TRANSAKSI MUSYARAKAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah
Dosen pengampu:
Firda Zulfa Fahriani, M.Sy.
A. Latar Belakang
Munculnya konsep perbankan syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil
telah memunculkan lebih banyak lagi lebih menguntungkan dibandingkan bank
tradisional yang menerapkan sistem suku bunga. Hal ini dikarenakan sistem bagi
hasil perbankan syariah tidak dipengaruhi oleh tingkatan. Kerugian dari fluktuasi
suku bunga karena suku bunga berfluktuasi bisa dihindari.
Bank Syariah adalah penyedia layanan keuangan gratis berdasarkan etika dan
nilai-nilai Islam dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif, bebas dari hal-hal
yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan dan membiayai hanya kegiatan usaha
yang halal.
Bank syariah bertindak sebagai perantara keuangan menjalankan kegiatan
operasionalnya dengan menghimpun dana bersama masyarakat dan kemudian
menyalurkannya kembali ke masyarakat melalui masyarakat pembiayaan.
Penyaluran dana yang diciptakan oleh bank syariah melalui pembiayaan dengan
empat pola distribusi yaitu prinsip jual beli, prinsip bagi hasil, prinsip ujroh dan
kontrak tambahan.
Musyarakah berasal dari kata asing “syirkah” yang berarti peleburan atau
investasi. Secara terminologi, syirkah berarti kerja sama dalam suatu usaha
melakukan operasi. 1
Makalah ini dibuat untuk mengetahui pengertian dari akad musyarakah, jenis
akad musyarakah, dasar syariah, penetapan nisbah dalam akad musyarakah,
perlakuan akuntansi transaksi musyarkah, ilusterasi akuntansi transaksi musyarakah
berdasarkan PSAK 106.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akad Musyarakah ?
2. Apa saja jenis Akad Musyarakah ?
3. Apa saja dasar Syariah dari Akad Musyarakah ?
4. Bagaimana penetapan nisbah dalam Akad Musyarakah ?
5. Bagaimana perlakuan akuntansi transaksi dari Musyarakah berdasarkan
PSAK 106 ?
6. Bagaimana ilustrasi akuntansi transaksi Musyarakah berdasarkan PSAK
106?
1
Dony Firmansyah Arizal Gustavo , Wirman; Analisis Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Musyarakah Pada PT Bank Syariah Mandir (Universitas Singaperbangsa Karawang), hal. 97 – 98
i
BAB II
PEMBAHASAN
B. Jenis-Jenis Musyarakah
Akad musyarakah berdasarkan eksistensinya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
syirkah al-milk dan syirkah al-qud.
1. Syirkah Al-Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang
keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan
bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (aset).
2. Syirkah Al-qud yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau
lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Syrkah Al qud
dibedakan menjadi:
a. Syirkah Abdan (syirkah fisik)
Adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan
pekerja/profesional di mana mereka sepakat untuk bekerja sama mengerjakan
suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
b.Syirkah Wujuh
Adalah kerja sama antara dua pihak di mana masing-masing pihak sama sekali
tidak menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan
2
Andri Eko Prabowo, S.Pd., M.Pd. “ Pengantar Akuntansi Syariah : pendekatan praktik” (CV. Bina
Karya Utama), hal 119
3
Sanusi Ariyanto, S.E, M.M, A.k, C.A, C.P.A, “Akuntansi keuangan syariah, dasar hukum, standar
akuntansi dan study kasus”, (CV. MEDIA SAINS INDOSESIA: Kota Bandung- Jawa Barat), hal. 203
1
kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik,
reputasi, credit worthiness, tanpa menyetorkan modal.
c. Syirkah ‘Inan
Adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya tidak sama, baik dalam bal modal maupun pekerjaan.
