Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang maha esa yang dibekali
dengan akal dan fikiran. Manusia memiliki perbedaan antara biologis
maupun rohani. Secara biologis manusia dibedakan dengan fisiknya
sedangkan secara rohani manusia dibedakan berdasarkan kepercayaan dan
Agama yang dianutnya. Sehingga sudah jelas bahwa manusia di muka
bumi ini diciptakan untuk bersosialisasi semata dan dapat hidup
berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan, maka sebelum hidup
berpasang-pasangan manusia harus melakukan suatu pengikatan janji yang
disebut perkawinan.

Perkawinan merupakan masalah yang sangat esensial bagi


kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk
membentuk keluarga perkawinan juga merupakan kodrati manusia untuk
memenuhi kebutuhan seksualnya. Sebenarnya perkawinan tidak hanya
mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia yaitu sebagai
hubungan keperdataan, tetapi disisi lain perkawinan juga memuat unsur
sakralitas yang berhubungan dengan Tuhannya.1

Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah


merupakan suatu akad yang atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara
seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu hidup berkeluarga yang
diliputi rasa kasih sayang dan ketentaraman (mawaddah dan rahmah)
dengan cara-cara yang di ridhoi oleh Allah SWT2. Perkawinan juga
merupakan perbuatan yang di perintah oleh Allah dan Nabinya. Banyak

1
Wardah Nuroniyon, Wasman, Hukum Perkawinan Islam: Perbandingan Fiqih dan
HukumPositif, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 49.
2
Djoko, Prasdojo, Azas-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara),
Cet. I, h. 2.
perintah-perintah Allah dalam Al-Qur’an untuk melangsungkan
perkawinan. Diantara firmannya dalam surat An-Nur ayat 32 yang
berbunyi:

‫ضلِ ِۗهۦ‬
ۡ َ‫ني ِم ۡن ِعبَ ِاد ُكمۡ َوِإ َمٓاِئ ُكمۡۚ ِإ ْن يَّ ُكونُواْ ُف َقَرٓاءَ يُ ۡغنِ ِه ُم ٱللَّهُ ِمن ف‬ ِ ِ َّٰ ‫َأنكحواْ ٱ ۡلَأمَٰي َى ِمن ُكمۡ و‬
ِ
َ ‫ٱلصلح‬ َ ٰ ُ ‫َو‬

)٣٢:‫َوٱللَّهُ َٰو ِس ٌع َعلِي ٌم (النّور‬

Artinya:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara


kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (Q.S.An-Nur[24]:32)3

Adapun salah satu bentuk permasalahan yang timbul dalam


perkawinan adalah batasan umur dalam melangsungkan perkawinan. Pada
dasarnya Hukum Islam tidak mengatur secara mutlak tentang batasan
umur perkawinan, tidak adanya ketentuan Agama tentang batasan umur
minimal dan maksimal untuk melangsungkan perkawinan diasumsikan
memberi kelonggaran bagi manusia untuk mengaturnya. Dalam surat An-
Nur ayat 32 yang berarti layak untuk kawin, banyak dipahami oleh ulama
dalam artian mampu secara mental dan spiritual untuk membangun rumah
tangga.4 Begitupula dengan Hadits Nabi Muhamad SAW yang
menganjurkan kepada para pemuda untuk melangsungkan perkawinan
dengan syarat adanya kemampuan. Sebagaimana sabda Nabi Muhamad
SAW:

3
Kementerian Agama, Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Mutiara, 1982), h. 683.
4
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), Cet. IV, Vol. IX, h.
335.
ِ ‫قَ َال رسو ُل‬:‫ع ِن اب ِن مسعو ٍد ر ِضي اهلل عْنه قَ َال‬
‫ يَا َم ْع َشَر‬:‫اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬ ُْ َ ُ َ ُ َ َ ُْ ْ َ ْ َ
)‫صَر َواَ ْح َس ُن الْ َف ْر َج (متفق عليه‬ ُّ ‫اع ِمْن ُك ُم الْبَاءَ فَاالْيََتَز َّو ْج فَاِنَّهُ اَ َغ‬
َ َ‫ض الْب‬ َ َ‫استَط‬ ِ ‫الشَّب‬
ْ ‫اب َم ِن‬َ

