Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TRANSAKSI MUSYARAKAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah
Dosen pengampu:
Firda Zulfa Fahriani, M.Sy.

Disusun oleh kelompok 5:


1. Fera Crismala Sari (1860403222088)
2. Putri Intan Sabella (1860403222089)
3. Sulung Imroatus Shoffi (1860403222090)
4. Hidayatul Mahmudah (1860403222091)

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH 2A


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Munculnya konsep perbankan syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil
telah memunculkan lebih banyak lagi lebih menguntungkan dibandingkan bank
tradisional yang menerapkan sistem suku bunga. Hal ini dikarenakan sistem bagi
hasil perbankan syariah tidak dipengaruhi oleh tingkatan. Kerugian dari fluktuasi
suku bunga karena suku bunga berfluktuasi bisa dihindari.
Bank Syariah adalah penyedia layanan keuangan gratis berdasarkan etika dan
nilai-nilai Islam dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif, bebas dari hal-hal
yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan dan membiayai hanya kegiatan usaha
yang halal.
Bank syariah bertindak sebagai perantara keuangan menjalankan kegiatan
operasionalnya dengan menghimpun dana bersama masyarakat dan kemudian
menyalurkannya kembali ke masyarakat melalui masyarakat pembiayaan.
Penyaluran dana yang diciptakan oleh bank syariah melalui pembiayaan dengan
empat pola distribusi yaitu prinsip jual beli, prinsip bagi hasil, prinsip ujroh dan
kontrak tambahan.
Musyarakah berasal dari kata asing “syirkah” yang berarti peleburan atau
investasi. Secara terminologi, syirkah berarti kerja sama dalam suatu usaha
melakukan operasi. 1
Makalah ini dibuat untuk mengetahui pengertian dari akad musyarakah, jenis
akad musyarakah, dasar syariah, penetapan nisbah dalam akad musyarakah,
perlakuan akuntansi transaksi musyarkah, ilusterasi akuntansi transaksi musyarakah
berdasarkan PSAK 106.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akad Musyarakah ?
2. Apa saja jenis Akad Musyarakah ?
3. Apa saja dasar Syariah dari Akad Musyarakah ?
4. Bagaimana penetapan nisbah dalam Akad Musyarakah ?
5. Bagaimana perlakuan akuntansi transaksi dari Musyarakah berdasarkan
PSAK 106 ?
6. Bagaimana ilustrasi akuntansi transaksi Musyarakah berdasarkan PSAK
106?

1
Dony Firmansyah Arizal Gustavo , Wirman; Analisis Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Musyarakah Pada PT Bank Syariah Mandir (Universitas Singaperbangsa Karawang), hal. 97 – 98

i
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Musyarakah


Secara bahasa, musyârakah disebut juga sebagai syirkah yang bermakna al-
ikhtilâṭ (percampuran) antara satu bagian dengan lainnya sehingga sulit dipisahkan.
Atau seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak
mungkin dibedakan.
Sedangkan dari segi istilah, para ulama fiqh berbeda pendapat dalam
mengartikan musyârakah. Menurut mazhab Hanafiayah, musyârakah adalah
perjanjian atau akad antara dua pihak yang berkerjasama dalam hal permodalan dan
keuntungan. Menurut Mazhab Syafi’ie, musyârakah atau syirkah adalah adanya hak
bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang disepakatinya.
Menurut ulama mazhab Maliki, musyârakah atau syirkah adalah pemberian
wewenang untuk melakukan tindakan hukum kepada pihak-pihak yang bekerjasama.
Menurut mazhab Hanbali, musyârakah atau syirkah adalah percampuran atau
penggabungan dalam kepemilikan dan wewenang. Orang – orang yang bekerjasama
atau meberi dana pada bank syariah disebut dengan musyarik.2
Secara singkatnya akad musyarakah adalah akad yang berisi tentang
kerjasama antara dua belah pihak yang saling memberikan kontribusi berupa dana
untuk membangun sebuah usaha, dengan keuntungan serta resiko yang akan
ditanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. 3

B. Jenis-Jenis Musyarakah
Akad musyarakah berdasarkan eksistensinya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
syirkah al-milk dan syirkah al-qud.
1. Syirkah Al-Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang
keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan
bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (aset).
2. Syirkah Al-qud yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau
lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Syrkah Al qud
dibedakan menjadi:
a. Syirkah Abdan (syirkah fisik)
Adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan
pekerja/profesional di mana mereka sepakat untuk bekerja sama mengerjakan
suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
b.Syirkah Wujuh
Adalah kerja sama antara dua pihak di mana masing-masing pihak sama sekali
tidak menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan

2
Andri Eko Prabowo, S.Pd., M.Pd. “ Pengantar Akuntansi Syariah : pendekatan praktik” (CV. Bina
Karya Utama), hal 119
3
Sanusi Ariyanto, S.E, M.M, A.k, C.A, C.P.A, “Akuntansi keuangan syariah, dasar hukum, standar
akuntansi dan study kasus”, (CV. MEDIA SAINS INDOSESIA: Kota Bandung- Jawa Barat), hal. 203

1
kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik,
reputasi, credit worthiness, tanpa menyetorkan modal.
c. Syirkah ‘Inan
Adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya tidak sama, baik dalam bal modal maupun pekerjaan.
Tanggung jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha.
d.Syirkah Mufawadah
Adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama,
keuntungan maupun risiko kerugian. Masing-masing mitra memiliki
kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama pihak yang lain.4

C. Dasar Syariah Akad Musyarakah


1. Landasan Filosofis Religius dan Landasan Syariah Akta Akad
Pembiayaan Musyarakah
Secara filosofis ditetapkan akad musyarakah tercantum dalam konsideran
menimbang Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Musyarakah. Di dalam konsiderans itu disebutkan bahwa:
a. Kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha
terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan
musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
b. Pembiayaan musyarakah yang memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan
keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun risiko kerugian, kini telah
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
c. Agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam,
DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang musyarakah untuk
dijadikan pedoman oleh LKS.
Berdasarkan konsideran itu, nampak bahwa filosofi dari adanya akad
pembiayaan musyarakah, yaitu kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka.
Sementara itu, yang menjadi landasan syariah akta akad pembiayaan
musyarakah tercantum dalam konsiderans “mengingat” dari Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah. Di dalam konsiderans itu, disebutkan bahwa ada tiga landasan
syariah keberadaan akad pembiayaan musyarakah, yang meliputi : Al-Qur’an,
Hadis, dan Ijma.
Dari ketiga landasan syariah itu, yang dianalisis, yaitu landasan syariah
yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Ada dua surat dalam Al-Qur’an yang
membolehkan diadakan akad pembiayaan musyarakah, yang meliputi :

4
Kautsar Riza Salman, S.E., Ak., M.S.A., B.K.P., S.A.S., AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH
Berbasis PSAK Syariah (Akademia Permata 2012), hal. 246

2
1) Firman Allah QS Shad Ayat 24
‫علَى‬َ ‫ض ُهم‬ ُ ‫طآءِ لَيَبغِى بَع‬ َ َ‫ِيرا ِمنَ ٱل ُخل‬ ِ ‫س َؤا ِل نَع َجتِكَ ِإلَى نِ َع‬
ً ‫اج ِهۦ ۖ َو ِإن َكث‬ ُ ‫ظلَ َمكَ ِب‬
َ ‫قَا َل لَقَد‬
َ
‫اودُ أن َما فَت َنهُ فَٱست َغف ََر‬
‫ظن دَ ُۥ‬ َ ‫ت َوقَلِيل ما هُم ۗ َو‬ ِ ‫عمِ لوا ٱلص ِل َح‬ُ َ ‫بَعض إِّل ٱلذِينَ َءا َمنُوا َو‬
َ ‫َربهۥُ َوخَر َرا ِكعًا َوأَن‬
‫َاب‬
Artinya:“... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berseriketu itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; dan amat
sedikitlah mereka ini...”
Ada dua hal yang tercantum dalam QS Shad [38]: 24, yang meliputi
a) Kedudukan orang yang berserikat
Orang yang berserikat dikonsepkan sebagai orang-orang yang
berhimpun atau bersekutu atau bersama mengusahakan sesuatu.
Kedudukan orang yang berserikat, yaitu kebanyakan dari mereka berbuat
zalim kepada pihak lainnya. Zalim atau lalim artinya orang yang tidak
adil atau orang-orang yang berbuat sewenang-wenang. Sementara itu,
orang yang dapat dipercaya dalam berserikat, yaitu orang yang Beriman,
dan Mengerjakan amal saleh
b) Kedudukan orang yang beriman.
Orang beriman merupakan orang-orang yang percaya kepada Allah
Swt., Malaikat-malaikatNya, Nabi-nabi, Kitab-kitabNya, dan percaya
pada takdir (ketetapan Allah Swt.). Orang yang mengerjakan amal saleh
merupakan orang-orang yang mengerjakan kebaikan-kebaikan dan
menjauhi larangan-larangan yang tercantum dalam agama Islam.

