Anda di halaman 1dari 13

PENGANTAR KURATORIAL

GELAR KARYA

Selamat kepada Tim Ekspedisi Prisma dalam Hunting Toraja. Halangan dan rintangan yang menghadang telah terkalahkan oleh spirit dan jiwa muda tim ekspedisi beserta Prisma sebagai UKM Undip. Berbagai foto hasil ekspedisi menampakkan kematangan dalam teknik fotografi sekalifus kepiawaian dalam memanage keseluruhan acara. Dalam pameran foto Toraja merupakan hasil nyata kepedulian Prisma dalam mengangkat kebudayaan luhur Toraja. Terselenggaranya pameran ini teriring ucapan terimakasih kepada Perwakilan masyarakat Toraja, Pemerintah Kabupaten Toraja, Universitas Diponegoro dan seluruh pihak yang telah mendukung keberhasilan Tim Ekspedisi dan Panitia Pameran Foto ini. Semoga kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas mahasiswa di bidang photography tanpa mengabaikan tugas pokok mahasiswa. Sekali lagi saya ucapkan Selamat dan Sukses kepada UKM Prisma UNDIP yang telah sukses menyelenggarakan serangkaian acara Toraja berupa ekspedisi foto dan pameran foto Toraja Tondok Malabi. Hendro Saptono

Setiap kali kata Toraja muncul dalam perbincangan, hampir semua akan merujuk serta membayangkan sebuah rumah yang beratap mirip perahu. Lalu kembali muncul sebuah imajinasi visual dalam benak adalah susunan tanduk kerbau di depan rumah tradisionalnya. Kesan kuat inilah yang selalu terekam baik melalui tulisan atau dalam bentuk dokumentasi visual yaitu foto. Mungkin sudah ribuan kali dokumentasi tentang Toraja dengan budayanya dipublikasikan, namun selalu menarik untuk dieksplorasi kembali. Seperti 11 anak muda dari Prisma kembali melihat dan merasakan Toraja dengan pesta kemeriahan pemakaman dari sebuah jendela kecil bernama kamera. Pameran bertema Tondok Malabi ini merupakan rangkuman perjalanan mereka selama enam hari lima malam. Ribuan file foto dari hasil kreatif mereka dipadatkan dengan foto cerita yang terbagi dalam upacara pemakaman atau Aluk Todolo, arsitektur, makanan dan minuman, bintang, serta sosial. Melalui pemeran ini mereka berusaha mengangkat keindahan kebudayaan Indonesia yang masih bertahan walaupun telah mengalami perubahan. Upacara pemakaman dengan biaya yang besar mencapai ratusan juta rupiah itu mereka hadirkan secara kritis melalui foto. Seperti saat mereka mampu melihat dengan jeli serta mendokumentasikan iklan rokok dan bir yang mulai masuk ke dalam sebuah pesta adat. Mereka juga berusaha mengangkat makna binatang seperti kerbau dan babi yang memiliki peranan dalam sebuah tradisi turun temurun. Berlanjut dengan foto makanan dan minuman yang biasa disuguhkan di lantang atau rumah, tempat para tamu dijamu. Kearifan lokal seperti arsitekur rumah yang selaras dengan lingkungan dan kondisi alam mereka angkat dalam beberapa foto detail warna-warna ornamen. Hadirnya pameran tersebut merupakan sebuah proses panjang untuk berusaha tidak terjebak sebatas menekan rana kamera atau datang sebagai pelancong. Melainkan lebih dari itu, melihat, merasakan dan memaknai sebuah budaya yang telah diwariskan sebagai kekayaan nusantara. Melalui seluruh foto yang dipamerkan ini mereka juga ingin belajar kembali untuk melihat sebuah kampung terindah atau Tondok Malabi bernama Indonesia dengan keberagamannya yang saat ini terancam. Raditya Mahendra Yasa

ARSITEK TONG KONAN

Tongkonan berasal dari kata tongkon, yang berarti duduk, menyatakan belasungkawa. Tongkonan berarti tempat duduk, rumah, teristimewa rumah para leluhur, tempat keluarga bertemu untuk melaksanakan ritus-ritus adat secara bersama-sama. Tongkonan sulit diterjemahkan. Bangunan itu bukan sekedar rumah adat, tempat orang membicarakan atau meneyelenggarakan urusan-urusan adat, bukan juga sekedar rumah keluarga besar, tempat orang memelihara persekutuan kaum kerabat. Tongkonan mencakup kedua aspek tersebut. Sebab itu, istilah tongkonan tidak bias diterjemahkan sekedar rumah adat atau rumah marga.

MAKAM
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar.