Artinya:

“Dari sahabat ibnu mas’ud berkata: Bahwasannya Rasuullah


SAW bersabda: Wahai para pemuda barang siapa diantara kalian telah
mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah,
karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukan pandangan mata
dan memelihara kemaluan.” (Muttafaqun Alaih)5

Secara tidak langsung, Al-Qur’an dan Hadits mengakui bahwa


kedewasaan sangat penting dalam perkawinan. Ukuran dewasa dalam fiqih
ditentukan dengan tanda-tanda yang bersifat jasmani, yaitu tanda-tanda
baligh diantaranya sempurnanya umur 9 (Sembilan) tahun. Dengan
terpenuhinya kriteria baligh, maka memungkinkan seseorang
melangsungkan perkawinan,6 sehingga kedewasaan seseorang dalam islam
disebut dengan baligh. Ukuran kedewasaan yang diukur dengan kriteria
baligh ini tidak bersifat kaku (relatif), artinya jika secara kakuistik
memang sangat mendesak kedua calon mempelai segera dikawinkan,
sebagai perwujudan metode sad al-zariah untuk menghindari kemungkinan
timbulnya mudharat yang lebih besar.7

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan batasan umur


yang dianggap baligh. Ulama syafiiyah dan menyatakan bahwa:8

‫االس ِّن حَتْ ِقْي ٌق مَخْ َسةَ َع َشَر َسنَةً يِف الْغُالَِم َواحْلُْريَِة‬ ِ ‫وقَ َال الش‬
َ ‫َّفعِيّةُ َواحْلَنَبِلَةُ اَ َّن الُْبلُ ْو‬
ِّ ِ‫غ ب‬ َ
5
Syekh Ahmad Ayyub, Fiqih keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), Cet. VIII, h.
30.
6
Amir Syarifudin, Ushul fiqih, (Jakarta: Prenada media, 2018), Cet. III, Jilid I, h. 394.
7
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), Cet. VI, h. 78.
8
Muhamad Jawad Mughniyyah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, (Beirut: Dar Al ‘Ilmi Lil
Malayin, t.t), h. 16.
Artinya:

“Dan ulama syafiiyah dan Hanabilah berkata: anak laki-


laki dan perempuan dianggap baligh apabila telah menginjak
umur 15 tahun.”

Ulama Hanafiyah menetapkan usia seseorang dianggap baligh


sebagai berikut:

‫َوقَ َال احْلَنَ ِفيَّةُ مَثَنِيَةَ َع َشَر يِف الْغُالَِم َو َسْب َعةَ َع َشَر ىِف اجْلَا ِريَِة‬

Artinya:

“Dan ulama hanafiyah berkata: anak laki-laki dianggap


baligh ketika berumur 18 tahun dan anak perempuan berumur 17
tahun.”

Sedangkan ulama dari golongan imamiyah mengatakan:

‫َوقَ َال اِإْل َم ِاميَةُ مَخْ َسةَ َع َشَر يِف الْغُالَِم َوتِ ْس َعةُ يِف اجْلَا ِريَِة‬

Artinya:

“Dan ulama Imamiyah berkata: anak laki-laki dianggap


baligh ketika berumur 15 tahun dan anak perempuan berumur 9
tahun.”

Di Indonesia batas usia dalam perkawinan di atur dalam Undang-


Undang Perkawinan No.1 tahun 1974. Dalam pasal 7 ayat (1 Undang-
Undang No.1 tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya di izinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak
wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. 9 Bahkan berdasarkan
9
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 7 Ayat (1).
revisi batas usia perkawinan dalam Undang-Undang No.16 tahun 2019
menyatakan perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria dan wanita telah
mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun. Namun demikian sebagai salah
satu syarat untuk melangsungkan perkawinan baik pihak ataupun wanita
yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua
orang tua. Ketentuan batas umur ini yang di sebutkan dalam pasal 7 ayat
(1) Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan didasarkan
kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga
perkawinan.10 Adapun alasan penetapan batas usia minimal untuk menikah
dalam pasal 7 ayat (1) tersebut tujuannya adalah menjaga kesehatan suami
istri.