2) Firman Allah QS Al-Ma’idah Ayat 1


ُ ْ ُ َ ٰٓ ُ ٰ َّ َ ٰٓ
‫يا ُّي َها ال ِذ ْي َن ا َمن ْوا ا ْوف ْوا ِبال ُعق ْو ِد‬

Artinya :“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...”


Firman ini meminta kepada orang yang beriman untuk memenuhi
akad. Memenuhi akad artinya bahwa orang yang beriman harus
melaksanakan kesepakatan yang telah dibuat di antara mereka.
Sementara itu, ada dua Hadist Nabi Muhammad Saw. Yang
membolehkan akad pembiayaan musyarakah, yang meliputi :
1) Hadis Riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. Berkata:
“Allah Swt. Berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain.
Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR Abu
Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
Esensi Hadis ini tentang kedudukan pihak ketiga dalam berserikat.
Kedudukan pihak ketiga di sini, yaitu :
a) Akan tetap mendukung para pihak yang berserikat, dengan syarat tidak
mengkhianati pihak lainnya; dan

3
b) Akan keluar dari kegiatan berserikat, apabila para pihak berkhianat pada
pihak lainnya.

2) Hadist Nabi Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf, yang menyatakan bahwa:
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
Hadis ini menganalisis tentang dua hal, yang meliputi :
a) Kebolehan untuk melakukan perdamaian di antara kaum muslimin; dan
b) Perdamaian yang tidak dibolehkan.
Perdamaian dikonsepkan sebagai penghentian permusuhan atau perselisihan
di antara para pihak. Perdamaian yang tidak dibolehkan, seperti perdamaian
a) Yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
b) Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.5

2. Landasan Filosofis dan Yuridis tentang Akta Akad Musyarakah dalam


Hukum Positif
Hukum positif dikonsepkan hukum yang sedang berlaku di Indonesia.
Yang membentuk atau menetapkan hukum positif, khususnya undang- undang,
yaitu persetujuan bersama antara Pemerintah dengan DPR RI Hukum positif
yang mengatur tentang akad pembiayaan musyarakah telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Secara
filosofis, keberadaan akad pembiayaan musyarakah dalam undang-undang ini,
yaitu dalam rangka membantu mengembangkan usaha secara bersama-sama,
sehingga para pihak dapat meningkatkan pendapatan, yang pada gilirannya untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka.6
Pengaturan tentang akad pembiayaan musyarakah tercantum dalam
beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Pasal-pasal itu, disajikan berikut ini.
a. Pasal 1 angka 25 UUPS. Pasal ini berkaitan dengan konsep pembiayaan.
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b. Pasal 19 UUPS. Pasal ini mengatur tentang kegiatan usaha Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS). Salah satu jenis pembiayaan, yaitu
pembiayaan musyarakah.
c. Pasal 21 UUPS. Pasal ini mengatur tentang penyaluran dana kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad
mudharabah atau musyarakah.

5
Prof. Dr. H. Salim HS., S.H., M.S.; Dr. H. Muhaimin, S.H., M.Hum., Teknik Pembuatan Akta Akad
Pembiayaan Syariah (Depok, PT RajaGrafindo Persada), hal 91 – 93
6
Ibd., hal 94

4
Selain itu, pengaturan tentang akad pembiayaan musyarakah tercantum
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Salah satu hal yang diatur dalam PBI itu,
yaitu tentang persyaratan dalam penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan
berdasarkan musyarakah. 7

D. Penetapan Nisbah Dalam Akad Musyarakah


Nisbah dapat ditentukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi rata di antara para mitra
Sebanding dengan modal disetor, terlepas dari kenyataan bahwa jumlah
Pekerjaan yang dilakukan oleh mitra sama atau tidak sama. Jika salah satu Pihak
menginvestasikan lebih banyak modal daripada pihak tersebut Mendapat bagian
keuntungan yang lebih besar.Jika mitra mengatakan “Keuntungan harus dibagi
di antara kita” Artinya laba akan dibagikan sesuai dengan bagian masing-masing
modal Mitra.

2. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal


Dengan cara itu dalam rasio pembayaran yang tidak disetujui Hanya modal
disetor, tetapi juga tanggung jawab, pengalaman, kapasitas Atau waktu kerja
lebih lama. Ibnu Qudamah berkata: “Pilihan keuntungan Diperbolehkan dengan
pekerjaan, karena salah satunya mungkin lebih mahir Urusan orang lain dan dia
bisa lebih kuat dari orang lain di dalamnya Melakukan pekerjaan, sehingga anda
dapat menuntut lebih banyak bagi Hasil.

a. Bagi Hasil
Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah adalah sistem di mana
perjanjian Atau ikatan bersama dalam melakukan kegiatan usaha,
pembagian keuntungan telah Disepakati untuk transaksi ini diperoleh
antara dua pihak atau lebih.

b. Perhitungan Bagi Hasil


Sehubungan dengan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima
Dari bank Syariah bisa berada dalam dua posisi yang berbeda. Pertama,
bagi hasil Antara bank dan nasabah, dimana bank adalah mudharib dan
nasabah adalah Nasabah Sahibul kali. Kedua, pembagian pendapatan
antara bank dan nasabah pada Bank tersebut seperti Shaibul Maal dan
klien seperti Mudharib. Bab ini membahas Perhitungan bagi hasil,
sementara mengambil posisi bank sebagai Mudharib Pelanggan seperti
Shaibul Maal membahas prinsip perhitungan Pendapatan, Dasar Bagi
hasil dan Metode perhitungan bagi hasil akuntansi bagi hasil.

7
Ibd., 94

5
Secara umum penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan musyarakah telah
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
dengan mengedepankan prinsip syariah yaitu keadilan, ketepatan dan
kesejahteraan. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan
nisbah bagi hasil atas pembiayaan musyarakah diantaranya adalah marjin laba
yang dikehendaki bank, jumlah nominal pembiayaan, jangka waktu pembiayaan,
kemampuan angsuran nasabah, situasi persaingan pasar, risiko yang dialami
bank, dan reputasi nasabah. Dari beberapa faktor tersebut, faktor yang paling
dipertimbangkan bank dalam penentuan nisbah bagi hasil atas pembiayaan
musyarakah adalah marjin laba yang dikehendaki bank.8

E. Perlakuan Akuntansi Transasksi dari Musyarakah


1. Pengakuan dan Pengukuran
Pengakuan dan pengukuran Investasi Musyarakah
Investasi Musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset
non kas kepada mitra aktif. Adapun rekening investasi musyarakah dapat diukur
dalam bentuk kas maupun asset non kas
a. Investasi Musyarakah yang diserahkan dalam bentuk kas dinilai sebesar
jumlah yang dibayarkan. Adapun jurnalnya sebagai berikut:
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi Musyarakah xxxx
Cr. Kas xxxx

b. Investasi Musyarakah yang diserahkan dalam bentuk asset non kas dinilai
sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai
tercatat asset non kas, maka jurnal adalah sebagai berikut:

1) Apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai tercatat maka diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad.
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi Musyarakah xxxx
Cr. Nonkas xxxx
Cr. Keuntungan tanggungan xxxx

Setelah dilakukan pengakuan keuntungan tangguhan, Bank Syariah harus


melakukan amortisasi keuntungan tangguhan tersebut selama masa
manfaat. Adapun jurnal amortisasi keuntungan tangguhan dicatat sebagai
berikut;
Rekening Debet Kredit
Dr. keuntungan tangguhan xxxx
Cr. Keuntungan xxxx

8
Dony Firmansyah Arizal Gustavo , Wirman; Analisis Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah
Pada PT Bank Syariah Mandir (Universitas Singaperbangsa Karawang), hal. 103 – 104

6
2) Sebaliknya, apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai tercatat maka
diakui sebagai kerugian pada saat terjadinya. Berikut jurnal untuk
mencatat kerugian pada saat penyerahan asset non kas.
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi Musyarakah xxxx
Dr. kerugian xxxx
Cr. Asset nonkas xxxx

c. Investasi Musyarakah non kas yang diukur dengan nilai wajar asset yang
diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas asset
yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
Jurnal untuk mencatat penyusutan Investasi Musyarakah (asset tetap)
sebagai berikut:
Rekening Debet Kredit
Dr. beban penyusutan xxxx
Cr. Investasi musyarakah xxxx

d. Biaya yang terjadi akibat akad Musyarakah (misalnya biaya studi


kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah,
kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.

