Anda di halaman 1dari 11

1. Jelaskan landasan hukum dari syirkah!

Lengkapi penjelasan Anda dengan fatwa-


fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan akad syirkah/musyarakah!
2. Jelaskan pengertian, syarat dan rukun musyarakah! Lengkapi penjelasan anda
dengan skema syirkah di perbankan syariah!
3. Jelaskan perbedaan antara Syirkah amlak dengan syirkah uqud! Lengkapi
penjelasan anda dengan cotoh di LKS!
4. Jelaskan macam-macam dari syirkah amlak dan syirkah uqud! Lengkapi
penjelasan Anda dengan contoh yang ada di LKS!
5. Jelaskan perbedaan antara syirkah Inan dan mufawadhah! Lengkapi penjelasan
anda dengan cotoh di LKS!
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan musyarakah mutanaqishah (MMQ)! Produk-
produk bank syariah apa saja yang menggunakan akad musyarakah
mutanaqishah! Lengkapi penjelasan Anda dengan fatwa DSN-MUI dan skema
dari MMQ!
7. Jelaskan pengertian mudharabah secara etimologi dan terminology!
8. Jelaskan rukun dan syarat mudharabah!
9. Jelaskan skema mudharabah pada masa Rasulullah SAW!
10. Jelaskan perbedaan antara mudharabah muthlaqah dan muqayyadah! Lengkapi
penjelasan Anda dengan contoh dan skemanya di Lembaga Keuangan Syariah!
11. Jelaskan dalil hukum yang menjelaskan tentang mudharabah!
12. Jelaskan apa yang dimaksud dengan mudharabah musytarakah! Lengkapi
penjelasan Anda dengan contoh dan skemanya di Lembaga Keuangan Syariah!
13. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Profit sharing dan revenue sharing!
Lengkapi penjelasan Anda dengan contoh perhitungan Profit sharing dan
revenue sharing di LKS!
14. Jelaskan fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan akad mudharabah

1. A. Al-Qur’an ِ ‫ ُل ُّ ُه ْم َُش ر َكٓا ُء ِفى الث َف‬... ‫ ث‬Artinya:“ ….maka mereka bersama-sama dalam bagian

yang sepertiga…” (Qs. AnNisa: 12)

ۗ ‫ح ِت ِص ل ٰ ْوا َو َِع مُلوا ال ّٰ َمُن ٰ ِْذ ي َن ا ى َب ْع ٍض ََِّّال اَّل ٰ ْي َب ْع ُض ُه ْم َعل َطٓا ِء َلَي ِْبغ ـ َوِا َّن َكِث ْي ًرا ِ م َن اْل ُخَل ِل ْي ٌل َّما ُه ْم‬
‫َوَق‬
Artinya: “Dan banyak di antara orang-orang yang berserikat itu berbuat zalim kepada yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah
mereka yang begitu”3 Kedua ayat diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT.
akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah An-Nisa: 12
perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris, sedangkan dalam surah Sadd: 24
terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).
B. Al-Hadist ‫ فاذا خانه خرجت من بينهما)رواه‬,‫ مالم يخن أحدهما صاحبه‬,‫ أ نا ثالث الشركين‬: ‫ هللا يقول‬: ‫ رفعه قال‬,‫عن أبي هريرة‬
‫“ (أبوا داود والحاكم عن أبي هريرة‬Dari hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw. telah Bersabda, “Allah swt. telah berkata kepada saya; menyertai dua pihak
yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak menghianati yang lain,
seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut” (HR. Abu Dawud
no.2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim).
C. Ijma Ibnu Qudama dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata: ”kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat dalam beberapa elemen darinya”.

