Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BADAL HAJI

DOSEN PEMBIMBING : RUDIK NOOR ROHMAD, S.HI, M.H

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
SRI WULANDARI
SUGIYANTO S
SUHARSIH
SULASTRI
THONY GUNAWAN
WENOK AKALJA

STAI MAMBA’UL ULUM JAMBI


TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah  ini tepat pada waktunya. Salawat beriring salam tercurahkan
pada junjungan kita yaitu Nabi besar Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul “BADAL HAJI” ini bertujuan untuk memenuhi tugas


perkuliahan. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga telah berperan serta
menyelesaikan makalah  ini.

Makalah  ini tidak luput dari tantangan dan hambatan yang penulis temukan,


namun berkat dorongan, bimbingan, dari semua pihak di atas penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Namun demikian penulis menyadari dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan.

Jambi, Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji........................................................................................ 3
B. Pengertian Badal Haji.............................................................................. 3
C. Tata Cara Pelaksanaan Badal Haji.......................................................... 3
D. Badal Haji Menurut Empat Imam Mazhab............................................. 4
E. Hukum Badal Haji................................................................................... 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................. 9
B. Saran........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menunaikan ibadah haji adalah sesuatu yang amat dirindukan oleh setiap umat
Islam, bahkan oleh yang telah menunaikannya berkali-kali sekalipun. Karena itu,
bagi yang dimudahkan Allah rizkinya Untuk menggunakan kesempatan emas itu
dengan sebaik-baiknya. Sebab, belum tentu kesempatan menunaikan ibadah haji itu
datang kembali.
Dalam konteks ibadah haji, menariknya bahwa pelaksanaan ibadah ini hanya
dituntut bagi orangyang memiliki kemampuan saja, baik materil dan spritual.
Persyaratan kemampuan material dan spiritual tentunya memiliki konsekuensi
tersendiri sebab kemampuan yang kedua ini tidak semua umat Islam memilikinya
dan dapat memenuhinya maka tidakmengherankanlah nilai-nilai yang terkandung
dalam pelaksanaannya tidak ditemukan dalam ibadah lainnya. Dengan kata lain,
Islam memberikan dispensasi bagi yang belum dapat memenuhi persyaratan tersebut
untuk tidak melaksanakan ibadah haji.Namun, tetaplah umat Islam dituntut untuk
berupaya semaksimalnya memenuhikewajiban pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Dalam pelaksanaan ibadah haji ini diknal dengan istilah badal yaitu
menggantikan dalam maksud menggantikan orang lain melaksanakan ibadah haji.
Kenyataannya sebagian orang terlalu bermudah-mudahan menghajikan orang lain,
alias membadalkan haji. Padahal tidak mudah begitu saja membadalkan haji, ada
ketentuan, syarat dan hukum yang mesti diperhatikan. Dari paparan diatas inilah
yang menjadi topik pembicaraan dalam makalah ini yang berjudul haji badal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian haji ?
2. Apa pengertian badal haji ?
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan badal haji ?
4. Bagaimana badal haji menurut empat imam mazhab ?
5. Apa Hukum Badal Haji ?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian haji
2. Untuk mengetahui pengertian badal haji
3. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan badal haji
4. Untuk mengetahui badal haji menurut empat imam mazhab
5. Untuk mengetahui hukum badal haji

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Haji
Menurut buku Fikih Remaja Bacaan Populer Remaja Muslim karya Jalaludin
(2009: 213) haji adalah menyengajakan untuk mengunjungi Ka’bah untuk beribadat
kepada Allah SWT, dengan memenuhi syarat, rukun, kewajiban, dan
mengerjakannya pada waktu tertentu dengan demikian ibadah haji termasuk ibadah
yang paling berat jika dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lainnya maka dari
itu Allah menetapkan bahwa ibadah ini hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup
itupun bagi umat muslim yang mampu.

B. Pengertian Badal Haji


Badal dapat diartikan sebagai pengganti atau wakil, jadi badal haji sendiri
adalah menghajikan orang lain yang telah dikategorikan wajib haji (terutama dari
segi ekonomi) tapi tidak mampu melakukannya sendiri karena adanya halangan yang
dibolehkan oleh syariat Islam. Tapi juga ada pendapat bahwa badal haji adalah
ibadah haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama orang lain yang telah
memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji. Namun karena orang tersebut
mimiliki uzur (berhalangan) sehingga tidak dapat melaksanakan sendiri maka dapat
digantikan oleh orang lain.