Pengakuan dan Pengukuran Keuntungan / Kerugian


Dari Investasi musyarakah, dapat diperoleh keuntungan atau kerugian dari usaha
yang dijalankan. Berikut contoh jurnal yang dapat dibuat oleh Bank Syariah,
meliputi:
a. Apabila dari Investasi musyarakah diperoleh keuntungan maka jurnalnya
sebagai berikut:
Rekening Debet Kredit
Dr. kas / piutang xxxx
Cr. Pendapatan bagi hasil xxxx

b. Apabila dari transaksi musyarakah diperoleh kerugian, maka jurnalnya


sebagai berikut :
Rekening Debet Kredit
Dr. kerugian xxxx
Cr. Penyisihan kerugian xxxx

Pengakuan dan Pengukuran pada akhir Akad


a. Apabila model investasi yang diserahkan berupa asset non kas, dan
diakhir akad dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar asset non
kas yang disepakati pada saat penyerahan asset. Jurnal yang harus dibuat
apabila tidak ada kerugian sebagai berikut:
Rekening Debet Kredit
Dr. kas xxxx
Cr. Investasi musyarakah xxxx

7
Sebaliknnya, apabila terjadi kerugian, maka jurnalnya sebagi berikut:
Rekening Debet Kredit
Dr. kas xxxx
Dr. penyisihan kerugian xxxx
Cr. Kerugian musyakah xxxx

b. Ketika akad musyarakah berakhir, asset non kas akan dijual terlebih
dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan asset ini (selisih
antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan kepada setiap mitra
usaha nisbah. Jurnal yang dibuat untuk penjualan asset non kas yang
mengalami keuntungan sebagai berikut:

Rekening Debet Kredit


Dr. kas xxxx
Cr. Investasi musyarakah xxxx
Cr. Keuntungan Xxxx

Sebaliknya, apabila mengalami kerugian maka jurnalnya sebagai berikut:


Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi Musyarakah xxxx
Dr. kas xxxx
Cr. Investasi musyarakah xxxx

c. Bagaian mitra aktif untuk jenis akad musyarakah menurun (dengan


pengembalian dana mitra usaha secara bertahap) nilai investasi
musyarakahnya sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang
diserahkan pada awal akad ditambah jumlah dana syirkah temporer yang
telah dikembalikan kepada mitra pasif. Adapun bagian mitra pasif, nilai
investasi musyarakahnya sebesar kas atau nilai wajar asset yang
diserahkan pada awal akad dikurangi dengan pengembalian dari mitra
aktif jika ada.

2.Penyajian dan Pengungkapan


Mitra pasif menyajikan hal hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam
laporan keuangan sebagai berikut;
a. Kas atau asset non kas yang disisihkan oleh mitra aktif disajikan sebagai
investasi musyarakah.
b. Keuntungan tanggungan dari selisih penilaian asset non kas yang diserahkan
pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi
musyarakah.
Mitra pasif dapat mengungkapkan hal hal yang terkait transaksi musyarakah
tetapi tidak terbatas pada:
a. Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pemabgian
hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain lain.
b. Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif
8
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK NO. 101 tentang penyajian
Laporan Keuangan Syariah.9

F. Alur Transaksi Musyarakah

1.Negosiasi dan akad


musyarakah
Bank Syariah(mitra
pasif)

Nasabah (Mitra Aktif )


2.Pelaksanaan
Usaha Produktif

4b.menerima porsi
3.Membagi hasil usaha
4a. Menerima porsi laba
laba • Keuntungan dibagi
sesuai nisbah
5. Menerima
• Kerugian tanpa
kembalian modal
pelalaian nasabah
ditanggung sesuai modal

Gambar 1.1 10

Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan investasi musyarakah oleh nasabah


dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan
kepada bank syariah beserta dokumen pendukung. Selanjutnya, pihak bank
melakukan evaluasi kelayakan investasi musyarakah yang diajukan nasabah
dengan menggunakan analisis 5 C (Character, Capacity, Capital, Commitment,
dan Collateral). Kemudian, analisis diikuti dengan verifikasi. Bila nasabah dan
usaha dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan dalam bentuk
penandatanganan kontrak musyarakah dengan nasabah sebagai mitra di hadapan
notaris. Kontrak yang dibuat setidaknya memuat berbagai hal untuk memastikan
terpenuhinya rukunmusyarakah.
Kedua, bank dan nasabah mengontribusikan modalnya masing-masing dan
nasabah sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan
kesepakatan dan kemampuan terbaiknya.

