Anda di halaman 1dari 4

PERALIHAN RUANG DI ERA PERALIHAN

jelajah awal tentang perubahan konsep “interior” di awal masa islam

Arsitektur jawa pada saat masa islam mempunyai perbedaan pada masa sebelumnya yaitu
masa hindu buddha.kajian tentang dalam dan luar menjadikan interiority memiliki peran yang
khas

Bangunan pada masa pra islam melalui rekam jejaknya seperti Relief bangunan hunian di
candi tegawangi kediri, Relief bangunan keagamaan di candi jawi mempunyai gambaran
umum seperti:

- Struktur paviliun relatif kecil dibandingkan dengan halaman dan masing-masing bangunan
mandiri (bangunan tidak menempel dengan bangunan yang lain) sehingga kalau apa yang
dalam selalu dikelilingi sesuatu diluar walaupun dalam dapat berteu langsung diluar seperti
bangunan dengan halaman, halaman pun tetap ditutupi pager.

Bangunan masa islam :

- Bangunan Peribadatan islam : Masjid Agung demak, Masjid Agung Yogyakarta memiliki
Bangunan yang secara fundamental berbeda dengan masa pra islam berupa bangunan dengan
ruang dalam relatif besar,dengan dua bagian berataptertutup tinggi dan satunya beratap lebih
rendah dan terbuka.

- Omah Joglo, Omah Pencu, Omah Tikelan, memiliki paviliun yang bergandeng/bergabung
dengan bangunan lainnya. Ada bagian yang tertutup dan ada bagian yang terbuka.

Dalem (Ruang Dalam)

Hubungan antara ruang dengan manusia

Didalam rumusan interiority terdapat definisi atau model untuk memahami interioritas

1. The Literary Genealogy : Autobiografi seseorang (verbal model)

2. The Pictorial Genealogy : Biasanya dikaitkan dengan tradisi Belanda dimana hal-hal yang
biasanya berada diruang belakang yang biasanya tabu menjadi sesuatu yang layak pajang.
(Visual Model

3. The Architectural Geneology : Bagaimana pembentukan ruang-ruang (Spatial Model)

4. The Psychoanalytic Geneology : Bagian paling rumit berkaitan dengan diri dan ruangan
(Psychological model)

Buku Nusa Jawa Silang Budaya , konsep tentang dalem yaitu tentang upaya manusia bukan
lagi tentang menyelaraskan antara mikrosmos dan makrosmos tapi tentang menyelaraskan
dan tatanan sosial. (Pribadi,Peran Akal, Mobilitas sosial, Masyarakat
berkesetaraan).Sementara lingkungan yaitu kerangka ruang geografis dan waktu linear.
Relasi relasi antar bangunan seperti masjid keraton jogja yang wilayah nya terdiri dari

Alun-Alun: Rampok macam mempunyai dapat melakukan apa saja ditempat tersebut

Halaman Pertama: terdiri dari dua paviliun untuk memukul gamelan sekaten dan garebeg

Keteraturan : Tempat pengajian, pengadilan agama yang berarti masih menjadi tempat
kerumunan,

Serambi: Tempat raja masih mempunyai kedudukan

Sang Pribadi: semua atribut ditanggalkan mempunyai arti raja pun menjadi rakyat biasa jika
masuk kesini.jika sudah masuk ke dalam masjid semua pun sama.

Dalem Sasonomulyo Surakarta: Terlihat terdapat bagian terbuka didepan dan tertutup
didalam.

Omah UGM Kotagede:bagian simple dimana joglo dapat dipakai berbagai kalangan

Between Two Gates kotagede: Beberapa bangunan yang menjadi satu, karena adanya
kesepakatan bersama membuat jalan umum diantara bangunan

Islamicate interiority in javanese ada sesuatu yang khas pada masa islam dan berkembang
dari masa sebelumnya

Pribadi lahir batin yang termanifestasi dalam ruang

masyarakat kesetaraan: misal jika di masjid berkumpul dengan status sama hanya di realitas
kita berkumpul dengan status sosial yang berbeda

mobilitas sosial : perpindahan dari satu status ke status yang lain

rasionalitas: mentransformasikan dari mandala ke peta. realitas keseharian menjadi penting.

kota sebagai lambang: sebagai contoh masjid dengan atap yang tinggi tadi menjadi lambang
berhubungan dengan lambang” yang laiin atau interioritas dalam skala yang lebih besar.

