TINJAUAN PUSTAKA
1. Koperasi
1) Pengertian Koperasi
1
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h 122.
2
Safuan ALfandi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Solo : Sendang Ilmu, 2006), h 289.
3
Sudarsono, Manajemen Koperasi Indonesia, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h 30
4
Nizar Muhammad, Ekonomi Koperasi (Pasuruan; Fakultas Agama Islam Universitas Yadharta Pasuruan, 2018
Sedangkan menurut terminologi, seperti yang dikemukakan para pakar yaitu:
5
Itang, Pemikiran Ekonomi Koperasi Mohammad Hatta: Relevansinya dengan Etika Ekonomi Islam (Serang) h 37-38
3) Tujuan & Fungsi Koperasi
2. KSPPS
Koperasi syariah yang dahulu lebih dikenal dengan nama KJKS (Koperasi Jasa
Keuangan Syariah) dan UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah) nampaknya menjadi lahan
subur untuk tumbuh dan berkembang di tengah perkembangan masyarakat muslim yang
mulai sadar dan membutuhkan pengelolaan sistem ekonomi berbasis syariah dan ditengah
kelesuan koperasi konvensional. Koperasi syariah yang berlandaskan pada pijakan
Alquran surat Al-Maidah Ayat 2:
6
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN
َ ين آ َمنُوا اَل تُ ِحلُّوا َش َعاِئ َر هَّللا ِ َواَل ال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َواَل ْالهَ ْد
ي َواَل َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذ
ون فَضْ اًل ِم ْن َربِّ ِه ْم َو ِرضْ َوانًا ۚ َوِإ َذا َ ْت ْال َح َرا َم يَ ْبتَ ُغَ ين ْالبَي
َ ْالقَاَل ِئ َد َواَل آ ِّم
ْج ِد ْال َح َر ِام ِ ص ُّدو ُك ْم َع ِن ْال َمسَ آن قَ ْو ٍم َأ ْنُ ََحلَ ْلتُ ْم فَاصْ طَا ُدوا ۚ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن
ۚ ان ِ اونُوا َعلَى اِإْل ْث ِم َو ْال ُع ْد َو َ َأ ْن تَ ْعتَ ُدوا ۘ َوتَ َعا َونُوا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َع
ِ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا
ب
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
7
Triana Sofiani, KONSTRUKSI NORMA HUKUM KOPERASI SYARIAH DALAM KERANGKA SISTEM HUKUM KOPERASI
NASIONAL Jurnal Hukum Islam (JHI) Volume 12, (2014),
Ayat 2 menjelaskan mengenai KSPPS yaitu Koperasi SimpanPinjam dan Pembiayaan
Syariah selanjutnya dalam peraturan ini disebut KSPPS adalah koperasi yang kegiatan
usahanya meliputi simpanan, pinjaman dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk
mengelola zakat, infaq/sedekah, dan wakaf.8
3. Akad
Definisi Akad
Perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan Qabul (penerimaan) anatara bank
dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip
syariah.9
Kata aqad berasal dari bahasa arab al-aqd yang menurut etimologi berarti perikatan, perjanjian, dan
permufakatan (al-ittifaq). Secara terminologi fikih akad didefinisikan dengan.
“Pertalian Ijab (Pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan)
sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan”
Hasbi Ash Shiddiegy, yang mengutip definisi yang dikemukakan Al-Sanhury, akad ialah:
8
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 /Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN
SYARIAH OLEH KOPERASI
9
Hosen Nadratuzzaman, Ali Hasan, Kamus Populer Keuangan dan Ekonomi Syariah hal.2
“Perikatan ijab dan kabul yang dibenarkan syara' yang menetapkan kerelaan kedua belah
pihak”.
Ada pula yang mendefinisikan, akad ialah: “Ikatan atas bagian-bagian tasharruf (pengelolaan)
menurut syara dengan cara serah terima”10
Prinsip-Prinsip Akad
Syarat-Syarat Akad
a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah akad orang
yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila, orang yang berada di bawah
pengampuan (mahjur), dan karena boros.
b. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak
melakukannya, walupun dia bukan ‘agid yang memiliki barang.
10
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 51
11
Septarina Budiwati “AKAD SEBAGAI BINGKAI TRANSAKSI BISNIS SYARIAH” Jurisprudence, Vol. 7 No.
2 Desember 2017 hal.158
d. Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’, seperti jual beli mulasamah
(saling merasakan).
e. Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn (gadai) dianggap
sebagai imbangan amanah (kepercayaan).
f. jab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka apabila orang
yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul maka batallah ijabnya.
g. Ijab dan kabul mesti bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab telah
berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.
Rukun-Rukun Akad :
a) Agid, yaitu orang yang berakad;
c) Maudhu’ al-'agd, yaitu tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Dalam akad
jual beli misalnya, tujuan pokoknya yaitu memindahkan barang dari penjual
kepada pembeli dengan diberi ganti.