Tanggung jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha.
d.Syirkah Mufawadah
Adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama,
keuntungan maupun risiko kerugian. Masing-masing mitra memiliki
kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama pihak yang lain.4
4
Kautsar Riza Salman, S.E., Ak., M.S.A., B.K.P., S.A.S., AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH
Berbasis PSAK Syariah (Akademia Permata 2012), hal. 246
2
1) Firman Allah QS Shad Ayat 24
علَىَ ض ُهم ُ طآءِ لَيَبغِى بَع َ َِيرا ِمنَ ٱل ُخل ِ س َؤا ِل نَع َجتِكَ ِإلَى نِ َع
ً اج ِهۦ ۖ َو ِإن َكث ُ ظلَ َمكَ ِب
َ قَا َل لَقَد
َ
اودُ أن َما فَت َنهُ فَٱست َغف ََر
ظن دَ ُۥ َ ت َوقَلِيل ما هُم ۗ َو ِ عمِ لوا ٱلص ِل َحُ َ بَعض إِّل ٱلذِينَ َءا َمنُوا َو
َ َربهۥُ َوخَر َرا ِكعًا َوأَن
َاب
Artinya:“... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berseriketu itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; dan amat
sedikitlah mereka ini...”
Ada dua hal yang tercantum dalam QS Shad [38]: 24, yang meliputi
a) Kedudukan orang yang berserikat
Orang yang berserikat dikonsepkan sebagai orang-orang yang
berhimpun atau bersekutu atau bersama mengusahakan sesuatu.
Kedudukan orang yang berserikat, yaitu kebanyakan dari mereka berbuat
zalim kepada pihak lainnya. Zalim atau lalim artinya orang yang tidak
adil atau orang-orang yang berbuat sewenang-wenang. Sementara itu,
orang yang dapat dipercaya dalam berserikat, yaitu orang yang Beriman,
dan Mengerjakan amal saleh
b) Kedudukan orang yang beriman.
Orang beriman merupakan orang-orang yang percaya kepada Allah
Swt., Malaikat-malaikatNya, Nabi-nabi, Kitab-kitabNya, dan percaya
pada takdir (ketetapan Allah Swt.). Orang yang mengerjakan amal saleh
merupakan orang-orang yang mengerjakan kebaikan-kebaikan dan
menjauhi larangan-larangan yang tercantum dalam agama Islam.
3
b) Akan keluar dari kegiatan berserikat, apabila para pihak berkhianat pada
pihak lainnya.
2) Hadist Nabi Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf, yang menyatakan bahwa:
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
Hadis ini menganalisis tentang dua hal, yang meliputi :
a) Kebolehan untuk melakukan perdamaian di antara kaum muslimin; dan
b) Perdamaian yang tidak dibolehkan.
Perdamaian dikonsepkan sebagai penghentian permusuhan atau perselisihan
di antara para pihak. Perdamaian yang tidak dibolehkan, seperti perdamaian
a) Yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
b) Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.5
5
Prof. Dr. H. Salim HS., S.H., M.S.; Dr. H. Muhaimin, S.H., M.Hum., Teknik Pembuatan Akta Akad
Pembiayaan Syariah (Depok, PT RajaGrafindo Persada), hal 91 – 93
6
Ibd., hal 94
4
Selain itu, pengaturan tentang akad pembiayaan musyarakah tercantum
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Salah satu hal yang diatur dalam PBI itu,
yaitu tentang persyaratan dalam penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan
berdasarkan musyarakah. 7
a. Bagi Hasil
Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah adalah sistem di mana
perjanjian Atau ikatan bersama dalam melakukan kegiatan usaha,
pembagian keuntungan telah Disepakati untuk transaksi ini diperoleh
antara dua pihak atau lebih.
7
Ibd., 94
5
Secara umum penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan musyarakah telah
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
dengan mengedepankan prinsip syariah yaitu keadilan, ketepatan dan
kesejahteraan. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan
nisbah bagi hasil atas pembiayaan musyarakah diantaranya adalah marjin laba
yang dikehendaki bank, jumlah nominal pembiayaan, jangka waktu pembiayaan,
kemampuan angsuran nasabah, situasi persaingan pasar, risiko yang dialami
bank, dan reputasi nasabah. Dari beberapa faktor tersebut, faktor yang paling
dipertimbangkan bank dalam penentuan nisbah bagi hasil atas pembiayaan
musyarakah adalah marjin laba yang dikehendaki bank.8
b. Investasi Musyarakah yang diserahkan dalam bentuk asset non kas dinilai
sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai
tercatat asset non kas, maka jurnal adalah sebagai berikut:
1) Apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai tercatat maka diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad.