Namun pada kenyataaanya antara idealitas dan realitas tidak


beriringan, pada kenyataanya perkawinan di bawah umur masih di lakukan
oleh masyarakat, mungkin karena ada sebab-sebab tertentu yang
mengharuskan melangsungkan perkawinan di bawah umur, yang mana itu
menyimpang dengan batas usia perkawinan, dan jika memang harus
melakukan perkawinan di bawah usia yang di tentukan oleh perundang-
undangan, maka haruslah mengajukan dispensasi perkawinan di bawah
umur dengan dengan menjelaskan alasan-alasannya di Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama merupakan Pengadilan tingkat pertama yang


berada di Kabupaten atau Kota yang bertugas memeriksa, memutus,dan
menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang yang beragama
Islam, salah satunya adalah menangani masalah dispensasi perkawinan di
bawah umur yang diajukan di Pengadilan Agama. Berdasarkan keterangan
dari Panitera Muda Pengadilan Agama Cilegon menyebutkan bahwa
selama 5 (lima) tahun kebelakang dari tahun 2015 sampai tahun 2019
terdapat 38 pengajuan dispensasi perkawinan di bawah umur di
Pengadilan Agama Cilegon. Pada tahun 2015 ada 11 (sebelas) orang,
tahun 2016 ada 11(sebelas) orang, tahun 2017 ada 10 (sepuluh) orang,
10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia…, h. 76.
tahun 2018 ada 5 (lima) orang, dan pada tahun 2019 sampai akhir bulan
mei ada 1 (satu) orang.11

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti


dan menganalisis salah satu putusan perkara dispensasi perkawinan di
bawah umur tersebut dengan judul “DISPENSASI PERKAWINAN DI
BAWAH UMUR (ANALISIS PUTUSAN PERKARA
NO.77/Pdt.P/2018/PA.Clg DI PENGADILAN AGAMA CILEGON).”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarakan latar belakang yang di paparkan di atas maka peneliti


mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1.) Perkawinan bukan hanya mengandung unsur hubungan manusia


dengan manusia saja, tapi memuat unsur sakralitas yang
berhubungan dengan tuhannya.

2.) Adanya perbedaan pendapat ulama dalam menentukan usia baligh


dan dewasa dalam memasuki usia perkawinan.

3.) Adanya pembatasan usia perkawinan dalam melakukan perundang-


undangan di Indonesia.

4.) Adanya penyimpangan tentang Undang-undang batasan usia


perkawinan di bawah umur dengan mengajukan dispensasi
perkawinan di Pengadilan Agama.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1.) Batasan Masalah

11
Wawancara dengan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cilegon, Ibu Ida
Zahrotul Hidayah S.H., Cilegon 29 Mei 2019, Pukul 10.00 WIB.
Berdasarkan pemaparan identifikasi masalah di atas,maka
mengingat akan keterbatasan waktu dari Penulis dan demi hasil yang
maksimal dari penelitian ini, maka Penulis memfokuskan pada
pembahasan analisis putusan perkara No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg
tentang dispensasi perkawinan di bawah umur di Pengadilan Agama
Cilegon.

2.) Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, untuk


menghindari pembahasan yang meluas dari pembatasan masalah di
atas, maka Penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a.) Bagaimana ketentuan Hukum dalam putusan perkara


No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg di Pengadilan Agama Cilegon?

b.) Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam putusan perkara


No.77 /Pdt.P/2018/PA.Clg di Pengadilan Agama Cilegon?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.) Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya


penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.) Untuk mengetahui ketentuan hukum dalam putusan perkara


No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg di Pengadilan Agama Cilegon.

b.) Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam putusan


perkara No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg di Pengadilan Agama
Cilegon.

2.) Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini, peneliti berharap bisa memberikan
manfaaat dari penelitian yang dilakukan diantaranya adalah sebagai
berikut:

a.) Manfaat Teoritis

 Hasil dari penelitian ini dapat diharapkan menjadi acuan


bagi cendekiawan muslim, pelajar muslim dan seluruh
umat muslim pada umumnya untuk mengetahui ketentuan
Hukum serta dasar pertimbangan Hakim dalam
memutuskan perkara dispensasi perkawinan anak di bawah
umur di Pengadilan Agama.

 Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan


dapat memotivasi bagi peneliti yang lain untuk
mengungkap sisi lain yang belum diterangkan dalam
penelitian ini.

b.) Manfaat Praktis

 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah


keilmuan yang sudah ada.

 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi


wawasan baru bagi peneliti sendiri dan khayalak umum.

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Dalam penelitian ini supaya tidak ada unsur plagiatisme karya


orang lain, maka peneliti mencantumkan penelitian terdahulu yang relevan
sebagai berikut:

1.) Hasriani menulis skripsi dengan judul “Dispensasi Perkawinan Di


Bawah Umur Pada Masyarakat Islam Di Kabupaten Bantaeng
(Studi Kasus Pada Pengadilan Agama Kelas 2 Bantaeng Tahun
2013-2015),” mahasiswa fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar tahun 2016. Skripsi tersebut
membahas tentang dispensasi perkawinan di bawah umur pada
masyarakat islam di Kabupaten Bantaeng. Adapun persamaannya
adalah sama-sama membahas tentang dispensasi perkawinan di
bawah umur, sedangkan perbedaanya adalah skripsi tersebut
membahas tentang bagaimana tata cara dispensasi di pengadilan
Agama Bantaeng dan faktor penyebab dispensasi perkawinan di
bawah umur di Pengadilan Agama Bantaeng dari tahun 2013-2015.
Sedangkan penulis membahas tentang ketentuan Hukum serta
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara yang di anailisis
yakni putusan perkara No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg.12

2.) Sollah Fudin menulis skripsi Dengan judul “Pelaksanaan


Perkawinan Di Bawah Umur Melalui Dispensasi Untuk
Mewujudkan Keluarga Sejahtera Di Kabupaten Kudus (Studi
Kasus Pengadilan Agama Kudus),” mahasiswa fakultas Hukum
Universitas Kudus tahun 2016. Skripsi tersebut membahas tentang
pelaksanaan perkawinan di bawah umur melalui dispensasi untuk
mewujudkan keluarga sejahtera di Kabupaten Kudus. Adapun
persamaannya adalah sama-sama membahas tentang perkawinan di
bawah umur, sedangkan perbedaannya adalah skripsi tersebut
membahas tentang pelaksannaan perkawinan melalui dispensasi
untuk mewujudkan keluarga sejahtera sedangkan Penulis
membahas tentang ketentuan Hukum serta pertimbangan Hakim
dalam memutuskan perkara yang di analisis yakni putusan perkara
No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg.13
12
Hasriani, “Dispensasi Perkawinan Di Bawah Umur Pada Masyarakat Islam di
Kabupaten Bantaeng, (Studi Kasus Pada Pengadilan Agama Kelas 2 Bantaeng Tahun 2013-
2015),” Skripsi UIN Alauddin Makassar, 2016.
13
Sollah Fudin, “Pelaksanaan Perkawinan Di Bawah Umur Melalui Dispensasi untuk
Mewujudkan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Kudus, (Studi Kasus Pengadilan Agama Kudus),”
Skripsi Universitas Muria Kudus, 2016.
3.) Moh Said Ramadhan menulis skripsi dengan judul skripsi
”Implikasi Pelaksanaan Nikah Di Bawah Umur Terhadap
Perceraian (Studi kasus di Desa Bayalangu Kidul Kec. Gegesik
Kab. Cirebon),” mahasiswa fakultas syariah Institut Agama Islam
Syekh Nurjati Cirebon tahun 2016. Skripsi tersebut membahas
tentang implikasi pelaksanaan nikah di bawah umur terhadap
perceraian. Adapun persamaannya adalah sama-sama membahas
tentang perkawinan di bawah umur, sedangkan perbedaannya
adalah skripsi tersebut membahas tentang implikasi nikah di bawah
umur dan tingkat perceraiannya di Desa Bayalangu Kec. Gegesik
Kab. Cirebon, sedangkan penulis membahas tentang ketentuan
Hukum serta pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
yang di analisis yakni putusan perkara No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg.14