2. Syirkah seakar kata dengan musyarakah yang berasal dari bahasa arab “syaraka” yang
bermakna bersekutu, meyetujui, atau perkongsian berarti “Percampuran”, yakni
bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan
antara keduanya. Secara istilah, musyarakah adalah akad yang digunakan dalam suatu
kegiatan ushaa antara dua pihak yang masing-masing berkontribusi dalam pendanaan
dimana salah satu pihak atau keduanya bisa jadi pengelola dana. Pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah yang di sepakati dua pihak dan apabila terjadi kerugian di tanggung
semua pemilik modal berdasarkan posisi modal masing-masing.
Musyarakah memiliki beberapa rukun, antara lain:
a. Ijab-qabul (sighat) adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang
bertransaksi.
b. Dua pihak yang berakad (‘aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan
harta.
c. Objek aqad (mahal), yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal atau
pekerjaan.
d. Nisbah bagi hasil.
Adapun yang menjadi syarat syirkah adalah sebagai berikut :
a. Tidak ada bentuk khusus kontrak, berakad dianggap sah jika diucapkan secara
verbal/tertulis, kontrak dicatat dalam tulisan dan disaksikan.
b. Mitra harus kompeten dalam memberikan/diberikan kekuasaan perwalian.
c. Modal harus uang tunai, emas, perak yang nilainya sama, dapat terdiri dari asset
perdagangan, hak yang tidak terlihat (misalnya lisensi, hak paten, dan sebagainya).
d. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah sebuah hukum dasar dan tidak
diperbolehkan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan tidak ikut sertanya mitra
lainnya. Namun porsi melaksanakan pekerjaan tidak perlu harus sama, demikian pula
dengan bagian keuntungan yang diterima.
Adapun skema/mekanismenya yaitu:
a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama
menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;
b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut
serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti
melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah
berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
c. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati;
d. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi,
kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
e. Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang,
serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;
f. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus
dinyatakan secara jelas jumlahnya;
g. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk barang,
maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan
dinyatakan secara jelas jumlahnya;
h. Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana, dan
pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
i. Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu
secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Pembiayaan, sesuai dengan jangka
waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah;
j. Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti
pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
k. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal
masing-masing.

3. Syirkah al-amlak (syirkah milik) adalah ibarat dua orang atau lebih memilikkan suatu
benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah. Dari definisi tersebut, dapat dipahami
bahwa syirkah milik adalah suatu syirkah dimana dua orang atau lebih bersama-sama
memiliki suatu barang tanpa melakukan akad syirkah. Contoh, dua orang diberi hibah
sebuah rumah. Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki oleeh dua orang melalui hibah,
tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi hibah tersebut
Syirkah al-uqud (contractual partnership), dapat dianggap sebagai kemitraan yang
sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk
membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi untuk dan risiko.

4. Syirkah amlak terbagi menjadi dua yaitu:


a. Syirkah amlak ikhtiyari (perkongsian sukarela), adalah perkongsian yang ada karena
adanya kontrak dari dua orang yang bersekutu. Contohnya dua orang yang sama-sama
sepakat untuk membeli suatu barang.
b. Syirkah amlak ijbari, adalah perkongsian yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih
yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya. Sebagai contoh, dalam kasus pembagian
harta warisan sebagian besar orang yang disayangi ahli waris, jika jumlah orang yang
dikasihi adalah beberapa orang, maka mereka membagi seperenam.
Syirkah akad (syirkatul uqud) sesuai dengan sebagian besar dibagi menjadi bagian-bagian
berikut:
a. Syirkatul Inan, yakni persekutuan dalam modal, usaha dan keuntungan. Syirkah inan
merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki
bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan
sendiri sesuai kesepakatan.
b. Syirkatul Abdan (syirkah al-a’māl), yakni kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja
sama dua perusahaan kontraktor untuk menggarap proyek konstruksi.
c. Syirkatul Wujuh, yakni usaha komersil bersama ketika mitra tidak mempunyai investasi
sama sekali. Tak seorangpun memiliki modal. Namun masing-masing memiliki nama baik di
tengan masyarakat. Mereka membeli sesuatu (untuk dijual kembali) secara hutang dan
menjualnya secara tunai, lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama.
d. Syirkatul Mufawadhah, yakni setiap kerjasama dimana masing-masing pihak yang
beraliansi memiliki modal, usaha dan setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian
secara sama. Dengan demikian, syarat utama syirkah ini adalah kesamaan dana yang
diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh setiap pihak.
e. Syirkah al-Mudharabah, yakni bentuk kerjasama di antara pemilik modal dengan seorang
yang mempunyai keahlian dagang dan keuntungan dari modal itu dibagi bersama.

