Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI DAN KONSEP DASAR MUSYARAKAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Fikih Muamalah

Dosen Pengampu:

Anwar Shaleh Hasibuan. Lc., M.H

Disusun oleh:

1. Sinta dewi sholikhatin (210401038)


2. Anita nur dewi (210401023)
3. Khusniatul munawarah (210401106)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN ADAB

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI

2022/2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii

BAB IPENDAHULUAN ...........................................................................................................1

A. Latar Belakang ............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Konsep Dasar Musyarakah ........................................ Error! Bookmark not defined.

BAB IIIPENUTUP .................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan.................................................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

ii
KATA PENGANTAR

syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini guna melengkapi tugas kelompok untuk mata kuliah
Kajian fikih muamalah dengan judul “teori dan konsep dasar musyarakah”. Pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. M. Jauharul Ma’arif, M.Pd.I., Selaku Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri.
2. Agus Sholahudin Shidiq, M.H.I, Selaku Dekan Fakultas Syariah Dan Adab Universitas
Nahdlatul Ulama Sunan Giri.
3. Eko Arif Cahyono, M. Ek., Selaku Kaprodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas
Nahdlatul Ulama Sunan Giri.
4. Anwar Shaleh Hasibuan. Lc., M.H Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Kajian Fikih
Muamalah

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak

Bojonegoro, 26 Maret 2023

Kelompok 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Musyarakah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha
tertentu dimana para pihak masing- masing memberikan konstribusi dana secara
bersama-sama dalam keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai perjanjian yang telah di
sepakati. Dasar hukum musyarakah terdiri dari Al-Qur’an, hadist, dan ijma’. Rukun
Musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada empat, yaitu Al-‘Aqidain Pelaku
akad, para mitra usaha, Mahallul Aqd (Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (drabah)),
Shighat yaitu Ijab dan Qabul dan Nisbah keuntungan (bagi hasil). Sedangkan Syarat-
syarat yang berhubungan dengan musyarakah menurut Hanafiyah dibagi menjadi tiga
bagian , yang pertama Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk musyarakah baik
dengan harta maupun dengan yang lainnya., yang kedua Sesuatu yang berkaitan dengan
musyarakah mal (harta), dan yang ketiga sesuatu yang bertalian dengan syarikat
mufawadhah.

Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni


musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak), dan musyarkah akad (syirkah al aqad).
Musyarakah kepemilikan tercipta karena adanya warisan, wasiat atau kondisi lainnya
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Musyarakah akad tercipta
karena cara kesepakatan, diamana dua pihak atau lebih setujuh bahwa tiap orang dari
mereka memberikan kontribusi modal musyarakah, serta sepakat berbagi keuntungan dan
kerugian. Dalam musyarakah pembagian hasil dilakukan dengan dua cara, yaitu Bagi
Laba (Profit Sharing) dan Pendapatan (Revenue Sharing).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar musyarakah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui konsep dasar musyarakah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dasar Musyarakah


1. Pengertian Musyarakah
Kata Musyarakah dalam Istilah lain adalah Syarikah atau Syirkah.Musyarakah
menurut bahasa berarti “al-ikhtilath”yang artinya campur atau percampuran. Maksud
dari percampuran yakni seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain
sehingga antara bagian yang satu dengan lainnya sulit untuk dibedakan. 1
Secara etimologis, Musyarakah adalah pengabungan, percampuran atau serikat.
Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau dalam Bahasa inggris disebut
patnership Adapun secara terminologi ada beberapa pendapat ulama fiqh yang
memberikan definisi Syirkah antara lain:2
a. Menurut mazhab Maliki, Syirkah suatu izin bertasharruf bagi masing-masing
pihak berserikat.
b. Menurut mazhab Hambali, Syirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan
tasharruf.
c. Menurut Mazhab syafi’i, Syirkah merupakan berlakunya hak atas sesuatu bagi
dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan
d. Menurut Sayyid Sabiq, bahwa Syirkah adalah akad antara dua orang berserikat
pada pokok modal harta (modal) dan keuntungan.
e. Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Syirkah merupakan akad yang berlaku anatar
dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu usaha dan membagi
keuntungannya.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), Syirkah


merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih, dalam hal permodalan,
keterampilan, kepercayaan dalam suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.
1
Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm 183.
2
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, (Jakarta:Prenadamedia Group, cet ke-1, 2014), hlm 142.