Detail bangunan pada tongkonan merupakan ukiran panel kayu yang rumit dan dicat dengan memakai 4 warna (merah, kuning, putih dan hitam). Ukiran merupakan simbol pengharapan agar penghuni rumah dapat hidup dengan baik.

SIMBOL

Ukiran yang menonjol yaitu pabarre allo, diletakkan di depan dan bagian paling atas dari tongkonan, berbentuk lingkaran yang menggambarkan matahari sebagai lambang dari sumber hidup dan keyakinan. Ukiran lain adalah pamanuk londong bebentuk ayam jantan, lambang aturan-aturan hukum.

MAKANAN DAN MINUMAN

PAPIONG

Papiong adalah salah satu masakan tradisional asal Toraja. Masakan yang dimasukkan ke dalam bambu. Memang aneh tapi inilah ke unikan dari masakan Toraja. Papiong biasanya berisi daging babi, daging kerbau, daging ikan mas namun tidak dicampur satu dengan yang lain. Nantinya daging tersebut dicampur dengan sayur dan bumbu. Untuk sayurnya biasanya orang Toraja menyebut Utan Bulunangko atau sayur miana (Coleus blumei. Bent), tapi bisa juga menggunakan buah nangka muda atau batang pisang. Kayu ini berfungsi untuk menyandarkan bambu-bambu tersebut. Untuk bumbu sayur dicampur dengan garam, jahe, daun bawang dan cabe. Jika daging babi atau daging kerbau biasanya ditambahkan darahnya.

Semuanya dicampur baik daging,yang sudah di potong kecil, sayur, dan bumbu. Setelah semuanya tercampur dengan rata, lalu dimasukkan ke dalam tabung-tabung bambu muda yang sudah dipotong sepanjang ruasnya. Selanjutnya, bambu ditutup/ disumbat dengan remasan daun pisang lalu dibakar langsung di atas perapian. Perapian menggunakan sebuah kayu yang agak sulit terbakar dibentangkan melintang yang kedua ujungnya ditopang.

HEWAN TEDONG
Salah satu keunikan di Toraja, adalah keberadaan pasar kerbau. Pasar kerbau ini dikenal dengan nama Pasar Bolu. Pasar yang berlokasi di Kabupaten Toraja Utara, Kecamatan Rantepao ini disebut sebagai satu-satunya di dunia. Di pasar ini diperjualbelikan khusus hewan kerbau atau hewan yang identik dengan adat orang Toraja. Kerbau yang diperjualbelikan di Pasar Bolu ini jumlahnya ratusan. Uniknya, pasar kerbau ini berlangsung cuma enam hari sekali, bukan seminggu sekali. Kenapa cuma enam hari sekali? Kabarnya, hari pasar yang ditetapkan enam hari sekali itu merupakan hasil perhitungan leluhur masyarakat Toraja sejak ratusan tahun lalu.

BALLO

Di Tana Toraja, minuman tradisional tuak ini sudah menjadi jamuan standar terutama ditengah perhelatan besar. Ballomenjadi salah satu sesajian yang harus ada dalam ritual adat Toraja. Iapun menjadi sarana pergaulan. Ballo, merupakan minuman hasil sadapan pohon enau, atau dalam bahasa Toraja disebut induk. Dalam setiap pelaksanaan ritual adat atau pesta adat Toraja, ballo selalu ada, baik sebagai kelengkapan upacara, maupun sebagai minuman buat para tamu. Karakteristik Ballo ini adalah warnanya seperti susu dan baunya mirip asam cuka dengan kadar alkohol 5%-10%. Yang menarik, Ballo ini disajikan dalam potongan-potongan bambu. Masyarakat yang tinggal di pegunungan ini memiliki sudut pandang lain soal ballo. Minum ballo, hanyalah untuk penghangat tubuh di saat hawa dingin menyerang. Ballo-pun diyakini mampu menambah tenaga

BABI

Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati danmengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara.

RAMBU SOLO

Dalam upacara-upacara adat tradisi toraja ada yang disebut tradisi mantunu (Potong Kerbau/ Babi dalam jumlah besar), tradisi ini merupakan simbol pranata sosial dalam kultur toraja, sebagai keunikan dan daya pikat bagi bangsa toraja. Babi Lokal (Toraja) pada umumnya digunakan untuk ; 1. Tongkonan (rumah adat tradisional suku Toraja), yang dimana binatang babi menjadi salah satu persembahan dalam pembangunan rumah adat tersebut. 2. Upacara adat kematian, babi menjadi salah satu binatang persembahan selain kerbau.

Oleh karena itu, masyarakat Toraja menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi sebuah kewajiban, sehingga dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua mereka yang meninggal dunia

Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi.

Dulu, upacara ini hanya mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan, melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.