C. Tata Cara Pelaksanaan Badal haji


Secara umum tata cara pelaksanaan badal haji sama dengan pelaksanaan haji
untuk diri sendiri yang membedakan adalah bagian niat. Dimana ketika membaca
niat harus diniatkan untuk orang yang dihajikan untuk masalah miqat badal haji
terdapat perbedaan diantara ulama-ulama dimana mazhab Hambali berpendapat
bahwa orang yang melakukan badal haji waji memulai ihramnya dari miqat negeri
orang yang dibadalkan. Sedangkan mazhab Syafi’i berpendapat bahwa orang yang
berkewajiban haji pertama kali, tetapi diupahkan kepada orang lain, maka orang yang
membadalkan haji harus niat dari miqatnya orang yang dibadalkan.

3
Di Indonesia sendiri masalah pelaksanaan haji diatur dalam PMA Nomor 14
Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji Reguler. Semoga informasi
mengenai badal haji ini bermanfaat untuk kita semua. (WS)

D. Badal Haji Menurut Empat Imam Mazhab


Sebanyak 230 jemaah haji asal Indonesia dibadalkan pada pelaksanaan
puncak haji di Padang Arafah, Sabtu 10 Agustus 2019 atau 9 Dzulhijah 1440
Hijriyah lalu. Sebanyak 111 jemaah digantikan karena wafat, dan 119 jemaah
lainnya badal haji disebabkan sakit. Sementara yang menjalani safari wukuf  ada
65 orang. Badal secara harafiah berarti pengganti atau wakil. Jadi badal haji
sama juga dengan mewakili seseorang berhaji dengan ketentuan orang yang
mewakili harus sudah lebih dulu melaksanakan ibadah haji secara sempurna.
Dalam istilah haji, orang yang menghajikan orang lain disebut mubdil. Badal
dapat dilakukan berdasarkan beberapa dalil dan rujukan riwayat. Namun
beberapa ulama berbeda pendapat tentang hukum badal haji. 
Dikutip dari Ensiklopedia Fikih Indonesia 6: Haji dan Umrah, jumhur
ulama, di antaranya Mazhab Al-Hanafiyah, Asy-Syafii'iyah dan Al-Hanabilah
berpendapat berhaji untuk orang lain hukumnya dibenarkan dan disyariatkan.
Sedangkan Mazhab Al-Malikiyah berbeda dengan yang lain, bahwa badal haji
bukan sesuatu yang masyru'. Mazhab Al-Hanafiyah Mazhab ini mengatakan,
orang sakit atau yang kondisi fisiknya tidak memungkinkan melaksanakan
ibadah haji, namun memiliki harta, maka wajib membayar orang lain untuk
menghajikannya. Apabila sakitnya sulit disembuhkan ia wajib meninggalkan
wasiat untuk dihajikan. Mazhab Al-Malikiyah Menghajikan orang yang masih
hidup menurut mazhab ini tidak diperbolehkan. Namun untuk yang telah
meninggal dunia sah menghajikannya asalkan ia meninggalkan wasiatnya
dengan syarat biaya haji tidak mencapai sepertiga dari harta yang ditinggalkan.
Mazhab Asy-Syafi'iyah Boleh menghajikan orang lain dalam dua kondisi.
Pertama, untuk mereka yang tidak mampu melaksanakan haji karena tua dan
sakit. Jika memiliki harta ia wajib membiayai haji orang lain. Kedua, orang
yang telah meninggal dan belum melaksanakan ibadah haji, ahli warisnya wajib
menghajikannya dengan harta yang ada, kalau ada. Ulama Syafi’i dan Hanbali

4
melihat kemampuan melaksanakan ibadah haji ada dua macam yaitu
kemampuan langsung, seperti yang sehat dan mempunyai harta. Namun ada juga
kemampuan yang sifatnya tidak langsung, mereka yang secara fisik tidak
mampu namun secara finansial mampu. Keduanya wajib melaksanakan ibadah
haji. Lalu bolehkah orang yang berhaji untuk orang lain meminta upah tertentu?
Meski Mazhab Al-Hanafiyah membolehkan badal haji, namun ulama generasi
awal mazhab ini memandang upah bagi mereka tidak dibenarkan. Alasannya,
haji bukan merupakan ajang bisnis. Namun Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-
Malikiyah membolehkan seseorang meminta upah atas haji yang dikerjakannya
untuk orang lain.