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi Musyarakah xxxx
Cr. Nonkas xxxx
Cr. Keuntungan tanggungan xxxx
8
Dony Firmansyah Arizal Gustavo , Wirman; Analisis Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah
Pada PT Bank Syariah Mandir (Universitas Singaperbangsa Karawang), hal. 103 – 104
6
2) Sebaliknya, apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai tercatat maka
diakui sebagai kerugian pada saat terjadinya. Berikut jurnal untuk
mencatat kerugian pada saat penyerahan asset non kas.
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi Musyarakah xxxx
Dr. kerugian xxxx
Cr. Asset nonkas xxxx
c. Investasi Musyarakah non kas yang diukur dengan nilai wajar asset yang
diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas asset
yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
Jurnal untuk mencatat penyusutan Investasi Musyarakah (asset tetap)
sebagai berikut:
Rekening Debet Kredit
Dr. beban penyusutan xxxx
Cr. Investasi musyarakah xxxx
7
Sebaliknnya, apabila terjadi kerugian, maka jurnalnya sebagi berikut:
Rekening Debet Kredit
Dr. kas xxxx
Dr. penyisihan kerugian xxxx
Cr. Kerugian musyakah xxxx
b. Ketika akad musyarakah berakhir, asset non kas akan dijual terlebih
dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan asset ini (selisih
antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan kepada setiap mitra
usaha nisbah. Jurnal yang dibuat untuk penjualan asset non kas yang
mengalami keuntungan sebagai berikut:
4b.menerima porsi
3.Membagi hasil usaha
4a. Menerima porsi laba
laba • Keuntungan dibagi
sesuai nisbah
5. Menerima
• Kerugian tanpa
kembalian modal
pelalaian nasabah
ditanggung sesuai modal
Gambar 1.1 10
9
Kautsar Riza Salman, S.E., Ak., M.S.A., B.K.P., S.A.S., AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH
Berbasis PSAK Syariah (Akademia Permata 2012), hal. 252 – 255
10
Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah Teori
dan Praktik Kontemporer (Jakarta, Selemba Empat; 2012), 154
9
Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank dengan nasabah
sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak
disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif, maka kerugian ditanggung
proporsional terhadap modal masing-masing mitra. Adapun kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif sepenuhnya menjadi
tanggung jawab nasabah.
Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing
berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati.
Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah
mengembalikan semua modal milik bank, usaha selanjutnya menjadi milik
nasabah sepenuhnya. 11
11
Ibd., hal. 154
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akad musyarakah adalah akad yang berisi tentang kerjasama antara dua belah
pihak yang saling memberikan kontribusi berupa dana untuk membangun sebuah
usaha, dengan keuntungan serta resiko yang akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Akad musyarakah
berdasarkan eksistensinya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu syirkah al-milk dan syirkah
al-qud. Dasar Syariah akad musyarakah terdapat 2 landasan yaitu Landasan Filosofis
Religius dan Landasan Syariah Akta Akad Pembiayaan Musyarakah dan Landasan
Filosofis dan Yuridis tentang Akta Akad Musyarakah dalam Hukum Positif.
Penetapan Nisbah Dalam Akad Musyarakah Nisbah dapat ditentukan dengan 2 cara,
yaitu Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal dan Pembagian keuntungan
tidak proporsional dengan modal.
B. Saran
Bank Syariah Mandiri perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Yang dimiliki secara terus menerus terutama dalam pengelolaan pembiayaan
Khususnya pembiayaan bagi hasil musyarakah. Agar pendapatan yang diterima dari
pembiayaan bagi hasil musyarakah menjadi lebih baik. Karena Bank Syariah
disamping lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana juga
memiliki fungsi kemanusiaan dalam mensejahterakan umat atau masyarakat dengan
cara mengoptimalkan pembiayaan pada sektor Riil yang akan menghasilkan
pendapatan musyarakah yang lebih maksimal. Dengan sumber daya manusia yang
betul-betul memahami dan meyakini mengenai prinsip-prinsip syariah serta memiliki
keterampilan, etos kerja dan professional maka hal ini akan membuat pengelolaan
pembiayaan akan lebih produktif dan masyarakat juga akan merasakan manfaat
prinsip-prinsip dari perbankan syariah khususnya akad bagi hasil musyarakah yang
tidak diperoleh dari perbankan konvensional dan pada akhirnya bank pun akan
memperoleh pendapatan yang lebih maksimal sehingga nantinya akan dapat
menghasilkan laba yang akan meningkatkan profitabilitas.
11
DAFTAR PUSTAKA
12