..... rame a
Sama-sama : E ..... a ..... e hae a ko sanda lima.
Lima bo ..... a ..... o ..... mola-mola bong.
Arti lagu ayaat satu diatas adalah : mohon kecukupan pangan/makan bagi yang Maha
kuasa.
2. Solo : O lima o haea ko sanda lima e
Mbaun koe eta Mori ew, lemekn koe wa.
Lima bo ..... a ..... o ..... mola ..... mola bong.
Arti lagu ayat kedua adalah : Mohon hidup baik atau sejahtera.

LAGU ONGKO KOE ( ongko koe =semoga tetap beratu ).


Solo ( cako ) : Ongko koe a ..... ao ..... e Mori ongko koe a ..... ongko sala koe.
Satu orang ( cual ) : Ara ..... lea a ..... ao ..... w ..... Mori baeng
Sama-sama ( wale/jawab ) : Ami o ..... 2x
E ..... eo ..... ao ..... ongko koe a ongkos sala koe.
O Mori ongos sala koe a ..... Dasor di’a ya taki len ongko koe.
Arti lagu ini adalah : Persatuan kami ya Tuhan hingga selamanya.
LAGU DENDENG INE ( dendeng = sanjung , ine = ibu ).
Solo : Dendeng ine a ..... ao ..... e Mori dendeng ine a dendeng sala ine.
O dendeng sala ine.
O Mori dendeng sala ine a, pedeng jerek wae cucu dendeng.
Sola : O lima o haea ko sanda lima e.
Malir koe di’a le Mori e tumbu di’a koe lau.
Limae ..... hae lima bo ..... mola-mola bong.

15
Satu orang : O lando ..... o ..... rame a
Sama-sama : E ..... a ..... e .... e ..... e ..... a ..... haea ko sanda
Lima bo .... a ..... o ..... mola ..... mola bong.
Arti lagu adalah : mohon aliran berkat Tuhan.

Tudak/d’a :
Ho’o manukn agu ela kudut libur kilo, tae de ..... ( sebut nama yang tertua dalam
keluarga itu/ kepala keluarga sampai yang bungsu ).
( ini ayam dan bab untuk libur kilo )
Tegi kali dami ( kami memohon )
Neka manga baka bara agu ngentung tuka ( semoga makanan yang kami makan tidak
mengganggu kesehatan kami )
Neka koe tungga salang duat, neka caka salang we’e ( jauhkan dari kami semua segala
gangguan pada sa’t pergi dan pulang kerja ).
Dasor beka agu buar kali ( semoga keluarga ini berkembang ).
Kete koe api one kali, tela kid galang peang ( mohon kebutuhan penghidupan ternak
babi). Dasor wua raci kali lebo kala ( semoga berbuah pinang yang ditanam, demikian
pula sirih ).
Dasor mbaun eta kal mose dami, lemekn wa, wiko le ulu kali jengok lau wai, ( semoga
mengalami hidup baik ).
Dasor malir dia le kali tumbu di’a la ( mohon aliran rahmat Tuhan ).
Dasor mese bekek kali mbiang ranga ( mohon kesegaran ).
Kemudian ayam dan babi dibunuh; lalu hati, usus daging diambil sedikit-sedikit untuk
dijadikan sesajian.
Dengan demkian upacara “Libur kilo “ telah selesai dan akhirnya ditutup dengan
enggas.
1.5 Wae Owak.
Wae wak adalah upacara persembahan pada masing-masing keluarga, yang letak
sesajiannya ditempatkan pada tempat khusus, sesuai kebiasaan tiap keluarga ( kilo ); ada
yang dalam rumah; ada yang diluar rumah pada batu compang khusus atau pada pohon
tertentu. Bahan persembahannya seekor ayam.

16
1.6 Tudak Penti
Seluruh warga kampung berkumpul dalam rumah gendang. Bahan persembahan dalam
tudak penti : ayam dan babi.
SusunanTudak Penti sebagai berikut :
a. Renggas/pembukaan
b. Lagu Sanda Lima, sama seperti lagu pada upacara Libur Kilo.
Lagu ongko koe, sama seperti pada upacara libur kilo.
Lagu dendeng ine, sama seperti lagu pada upacara Libur kilo.
c. Tudak/do’a :
 Denge lemeu empo, ho’o lami manukn agu ela kudut penti weki peso de beo. (
dengar ya nenek, ini ayam dan babi kami persembahkan untuk upacara penti ).
 Tae de ..... ( sebut nama nenek dari stiap pangka/klen.)
 Neka koe baka bara kali, neka ngentung tuka (semoga makanan yang kami makan
tidak mengganggub kesehatan kami ).
 Neka koe tungga salang duat kali, neka caka salang we’e. ( jauhkan dari kami semua
segala gangguan pada sa’at kami pergi dan pilang kerja ).
 Dasor beka agu buar kali, wiga ras kid pe’ang natas, res kd baling lele. ( semoga warga
kampung tetap meningkat jumlahnya selama masa kehidpan ini).
 Dasor tei koe reci kali, pati koe jari. ( mohon keculupan makanan ).
 Dasor keti kid api one kali, tela kid galang peang. ( semoga rezeki setiap hari tetap
ada, demikian juga dengan ternak yang dipelihara ).
 Dasor wua raci po’ong kali, lebo kala weri. ( semoga pinang yang kami pelihara
berbuah, demikian pun sirih berdaun lebat; maksudnya senantiasa isteri selalu sehat
dan beranak banyak ).
 Paeng koe kaba wase kali ga, ita koe kaba mila. ( semoga kami memiliki ternak kerbau
yang berkecukupan ).
 Dasor neka koe mata kina na’ang kali, neka ke buruk ruha manuk pening. ( semoga
dijauhkan semua penyakit yang dapat menyerang ternak baik ternak babi maupun
ayam ).