5. a. Syirkah Mufawwadah Merupakan akad kerja sama usaha antar dua pihak atau lebih,
yang masingmasing pihak harus menyerahkan modal dengan porsi modal yang sama dan
bagi hasil atas usaha atau risiko ditanggung bersama dengan jumlah yang sama. Dalam
syirkah mufawwadah, masing-masing mitra usaha memiliki hak dan tangung jawab yang
sama
Contoh : A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil,
yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C
juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang (D) kepada mereka.
b. Syirkah Inan Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau lebih, yang
masingmasing mitra kerja harus menyerahkan dana untuk modal yang porsi modalnya tidak
harus sama. Pembagian hasil usaha sesuai dengan kesepakatan, tidak harus sesuai dengan
kontribusi dana yang diberikan. Dalam syirkah inan, masing-masing pihak tidak harus
menyerahkan modal dalam bentuk uang tunai saja, akan tetapi dapat dalam bentuk asset
atau kombinasi antara uang tunai dan asset atau tenaga.
Contoh : A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan
membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal
sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
6. Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) adalah salah satu produk pengembangan dari produk
berbasis akad Musyarakah berdasarkan prinsip syirkah ‘inan, dimana porsi modal (hishshah)
salah satu syarik (mitra) yaitu Bank berkurang disebabkan oleh pembelian atau pengalihan
komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadh mutanaqishah) kepada syarik (mitra)
yang lain yaitu Nasabah.
MMQ dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan dan produk perbankan syariah.
Baik seperti misalnya: refinancing, working capital, take over, gabungan take over dan top
up (refinancing), pengalihan hutang dari bank syariah ke bank syariah, restrukturisasi
pembiayaan (konversi akad), capital expenditure (investasi), reimbursement, dan
pembiayan konsumtif untuk KPRS.
Ketentuan Umum berdasarkan Fatwa DSN No 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqishah :

 Musyarakah Mutanaqishah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset


(barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara
bertahap oleh pihak lainnya;  Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah
(musyarakah)

 Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat
musya’

