A. KEBUDAYAAN SUNDA
Tatar Sunda mulai mengenal aksara pada abad ke-5 Masehi, di era kerajaan
Tarumanagara. Sejumlah bukti yang ditemukan pada prasasti Kebon Kopi, Ciarunteun, Tugu,
dan Jambu yang dituliskan kira-kira pada 450 Masehi, menunjukkan bahwa ciri-ciri tipe Pallawa
awal yang dipergunakan di tanah Sunda memiliki hubungan dengan aksara-aksara pada prasasti-
prasasti yang ditemukan di India Selatan dan Sri Lanka pada abad ke-3 hingga abad ke-5 Masehi.
Sebagai perbandingan, banyak literatur sejarah Tanah Air menyebutkan bahwa aksara
pertama kali ditemukan di wilayah Nusantara pada sekitar abad ke-4 sampai ke-5 Masehi,
berdasarkan prasasti yang ditemukan pada zaman Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur).
Dari dua temuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa awal perkembangan
wilayah Nusantara. Aksara dalam konteks sejarah ditempatkan sebagai lambang kemajuan adab
dan media yang memacu perkembangan peradaban. Selain itu, aksara digunakan sebagai satu
dari sejumlah indikator yang membedakan pembagian zaman prasejarah (manusia belum
itu dipaparkan oleh Dra. Elis Suryani Nani Sumarlina, M.Hum, di buku Sejarah Kebudayaan
Sunda. Tepatnya pada Bab 4 yang berjudul Sejarah Perkembangan Aksara dan Bahasa Sunda.
Elis mengemukakan hasil penelusurannya --baik yang berasal dari sumber-sumber prasasti dan
naskah kuno maupun dari jelujuran sumber-sumber sekunder hasil penelitian tentang aksara
sunda sebelumnya-- mengenai sejarah dan perkembangan aksara di Tatar Sunda pada era
Tarumanagara, hingga perkembangan bahasa Sunda di zaman kiwari (terhitung tahun 1900
hingga kini).
Elis adalah dosen pada Jurusan Sastra Sunda Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran,
Bandung. Ia seorang leksikograf (bidang perkamusan) dan filolog (yang mempelajari naskah-
naskah kuno). Dari persinggungannya dengan naskah-naskah Sunda Kuno, Elis dalam tulisannya
Profesor Mikihiro Moriyama dalam buku Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan
Moriyama, yang kini menjadi profesor di Jurusan Studi Asia Universitas Nanzan, Nagoya,
Jepang, memaparkan bahwa orang Sunda bukanlah masyarakat kelas dua setelah etnis Jawa.
Moriyama juga memberikan gambaran faktual tentang asal-muasal bahasa dan kesusteraan
Sunda yang juga menjadi acuan Elis untuk menjelaskan -dalam Sejarah Kebudayaan Sunda--
bahwa bahasa yang sekarang dikenal sebagai bahasa Sunda Kuno sudah digunakan di daerah
Sunda sebelum pengaruh Mataram-Jawa menyebar di wilayah Sunda pada abad ke-17.
Meski ditaruh di bab IV, uraian tentang Kebudayaan Sunda dari aspek keaksaraan merupakan
petilan yang menarik (sebagai pengisi ruang perdebatan) dari sejumlah informasi sejarah lainnya
Buku ini dikemas sebagai -semacam-- bunga rampai yang memuat esai, laporan hasil
sebagai ketua tim penulis buku ini adalah Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, MS. Sedangkan anggota
tim penulisnya adalah Elis Suryani, Miftahul Falah, Undang Ahmad Darsa, Etty Saringendyanti,
Awaludin Nugraha, Een Herdiani, serta dua budayawan dan sastrawan Sunda yang namanya
telah dikenal dalam konstelasi kesusatraan Indonesia, Herry Dim dan Soni Farid Maulana.