4.) Hardi Fitra menulis skripsi dengan judul “Pengaruh Perkawinan Di


Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian Di Kabupaten Aceh
Tengah,” mahasiswa fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh tahun 2017.
Skripsi tersebut membahas tentang pengaruh perkawinan di bawah
umur terhadap tingkat perceraian. Adapun persamaannya adalah
sama-sama membahas tentang perkawinan di bawah umur,
sedangkan perbedaannya adalah skripsi tersebut membahas tentang
pengaruh perkawinan di bawah umur terhadap tingkat perceraian di
kabupaten aceh tengah, sedangkan Penulis membahas tentang
ketentuan Hukum serta pertimbangan Hakim dalam memutuskan
perkara yang di analisis yakni putusan perkara
No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg.15

14
Moh Said Ramadhan, “Implikasi Nikah Di Bawah Umur Terhadap Perceraian, (Studi
Kasus di Desa Bayalangu kec.Gegesik Kab. Cirebon),” Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon,
2016.
15
Hardi Fitra, “Pengaruh Perkawinan Di Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian di
Kabupaten Aceh Tengah,” Skripsi UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2017.
5.) Ulan Purnama Sari menilis skripsi dengan judul “Pertimbangan
Hakim Terhadap Pengajuan Dispensasi Nikah Yang Tidak Dapat
Di Terima (Studi Kasus Pengadilan Agama Enim),” mahasiswa
fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang tahun 2017. Skripsi tersebut membahas tentang
pertimbangan Hakim terhadap pengajuan dispesasi nikah yang
tidak di terima. Adapun persamaannya adalah sama-sama
membahas tentang dispensasi nikah, sedangkan perbedaannya
adalah skripsi tersebut memabahas tentang pertimbangan Hakim
dalam menetapkan perkara dispensasi nikah yang tidak di terima di
Pengadilan Agama Muara Enim, sedangkan Penulis membahas
tentang ketentuan Hukum dan pertimbangan Hakim dalam
memutuskan perkara yang di analisis yakni putusan perkara No
77/Pdt.P/2018/PA.Clg.16

6.) Fitriani menulis skripsi dengan judul “Efektifitas Penerapan


Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Dispensasi Nikah
Di Pengadilan Agama Maros Kelas 1 B (Studi Kasus Tahun 2016-
2018),” mahasiswa fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Alauddin tahun 2019. Skripsi tersebut membahas tentang tingkat
efektivitas undang-undang perlindungan anak terhadap dispensasi
nikah di Pengadilan Agama Maros 1 B pada tahun 2016-2019.
Adapun persamaannya adalah sama-sama membahas tentang
dispensasi nikah di bawah umur, sedangkan perbedaannya adalah
skripsi tersebut membahas tentang efektifivitas undang-undang
perlindungan anak terhadap dispensasi nikah di Pengadilan Agama
maros tahun 2016-2019, sedangkan Penulis membahas tentang
ketentuan Hukum serta pertimbangan Hakim dalam memutuskan

16
Ulan Purnama Sari, “Pertimbangan Hakim Terhadap Pengajuan Dispensasi Yang
Tidak Dapat Di Terima, (Studi Kasus Pengadilan Agama Muara Enim),” Skripsi UIN Raden
Fatah Palembang, 2017.
perkara yang di analisis yakni putusan perkara
No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg.17

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah umtuk mendapatkan data


dengan tujuan dan kegunaan tertentu.18 Metode ini berfungsi sebagai cara
untuk mengerjakan dan mengarahkan sebuah penelitian supaya
mendapatkan hasil yang optimal. Adapum metode penelitiannya sebagai
berikut:

1.) Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan


(library Research), yaitu suatu bentuk penelitian yang datanya di ambil
dari kepustakaan.19 Dalam hal ini kepustakaanya yakni menganalisis
putusan perkara No 77/Pdt.P/2018/PA.Clg.

2.) Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan


melakukan pendekatan normatif, Menurut Soerjono Soekanto,
penelitian normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder.20 Terkait dengan
penelitian ini penulis akan mengkaji hal-hal yang menyangkut hukum
baik formal maupun non formal untuk menganalisis tentang
pertimbangan hakim pengadilan agama dalam memberi dispensasi

17
Firiani, “Efektivitas Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Dispensasi Nikah
di Pengadilan Agama Maros Kelas 1 B, (Studi Kasus Tahun 2016-2019),” Skripsi UIN Alauddin
Semarang, 2019.
18
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Metods), (Bandung: Alfabeta, 2013), h.
3.
19
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010), Cet.
I, h. 18.
20
Soekanto, Soerjono, dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali
Press, 2013), h. 23.
nikah di bawah umur pada pada putusan perkara
No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg.