Puncak dari upacara Rambu Solo disebut dengan upacara Rante yang dilaksanakan di sebuah lapangan khusus. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah (matudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (maroto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (mapopengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (mapalao).

Selain itu, juga terdapat berbagai atrakasi budaya yang dipertontonkan, di antaranya: adu kerbau (mappasilaga tedong), kerbau-kerbau yang akan dikorbankan diadu terlebih dahulu sebelum disembelih; dan adu kaki (sisemba). Dalam upacara tersebut juga dipentaskan beberapa musik, seperti papompan, padali-dali dan unnosong; serta beberapa tarian, seperti pabadong, padondi, paranding, pakatia, papapanggan, passailo dan papasilaga tedong.

Menariknya lagi, kerbau disembelih dengan cara yang sangat unik dan merupakan ciri khas mayarakat Tana Toraja, yaitu menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan. Jenis kerbau yang disembelih pun bukan kerbau biasa, tetapi kerbau bule (tedong bonga) yang harganya berkisar antara 1050 juta perekor. Selain itu, juga terdapat pemandangan yang sangat menakjubkan, yaitu ketika iring-iringan para pelayat yang sedang mengantarkan jenazah menuju Puya, dari kejauhan tampak kain merah panjang bagaikan selendang raksasa membentang di antara pelayat tersebut.

POTRAIT

Menurut mitos, leluhur orang Toraja adalah manusia yg berasal dari nirwana, mitos yg tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yg pertama menggunakan tangga dari langit untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa - dalam bahasa Toraja). Versi lain menuturkan leluhur orang Toraja adalah imigran dari Teluk Tongkin Baju adat Toraja disebut Baju Pokko untuk wanita dan seppa tallung buku untuk laki-laki. Baju Pokko berupa baju dengan lengan yang pendek dihiasi kandaure. Sedangkan seppa tallung buku berupa celana yang panjangnya sampai dilutut dihiasi sarung. Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti lipa, gayang dan sebagainya.

DAILY LIFE

Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja. Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984.

Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata,menjadi pengrajin, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis.

PAMERIS
GELAR KARYA TORAJA TONDOK MALABI
Martapura, 14 September 1988 Perjalanan dan pameran ini saya dedikasikan kepada Kakek & Nenek saya Ne Pong Sundallak & Ne Rangga , dan keluarga besar Tongkonan ne Pongpabia , Tondok banga lolai

Lucky Hendrawan

Bandung, 22 Agustus 1987 Ballo memang salah satu minuman beralkohol yang mempunyai cirri khas!

Gatot Caesario Tolando

Mohammad Rachman

Gilang Arenza Judhinaputra 16 November 1988 Kesempatan membanggakan bisa melihat Tondok Malabi secara langsung dan berkarya bersama teman teman PRISMA Undip. Horeeee!!! Andi Fitriono Semarang , 9 Mei 1989 . Kelak saya akan kesana lagi! Rahmat Juniar Dwiansyah Serang,22 Juni 1990.

30 07 1988 Ada banyak hal yang bisa saya pelajari selama di Toraja, yaitu toleransi beragama dan ikatan persaudaraan yang kuat antar sesama. Toraja merupakan inspirasi bagi siapa saja yang datang kesana

Mohammad Hidayat Al Rizqy

Semarang, 15 Maret 1990 Toraja oh Toraja,, kenangan indah bersama kalian di Tanah orang, Ingin rasanya kuabadikan setiap moment yang terjadi di sana. Langkea Raya, 22 Desember 1989 Sebuah pengalaman yang menyadarkan saya akan kekayaan alam dan tradisi tanah leluhurku. Dan membuat saya semakin bangga menjadi orang Toraja.

Toraja membuat saya sadar dan terperangah takjub bahwa ada kampung terindah (Tondok Malabi) di Indonesia yang bernama Toraja. Mari kita jaga dan lestarikan keanekaragaman Indonesia ini. 29 Agustus 1989 Indonesia itu penuh dengan budaya, masa depan bangsa itu ada ditangan generasi muda, jadi bawalah bangsa ini beranjak dari keterpurukan.apapun itu !

Deskiniel

Ledy Sinaga

Aulia Rizkiawati

Andy Achmad Romadhoni

Pekalongan, 28 Desember 1990 Senang sekali bisa datang ke Toraja dan melihat langsung kebudayaan disana. Dan Gelar Karya Toraja sebagai hasil perjalanan kami ke Toraja. Alhamdulillah.

Semarang, 1 Mei 1988 Ekspedisi ini bukan cuma sebuah perjalanan untuk memanjakan mata dengan bidikan kamera, namun juga perjalanan hati, karena kekayaan budaya Toraja mengajarkan banyak hal tentang hidup, tentang kebesaran hati manusia.

Anda mungkin juga menyukai