 Musya’ (‫( مشاع‬adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama)
secara nilai dan tidak dapat ditentukan batasbatasnya secara fisik.
Terdapat 2 skema dari MMQ yaitu :
1. pembiayaan musyarakah dengan revenue sharing dilakukan dengan cara
menggabungkan dua modal baik dari pihak nasabah dan pihak bank syariah untuk
melakukan suatu usaha/proyek, pendapatan dan kerugian dari hasil usaha atau
proyek tersebut kemudian dibagi sesuai dengan porsi dalam nisbah yang telah
disepakti bersama. Mekanisme revenue sharing dalam perbankan syariah masih
diterapkan karena untuk mengikat nasabah penabung dan penyimpan dananya di
bank syariah. Pendekatan ini dilakukan semata-mata ditunjukkan untuk meraih
pasar.26 Keuntungan revenue sharing dalam pembiayaan musyarakah adalah jika
usaha yang dibiayai mengalami kerugian bank tidak akan mengalami bagi hasil
hingga negatif, bagi hasil terendah bank syariah hanya sebesar nol.
2. pembiayaan musyarakah dengan profit sharing dilakukan dengan cara
menggabungkan dua modal baik dari pihak nasabah dan pihak bank syariah untuk
melakukan suatu usaha/proyek, keuntungan (pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya) dan kerugian dari hasil usaha atau proyek tersebut kemudian dibagi
sesuai dengan porsi dalam nisbah yang telah disepakati bersama. Keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan penyertaan
modal masing-masing pihak. Kelemahan dari profit sharing bank syariah akan
mendapatkan bagi hasil hingga negatif jika usaha yang dibiayai itu mengalami
kerugian.
7. Secara bahasa mudharabah diambil dari kata al-dharb fi al-Ardh, yang berarti perjalanan
untuk berniaga. Pengambilan kata ini disebabkan amil dan mudharib meletakan
mudharabah untuk bekerja dengan cara berniaga (tijarah) dan mencari keuntungan dengan
permintaan dari pemilik modal (rab al-mal).
Secara istilah, mudharabah berarti seorang malik atau pemilik modal menyerahkan modal
kepada seorang amil untuk berniaga dengan modal tersebut, dimana keuntungan dibagi
diantara keduanya dengan porsi bagian sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam akad
8. rukun mudharabah menurut jumhur ulama:
a. Pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola
modal (mudharib)
b. Modal (Ra‟sul Maal);
c. Usaha yang dijalankan (al-„amal);
d. Keuntungan (ribh); dan
e. Pernyataan ijab dan Kabul (sighat akad)
Sedangkan syarat mudharabah berkaitan dengan rukunnya, sebagai berikut :
a. Pihak-pihak yang melakukan akad mudharabah diisyaratkan harus memiliki kemampuan
untuk dibebani hukum/cakap hukum (mukallaf) untuk melakukan kesepakatan, dalam hal ini
pemilik modal (shahibul maal) akan memberikan kuasa dan pengelola modal (mudharib)
menerima kuasa tersebut, karena di dalam akad mudharabah terkandung akad
wakalah/Kuasa.
b. Modal (Ra‟sul Maal) dalam akad mudharabah harus memenuhi kententuan sebagai
berikut:
a) Modal harus berupa alat tukar (uang);
b) Modal harus diketahui sehingga mudah untuk diukur;
c) Modal harus dalam bentuk tunai; dan
d) Modal harus dapat dipindahkan/diserahkan dari pemilik modal (shahibul maal) kepada
pengelola modal (mudharib).
9. Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman
Nabi,bahkan telah dipraktekkan oleh Bangsa Arab sebelum datangnya Islam, ketika
Nabi Muhammad berprofesi sebagai pedagang, dikala itu Nabi berusia kira-kira 20 –25
tahun, dan belum menjadi Nabi. Nabi melakukan akad mudharabah dengan Khadijah.
Dengan demikian ditinjau dari segi hukum Islam,maka praktek mudharabahini
dibolehkan,baik menurutAl-Qur an, Sunnah dan Ijma’(A. A. Karim, 2004).
Dalam praktek mudharabah antara Khadijah dengan Nabi, saat itu Khadijah mempercayakan
barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi Muhammad Saw keluar negeri. Dalam kasus ini,
Khadijah berperan sebagai pemilik modal atau shahib al-maalatau disebut juga rab al-maal.
sedangkan Nabi Muhammad Saw berperan sebagai pelaksana usaha (mudharib). Dengan
demikian bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik
modal yang mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni
sipelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut akad mudharabah.
Atau singkatnya, akad mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu
pihak dengan kerja dari pihak lain(A. A. Karim, 2004). Dalam transaksi mudharabah
sekurang-kurangnya dua pihak, dengan kata lain, dapat lebih dari dua pihak, karena dalam
transaksi mudharabah dapat terjadi bahwa baik pemilik modal maupun pelaksana lebih dari
satu(Firdaweri, 2014).
Nabi SAW, mengawali pembangunan Madinah tanpa sumber keuangan yang pasti,
sementara distribusi kekayaan juga timpang. Kaum Muhajirin tidak memiliki kekayaan
karena mereka telah meninggalkan hartanya di Mekah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW
mempersaudarakan kaum Muahajirin dan Kaum Anshar sehingga dengan sendirinya terjadi
redistribusi kekayaan, kebijakan ini sangat penting sebagai strategi awal pembangunan
Madinah. Selanjutnya untuk memutar perekonomian mendorong kerjasama usaha di antara
anggota masyarakat (misalnya muzaraah, Mudharabah, musaqahdan lain-lain) sehingga
terjadi peningkatan produktifitas
Mudharabah merupakan salah satu tonggak ekonomi syariah yang mewakili prinsip Islam
untuk mewujudkan keadilan masyarakat melalui sistem bagi hasil. Akad Mudharabah adalah
akad di antara pihak pemilik modal (shahibal-mal) dengan pengelolanya (mudharib) untuk
memperoleh pendapatan atau keuntungan yang kemudian pendapatan atau keuntungan
tersebut dibagi berdasarkan nisbah(pembagian/pembatasan) yang telah disepakati di awal
akad. Pada sisi penyaluran dana, Mudharabah dapat dibagi menjadi Mudharabah mutlaqah
dan Mudharabah muqayadah berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib.

