Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya dengan baik dan lancar. Makalah ini kami susun untuk menyelesaikan tugas dan
guna mengikuti perkuliahan selanjutnya pada tahun pelajaran 2024 Semester Genap. Makalah
ini kami susun tidak jauh hanya untuk mengetahui bagaimana penerapan Musyarakah pada
perbankan syariah.

Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan lancar berkat bantuan dan bimbingan
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih khususnya kepada Allah SWT
yang memperlancar tugas makalah kami, selain itu kami, sebagai penulis juga berterima kasih
kepada semua pihak yang ikut membantu. Untuk teman-teman senasib seperjuangan yang
telah bersama-sama melaksanakan tugas mulia ini, baik dalam keadaan suka maupun duka.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami diterima oleh Allah SWT sebagai
amal sholeh dan mendapatkan pahala berlimpah dari-Nya. Amin.

Kami sadar, makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan masukan
perbaikan sangat kami harapkan untuk menyempurnakan tugas-tugas serupa pada masa yang
akan datang. Karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Saya berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.khususnya kepada si pembaca. Amin.

Duri, 08 Januari 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I ----------------------------------------------------------------------------------1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B.-Rumusan Masalah

C.-Tujuan Masalah

BAB II -------------------------------------------------------------------------------- 4
PEMBAHASAN
A. Definisi Musyarakah---------------------------------------------------------- 5

B.-Landasan Hukum Syariah---------------------------------------------------- 6

C.-Jenis Musyarakah--------------------------------------------------------------6

D. Rukun dan Syarat Musyarakah---------------------------------------------- 8

E.-Teknis Perbankan--------------------------------------------------------------8

F.- Manfaat Musyarakah----------------------------------------------------------9

BAB III------------------------------------------------------------------------------- 12

PENUTUP

A. Kesimpulan

B.-Saran

DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------------13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Penerapan al-Musyarakah pada praktik bank digunakan untuk beberapa hal
proyek pembiayaan, seperti pembiayaan antara perbankan dan nasabah secara
bersamaan memberikan dana dalam menjalankan suatu proyek, dimana adanya
pembagian nilai untung dari kegiatan tersebut berdasarkan persetujuan sesudah
sebelumnya dilakukan pengembalian dana yang digunakan nasabahnya. Praktik ini
juga mampu diterapkan dalam aktivitas investasi berupa badan finansial permodalan
ventura.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa itu Definisi Musyarakah
b. Apa itu Landasan Hukum Syariah
c. Apa itu Jenis Musyarakah
d. Apa itu Rukun dan Syarat Musyarakah
e. Apa itu Teknis Perbankan
f. Apa itu Manfaat Musyarakah

C. TUJUAN MASALAH
a. Mengetahui apa itu Definisi Musyarakah
b. Mengetahui apa itu Landasan Hukum Syariah
c. Mengetahui apa itu Jenis Musyarakah
d. Mengetahui apa itu Rukun dan Syarat Musyarakah
e. Mengetahui apa itu Teknis Perbankan
f. Mengetahui apa itu Manfaat Musyarakah

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI MUSYARAKAH
Menurut khasmir Musyarakah merupakan akad kerjasama dari kedua pihak ataupun
lebih dalam menjalankan berbagai usaha. Setiap pihak memberi dana ataupun amal sesuai
akad bahwasanya nilai untung atau risiko diterima dengan bersamaan berdasarkan akad.3
Sedangkan berdasrakan pendapat Ismail, Musyarakah ialah kesepakatan bersama
mengenai usaha dari kedua pihak ataupun lebih untuk menjalankan berbagai usaha,
dimana setiap pihak mengikutsertakan modal berdasarkan akad yang dilakukan, serta
pembagian hasil terhadap bisnis yang dijalankan dengan bersamaan diberi atas dasar
peran dana ataupun akad bersama. Maka dari itu, pengertian musyarakah adalah
kesepakatan yang dilakukan dari pemegang permodalan yang digabungkan dengan
bersama dan bertujuan memperoleh nilai untung, pembagian hasil terhadap bisnis yang
dijalankan dan diberi berdasarkan dana yang didapatkan ataupun disepakati.