2
Menurut Fatwa DSN-MUI, Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-
masing pihak memberikan konstribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Berdasarkan pengertian Musyarakah diatas dapat disimpulkan Musyarakah


adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dimana para
pihak masing- masing memberikan konstribusi dana secara bersama-sama dalam
keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai perjanjian yang telah di sepakati.

2. Dasar hukum Musyarakah


Musyarakah merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah
dan Ijma’.
a. Al-Qur'an
- Q.S. Sad/38:24

‫َِلى‬
ٰ ‫ِكَ إ‬ ‫ْج‬
‫َت‬ ‫نع‬َ ِ
‫َال‬ ‫َكَ ب‬
‫ِسُؤ‬ ‫َم‬
‫َل‬‫د ظ‬َْ
‫َ َلق‬‫َال‬‫ق‬
ِ‫ا‬
‫ء‬ ‫َط‬
َٓ ْ َ
‫ٱلخُل‬ ‫ًا م‬
‫ِن‬ ‫ِير‬‫َث‬
‫َّ ك‬
‫ِن‬‫َإ‬
‫ِ و‬ ‫َ ۦ‬
ِۖ‫اج‬
‫ه‬ ‫ِع‬
‫ن‬
َ
‫ِين‬ َّ ‫َّل‬
‫ٱلذ‬ َِّ
‫ض إ‬ٍْ
‫بع‬َ ٰ‫َى‬
‫َل‬‫ْ ع‬ ‫ُه‬
‫ُم‬ ‫ْض‬
‫بع‬َ ‫ِى‬ ‫َب‬
‫ْغ‬ ‫َلي‬
َّ ٌ
‫ما‬ ‫َل‬
‫ِيل‬ ‫ٰتِ و‬
‫َق‬ َ
‫ِح‬‫ٰل‬
‫۟ ٱلص‬
َّ ‫ُوا‬
‫ِل‬‫َم‬
‫َع‬‫۟ و‬‫ُوا‬ َ‫ءا‬
‫من‬ َ
‫َر‬
َ ‫ْف‬
‫َغ‬‫َٱسْت‬
‫ُ ف‬‫ٰه‬‫َن‬
َّ ‫َت‬
‫َا ف‬ ََّ
‫نم‬ ‫د أ‬ُُ
‫او‬‫دۥ‬ ‫َن‬
َ َّ ‫َظ‬
‫ْ و‬ ُۗ
‫م‬ ‫ه‬
َ ََ
‫ناب‬ ‫َأ‬
‫ًا و‬
‫ِع‬‫َاك‬ ‫َر‬
‫َّ ر‬ ‫َخ‬
‫ُ و‬
‫ۥه‬ََّ
‫ب‬ ‫ر‬
"Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang
banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain,
kecuali orang- orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya
sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya;

3
maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertobat. Ayat di atas adalah oran yang melakukan kerja sama". 3
T.M. Hasbi Ash Shidieqy (2000: 3505) menafsirkan bahwa kebanyakan
orang yang bekerjasama itu selalu ingin merugikan mitra usahanya, kecuali
mereka yang beriman dan melakukan amalan yang sholeh karena merekalah yang
tidak mau mendhalimi orang lain. Tetapi alangkah sedikitnya jumlah orang-orang
seperti itu.
- Q.S. An- Nisa' / 4:12