E. HUKUM BADAL HAJI


Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya : Barangsiapa mati dan
belum berhaji karena sakit, miskin atau semacamnya, apakah ia mesti dihajikan?
Beliau rahimahullah menjawab : Orang yang mati dan belum berhaji tidak
lepas dari dua keadaan:
Pertama :
Saat  hidup mampu berhaji dengan badan dan hartanya, maka orang yang
seperti ini wajib bagi ahli warisnya untuk menghajikannya dengan harta si mayit.
Orang seperti ini adalah orang yang belum menunaikan kewajiban di mana ia mampu
menunaikan haji walaupun ia tidak mewasiatkan untuk menghajikannya. Jika si
mayit malah memberi wasiat agar ia dapat dihajikan, kondisi ini lebih diperintahkan
lagi. Dalil dari kondisi pertama ini adalah firman Allah Ta’ala,
ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬
‫ت‬ ِ َّ‫َوهّلِل ِ َعلَى الن‬
“Mengerjakan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, [yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah]” (QS. Ali Imran:
97)
Juga disebutkan dalam hadits shahih, ada seorang laki-laki yang menceritakan
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh ada kewajiban yang mesti hamba
tunaikan pada Allah. Aku mendapati ayahku sudah berada dalam usia senja, tidak
dapat melakukan haji dan tidak dapat pula melakukan perjalanan. Apakah mesti aku
menghajikannya?” “Hajikanlah dan umrohkanlah dia”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi

5
wa sallam.” (HR. Ahmad dan An Nasai). Kondisi orang tua dalam hadits ini telah
berumur senja dan sulit melakukan safar dan amalan haji lainnya, maka tentu saja
orang yang kuat dan mampu namun sudah keburu meninggal dunia lebih pantas
untuk dihajikan.
Di hadits lainnya yang shahih, ada seorang wanita berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ibuku bernadzar untuk berhaji. Namun beliau tidak berhaji sampai
beliau meninggal dunia. Apakah aku mesti menghajikannya?” “Berhajilah untuk
ibumu”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad dan Muslim)
Kedua :
Jika si mayit dalam keadaan miskin sehingga tidak mampu berhaji atau dalam
keadaan tua renta sehingga semasa hidup juga tidak sempat berhaji. Untuk kasus
semacam ini tetap disyari’atkan bagi keluarganya seperti anak laki-laki atau anak
perempuannya untuk menghajikan orang tuanya. Alasannya sebagaimana hadits yang
disebutkan sebelumnya.
Begitu pula dari hadits Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendengar seseorang berkata, “Labbaik ‘an Syubrumah (Aku memenuhi
panggilanmu atas nama Syubrumah), maka beliau bersabda, “Siapa itu Syubrumah?”
Lelaki itu menjawab, “Dia saudaraku –atau kerabatku-”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas bertanya, “Apakah engkau sudah menunaikan haji untuk dirimu
sendiri?” Ia menjawab, ”Belum.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan,
“Berhajilah untuk dirimu sendiri, lalu hajikanlah untuk Syubrumah.” (HR. Abu
Daud). Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma secara
mauquf (hanya sampai pada sahabat Ibnu ‘Abbas). Jika dilihat dari dua riwayat di
atas, menunjukkan dibolehkannya menghajikan orang lain baik dalam haji wajib
maupun haji sunnah. Adapun firman Allah Ta’ala,
‫ان ِإاَّل َما َس َعى‬ َ ‫َوَأن لَّي‬
ِ ‫ْس لِِإْل ن َس‬
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya” (QS. An Najm: 39).
Ayat ini bukanlah bermakna seseorang tidak mendapatkan manfaat dari amalan
atau usaha orang lain. Ulama tafsir dan pakar Qur’an menjelaskan bahwa yang
dimaksud adalah amalan orang lain bukanlah amalan milik kita. Yang jadi milik kita
adalah amalan kita sendiri. Adapun jika amalan orang lain diniatkan untuk lainnya

6
sebagai pengganti, maka itu akan bermanfaat. Sebagaimana bermanfaat do’a dan
sedekah dari saudara kita (yang diniatkan untuk kita) tatkala kita telah meninggal
dunia. Begitu pula jika haji dan puasa sebagai gantian untuk orang lain, maka itu
akan bermanfaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
mati namun masih memiliki utang puasa, maka hendaklah ahli warisnya membayar
utang puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Aisyah).  Hal ini khusus untuk
ibadah yang ada dalil yang menunjukkan masih bermanfaatnya amalan dari orang
lain seperti do’a dari saudara kita, sedekah, haji dan puasa. Adapun ibadah selain itu,
perlu ditinjau ulang karena ada perselisihan ulama di dalamnya seperti kirim pahala
shalat dan kirim pahala bacaan qur’an. Untuk amalan ini sebaiknya ditinggalkan
karena kita mencukupkan pada dalil dan berhati-hati dalam beribadah. Wallahul
muwaffiq. Para ulama menjelaskan bahwa ada tiga syarat boleh membadalkan haji:
- Orang yang membadalkan adalah orang yang telah berhaji sebelumnya.
- Orang yang dibadalkan telah meninggal dunia atau masih hidup namun tidak
mampu berhaji karena sakit atau telah berusia senja.
- Orang yang dibadalkan hajinya mati dalam keadaan Islam. Jika orang yang
dibadalkan adalah orang yang tidak pernah menunaikan shalat seumur hidupnya,
ia bukanlah muslim sebagaimana lafazh tegas dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, alias dia sudah kafir. Sehingga tidak sah untuk dibadalkan
hajinya.
Yang perlu diperhatikan :
Tidak boleh banyak orang (dua orang atau lebih) sekaligus dibadalkan hajinya
sebagaimana yang terjadi saat ini dalam hal kasus badal haji. Orang yang dititipi
badal, malah menghajikan lima sampai sepuluh orang karena keinginannya hanya
ingin dapat penghasilan besar. Jadi yang boleh adalah badal haji dilakukan setiap
tahun hanya untuk satu orang yang dibadalkan.
Membadalkan haji orang lain dengan upah dilarang oleh para ulama kecuali
jika yang menghajikan tidak punya harta dari dirinya sendiri sehingga butuh biaya
untuk membadalkan haji. Perlu diketahui bahwa haji itu adalah amalan sholeh yang
sangat mulia. Amalan sholeh tentu saja bukan untuk diperjualbelikan dan tidak boleh
mencari untung duniawiyah dari amalan seperti itu. Maka sudah sepantasnya tidak
mengambil upah dari amalan sholeh dalam haji seperti thowaf, sa’i, ihrom, shalat dan