Terdapat perbedaan istilah terhadap musyarakah yaitu syirkah. Secara bahasa al -


syirkah artinya al - Ikhtilat yaitu: ”penggabungan ataupun mencampurkan dua sesuatu
ataupun lebih, bahkan terdapat kesulitan untuk melihat perbedaannya, misal pencampuran
hal milik ataupun persekutuan bisnis”. Pembiayaan musyarakah, yaitu ketersediaan dana
dari perbankan dalam mencukupi beberapa permodalan sebuah bisnis atas dasar
kesepakatan ataupun perjanjian dari konsumen yang merupakan pihak dengan kewajiban
menjalankan kesepakatan sesuai investasi dari ketentuan yang investasi yang
diberlakukan.

Penerapan al-Musyarakah pada praktik bank digunakan untuk beberapa hal proyek
pembiayaan, seperti pembiayaan antara perbankan dan nasabah secara bersamaan
memberikan dana dalam menjalankan suatu proyek, dimana adanya pembagian nilai
untung dari kegiatan tersebut berdasarkan persetujuan sesudah sebelumnya dilakukan
pengembalian dana yang digunakan nasabahnya. Praktik ini juga mampu diterapkan
dalam aktivitas investasi berupa badan finansial permodalan ventura.

5
B. LANDASAN HUKUM SYARIAH
Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa ayat 12 yang artinya:

“Mereka Berbagi dalam memperoleh bagian sepertiga.”

Firman Allah pada surat Sad ayat 24 yang artinya: “Dan sungguh banyak orang yang
berkongsi itu beberapa dari mereka melakukan kezaliman pada beberapa lainnya,
terkecuali orang yang beriman dan melakukan perbuatan amal saleh dan teramat sedikit
mereka ini.”

Hadis Riwayat dari Abu Hurairah “Dari abuhayyan al-taimi dari ayahnya dari abu
hurairah (marfu’) Rasulullah bersabda: sesungguhnya allah swt. Berfirman ‘aku adalah
pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama salah satu diantara mereka tidak
menghianati lainnya, apabila salah seorang diantara mereka menghianati lainnya,maka
aku keluar dari persekutuan mereka.

Rasulullah bersabda yang artinya: “Pertolongan Allah akan selalu menyertai dua pihak
yang berkongsi atau bersekutu, selama mereka tidak saling mengkhianati” Selain dasar
hukum tersebut, musyarakah juga disyariatkan atas dasar ijma‟ ataupun kesepakatan
ulama serta para umat islam.

Dalam konteks Indonesia, dasar legalitas musyarakah dikuatkan dengan Kompilasi


Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) pasal 134- 186.

Definisi al-syirkat menurut para ulama aliran fiqih ini diakomodir oleh fatwa DSN
MUI. Fatwa, dalam kaitannya dengan pembiayaan, mengartikan al-syirkat dengan,
pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Pengertian ini
dijadikan landasan oleh UU No. 21 Tahun 2008 dalam mendefinisikan al-syirkat secara
operasional dan akan diuraikan kemudian.

6
C. JENIS JENIS MUSYARAKAH

Syrikah atau musyarakah terdapat pembagiannya yang bisa kita lihat pada gambar
dibawah ini

Terdapat 2 bentuk syirkah, antara Lain:

a) Syirkah Al Amlak atau perserikatan dalam hak milik yaitu keterlibatan ataupun
kemauan secara bersamaan dalam memperoleh suatu hal yang dijalankan dari kedua
pihak ataupun lebih dan melibatkan hartanya.

b) Syirkah Al Uqud atau perserikatan atas dasar akad yaitu kesepakatan yang dijalankan
kedua pihak ataupun lebih secara bersamaan dalam memberi permodalan serta nilai
untung ataupun rugi dan dibagikan dengan bersamaan.