Dalam menjelaskan ruang lingkup sejarah kebudayaan Sunda, buku ini mengetengahkan
pelbagai pokok bahasan ke dalam tujuh bab. Masing-masing bab (kecuali bab I yang berisi
pendahuluan dan bab II yang memuat paparan sejarah ) merupakan deskripsi dari unsur-unsur
kebudayaan Sunda yang ditulis berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti di bidang bahasa,seni,
filologi, dan arkeologi. Hasil penelitian tersebut lantas --secara metodologis-- diberi sentuhan
Secara sederhana, pendekatan metodologis kesejarahan dalam buku ini dapat ditandai
dengan pembagian keterangan waktu dalam pembahasan hasil-hasil penelitian pada sebagian
besar bab. Terentang dari masa prasejarah, era sejarah ketika manusia Sunda telah mengenal
Dalam bab pendahuluan, Nina Herlina Lubis menuliskan bahwa dari tujuh unsur
kebudayaan yang bersifat universal, buku ini memilih untuk mendeskripsikan enam unsur yang
mewakili --sebut saja--definisi kontemporer kebudayaan. Enam unsur tersebut adalah: Ingatan
Kolektif dan Sejarah (bab II); Sistem Pengetahuan dan Kesadaran Nilai Kultural (bab III);
Bahasa (bab IV); Benda Budaya (bab V), Adat Istiadat (bab VI); dan Kesenian (bab VII).
pembahasan dalam satu bab dengan bab lainnya. Sebut saja, kemungkinan itu lahir sebagai
Namun dalam buku Sejarah Kebudayaan Sunda ini, irisan-irisan itu tidak memakan bidang yang
Sebagai contoh, materi tentang naskah-naskah Sunda Kuno dalam paparan mengenai
perkembangan aksara dan bahasa Sunda (bab IV), memiliki materi irisan dengan paparan benda
budaya (bab V) seputar materi naskah dan tradisi tulis Sunda Kuno. Atau irisan dalam
pemaparan unsur kesadaran nilai kultural (bab III) dengan unsur perkembangan kesenian (bab
VII), yang entah kebetulan atau tidak memiliki irisan juga pada penulisnya, yakni Herry Dim.
Memiuh dari informasi-informasi teknis tersebut, buku Sejarah Kebudayaan Sunda dapat
Sunda dalam struktur historiografis tertentu. Seperti diketahui, penelitian mengenai pelbagai
unsur kebudayaan Sunda (secara parsial) telah banyak diungkap dalam bentuk buku, esai, dan
tulisan lainnya, meski ragam telaahnya --meminjam pernyataan Ajip Rosidi dalam buku Manusia
Contohnya, sebagai buru besar ilmu sejarah Universitas Padjadjaran, Nina Herlina Lubis
telah menuliskan sejumlah buku terkait penelitian sejarah tentang kebudayaan Sunda.
Pembahasan Nina pada bab II buku ini, yang mengambil judul Tatar Sunda dalam Lintasan
Sejarah (ditulis bersama dengan Miftahul Falah), relatif terhubung dengan buku Sejarah Tatar
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang memiliki sumber kekayaan
a. Sistem Kepercayaan
Hampir semua orang Sunda beragama Islam hanya sebagian kecil yang tidak beragama
Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten. Tetapi ada juga yang beragama
Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Praktek-praktek sinkritisme dan mistik masih dilakukan namun
pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam
semesta.
keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong-royong). Hal yang
menari dalam kepercayaan Sunda adalah lakon pantun Lutung Kasarung yang merupakan salah
satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang tunggal (Guriang Tunggal) yang
menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah
ini disebut Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan kabar baik
kepada mereka.
b. Mata Pencaharian
Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam dan tidak suka merantau atau hidup
berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah hal
meningkatkan taraf hidup, menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1933) di Jawa Barat
terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa Barat disebabkan oleh kelangkaan
sumber daya manusia untuk itu perlunya pengembangan sumber daya manusia yang berupa
c. Kesenian
1. Tari Jaipong
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipong
adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. jaipongan atau Tari Jaipong
sebetulnya merupakan tarian yang sudah modern karena merupakan modifikasi atau
pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong ini dibawakan
dengan iringan musik yang khas pula yaitu Degung yang di dalamnya merupakan kumpulan
beragam alat musik seperti Kendang, Go‟ong, Saron, Kecapi, dan sebagainya. Degung bisa
diibaratkan „Orkestra‟ dalam musik Eropa/Amerika, yang merupakan ciri khas dari Tari Jaipong
adalah musiknya yang menghentak dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol
selama mengiringi tarian dan tarian ini dibawakan berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian
yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta
perkawinan.