‫َة‬
ٌ ‫َا‬
‫مر‬ْ‫ِ ا‬ ‫ً ا‬
‫َو‬ ‫َة‬
‫ٰل‬‫َل‬
‫ُ ك‬‫َث‬‫ْر‬
‫يو‬ُّ ٌ
‫ُل‬ ‫َ ر‬
‫َج‬ ‫َان‬‫ن ك‬ ِْ‫َا‬
‫و‬
‫َا‬
‫هم‬ُْ
‫ِن‬ ‫َاحِد‬
‫ٍ م‬ ‫ِ و‬‫ُل‬ ‫َل‬
‫ِك‬ ‫ٌ ف‬‫ْت‬‫ُخ‬
‫ْ ا‬‫َو‬‫ٌ ا‬‫َخ‬
‫ه ا‬ ٓ‫ََّل‬
‫و‬
ْ
‫ُم‬‫َه‬ ‫ٰل‬
‫ِكَ ف‬ ‫ْ ذ‬
‫ِن‬ ‫َر‬
‫َ م‬ ‫َك‬
‫ْث‬ ‫ْا ا‬ٓ ُ َ
‫انو‬ ‫ن ك‬ِْ‫َا‬
‫ُ ف‬ُۚ‫دس‬
ُُّ‫الس‬
‫ٰى‬ ‫ْص‬
‫يو‬ُّ ٍ
‫َّة‬
‫ِي‬‫َص‬‫ِ و‬‫ْد‬
‫بع‬ ْ
َ ْۢ‫ِن‬ ‫ُّل‬
‫ُثِ م‬ ‫ِى الث‬ ‫ء ف‬ ‫َا‬
ُۤ ‫َك‬ ‫شُر‬
‫َ اه‬
ِ‫ّٰلل‬
ۗ ‫ِن‬‫ً م‬‫َّة‬
‫ِي‬‫َص‬
‫ٍ و‬ ‫َا‬
ُۚۤ
‫ر‬ ُ َ
‫مض‬ ‫َي‬
‫ْر‬ ‫ٍ غ‬ٍۙ
‫ين‬ َ ْ
ْ‫د‬ ‫َو‬‫ا ا‬َٓ ‫ِه‬‫ب‬
ۗ
‫ْم‬
ٌ ‫ِي‬ ‫ٌ ح‬
‫َل‬ ‫ْم‬ ‫َل‬
‫ِي‬ ‫َاه‬
‫ّٰللُ ع‬ ‫و‬

“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang di buat
olehnya atau sesudah dibayarutangnya dengan tidak memberi madhorot (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah,
dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Penyantun"
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa bagian waris yang diberikan kepada
saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan yang lebih dari seorang, maka
bagiannya adalah sepertiga dari harta warisan, dan dibagi rata sesudah wasiat dari
almarhum ditunaikan tanpa memberi madhorot kepada ahli waris. Dari kedua ayat
diatas menunjukan bahwa Allah SWT mengakui adanya perserikatan dalam
kepemilikan harta. Hanya saja surat Shaad ayat 24 menyebutkan perkongsian

3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010), Q. S Shad ayat 24, hlm 454.

4
terjadi atas dasar akad (ikhtiyari). Sedangkan surat An-Nisa menyebutkan bahwa
perkongsian terjadi secara otomatis (Jabr) karena waris.
- QS. Al-Isra/17:64