9
Kautsar Riza Salman, S.E., Ak., M.S.A., B.K.P., S.A.S., AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH
Berbasis PSAK Syariah (Akademia Permata 2012), hal. 252 – 255
10
Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah Teori
dan Praktik Kontemporer (Jakarta, Selemba Empat; 2012), 154

9
Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank dengan nasabah
sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak
disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif, maka kerugian ditanggung
proporsional terhadap modal masing-masing mitra. Adapun kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif sepenuhnya menjadi
tanggung jawab nasabah.
Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing
berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati.
Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah
mengembalikan semua modal milik bank, usaha selanjutnya menjadi milik
nasabah sepenuhnya. 11

11
Ibd., hal. 154

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akad musyarakah adalah akad yang berisi tentang kerjasama antara dua belah
pihak yang saling memberikan kontribusi berupa dana untuk membangun sebuah
usaha, dengan keuntungan serta resiko yang akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Akad musyarakah
berdasarkan eksistensinya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu syirkah al-milk dan syirkah
al-qud. Dasar Syariah akad musyarakah terdapat 2 landasan yaitu Landasan Filosofis
Religius dan Landasan Syariah Akta Akad Pembiayaan Musyarakah dan Landasan
Filosofis dan Yuridis tentang Akta Akad Musyarakah dalam Hukum Positif.
Penetapan Nisbah Dalam Akad Musyarakah Nisbah dapat ditentukan dengan 2 cara,
yaitu Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal dan Pembagian keuntungan
tidak proporsional dengan modal.

B. Saran
Bank Syariah Mandiri perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Yang dimiliki secara terus menerus terutama dalam pengelolaan pembiayaan
Khususnya pembiayaan bagi hasil musyarakah. Agar pendapatan yang diterima dari
pembiayaan bagi hasil musyarakah menjadi lebih baik. Karena Bank Syariah
disamping lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana juga
memiliki fungsi kemanusiaan dalam mensejahterakan umat atau masyarakat dengan
cara mengoptimalkan pembiayaan pada sektor Riil yang akan menghasilkan
pendapatan musyarakah yang lebih maksimal. Dengan sumber daya manusia yang
betul-betul memahami dan meyakini mengenai prinsip-prinsip syariah serta memiliki
keterampilan, etos kerja dan professional maka hal ini akan membuat pengelolaan
pembiayaan akan lebih produktif dan masyarakat juga akan merasakan manfaat
prinsip-prinsip dari perbankan syariah khususnya akad bagi hasil musyarakah yang
tidak diperoleh dari perbankan konvensional dan pada akhirnya bank pun akan
memperoleh pendapatan yang lebih maksimal sehingga nantinya akan dapat
menghasilkan laba yang akan meningkatkan profitabilitas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andri Eko Prabowo, S. M. (2014 ). Pengantar Akuntansi Syariah : Pendekatan Praktis .


Islamic University Of Riau : CV. Bina Karya Utama .
Dony Firmansyah Arizal Gustavo, W. (2023 ). Analisis Penentuan Nisbah Bagi Hasil
Pembiayaan Musyarakah Pada PT Bank Syariah Mandiri, 103 - 104 .
Kautsar Riza Salman, S. A. (2014 ). AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH Berbasis PSAK
Syariah . Jakarta Barat : Akademia Permata .
Prof. Dr. H. Salim HS., S. M. (2018 ). TEKNIK PEMBUATAN AKTA AKAD PEMIAYAAN
SYARIAH (Materi Kuliah TPA Dua). Depok, Jawa Barat : PT RAJAGRAFINDO
PERSADA .
Rizal yaya, A. E. (2012). Akuntansi Perbankan Syariah teori dan praktik kontemporer .
jakarta : Selemba Empat .
Sanusi Ariyanto, S. M. (2022 ). AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH, DASAR HUKUM,
STANDAR AKUNTANSI DAN STUDY KASUS . Bandung, Jawa Barat : Penerbit
Media Sains Indonesia .

12

Anda mungkin juga menyukai