Adapun berbagai macam Syirkah Al-uqud, antara lain:

a) Syirkah Mufawadhah, yaitu kesepakatan kontrak oleh kedua pihak ataupun lebih.
Masing-masing pihak berhak untuk menyumbangkan dana dan berpartisipasi dalam
usaha/pekerjaannya. Kedua belah pihak menerima keuntungan dan kerugian yang
sama. Mazhab Hanafi dan Maliki mengizinkan bentuk akad ini, namun banyak juga
yang membatasinya.
b) Syirkah al-inan, yaitu kesepakatan kontrak oleh kedua pihak ataupun lebih banyak
lagi orang. Namun, setiap pihak harus menyumbangkan sebagian dari dana dan
berpartisipasi dalam pekerjaan. Para pihak telah sepakat untuk berbagi keuntungan
dan kerugian, tetapi tidak ada modal dalam bentuk dana, tenaga kerja atau
keuntungan yang diperlukan. Dalam mazhab Hanafi dan Hambali, kepentingan kedua
belah pihak dibagi menurut proporsi dana yang diberikan, dan keuntungan dapat
dibagi rata, tetapi berbeda bentuk dana maka keuntungan tidak boleh dibagi rata
apabila tingkat pendanaannya berbeda. Mazhab Maliki dan Syafi'i sepakat untuk
membagikan keuntungan atau kerugian sesuai dengan ketentuan bagian dari dana
yang diberikan, karena keuntungan mengalir kembali ke jenis modal akad ini.
c) Syirkah a’mal, yaitu kesepakatan kontrak oleh kedua pihak yang mendapatkan tugas
kerja serta nilai untung suatu pekerjaan dan manfaatnya tersebut harus dibagi
diantara mereka sebagaimana yang disepakati. Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali
membolehkan jenis akad ini, karena orang yang terlibat berprofesi yang sama
7
ataupun kebalikannya. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil yang ditemukan dalam
Syirkah ini pada masa Nabi, dan para ahli hukum Islam menyetujui serta
penggunaannya tidak dilarang.
d) Syirkah al wujuh, yaitu kesepakatan kontrak oleh kedua pihak ataupun lebih yang
memiliki citra baik an pengalaman yang tinggi dalam perdagangan/bisnis. Para pihak
dalam kontrak mengenai pembelian produk kredit dari perusahaan meminjamkan
berdasarkan reputasi mereka. Dalam akad ini, modal pada dasarnya tidak dibutuhkan,
melainkan kepercayaan sebagai penjamin/penjamin. Syirkah ini disebut juga dengan
Syirkah al Ma'dum Receivables Partnership. Madzhab Hanafi dan Fiqh mengizinkan
jenis transaksi ini karena mereka dapat menerima perwakilan apa pun sebagai
jaminan dan ahli fikih tidak melarangnya.

D. RUKUN DAN SYARAT


Musyarakah memiliki beberapa rukun, antara lain:
a. Ijab-qabul (sighat) Adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang
bertransaksi.
b. Dua pihak yang berakad (‘aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan
pengelolaan harta.
c. Objek aqad (mahal), yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal
atau pekerjaan.
d. Nisbah bagi hasil
Adapun yang menjadi syarat syirkah adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada bentuk khusus kontrak, berakad dianggap sah jika diucapkan secara
verbal/tertulis, kontrak dicatat dalam tulisan dan disaksikan.
b. Mitra harus kompeten dalam memberikan/diberikan kekuasaan perwalian.
c. Modal harus uang tunai, emas, perak yang nilainya sama, dapat terdiri dari asset
perdagangan, hak yang tidak terlihat (misalnya lisensi, hak paten dan sebagainya).
d. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah sebuah hukum dasar dan tidak
diperbolehkan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan tidak ikut
sertanya mitra lainnya. Namun porsi melaksanakan pekerjaan tidak perlu harus
sama, demikian pula dengan bagian keuntungan yang diterima

8
E. TEKNIS PERBANKAN
Dalam teknis perbankan menggunakan musyarakah
a) bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-
sama menyediakan dan dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha
tertentu.
b) nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat
ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang
disepakati seperti melakukan review, dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil
usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
c) pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang
disepakati.
d) nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang waktu investasi
kecuali atas dasar kesepakatan para pihak.
e) pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau
barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan.
f) dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang
harus dinyatakan secara jelas jumlahnya.
g) dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk
barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable
value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya.
h) jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah, pengembalian dana dan
pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan
nasabah.
i) pengembalian pembiayaan atas dasar akad musyarakah dilakukan dalam dua cara,
yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode, sesuai dengan jangka
waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah.
j) pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha pengelola nasabah dengan
disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
k) bank dan nasabah dapat menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi
modal masing-masing.

9
l) bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah untuk
mengelola usaha.
m) biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan.
n) pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung atau rugi
(profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing).
o) bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila
nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena
kelalaian dan atau kecurangan.