Pendekatan ini berguna untuk mengkaji hukum dispensasi


perkawinan di bawah umur ini dilihat dari sudut undang-undang, benar
atau salah, boleh atau tidak dan seterusnya berdasarkan norma-norma
agama dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

3.) Sumber Data

Sesuai dengan permasalahan yang di angkat, maka sumber data


yang digunakan di bedakan menjadi 2 yaitu:

a.) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung di


kumpulkan oleh Peneliti (petugas-petugas) dari sumber pertama. 21
Dalam hal ini Penulis menganbil data primer melalui putusan
perkara No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg. Selain itu untuk memperkuat
analisis data Penulis juga melakukan wawancara terhadap hakim
dan Panitera yang berkaitan dengan perkara tersebut di Pengadilan
Agama Cilegon.

b.) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan data yang di amabil dari


dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang
berwujud laporan, dan lain sebagainya.22

4.) Teknik Pengumpulan Data

a.) Studi pustaka


21
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian…, h. 39.
22
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2012), h. 30.
Studi pustaka adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan
dari buku-buku serta peraturan-peraturan hukum yang berkaitan
erat dengan obyek penelitian.

b.) Wawancara

Wawancara merupakan situasi antar pribadi bertatap muka


(face to face), ketika seorang mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang di rancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan
dengan masalah penelitian kepada responden.23 Dalam melakukan
wawancara ini peneliti melakukan wawancara terhadap Hakim dan
Panitera di Pengadilan Agama Cilegon yang berkaitan dengan
putusan perkara tersebut.

c.) Dokumentasi

Yaitu teknik mengumpulkan data dengan melihat atau


mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Metode ini dilakukan
dengan melihat dokumen-dokumen resmi seperti monografi,
catatan-catatan serta buku-buku peraturan yang ada.24

d.) Analisis Data

Dalam menganalisa data-data yang telah disajikan, karena


data-data tersebut bersifat tekstual maka Penulis menggunakan
analisis isi (content analysis) dalam pengertian analisis kualitatif.
Yaitu data yang di peroleh baik yang sifatnya proses prosedural,
teoritis, atau dokumen peradilan. Kemudian disusun secara
sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk
mencapai kejelasan dan gambaran yang mendalam tentang masalah
yang diteliti.25
23
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum…, h. 82.
24
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 92.
25
Soejono, dkk., Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), Cet. II, h. 13.
G. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh dan mempermudah dalam memahami


pembahasan secara garis masalah-masalah dalam penelitian ini, maka
penelitian ini di susun secara sistematis dalam sub-sub bab berikut:

BAB I : Pada bab ini penulis memulai dengan pendahuluan,


meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, serta
sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teori perkawinan dan dispensasi perkawinan di


bawah umur, teori perkawinan meliputi pengertian
perkawinan, dasar dan hukum perkawinan, rukun dan
syarat perkawinan, tujuan dan hikmah perkawinan,
kemudian teori dispensasi perkawinan di bawah umur
meliputi pengertian dispensasi, batas usia perkawinan,
faktor-faktor dispensasi perkawinan di bawah umur, serta
dampak dispensasi perkawinan di bawah umur.

BAB III : Gambaran umum pengadilan Agama cilegon, meliputi


profil Pengadilan Agama cilegon, yaitu sejarah Pengadilan
Agama, visi dan misi Pengadilan Agama, wilayah
yurisdiksi pengadilan Agama, dan struktur Pengadilan
Agama, kemudian tugas dan fungsi pokok Pengadilan
Agama Cilegon, serta prosedur dispensasi perkawinan di
bawah umur di Pengadilan Agama Cilegon.

BAB IV : Analisis putusan perkara dispensasi perkawinan di bawah


umur No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg meliputi kronologi putusan
perkara No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg, kemudian ketentuan
Hukum dalam putusan perkara No.77/Pdt.P/2018/PA/Clg,
serta dasar pertimbangan Hakim dalam putusan perkara
No.77/Pdt.P/2018/PA.Clg.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Anda mungkin juga menyukai