7
lempar jamarot. Sebagaimana seseorang tidak boleh mengambil upah untuk
mengganti shalat orang lain. Sehingga yang jadi masalah adalah menjadikan badal
haji sebagai profesi. Ketika diberi 3000 atau 4000 riyal, ia menyatakan kurang.
Karena badal haji hanyalah jadi bisnisnya. Amalan badal haji yang ingin cari dunia
adalah suatu kesyirikan. Jika itu syirik, lantas bagaimana bisa dijadikan pahala untuk
orang yang telah mati? Renungkanlah!! Sungguh ikhlas itu benar-benar dibutuhkan
dalam haji, begitu pula ketika membadalkan (menggantikan haji orang lain).
Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫) ُأولَِئكَ الَّ ِذينَ لَي‬15( َ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ ِإلَ ْي ِه ْم َأ ْع َمالَهُ ْم فِيهَا َوهُ ْم فِيهَا اَل يُبْخَ سُون‬
‫ْس لَهُ ْم فِي‬
16( َ‫صنَعُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬
َ ‫اَآْل ِخ َر ِة ِإاَّل النَّا ُر َو َحبِطَ َما‬
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami
berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan
mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
Hud [11] : 15-16).
Qotadah mengatakan, “Barangsiapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang
selalu dia cari-cari dengan amalan sholehnya, maka Allah akan memberikan
kebaikan kepadanya di dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh
kebaikan apa-apa sebagai balasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlash
dalam beribadah (yang hanya ingin mengharapkan wajah Allah), dia akan
mendapatkan balasan di dunia juga dia akan mendapatkan balasan di akhirat.” (Lihat
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim). Jika dunia saja yang dicari dalam lakukan badal haji,
maka tunggu saja balasan yang akan Allah berikan. Uang melimpah bisa jadi ia
dapat, namun nikmat di akhirat bisa jadi sirna. Ikhlaslah … ikhlaslah dan raihlah
ridho Allah.
Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk dan ikhlas dalam beribadah
pada-Nya. Wallahu waliyyu taufiq.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ulama Maliki mengatakan makruh menyewa orang melaksanakan ibadah haji,
karena hanya upah mengajarkan al-Qur'an yang diperbolehkan dalam masalah ini
menurutnya.
Mazhab Syafi'i: mengatakan boleh menghajikan orang lain dalam dua kondisi;
Pertama : untuk mereka yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena tua atau
sakit sehingga tidak sanggup untuk bisa duduk di atas kendaraan. Orang seperti ini
kalau mempunyai harta wajib membiayai haji orang lain
Ulama Haanfi: mengatakan orang yang sakit atau kondisi badanya tidak
memungkinkan melaksanakan ibadah haji namun mempunyai harta atau biaya untuk
haji, maka ia wajib membayar orang lain untuk menghajikannya

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan dalam keilmuan Islam .
Makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan untuk lebih melengkapi
makalah ini maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
membangun.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://kumparan.com/berita-update/badal-haji-pengertian-dan-tata-cara-
pelaksanaannya-1vNPBIilwIS/full
https://ihram.co.id/berita/qw6ak7430/badal-haji-menurut-empat-imam-mazhab
https://www.viva.co.id/haji/hajipedia/1174701-badal-haji-menurut-empat-mazhab?
page=all&utm_medium=all-page
http://kumpulanmakalahilmiah.blogspot.com/2011/11/hukum-badal-haji.html

10

Anda mungkin juga menyukai