Pembiayaan pada perbankan syariah yang didasarkan pada akad bagi hasil ini,
menempatkan bank sebagai pihak penyandang dana. Untuk itu bank berhak atas
kontraprestasi berupa bagi hasil sebesar nisbah terhadap pendapatan atau
keuntungan yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib).

Sedangkan apabila bank hanya bertindak sebagai penghubung antara pengusaha


dengan nasabah, maka ia berhak atas kontraprestasi berupa fee.

Adapun metode perhitungan bagi hasil dibedakan menjadi tiga cara yaitu,
pertama menggunakan metode profit and loss sharing, yaitu para pihak akan
memperoleh bagian hasil sebesar nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya
keuntungan (profit) yang diperoleh oleh pengusaha (mudharib).

Sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung bersama sebanding dengan


kontribusi masing-masing pihak. kedua, menggunakan metode profit sharing, artinya
para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan perolehan
keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi
kerugian secara finansial akan ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal).

Ketiga, menggunakan metode revenue sharing, yaitu para pihak mendapatkan


bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan besarnya pendapatan (revenue) yang
diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib).

Dalam praktiknya metode profit and loss sharing dipakai untuk menghitung
bagi hasil pada pembiayaan musyarakah, kemudian metode profit sharing dipakai
untuk menghitung bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah, sedangkan metode
revenue sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil untuk nasabah deposan yang

10
menyimpan dananya di bank syariah dengan skema tabungan mudharabah atau
deposito mudharabah

F. MANFAAT MUSYARAKAH
Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan musyarakah ini, di antaranya sebagai
berikut:
a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank,
sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha
nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar
halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-
benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap di aman bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu
jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pembiayaan musyarakah, yaitu ketersediaan dana dari perbankan dalam
mencukupi beberapa permodalan sebuah bisnis atas dasar kesepakatan ataupun
perjanjian dari konsumen yang merupakan pihak dengan kewajiban menjalankan
kesepakatan sesuai investasi dari ketentuan yang investasi yang diberlakukan.
Penerapan al-Musyarakah pada praktik bank digunakan untuk beberapa hal
proyek pembiayaan, seperti pembiayaan antara perbankan dan nasabah secara
bersamaan memberikan dana dalam menjalankan suatu proyek, dimana adanya
pembagian nilai untung dari kegiatan tersebut berdasarkan persetujuan sesudah
sebelumnya dilakukan pengembalian dana yang digunakan nasabahnya.
Definisi al-syirkat menurut para ulama aliran fiqih ini diakomodir oleh fatwa
DSN MUI. Fatwa, dalam kaitannya dengan pembiayaan, mengartikan al-syirkat
dengan, pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Pengertian ini dijadikan landasan oleh UU No. 21 Tahun 2008 dalam mendefinisikan
al-syirkat secara operasional dan akan diuraikan kemudian.

B. SARAN
Kepada para pembaca, penulis maupun dosen hendaknnya selalu konsisten
dan selalu giat dalam mencari ilmu dalam bentuk apapun, dimanapun, dan kapanpun.
Adapun makalah kami ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami sarankan
untuk mencari melalui sumber lainnya agar ilmu semakin bertambah

12
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A. (2016). Analisis Risiko Pembiayaan Musyarakah Lembaga Keuangan Syariah.

CIMB, N. (t.thn.). Memahami apa itu Musyarakah dan cara kerjanya. Diambil kembali dari
cimbniaga.co.id: https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/perencanaan/apa-itu-
musyarakah-ketahui-istilah-dan-jenis-jenisnya

Farida, A. (2020). Analisis Pembiayaan Musyarakah Terhadap Profitabilitas (ROA) Bank


Umum Syariah. 327-340.

Ismail. (2010). Kajian Teoritir Tentang Musyarakah.

Mahmudatus Sa'diyah, N. A. (2016). Musyarakah Dalam Fiqiih dan Perbankan Syariah.

NISP, R. O. (2023). Akad Musyarakah. Retrieved from ocbc.id:


https://www.ocbc.id/id/article/2021/09/20/akad-musyarakah

Tutut, K. (2017). Strategi Pemasaran Musyarakah.

13

Anda mungkin juga menyukai