َ‫ِك‬
‫ْت‬‫َو‬
‫ِص‬‫ْ ب‬
‫ُم‬‫ْه‬
‫ِن‬‫َ م‬ ‫َع‬
‫ْت‬ ‫َط‬ َ ْ
‫منِ اسْت‬ ‫ِز‬ ‫َف‬
‫ْز‬ ‫َاسْت‬‫و‬
ْ
‫هم‬ُْ
‫ِك‬‫َشَار‬
‫ِكَ و‬
‫َجِل‬
‫َر‬‫ِكَ و‬
‫ْل‬‫ِخَي‬‫ْ ب‬
‫ِم‬ ‫َي‬
‫ْه‬ ‫َل‬
‫ْ ع‬‫ِب‬‫ْل‬‫َج‬
‫َا‬‫و‬
ُ
‫ُم‬ ُِ
‫ده‬ َ ‫ما‬
‫يع‬ ََ‫ۗ و‬
ْ
‫ُم‬ ِْ
‫ده‬ ‫َع‬
‫ِ و‬ َْ
‫َّلد‬ ْ َ
‫اَّلَو‬ ‫و‬ ‫َال‬
ِ ‫مو‬ ْ ‫ِى‬
َْ‫اَّل‬ ‫ف‬
‫ًا‬ ‫ْر‬‫ُو‬ ‫ُر‬‫غ‬ َّ‫ُ ا‬
‫َِّل‬ ‫ٰن‬‫ْط‬ ‫الشَّي‬
"Dan perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau (Iblis) sanggup
dengan suaramu (yang memukau), kerahkanlah pasukanmu terhadap mereka,
yang berkuda dan yang berjalan kaki, dan bersekutulah dengan mereka pada
harta dan anak-anak lalu beri janjilah kepada mereka.” Padahal setan itu hanya
menjanjikan tipuan belaka kepada mereka".
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwasanya dalam persekutuan atau
perserikatan dibangun dengan prinsip perwalian (perwakilan) dan kepercayaanya
atau amanah, maka dalam pelaksanaanya hendaklah kedua belah pihak
menjunjung tinggi kebersamaan dan menjauhi penghianatan.
b. Hadist
"Dari Abu hurairah, ia berkata: Rasullullah SAW. bersabda: beliau bersabdah:
sesungguhnya Allah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat, selagi, salah satunya tidak menghianati temannya, Apabila berkhianat
kepada temannya, maka saya akan keluar dariantara keduannya" ( H.R Abu
Dawud),adis Sahih menurut Hakim.
Hadis ini menerangkan bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha,
maka Allah ikut menemani dan memberikan berkah-Nya, selama tidak ada teman
yang mengkhianatinya. Koperasi akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan
oleh pengurusnya. Inilah yang diperingatkan Allah SWT. bahwa dalam
berkoperasi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk berkhianat
terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang dijauhi atau diangkat
berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran harus diterapkan kembali. Dengan

5
melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat (koperasi) sudah dikenal
sejak sebelum Islam datang, dan dimuat dalam buku-buku ilmu fiqh Islam.
Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi yang diperbolehkan dan termasuk
salah satu cabang usaha.
"Dari As-Saibi Al-Makhzumi R.A, bahwa sesungguhnya ia adalah sekutu Nabi
sebelum Nabi diutus. Kemudian ia datang pada hari pembebasan kota Mekkah
maka Nabi Bersabdah: “Selamat datang kepada saudaraku dan teman
serikatku”.(H.R Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah). 4
Dari beberapa hadis tersebut jelas bahwa musyarakah merupakan akad yang
dibolehkan oleh syara, bahkan dalam hadis yang kedua dijelaskan bahwa
musyarakakah merupakan akad yang sudah dilaksanakan sebelum Islam datang.
Setelah Islam datang, kemudian akad tersebut diterpkan sebagai akad yang
berlaku dan dibolehkan dalam Islam.
c. Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni “Kaum muslimin telah
berkonsesus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan dalam beberapa elemen darinya.
3. Rukun dan syarat Musyarakah
Rukun dari Musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa,
yaitu sebagai berikut:
1. Al-‘Aqidain Pelaku akad, para mitra usaha
2. Mahallul Aqd (Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (drabah))
3. Shighat yaitu Ijab dan Qabul
4. Nisbah keuntungan (bagi hasil)

Syarat-syarat yang berhubungan dengan musyarakah menurut Hanafiyah dibagi


menjadi tiga bagian sebagai berikut:

a. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk musyarakah baik dengan harta
maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:

4
Imam Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, (Bandung: Mizan Pustaka cet ke-1, 2008), hlm 454.

6
1) Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat ditrima
sebagai perwakilan.
2) Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas
dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
b. Sesuatu yang berkaitan dengan musyarakah mal (harta), dalam hal ini terdapat
perkara yang harus dipenuhi yaitu:
1) Bahwa modal yang dijadikan objek akad musyarakah adalah dari pembayaran
(nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah.
2) Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad musyarakah dilakukan,
baik jumlahnya sama maupun berbeda.
c. disyaratkan sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah:
1) Modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama,
2) Bagi yang besyirkah ahli untuk kafalah.
3) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syurkah umum, yakni pada semua
macam jual beli atau perdagangan.