17
 Dasor mbaun eta koe kali mose dami one golo tara lonto ho’o, temekn wa, wko koe le
ulu kali, jengok koe lau wa’i. ( semoga warga kampung seluruhnya tetap dalam
keadaan yang sehat walafiat dan sejahtera selalu ).
 Dasor malir di’a koe kali lolin berkak de Morin, tumbu dia ke lau. ( mohon aliran
berkat dan rahmat Tuhan kepada masyarakat kampung ).
 Terakhir diadakan “congka kolong” ( tarian penutup ). Yang disertai dengan pukulan
gung dan gendang serta diiringi lagu “kolong o”.

LAGU KOLONG O :
Solo : Kolong o ..... celu cekeng to de wali ntaung
To ..... de ..... a ..... o ..... a ..... e ..... lawa ge.
Tei reci to de, pati jari toe de a o a e lawa ge.
A o a o o o o lurang tali wua eta main e.
Cual ( lagu bersambut oleh seseorang ) : Kolong .....o ..... o ..... rame.
Wale ( sama-sama ) : Kolong o o o o ..... a ..... a e a ..... oe o lurang tali wua eta main ew.
Arti lagu : Upacara ini adalah upacara pergantian tahun yang diturunkan dari leluhur,
mohon kecukupan makanan untuk kehidupan selanjutnya.
Dengan selesainya “congka kolong” ini, maka selesai pulalah seluruh rangkaian
UPACARA PENTI menurut adat MANGGARAI.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bahwa pola pikir, pola sikap/pola tindak nenek moyang orang Manggarai, dapat dinilai
sangat KONSEPSIONAL dan KONDISIONAL; hal tersebut dapat disimak dari
pandangan hidup atau kebiasaan hidup yang bernuansa filosofis.
2. Bahwa pola pikir yang konsepsional yang terwaris turun temurun itu, juga bersifat
kondisional; terkait erat dengan kondisi alam sekitarnya
3. Bahwa keterkaitan erat dengan alam disekitar itu, turut membentuk pola pikir, pola sikap
atau pola tindak mereka.
Dengan demikian perubahan alam sekitar juga mempengaruhi cara mereka berfikir dan
bertindak, misalnya : ijuk dahulu kala menjadi pilihan utama untuk atap rumah, karena
ijuk dimaksud sesuai dengan ideologi yang mereka dambakan dalam bidang jasmani dan
rohani, terungkap lewat prinsip : “Cimar neho rimang, cama rimang rana” ( kekar kuat
baik fisik maupun mental/rohani seperti sebuah batang lidi ijuk dari pohon enau yang
bertumbuh subur dalam kematangan usia ).
4. Bahwa dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang mereka wariskan, senantiasa
menempatkan Mori Jari Dedek, amaori pu’un kuasa ( Tuhan pencipta, Tuhan yang Maha
Kuasa ) diatas segala-galanya, yang pertama dan terutama, karena diyakini bahwa dalam
segala hal adalah Tuhan, baik dalam suka maupun dalam duka; baik untung maupun
malang.
5. Bahwa dalam pola sikap, pola tindak dan pola pikir dan diwariskan turun temurun keanak
cucu, ternyata syarat dengan nila-nilai yang agung.
6. Bahwa nilai yang terkandung dalam pandangan hidup atau kebiasaan yang mentradisi itu,
nilai yang sangat menonjol ialah nilai persatuan dan kesatuan.
7. Bahwa segala sesuatu yang dihasilkan, bisa terwujud/ada karena hati dan pikiran. Apabila
didalam hati atau pikiran tak ada sesuatu, maka tak ada apapun juga.
8. Bahwa dalam mempertahankan dan meneruskan nilai-nilai adat yang mentradisi itu,
fungsi lembaga adat sangat dominan karena selain sebagai penanggung jawab dan
pewaris, juga dipandang sebagai pendidikan nila-nilai luhur untuk masyarakat/keturunan.