10. mudharabah mutlaqah adalah kontrak di mana pemilik modal mengizinkan mudharib
untuk mengelola dana mudharabah tersebut tanpa batasan. Dalam kasus ini, mudharib
memiliki berbagai macam kebebasan dalam memilih jenis bisnis berdasarkan keahlian bisnis
yang dimiliki oleh mudharib selaku pengelola modal.

Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan mudharabah


dan deposito mudharabah.

mudharabah muqayyadah adalah kontrak di mana pemilik modal membatasi ruang lingkup
usaha yang dijalankan mudharib seperti pada lokasi atau jenis investasi tertentu.

Mudharabah muqayyadah terbagi menjadi dua jenis, yaitu mudharabah muqayyadah on


balance sheet dan mudharabah muqayyadah of balance sheet.
11. Dalil Al-Qur’an yang mendasari hukum mudharabah diantaranya sebagai berikut:

Firman Allah SWT QS. Al-Muzammil (73):20 yang artinya:

“....dan dari orang orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT...”

Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah (2):283 yang artinya:

“...maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya...”.

Firman Allah QS. An-Nisa (4):29 yang artinya:

“...Hai orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
sukarela di antaramu...”.

Dalil As-Sunnah

Sedangkan sumber landasan hukum mudharabah yang berasal dari Hadis Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yaitu antara lain:

Hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib yang artinya:

”Nabi bersabda, ada tiga hal yang didalamnya mengandung berkah: jual beli
tidak secara tunai, muqharadhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan
jemawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual” (HR.Ibnu Majah dari
Shuhaib).

Hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Thabrani yang artinya:

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia


mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan
Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR.Thabrani dari Ibnu
Abbas).

Hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Ibnu Majah yang artinya:


“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain”(HR.Ibnu Majah, Daraquthni, dan
yang lain dari Abu Sa’id Al-Khudri).

Dalil Ijma'

Hukum ijma’ pada akad mudharabah menurut Wahbah Zuhayli dijelaskan bahwasanya
para sahabat menyerahkan (kepada seseorang sebagai mudharib) harta anak yatim
sebagai mudharabah dan tidak ada seorang pun mengingkarimereka. Ijma’ tersebut
termasuk ke dalam jenis ijma’ sukuti, karena para sahabat diam atau menyatakan
pendapat serta tidak ada yang mengingkari, sehingga hal tersebut dapat dipandang
sebagai ijma’yang dapat dijadikan sebagai salah satudasar penetapan suatu hukum

12. Mudharabah musytarakah adalah jenis akad perpaduan antara akad mudharabah dan
musyarakah. Konsepnya adalah ketika di awal kerja sama akad yang disepakati yaitu akad
mudharabah, dimana modal seutuhnya dari pemilik dana, namun jika dalam berjalannya
usaha kemudian si pengelola dana tertarik untuk ikut menanam modal pada usaha tersebut,
maka pengelola dana diperbolehkan untuk melakukannya agar usaha bisa berkembang.