Menurut Malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan


akad ialah merdeka, balig, dan pintar. Sedangkan Syafi’iyah berpendapat bahwa
syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan, sedangkan syirkah yang lainnya
batal. 5

4. Jenis-jenis Musyarokah

Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni


musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak), dan musyarkah akad (syirkah al aqad).
Musyarakah kepemilikan tercipta karena adanya warisan, wasiat atau kondisi lainnya
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini,
kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata, dan berbagi pula
dalam keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.

5
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 127

7
Musyarakah akad tercipta karena cara kesepakatan, diamana dua pihak atau
lebih setujuh bahwa tiap orang dari mereka memberikan kontribusi modal
musyarakah, serta sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.

a. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah syirkah yang terjadi bukan karena akad, tetapi karena
usaha tertentu atau terjadi secara alami (ijbari). Oleh sebab itu syirkah amlak
dibedakan menjadi dua:
1) Syirkah ikhtiyar (sukarela), yaitu syirkah yang lahir atas kehendak dua pihak
yang bersekutu. Contohnya dua orang yang mengadakan kongsi untuk
membeli suatu barang, atau dua orang mendaaapat hibah atau wasiat, dan
keduannya menerima, sehingga keduannya menjadi sekutu dalam hak milik.
2) Syirkah jabar (paksaan), yaitu persekutuan yang terjadi diantara dua orang
atau lebih tanpa sekehendak mereka barang yang diwariskan tersebut menjadi
hak milik yang bersangkutan.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah masing-masing sekutu bagaikan pihak
asing atas sekutunya yang lain, sehingga salah satu pihak tidak berhak melakukan
tindakan apapun terhadap harta tersebut tanpa izin dari yang lain, karena masing-
masing sekutu tidak memiliki kekuasaan atas bagian saudaranya.
b. Syirkah Uqud
Syirah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk bekerjasama
(berserikat) dalam modal dan keuntungan. Artinya, kerja sama ini didahului oleh
transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian keuntungannya.
Dari paparan para fuqaha pembagian dari jenis syirkah tersebut dapat dihimpun
menjadi dua kategori, kategori pertama merupakan kategori dari pembagian segi
materi syirkah yaitu syirkah al-amwal, a’mal, abdan dan wujuh, sedangkan
kategori kedua adalah kategori dari segi pembagian posisi dan komposisi saham.
Yaitu syirkah al-’inan, syirkah al-mufawadhah dan syirkah al-Mudharabah Yaitu
antara lain;
1) Syirkah Al-amwal, yaitu persekutuan antara dua pihak pemodal atau lebih
dalam usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan membagi
keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan kesepakatan.

8
2) Syirkah Al-a’mal atau syirkah abdan, yaitu persekutuan dua pihak pekerja
atau lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Hasil atau upah dari pekerjaan
tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka.
3) Syirkah Al-Wujuh, yaitu persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk
melakukan kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan
pihak ketiga.
4) Syirkah Al-Inan, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama baik dalam hal
modal, pekerjaan, maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.
5) Syirkah Al-Mufawadhah, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah sama, baik dalam hal
modal, pekerjaan, maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.
6) Syirkah Al-Mudharabah, yaitu persekutuan antara pihak pemilik modal
dengan pihak yang ahli dalam berdagang atau pengusaha, dimana pihak
pemodal menyediakan seluruh modal kerja. Dengan kata lain perserikatan
antara modal pada satu pihak, dan pekerjaan pada pihak lain. Keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak
pemodal. 6
5. Bagi hasil Musyarakah
Ada dua cara untuk pembagian hasil Musyarakah, antara lain:
a. Bagi Laba (Profit Sharing)
Profit sharing merupakan bagi hasil didasarkan kepada hasi dari total
pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut.
b. Pendapatan (Revenue Sharing)
Revenue sharing merupakan perhitungan bagi hasildidasarkan kepada total

6
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh uamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm 211.