Macam-Macam Akad
a) Akad Sahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Hukum
dari akad sahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang ditimbulkan akad itu
dan mengikat kepada pihak-pihak yang berakad
b) Akad yang tidak Sahih, ialah akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-
syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat
pihak-pihak yang berakad
Berakhirnya akad
Para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu akad dapat berkahir apabila:
1) Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu mempunyai tenggang waktu.
2) Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak mengikat.
3) Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad dapat dianggap berakhir jika:
a) jual beli itu fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu rukun atau syaratnya
tidak terpenuhi.
b) berlakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat. c. akad itu tidak dilaksanakan oleh salah
satu pihak.
c) tercapainya tujuan akad itu sampai sempurna.
4) Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Dalam hubungan ini para ulama figh
menyatakan bahwa tidak semua akad otomatis berakhir dengan wafatnya salah satu pihak
yang melaksanakan akad. Akad yang berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang
melaksanakan akad, di antaranya akad sewa-menyewa, al-rahn, al-kafalah, al-syirkah, al-
wakalah, dan al-muzara’ah., Akad juga akan berakhir dalam ba’l al-fudhul (suatu bentuk
jual beli yang keabsahan akadnya tergantung pada persetujuan orang lain) apabila tidak
mendapat persetujuan dari pemilik modal.
Hikmah Akad
Diadakannya akad dalam muamalah antarsesama manusia tentu mempunyai hikmah, antara
lain:
a) Adanya ikatan yang kuat antara dua orang atau lebih di dalam bertransaksi atau memiliki
sesuatu.
b) Tidak dapat sembarangan dalam membatalkan suatu ikatan perjanjian, karena telah diatur
secara syar’i.
c) Akad merupakan “payung hukum” di dalam kepemilikan sesuatu, sehingga pihak lain
tidak dapat menggugat atau memilikinya.
4. Murabahah
Secara etimologi, murabahah berasal dari kata ribh yang berarti keuntungan.
Sedangkan secara terminologis, murabahah adalah jual beli barang seharga barang
tersebut ditambah keuntungan yang telah disepakati antara penjual dan pembeli.12
Murabahah adalah istilah dalam Fiqih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli
tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan
biaya biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat
keuntungan (margin) yang diinginkan. Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk
lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan
secara spot (tunai) atau bisa dilakukan di kemudian hari yang disepakati bersama. 13
Terdapat dua bentuk akad murabahah:
1) Murabahah Sederhana
Murabahah sederhana adalah bentuk akad murabahah ketika penjual memasarkan
barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan ditambah marjin
keuntungan yang diinginkan.
12
Abdullah Al-Muslih dan Shalah ash-shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, mengutip skripsi Dewi Rika Koesnaini,
Analisis Akad Murabaha dalam Produk Pembiayaan Hunian Syariah (Persepektif Hukum Perpajakan dan perlindungan
konsumen), (skripsi strata 1 Muamalah UIN Syarif Hidayatullah: 2011), h.23.
13
Ascarya; AKAD DAN PRODUK BANK SYARIAH: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara hal.83
Gambar Skema Murabahah Sederhana.
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275).15
14
Ascarya; AKAD DAN PRODUK BANK SYARIAH: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara hal.84
15
Al-Quran surah Al Baqarah ayat 275
ْ َّين آ َمنُوا َأ ْوفُوا بِ ْال ُعقُو ِد ۚ ُأ ِحل
ت لَ ُك ْم بَ ِهي َمةُ اَأْل ْن َع ِام ِإاَّل َما يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذ
د َوَأ ْنتُ ْم ُح ُر ٌم ۗ ِإ َّن هَّللا َ يَحْ ُك ُم َما ي ُِري ُدžِ ص ْي
َّ َغي َْر ُم ِحلِّي ال
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak,
kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya. (Al Maidah:1)16
، اَ ْلبَ ْي ُع ِإلَى َأ َج ٍل:ُث فِ ْي ِه َّن ْالبَ َر َكة َ َصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم ق
ٌ َ ثَال:ال َّ َِأ َّن النَّب
َ ي
ت الَ لِ ْلبَي ِْع (رواه ابن ماجه عن صهيب
ِ َو َخ ْلطُ ْالبُرِّ ِبال َّش ِعي ِْر لِ ْلبَ ْي،ُضة َ ََو ْال ُمق
َ ار
Artinya: “Nabi bersabda ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dan Shuhaib)
4) Rukun Murabahah
1) Pelaku akad, yaitu ba’l (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual,
dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli
barang;
2) Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga); dan
3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
16
Al-Quran surah Al-Maidah ayat 1
Persyaratan Minimum Akad Murabahah Menurut Fiqih17
1.10 Kesepakatan Menetapkan sanksi bagi nasabah apabila lalai membayar pada
waktunya.
17
Ascarya; AKAD DAN PRODUK BANK SYARIAH: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara hal.90
1.15 Rukun Ditandatangani oleh kedua pihak yang bertransaksi.
Dalam fatwa ini telah ditetapkan beberapa poin oleh MUI mengenai murabahah yaitu:
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.
19
peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.