Pada praktik Mudharabah Musytarakah, pengelola dana akan mendapatkan keuntungan


bagi hasil sebagai penanam modal sesuai dengan besaran modal yang diinvestasikan.

contoh :

a. Pembiayaan Modal Kerja Bank. Bank akan berperan sebagai pihak pemberi modal
(shahibul maal) yang akan melihat kelayakan suatu bisnis sebelum diberi pembiayaan.
Selanjutnya bank akan meneliti perkembangan bisnis itu secara berkala agar keuntungan
yang diperoleh murni berasal dari bisnis nasabahnya.

b. Pembiayaan KPR Bank Syariah. Pembiayaan KPR merupakan salah satu contoh akad
musyarakah dalam perbankan syariah. Unsur musyarakah dalam kerjasama ini adalah
penggabungan modal milik bank dan nasabah untuk membeli rumah dari developer.
Adapun nisbahnya diterima oleh bank dari sewa yang dibayarkan nasabah tiap bulannya.

c. Kerjasama Usaha Bagi Hasil. Kerjasama bagi hasil dilakukan dengan meminta investor
menanamkan modalnya dalam pengembangan suatu bisnis. Nantinya akan dibuat
kesepakatan mengenai bagian keuntungan yang akan diperoleh investor

skema

13. Revenue Sharing System atau Sharing System for Based of Revenue adalah system bagi
hasil yang didasarkan atas pendapatan (revenue) yang diperoleh sebelum biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi. Skema revenue sharing yang dijadikan dasar
perhitungan adalah penjualan/pendapatan usaha. Dengan demikian risiko yang dihadapi
pihak-pihak yang berkontrak rendah. Pemilik dana hanya menghadapi ketidakpastian atas
tinggi rendahnya pendapatan usaha dan tidak menghadapi ketidakpastian atas biaya usaha
(harga pokok penjualan/biaya produksi, biaya penjualan dan biaya umum serta
administrasi).

Skema Revenue sharing untuk sekarang ini dianggap sebagai system bagi hasil yang paling
efektif untuk mengantisipasi moral hazard sehingga Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam
fatwanya No. 15/DSN-MUI/I/IX/2000 menetapkan bahwa bagi hasil boleh dilaksanakan
berdasarkan profit dan pendapatan pengelolaan dana yang diperoleh.

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi
diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total
pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di
dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih
dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai
adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara
untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian
kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam
menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak
bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai
nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan
ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.

Contoh :

Bank Jayen Syariah (BJS) melakukan kerjasama bisnis dengan Bapak Irfa, seorang pedagang
buku di Pasar Shoping Yogyakarta menggunakan akad mudharabah (BJS sebagai pemilik dana
dan Irfa sebagai pengelola dana). BJS memberikan modal kepada Irfa sebesar Rp 10.000.000
sebagai modal usaha pada Tanggal 1 Januari 2009 dengan nisbah bagi hasil BJS : Irfa = 30% :
70%. Pada tanggal 31 pebruari 2009, Irfa memberikan Laporan Laba Rugi penjualan buku
sebagai berikut:

- Penjualan Rp 1.000.000

- Harga Pokok Penjualan (Rp 700.000)

- Laba Kotor Rp 300.000


- Biaya-biaya Rp100.000

- Laba bersih Rp 200.000

Hitunglah pendapatan yang diperoleh BJS dan Irfa dari kerjasama bisnis tersebut pada
tanggal 31 Pebruari 2009 bila kesepakan pembagian bagi hasil tersebut menggunakan
metode:

a. Profit sharing = Bank Syariah : 30% x Rp 200.000 (Laba bersih) = Rp 60.000Irfa : 70% x Rp
200.000 = Rp 140.000

b. Revenue sharing = Bank Syariah : 30% x Rp 300.000 (Laba Kotor) = Rp 90.000Irfa : 70% x
Rp 300.000 = Rp 210.000

14. Fatwa DSN – MUI Nomor: 07/DSN/MUI/IV/2000 mengenai pembiayaan mudharabah


menjelaskan bahwa akad ini adalah sebuah akad atau perjanjian kerja sama suatu usaha
antara dua pihak. Kedua pihak yang dimaksud adalah pihak pertama yaitu pemilik modal
yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua yang merupakan pengelola modal yang
menerima dan mengelola modal yang diberikan oleh pihak pertama.

Anda mungkin juga menyukai