Kesepakatan sosial dalam membentuk ruang, sebelum menyelaraskan dengan dunia yang
lebih luas selaraskan dulu dengan dunia yang ada disekitar seperti tetangga

semuanya akan menjadi interkoneksi global.


ALTAR DAN PAWON

ALTAR GEREJA KATOLIK

ruangan altar tidak mempunyai syarat khusus yang mempunyai arti altar-altar antara satu dan
yang lain berbeda.

terdapat elemen elemen dasar yang masih ada sampai hari ini di altar

- Lampu ‘pilot’ kecil berwarna merah disalah satu ruang altar yang terus menyala dari gereja
tersebut diresmikan hingga ditutup, yang menandakan tuhan itu hadir di ruangan gereja
tersebut

- Lilin yang dinyalakan di meja altar,pada zaman dahulu ruang gereja harus terang sekali
untuk memca dan melakukan kegiatan. Pada acara khusus banyak lilin-lilin dinyalakan
sehingga ruangan menjadi sangat terang. Akan tetapi setelah terdapat listrik, maka lilin pun
bukan menjadi kebutuhan tetapi sebagai pengingat.

- Lemari tabernakel yang menempel dinding, untuk menyimpan keping-keping kecil untuk
suguhan seluruh umat yang mengikuti ibadah, yang dulunya tertempel d tembok, dan
mengalami perkembangan menjadi di depan tembok.

- Ada imam yang berpakaian sekurangnya dua lapis

- Pada upacara kebaktian tertentu ada pewangian ruangan altar dengan dupa yang dilakukan
berkeliling meja altar. Pada zaman dahulu ruangan gereja berbentuk sangat tertutup disertai
dengan kebiasaan mandi sekali pada daerah 4 musim, menjadikan ruangan gereja menjadi
pengap dan berbau apek oleh karena itu imam pun melakukan ritual pewangian ruangan.
yang mana pada zaman sekarang pun hanya menjadi tradisi.

Di bali sendiri interior gereja sudah mengalami perubahan yang disertai keajegan seperti
penjelasan diatas dan dengan memadukan gaya bangunan bali dilihat dari arsitektur luar
gereja itu sendiri.

PAWON (Dapur)

Memasak adalah sebuah keharusan baik zaman dulu maupun zaman sekarang

Kegiatan memasak sendiri pasti membutuhkan pencahayaan. Ketentuan sebuah ruangan di


sebut pawon yaitu tidak hanya tempat tungku api berada tetapi juga adanya penerangan
dalam ruangan yang mendukung kegiatan memasak itu sendiri. Pada zaman dahulu pada
bangunan bangunan nusantara mempunyai perapian dengan ruangan yang tertutup yang dapat
di gunakan sebagai tempat memasak sekaligus sebagai penerang ruangan.

ketentuan sebuah ruangan di sebut pawon yaitu tidak hanya tempat tungku api berada tetapi
juga adanya penerangan dalam ruangan yang mendukung kegiatan memasak itu sendiri
Bangunan/Rumah

Awal mula : Gelap temaram ; terang perapian tidak kuat menerangi ruangan , kalau terlalu
besar dan kua api yang dibuat berpotensi kebakarab. Bisa membakar daging,pala kependhem
untuk dikonsumsi(dimana mengiris daging, diluar bangunan.

setelah temaram berganti terang bayangan (naungan) kegiatan menyiapkan makanan dengan
lengkap dapat dilakukan. Hal tersebut terjadi sekitar pada masa Hindia Belanda yang mana
pada saat itulah dapur atau pawon menjadi sebuah interior

Rangkuman

Altar dan Pawon dapat menjadi model dalm melakukan investigasi ruangan/interior, apalagi
bila investigasi itu adalah dalam perkembangan interoiior

Misal, Arsitektur nusantara dengan ruangan temaram berubah menjadi ruangan yang
benderang, perubahan.

Anda mungkin juga menyukai