9
seluruh pendapatan yang ditrima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang
telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. 7

6. Berakhirnya Musyarokah

Hal-hal yang menyebabkan berakhirnya akad musyarakah apabila terjadi antara lain:

a. Salah satu pihak membatalkan meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain sebab
musyarakah adalah akad yang terjadi atas dasar kerelaan dari kedua belah pihak.
Hal ini menunjukan pencabutan kerelaan oleh salah satu pihak.
b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelolah
harta), baik karena gila atau alasan lainnya.
c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota musyarakah lebih dari
dua orang, maka yang meninggal batal. Musyarakah tetap berjalan terus pada
anggota-anggota yang hidup.
d. Salah satu pihak dalam pengaruh dibawah pengampunan, baik karena boros yang
terjadi pada masa perjanjian tengah berjalan atau sebab yang lainnya.
e. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa atas harta yang
menjadi objek musyarakah. Pendaapat ini dikemukakan oleh mazhab Maliki,
Syafi’i dan Hambali, namum hanfi berpendapat bahwa keadaan bangkrut tidak
membatalkan perjanjian oleh yang bersangkutan.8

7
Maulana Hassanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012),
hlm 184
8
Ilham Satria, Haryati Saputri, Pengaruh Pendapatan Murabaha, Mudhorobah dan Musyarakah Terhadap Return
on Equity PT Bank Syariah Mandiri, Jurnal Visioner dan Strategis vol. 5, No. 2, 2016, diakses pada 23 Maret 2023

10
11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata Musyarakah dalam Istilah lain adalah Syarikah atau Syirkah.Musyarakah


menurut bahasa berarti “al-ikhtilath”yang artinya campur atau percampuran. Maksud dari
percampuran yakni seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga
antara bagian yang satu dengan lainnya sulit untuk dibedakan. menurut Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES), Syirkah merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih,
dalam hal permodalan, keterampilan, kepercayaan dalam suatu usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. sedangkan Menurut Fatwa DSN-MUI,
Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. dasar hukum musyarakah terdiri dari Al-Qur’an, hadist, dan ijma’.

Rukun dari Musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu
sebagai berikut:

1. Al-‘Aqidain Pelaku akad, para mitra usaha


2. Mahallul Aqd (Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (drabah))
3. Shighat yaitu Ijab dan Qabul
4. Nisbah keuntungan (bagi hasil)

Syarat-syarat yang berhubungan dengan musyarakah menurut Hanafiyah dibagi


menjadi tiga bagian sebagai berikut:

1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk musyarakah baik dengan harta
maupun dengan yang lainnya.
2. Sesuatu yang berkaitan dengan musyarakah mal (harta).
3. sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah.

Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni:

12
1. musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak)
2. musyarkah akad (syirkah al aqad)

pembagian hasil musyarakah dengan dua cara, yaitu:

1. bagi laba (profit sharing)


2. pendapatan (revenue sharing)
berakhirnya akad musyarakah apabila Salah satu pihak membatalkan meskipun tanpa
persetujuan pihak yang lain sebab musyarakah adalah akad yang terjadi atas dasar kerelaan
dari kedua belah pihak. Hal ini menunjukan pencabutan kerelaan oleh salah satu pihak.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Hukum Bisnis Syariah, (Jakarta:Prenadamedia Group, cet ke-1, 2014).


Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, (Bandung: Mizan Pustaka cet ke-1, 2008).

Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqh uamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).


Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010), Q. S Shad
ayat 24.

Hassanudin, Maulana, Mubarok, Jaih, Perkembangan Akad Musyarakah, (Jakarta: Prenada


Media Group, 2012).
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014).

Satria, Ilham, Saputri, Haryati, Pengaruh Pendapatan Murabaha, Mudhorobah dan Musyarakah
Terhadap Return on Equity PT Bank Syariah Mandiri, Jurnal Visioner dan Strategis vol.
5, No. 2, 2016.
Syafei, Rahmat, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2011).

14
15

Anda mungkin juga menyukai