2. Wayang Golek
Jepang boleh terkenal dengan „Boneka Jepangnya‟, maka tanah Sunda terkenal dengan
kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat
dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara yang disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki
keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang
Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan
pada acara hiburan, pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu
pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai dari pukul 20.00 atau pukul 21.00 hingga
pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan
(tokoh baik melawan tokoh jahat) ceritanya biasanya diilhami oleh budaya Hindu dari India,
seperti Ramayana atau Perang Baratayuda. Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil nama-nama
dari tanah India, dalam Wayang Golek ada tokoh yang sangat dinantikan pementasannya yaitu
kelompok yang dinamakan dengan Purnakawan seperti Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini
digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak)
dan sering memancing gelak tawa penonton karena dalam memainkan tokoh tersebut seorang
d. Bahasa
Bahasa yaag digunakan oleh suku ini adalah bahasa Sunda, Bahasa Sunda adalah bahasa
yang diciptakan dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh Suku Sunda, dan sebagai alat
pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri. Selain itu, Bahasa Sunda
merupakan bagian dari budaya yang memberi karakter yang khas sebagai identitas Suku Sunda
yang merupakan alah satu Suku dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang
berusia sangat tua dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun. Kebudayaan Sunda
sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua setidaknya dalam hal pengenalan
terhadap budaya tulis. “Kegemilangan” kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa
berbagai tantangan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar dapat dikatakan
memperlihatkan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak
memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar akibatnya tidaklah
mengherankan bilan semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh
kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas yaitu Bahasa Sunda yang merupakan bahasa
komunitas orang Sunda tampak semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya
para generasi muda Sunda. Yang lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam
mengatakan primitif. Akibatnya, timbulah rasa gengsi pada orang Sunda untuk menggunakan
bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa “gengsi” ini terkadang ditemukan
pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda termasuk untuk
sekedar mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang bahasa
Sunda.
Adanya kondisi yang menunjukan lemahnya daya dan mutu hidup kebudayaan Sunda
karena ketidak jelasan strategi dalam mengembangkan kebudayaan Sunda hal ini tampak dari
tidak adanya pegangan bersama yang lahir dari suatu proses yang mengedepankan prinsip-
prinsip keadilan tentang upaya melestarikan dan mengembangkan secara berkualitas kebudayaan
Sunda. Apalagi jika kita menengok sekarang ini kebudayaan Sunda dihadapkan pada pengaruh
budaya luar sehingga jika kita tidak pandai-pandai dalam memanajemen masuknyabudaya luar
maka kebudayaan Sunda ini lama kelamaan akan luntur bersama waktu.
dikembangkan, bahkan untuk dijadikan model kebudayaan nasional hingga kini belum mendapat
sentuhan yang memadai. Ambilah contoh berbagai makanan tradisional yang dimiliki oleh Sunda
mulai dari bajigur, bandrek, surabi, colenak, wajit, borondong, klontong, ranginang, opak hingga
ubi cilembu apakah ada dari pemerintah untuk mengemasnya dengan lebih bertanggung jawab
Lemahnya budaya baca, tulis dan lisan ditengarai juga menjadi penyebab lemahnya daya
hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda secara
tidak langsung merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia.
Fakta yang paling menonjol dari ini adalah minimnya karya-karya tulis kebudayaan Sunda atau
kehidupan sehari-hari berjalan relatif positif. Apalagi masyarakat Sunda memiliki sifat “someah
hade ka semah” ini terbukti banyak pendatang atau tamu tidak pernah surut berada ke Tatar
Sunda termasuk yang enggan kembali ke tanah airnya. Lebih jauh lagi banyak sekali sektor
kegiatan strategis yang didominasi kaum pendatang dan inilah fakta yang menunjukan bahwa
orang Sunda mempunyai sifat ramah dan baik hati kepada kaum pendatang atau tamu.
Diakui pula oleh etnik lainnya di negeri ini bahwa sebagian besar masyarakat Sunda
memang telah menjalin hubungan yang harmonis dan bermakna dengan kaum pendatang dan
mukimin. Hal ini ditandai oleh hubungan mendalam penuh empati dan persahabatan. Tidaklah
mengherankan, bahwa persahabatan, saling pengertian dan bahkan persaudaraan kerap terjadi
Perkenalan pribadi, pembicaraan dar hati ke hati, gaya dan ragam bahasa(termasuk logat
bicara), cara bicara(paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara menyapa, cara duduk dan
aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan akan turut mempengaruhi berhasil tidaknya komunikasi
antarbudaya dengan orang Sunda. Pada akhirnya, di balik kearifan, sifat ramah, dan baik hati
orang Sunda, sebenarnya masih sangat kental sehingga hal ini menjadi penunjang di dalam
B. KEBUDAYAAN JAWA
Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dan merupakan terluas ke-13 di dunia. Dengan
penduduk sekitar 154 juta, pulau ini berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan salah satu
tempat terpadat di dunia. Meskipun hanya menempati urutan terluas ke-5, Pulau Jawa dihuni
oleh 60% penduduk Indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa bagian barat laut
Jawa adalah pulau yang relatif muda dan sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik.
Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur hingga barat
Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Dahulu, Jawa adalah pusat beberapa
Sebagian besar penduduknya bertutur dalam tiga bahasa utama. Bahasa Jawa merupakan
bahasa ibu dari 100 juta penduduk Indonesia, dan sebagian besar penuturnya berdiam di pulau
Jawa. Sebagian besar penduduk adalah bilingual, yang berbahasa Indonesia baik sebagai bahasa
pertama maupun kedua. Dua bahasa penting lainnya adalah bahasa Sunda dan bahasa Betawi.
Sebagian besar penduduk Jawa adalah muslim, namun terdapat beragam aliran kepercayaan,
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi enam provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Banten; serta dua wilayah khusus, yaitu DKI Jakarta dan DI
Yogyakarta.
BAHASA
Tiga bahasa utama yang dipertuturkan di Jawa adalah bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan
bahasa Madura. Bahasa-bahasa lain yang dipertuturkan meliputi bahasa Betawi (suatu dialek
lokal bahasa Melayu di wilayah Jakarta), bahasa Osing dan bahasa Tengger (erat hubungannya
dengan bahasa Jawa), bahasa Baduy (erat hubungannya dengan bahasa Sunda), bahasa Kangean
(erat hubungannya dengan bahasa Madura), bahasa Bali, dan bahasa Banyumasan. Sebagian
besar besar penduduk mampu berbicara dalam bahasa Indonesia, yang umumnya merupakan
Jawa adalah kancah pertemuan dari berbagai agama dan budaya. Pengaruh budaya India
adalah yang datang pertama kali dengan agama Hindu-Siwa dan Buddha, yang menembus secara
mendalam dan menyatu dengan tradisi adat dan budaya masyarakat Jawa. Para brahmana
kerajaan dan pujangga istana mengesahkan kekuasaan raja-raja Jawa, serta mengaitkan
kosmologi Hindu dengan susunan politik mereka. Meskipun kemudian agama Islam menjadi
agama mayoritas, kantong-kantong kecil pemeluk Hindu tersebar di seluruh pulau. Terdapat
populasi Hindu yang signifikan di sepanjang pantai timur dekat pulau Bali, terutama di sekitar
kota Banyuwangi. Sedangkan komunitas Buddha umumnya saat ini terdapat di kota-kota besar,
Sekumpulan batu nisan Muslim yang berukiran halus dengan tulisan dalam bahasa Jawa
Kuna dan bukan bahasa Arab ditemukan dengan penanggalan tahun sejak 1369 di Jawa Timur.
Damais menyimpulkan itu adalah makam orang-orang Jawa yang sangat terhormat, bahkan
mungkin para bangsawan. M.C. Ricklefs berpendapat bahwa para penyebar agama Islam yang
berpaham sufi-mistis, yang mungkin dianggap berkekuatan gaib, adalah agen-agen yang
menyebabkan perpindahan agama para elit istana Jawa, yang telah lama akrab dengan aspek
mistis agama Hindu dan Buddha. Sebuah batu nisan seorang Muslim bernama Maulana Malik
Ibrahim yang bertahun 1419 (822 Hijriah) ditemukan di Gresik, sebuah pelabuhan di pesisir
Jawa Timur. Tradisi Jawa menyebutnya sebagai orang asing non-Jawa, dan dianggap salah satu
dari sembilan penyebar agama Islam pertama di Jawa (Walisongo), meskipun tidak ada bukti
Saat ini lebih dari 90 persen orang Jawa menganut agama Islam, dengan sebaran nuansa
keyakinan antara abangan (lebih sinkretis) dan santri (lebih ortodoks). Dalam sebuah pondok
pesantren di Jawa, para kyai sebagai pemimpin agama melanjutkan peranan para resi di masa
Hindu. Para santri dan masyarakat di sekitar pondok umumnya turut membantu menyediakan
sebagian orang cenderung ke arah mistis. Terdapat masyarakat Jawa yang berkelompok dengan
tidak terlalu terstruktur di bawah kepemimpinan tokoh keagamaan, yang menggabungkan
Agama Katolik Roma tiba di Indonesia pada saat kedatangan Portugis dengan perdagangan
rempah-rempah. Agama Katolik mulai menyebar di Jawa Tengah ketika Frans van Lith, seorang
imam dari Belanda, datang ke Muntilan, Jawa Tengah pada tahun 1896. Kristen Protestan tiba di
Indonesia saat dimulainya kolonialisasi Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) pada abad ke-
16. Kebijakan VOC yang melarang penyebaran agama Katolik secara signifikan meningkatkan
