Dosen Pengampu:
SOLIKHUL HIDAYAT, SE. MS.i i
Di susun Oleh :
Kelompok 5
KELAS AE
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONIMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kebaikan
berupa sehat jasmani dan rohani. Karena atas limpahan rahmatnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai
dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Solikhul Hidayat, SE. MS.i sebagai
dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Syariah yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Musyarakah
B. Ketentuan Syariah
C. Jenis Jenis Musyarakah
D. Rukun dan Ketentuan Musyarakah
E. Cakupan Standar Akuntansi Musyarakah
F. Akuntansi Musyarakah Bank Syariah selaku Mitra Pasif (PSAK 106)
G. Penyajian dan Pengungkapan
H. Contoh Kasus Transaksi Musyarakah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam islam Akad merupakan rukun jual beli, sehingga tidaklah sah transaksi
tersebut apabila dalam pelaksanaannya tidak ada akad yang dilakukan. Dalam
kegiatan transaksi Akad merupakan hal yang paling utama untuk menentukan sah
atau tidaknya kegiatan transaksi tersebut. Selain kegiatan transaksi akad juga biasa
dilakukan dalam kegiatan kemitraan, sehingga dalam melakukan suatu kegiatan kerja
sama seorang individu maupun kelompok tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Akad yang dilakukan dapat berupa syarat-syarat atau ketentuan dalam kerja sama
tersebut, seperti pembagian modal, pembagian kerja, dan pembagian keuntungan.
Akad Musyarakah adalah salah satu akad yang menggunakan skema kerja sama
antara dua pihak atau lebih dengan tujuan untuk mencapai keuntungan dalam suatu
usaha bersama. Akad Musyarakah merupakan akad kerja sama antar dua pihak atau
lebih dari suatu usaha tertentu, dimana masing-masing memeberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatansedangkan
kerugian berdasarkan kontribusi dana.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Musyarakah atau dapat disebut al-syirkah. Al-syirkah secara bahasa berarti al-
ikhtilah (pencampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara
masing-masing sulit di bedakan atau tidak dapat dipisahkan (Afzalur Rahman). Istilah
lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah atau kemitraan.
Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah
sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di
mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset non-kas yaiperkng denankan
oleh syariah.
Usaha yang dilakukan oleh para mitra dapat memberikan keuntungan atau
kerugian. Keuntungan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara
proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan baik berupa kas maupun aset
nonkas atau sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sebaliknya,
apabila terjadi kerugian maka dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana
yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas).
Apabila salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya
dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan yang
lebih besar daripada mitra lainnya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa
pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk
tambahan keuntungan lainnya. Adapun porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra
ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh
selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
B. Ketentuan Syariah
1. Alquran
Beberapa dalil dari Alquran yang menjelaskan tentang akad musyarakah adalah
sebagai berikut:
a. Dalil yang pertama adalah surah An-Nisa’ ayat 12 yang berarti :
“ Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-
istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhin wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para
istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang
kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih
dari seorang, maka mereka bersekutu (berserikat) dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya
dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui Lagi Maha Penyantun.”
b. Dalil yang kedua adalah surah Ash-Shad ayat 24, yang bearti:
Daud berkata: “Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” Dan
Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada
Tuhannya lalu menyukur sujud dan bertaubat.
2. As-Sunnah
a. Adapun dari As-Sunnah, terdapat beberapa hadis yang mengatur tentang
akad musyarakah. Diantaranya adalah hadis qudsi yang diriwayatkan dari
shahabat Abu Hurairah Radhiyalluhu’anhu, yang redaksinya adalah: “Aku
(Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah
seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang
berhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya.”(HR Imam Abu
Dawud dan Imam Al-Hakim)
2. Syirkah Al-‘uqud yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang
atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Syirkah Al’uqud
dibedakan menjadi:
a. Syirkah Abdan (syirkah fisik), adalah bentuk kerja sama antara dua pihak
atau lebih dari kalangan pekerja/profesional dimana mereka sepakat untuk
bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang
diterima.
b. Syirkah Wujuh, adalah kerja sama antara dua pihak dimana masing-masing
pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya
berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mitra
menyumbangkan nama baik,reputasi,credit worthiness, tanpa menyetorkan
modal.
c. Syirkah ‘Inan, adalah bentuk kerja sama dimana posisi dan komposisi pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya tidak sama, baik dalam hal modal maupun
pekerjaan. Tnggung jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan
usaha.
d. Syirkah Mufawadah, adalah bentuk kerja sama dimana posisi dan komposisi
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal,
pekerjaan, agama, keuntungan maupun risiko kerugian. Masing-masing
mitra memiliki kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama pihak
yang lain.