19
9. Bahwa dalam setiap upacara persembahan kepada Tuhan ( Mori jadi dedek ) pada posisi
terdepan, ternyata selalu diikuti dengan persembahan kepada nenek moyang, roh jahat
atau mamon pada sisi lain, sebagai sala satu paket persembahan yang tak terpisahkan.
10. Bahwa dalam rangka pewarisan nilai, ada tradisi tertentu yang mengandung
penyimpangan, tak perlu diteruskan, antara lain persembahan dalam uoacara adat yang
mengandung penyimpangan kepada mamon.
11. Bahwa jati diri orang Manggarai, lebih banyak terbentuk oleh nilai-nilai yang mentradisi.
12. Bahwa dalam nuansa relegi, budaya merupakan media simbolis dari agama yang
metafisis, untuk memudahkan pemahaman manusia yang fisikis.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis mengharapkan supaya kita semua jangan pernah
melupakan segala tradisi/upacara di tiap daerah kita masing-masing, karena dengan tradisi
tersebut dengan kumpulan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Sebagai Kumpulan nilai-
nilai, kebudayaan yang berkarakter sebagai pencarian, nilai yang ada itu menjadi titik akhir
pencarian manusia terhadap sesuatu yang dianggap bermakna bagi hidup. Dan kebudayaan itu
merupakan ciri khas atau kekhasan daerah tersebut yang tidak ada didaerah lain sehingga
kebuyayaan itu tetap dijaga dan dilestarikan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dagur B, Antony. Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah Satu Khasanah Kebudayaan


Nasional. Ubhara Press : Jakarta. 1997.
Fauzie Rizal,M Rusli Karim (Eds). Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan.Tiara
Wacana:Yoyakarta. 1991.Miharja, K. Achdiat. Polemik Kebudayaan. Balai Pustaka:Jakarta.
1998.
Storey,John. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop.jalasutra:Yogyakarta. 2008.
Toda, N.Dami. Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi.Nusa Indah:Ende. 1999.
Antony Bagul Dagur, Manggarai dalam Perspektif Masa Depan (Infomedia:Jakarta,2004)
Adi M Nggoro, Budaya Manggarai Selayang Pandang (Nusa Indah: Ende, 2006) hal..
Petrus Janggur, Butir-Butir Adat Manggarai (Yayasan siri Bongkok:Ruteng, 2010) hal. 53.

21
KATA PENGANTAR

Makalah ini dibuat tidak hanya usaha sadar, tetapi juga karena ada banyak permintaan
dari banyak kalangan, terutama kalangan generasi muda yang merasa tertarik atas ceramah-
ceramah saya (penulis) dalam beberapa kesempatan.
Demi keberhasilan tulisan makalah ini, penulis tidak hanya mengandalkan pengalaman
sebagai orang Manggarai, tetapi juga berusaha menghimpun data/informasi, membuat catatan-
catatan seputar kebudayaan Manggarai. Hal tersebut penulis lakukan sejak diperintahkan
membuat karya ilmiah (makalah) untuk memenuhi mata kuliah pendidikan Pancasila tentang
kebudayaan daerah masing-masing pada awal april 2013 sampai pada akhir Mei 2013. Ternyata
catatan-catatan itu semakin dipentingkan, dan untuk melengkapi data/informasi, penulis
memwawancarai lagi lewat telefon terhadap tua-tua adat di saya punya kampung Cibal, Kab.
Manggarai dan orang-orang yang dipandang tahu banyak hal-hal yang penulis butuhkan seputar
kebudayaan Manggarai. Data dan informasi ini kemudian diolah menjadi paduh dan saling
berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk sebuah tulisan yang
baku dan benar dan terbentuklah sebuah karangan ilmiah.
Penulis menyadari kalau tulisan ini belum lengkap, karena memang sumber data dan
informasi kurang terlalu lengkap dan memang masalah kebudayaan itu sangat kompleks. Yang
dimuat sebagai contoh dalam makalah ini, hanyalah beberapa contoh, tidak semuanya, namun
penulis berprinsip “better something then nothing” ( Lebih baik ada dari pada tidak ada )
Oleh karena itu, atas kepedulian pembaca untuk melengkapi tulisan maupun isi dari
makalah ini, penulis sangat harapkan, dan pada akhir kata penulis mengucapkan terimah kasih
sebanyak-banyaknya dan selamat membaca.

Kefamenanu, April 2019


Penulis,

ii
22
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Blakang Masalah ........................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalaan .............................................................................................. 4
1.3. Tujuan ..................................................................................................................... 4
1.4. Landasan Teori ....................................................................................................... 4
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.Fakta sejarah Sistem Religi di Manggarai ............................................................... 1
2.2.Barong Wae Teku ................................................................................................... 11
2.3.Barong Compang. .................................................................................................. 13
2.4.Upacara libur kilo .................................................................................................. 14
2.5.Wae Owak .............................................................................................................. 16
2.6.Tudak Penti ............................................................................................................. 17
BAB III. PENTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 19
3.2. Saran ........................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 21

23
iii

Anda mungkin juga menyukai