persentase jumlah penganut Protestan di Indonesia. Komunitas Kristen terutama terdapat di kota-
kota besar, meskipun di beberapa daerah di Jawa tengah bagian selatan terdapat pedesaan yang
sekte aliran kepercayaan di Jawa yang tidak termasuk dalam agama-agama resmi di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, 35 berada di Jawa Tengah, 22 di Jawa Barat dan 6 di Jawa Timur. Berbagai
aliran kepercayaan (juga disebut kejawen atau kebatinan) tersebut, di antaranya yang terkenal
adalah Subud, memiliki jumlah anggota yang sulit diperkirakan karena banyak pengikutnya
di Jawa, seperti Tarumanagara, Mataram, dan Majapahit, sangat bergantung pada panen padi dan
pajaknya. Jawa terkenal sebagai pengekspor beras sejak zaman dahulu, yang berkontribusi
terhadap pertumbuhan penduduk pulau ini. Perdagangan dengan negara Asia lainnya seperti
India dan Cina sudah terjadi pada awal abad ke-4, terbukti dengan ditemukannya keramik Cina
dari periode tersebut. Jawa juga terlibat dalam perdagangan rempah-rempah Maluku semenjak
era Majapahit hingga era Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). Perusahaan dagang tersebut
mendirikan pusat administrasinya di Batavia pada abad ke-17, yang kemudian terus
dikembangkan oleh pemerintah Hindia-Belanda sejak abad ke-18. Selama masa penjajahan,
Belanda memperkenalkan budidaya berbagai tanaman komersial, seperti tebu, kopi, karet, teh,
kina, dan lain-lain. Kopi Jawa bahkan mendapatkan popularitas global di awal ke-19 dan abad
Jawa telah menjadi pulau paling berkembang di Indonesia sejak era Hindia-Belanda hingga
saat ini. Jaringan transportasi jalan yang telah ada sejak zaman kuno dipertautkan dan
disempurnakan dengan dibangunnya Jalan Raya Pos Jawa oleh Daendels di awal abad ke-19.
pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan kereta api di Jawa. Saat ini, industri,
bisnis dan perdagangan, juga jasa berkembang di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta,
Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon menjaga warisan budaya keraton dan menjadi pusat seni,
budaya dan pariwisata. Kawasan industri juga berkembang di kota-kota sepanjang pantai utara
Jawa, terutama di sekitar Cilegon, Tangerang, Bekasi, Karawang, Gresik, dan Sidoarjo.
Jaringan jalan tol dibangun dan diperluas sejak masa pemerintahan Soeharto hingga
sekarang, yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah sekitarnya, di berbagai kota-
kota besar seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Selain jalan tol tersebut,
Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dengan penduduk sekitar 136 juta. Pulau ini
berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan salah satu wilayah terpadat di dunia. Jawa
dihuni oleh 60% penduduk Indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa bagian barat.
Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Dahulu, Jawa adalah pusat beberapa kerajaan
kemerdekaan Indonesia. Pulau ini berdampak besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan
ekonomi Indonesia.
Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik, merupakan pulau
ketiga belas terbesar di dunia, dan terbesar kelima di Indonesia. Deretan gunung-gunung berapi
membentuk jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini. Terdapat tiga bahasa
utama di pulau ini, namun mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa
merupakan bahasa ibu dari 60 juta penduduk Indonesia, dan sebagian besar penuturnya berdiam
di pulau Jawa. Sebagian besar penduduk adalah bilingual, yang berbahasa Indonesia baik sebagai
bahasa pertama maupun kedua. Sebagian besar penduduk Jawa adalah Muslim, namun terdapat
beragam aliran kepercayaan, agama, kelompok etnis, serta budaya di pulau ini.
Tugas
Bahan Bacaan:
Mattulada. 1975. Latoa: Satu Lukisan Analitis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis.
Jakarta: Universitas Indonesia.