Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan paling halal bagi seseorang adalah yang berasal dari
pekerjaan sendiri dan setiap hasil pekerjaan yang bersih dari dosa. Bank
syariah memiliki peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara unitunit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus units) dengan unit-unit
yang lain yang mengalami kekurangan dana (deficit units). Melalui bank,
kelebihan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan
sehingga memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Kualitas bank
syariah sebagai lembaga perantara ditentukan oleh kemampuan manajemen
bank untuk melaksanakan perannya.
Untuk memenuhi kebutuhan modal dan pembiayaan, bank syariah
memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan bank konvensional.
Secara umum, piranti-piranti yang digunakan bank syariah terdiri dari tiga
kategori, yaitu:
1. Produk penyaluran dana (financing)
2. Produk penghimpunan dana (funding)
3. Produk jasa (services)
Produk pembiayaan bank syariah yang didasarkan atas prinsip bagi
hasil terdiri dari Al-Musyarakah dan Al-Mudarabah serta masih ada lagi akadakad pelengkap seperti al-Hiwalah, ar-Rahn, al-Qardh, al-Kafalah, dan alWakalah yang selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.
Akad-akad pelengkap tersebut berfungsi sebagai sarana dalam
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Akad-akad ini tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, meskipun demikian, dalam akad pelengkap ini
dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi
biaya yang benar-benar timbul. Dalam makalah ini, selanjutnya akan
dijelaskan lebih rinci tentang salah satu dari sekian akad pelengkap yang telah
disebutkan diatas yaitu pembahasan mengenai akad wakalah baik itu dari segi
pengertian, sumber hukum atau landasan syariah, serta rukun dan ketentuan

syariah. Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad


dalam muamalah yang sekarang ini akan kita bahas adalah wakalah
(perwakilan), yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Quran,
Hadist, maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulama
terdahulu.
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tentang hukum wakalah, sumber-sumber hukum
wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam kehidupan
kita. Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena
wakalah dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak
dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap
berjalan seperti layaknya yang telah direncanakan. Hukum wakalah adalah
boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong-menolong antar sesama,
selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan. Dari uraian diatas dapat
kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian wakalah dan dasar hukumnya?
2. Apa saja rukun-rukun dalam wakalah?
3. Bagaimana praktek wakalah di masyarakat?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini Untuk mengetahui
pengertian wakalah dan dasar hukumnya!
1. Untuk mengetahui pengertian wakalah dan dasar hukumnya!
2. Untuk mengetahui apa saja rukun-rukun dalam wakalah!
3. Untuk mengetahui bagaimana praktek wakalah di masyarakat!

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
Al-Wakalah atau Al-Wikalah atau berarti penyerahan,pendelegasian,
atau pemberian mandat. Akad wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan
oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Karena tidak semua hal dapat diwakilkan contohnya seperti sholat, puasa,
bersuci, qishas, dan lain sebagainya. dalam bahasa arab, Al-wakalah dipahami
sebagai At-Tafwidh, contoh kalimat, aku serahkan urusanku kepada Allah,
mewakili pengertian istilah tersebut.
Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-hifzhu disebut
dalam firman Allah cukuplah Allah sebagai penolong kami dan dia sebaikbaik pemelihara Akan tetapi, yang dimaksut sebagai wakalah dalam
pembahasan ini adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang
lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
Secara terminologi (syara) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha,
Pengertian wakalah adalah sebagai berikut:
1. Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini yang artinya:
menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain
agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya.
2. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie Akad penyerahan kekuasaan dimana pada
akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk
bertindak.
Dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakalah
adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk
menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih
hidup. Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara
sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan
lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu
untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah
orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau

anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh
wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai
wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang
terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya. Islam mensyariatkan
wakalah karena manusia membutuhkannya. Alasannya, tidak semua orang
mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan urusannya
sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu
pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
B. Landasan Hukum Wakalah
1. Al-Quran
Salah satu dibolehkannya Al-wakalah adalah firman Allah SWT
berkenaan dengan kisah ash-habul kahfi:
Artinya : Dan demikianlah kami bangkitkan mereka agar saling bertanya
diantara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara
mereka, sudah berapa lamakah kamu berada disini,? Mereka
menjawab, kita sudah berada disini satu atau setengah hari.
Berkata (yang lain lagi), tuhan kamu lebih mengetahui berapa
lamanya kami berada disini. Maka, suruhlah salah seorang
diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik
dan hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik dan
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan
halmu kepada seorangpun.
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang
bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka
dalam memilih dan membeli makanan.
Ayat lain yang menjadi rujukan wakalah adalah kisah tentang nabi
yusuf as disaat ia berkata kepada raja Jadikanlah aku bendaharawan
negara(mesir). Sesungguhnya aku adalah seorang yang pandai menjaga
lagi berpengalaman. Dalam konteks ayat ini, Nabi Yusuf siap untuk
menjadi wakil dan mengemban amanah menjaga federal reserve negara
mesir.
2. Al-Hadits
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah,
diantaranya:

Bahwasanya Rasulullah saw, mewakilkan kepada abu rafi dan


seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini maimunah bintil harits
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang
lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar utang,
mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan
unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.
3. Ijma
Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya
wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan
alasan bahwa hal tersebut termasuk dalam jenis taawun atau tolong
menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong diserukan
dalam Al-Quran dan disunahkan oleh Rasulullah saw Allah berfirman:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa,
dan janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan
permusuhan.... Rasulullah saw. Bersabda, Dan, Allah menolong hamba
selama hamba menolong saudara Dalam perkembangan fiqih islam, status
wakalah sempat diperdebatkan: Apakah wakalah masuk dalam kategori
niabah, yakni sebatas mewakili, atau kategori wilayah atau wali. Hingga
kini, dua pendapat tersebut terus berkembang. Pendapat pertama
menyatakan bahwa wakalah ialah niabah atau mewakili. Menurut pendapat
ini, siwakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakil Pendapat
kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah karena khilafah
(menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih baik,
sebagai mana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih
baik,walaupun diperkenankan secara kredit. Pekerjaan yang diwakilkan
adalah semua pekerjaan yang dapat diakadkan oleh dirinya sendiri, artinya
secara hukum pekerjaan ini dapat gugur jika digantikan. Contoh :
mewakilkan sesuatu kepada orang lain untuk menjual barang atau
membeli, dan menjadi wali pernikahan. Adapun pekerjaan yang tidak
dapat diwakilkan adalah pekerjaan yang tidak ada campur tangan
perwakilan artinya hukum ini tidak gugur jika digantikan orang lain seperti
ibadah badaniyah, karena dalam ibadah badaniyah ini tujuannya adalah
5

untuk menguji ketaatan seorang hamba pada rabbnya, yang mana tujuan
itu tidak dapat tercapai jika digantikan orang lain seperti shalat dan puasa.
Transaksi wakalah dianggap berakhir atau tidak dapat dilanjutkan
dikarenakan adanya salah satu sebab dibawah ini:
1. Matinya salah satu pihak dari yang berakat
2. Bila salah satunya gila
3. Pekerjaan yang dimaksudkan dihentikan
4. Keluarnya orang yang mewakilkan dari status kepemilikan
5. Wakil memutuskan sendiri, menurut hanafi tidak perlu bagi muwakkil
mengetahuinya
6. Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak
mengetahui menurut syafii dan hambali, tetapi bagi hanafi wakil
wajib tahu, sebelum ia tahu maka tindakannya seperti sebelum ada
pemutusan Pada hakikatnya pemberian dan pemeliharaan amanat.
Oleh karena itu, baik orang yang mewakilkan dan orang yang
mewakili yang telah melakukan kerja sama atau kontrak wajib bagi
keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya,
dan menghilangkan sifat curiga serta berburuk sangka. Dari sisi lain,
dalam wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang
memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya
sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap
saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi yang sedang
menganggur. Dengan demikian, oihak yang mewakilkan akan terbantu
dalam menjalankan pekerjaannya dan pihak wakil akan mendapatkan
imbalan atas pekerjaannya.
Adapun Rukun wakalah adalah:
a. al muwakkil (orang yang mewakilkan/ melimpahkan kekuasaan)
b. al wakil ( orang yang menerima perwakilan)
c. al muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
d. Sighat ( ucapan serah terima)
C. Rukun Wakalah
1. Al - Muwakkil
Orang yang mewakilnya (muwakkil) syaratnya dia berstatus
sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak
terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan

pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka
anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak
termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2. Al - Wakil
Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Jika ia
idiot, gila, atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiyah anak
kecil yang cerdas (dapat membedakan mana yang baik dan buruk) sah
menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah
mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih kecil yang
belum baligh. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak boleh
berwakil kepada orang lain kecuali seizin dari muwakkil pertama atau
karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu benyak sehingga
tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang
lain. Si wakil tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang
diwakilkan kecuali disengaja atau cara di luar batas.

3. Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)


Syarat-syaratnya untuk menjadi Muwakkal fih adalah sebagai
berikut:
a. Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain.
Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakn ibadah
seperti salat, puasa dan membaca al-Quran.
b. Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh
karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya.
c. Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan
sesuatu yang masih samar seperti aku jadikan engkau sebagai wakilku
untuk mengawini salah satu anakku
4. Shigat ( ucapan serah terima)
Shigat hendaknya berupa lafal

yang

menunjukkan

arti

mewakilkan yang diiringi kerelaan dari muwakkilseperti saya wakilkan


atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaan
ini kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat kabul si wakil tidak
syaratkan artinya seandainya si wakil tidak mengucapkan kabul tetap
dianggap sah. Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai
bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi
keuangan, seperti:
a. Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan
konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya
permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai AlWakil untuk melakukan perintah atau permintaan kepada bank untuk
mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank
mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening),
dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah
dana kepada rekening tujuan.

b. Letter Of Credit Impor


Akad untuk transaksi letter of credit impor syariah ini
menggunakan akad wakalah bil ujrah. Hal ini sesuai dengan fatwa
dewan syariah nasional nomor:34/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah
bil ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa
kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada
beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi.
D. Jenis-jenis Akad Wakalah
1. Akad Wakalah Bil Ujrah
a. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran
barang yang diimpoe
b. Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
2. Akad wakalah bil ujrah dan Qardh
a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran
harga barang yang diimpor.
b. Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk
pengurusan dokumentasi-dokumentasi transaksi impor.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan
dalam bentuk prosentase.
d. Bank memberikan dana talangan (qardh) pada importir untuk
pelunasan pembayaran barang impor
3. Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah
a. Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah pada bank untuk
pengurusan dokumen dan pembayaran.
b. Bank dan importir melakukan akad mudharabah, dimana bank
bertindak selaku shohibul mal menyerahkan mal kepada importir
sebesar harga barang yang diimpor.
4. Akad Wakalah Bil Ujrah dan Hiwalah
a. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran
harga barang yang diimpor.

b. Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk


pengurusan dokumen-dokumen barang yang diimpor.
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dalam bentuk nominal, bukan
dalam bentuk prosentase.
d. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang
kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai
barang yang diimpor.
5. Letter Of Credit Ekspor
Akad untuk transaksi letter of credit eksport syariah ini
menggunakan akad wakalah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah
nasional nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah ini memiliki
definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar
kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada
beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi.
6. Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk investasi reksadana syariah ini menggunakan akad
wakalah dan mudharabah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah
nasional nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad wakalah ini memiliki
definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada menejer
investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari
pemilik modal.
7. pembiayaan rekening koran syariah
Akad untuk pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan
akad wakalalah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional
nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank
memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan transaksi yang
diperlukan.
8. Asuransi Syariah
Akad untuk asuransi syariah ini menggunakan akad wakalah bil
ujrah. Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional nomor:
52/DSN-MUI/III/2006. Akad wakalah bil ujrah ini memiliki definisi

10

dimana pemegang uang memberikan kuasa kepada pihak asuransi untuk


menyimpannya dan menginvestasikan premi yang dibayarkan kedalam
tabungan maupun kedalam produk investasi seperti sukuk, saham, dan
reksadana syariah. Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan
dalam kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang
menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Pengertian
Wakalah adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain
untuk menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika
masih hidup.
Ketentuan syariat dalam akad wakalah dalah sebagai berikut:
a. Orang yang mewakilkan / pihak yang meminta untuk diwakilkan (AlMuwakkil)
1) Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang
diwakilkan.
2) Orang mukallaf atau mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni
dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk
menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
b. Al-Wakil (Orang yang diwakilkan)
1) Harus cakap hukum.
2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan padanya.
c. Obyek yang diwakilkan
1) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
2) Tidak bertentangan dengan syariat islam.
3) Dapat diwakilkan menurut syariat islam.
4) Manfaat dan jasa harus bisa dinilai.
5) Kontrak dapat dilaksanakan.
9. Ijab Kabul
Ijab kabul yaitu pernyataan dan eksperi saling rida/ rela diantara pihakpihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern .

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa hal yang dapat saya simpulkan dari pembahasan ini yaitu :
1. Al-wakallah atau Al-wikallah adalah perwakilan, menurt istilah wakallah
adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan
sesuatu dan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup. Sedangkan
ijarah berarti upah atau imbalan.
2. Dasar hukum wakallah yaitu dalam surah Al-Nisa : 35, Al-kahfi : 19 dan
HR. Bukhari. Sedangkan dasar hukum ijarah yaitu dalam surah AlThalaq : 6 dan HR. Ibnu Majah. Wakallah dan ijarah memiliki rukun serta
syarat-syarat tertentu.
B. Saran
Setiap manusia pasti akan berhadapan dengan kenyataan, dimana apa yang
akan kita lakukan tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan, pasti
akan ada halangan-halangan yang akan dilewati. Kejadian-kejadian seperti
pembahasan diatas selalu terjadi dalam kehidupan kita, maka dari itu kita harus
belajar (mengetahui) bagaimana jalan keluar dari permasalahan yang kita hadapi
tanpa harus keluar dari ajaran agama.

12

REFERENSI
Abdul aziz, Almalibari zainuddin, tanpa tahun, fathul muiin, Surabaya: hidayah.
Al-Faizin, Abdul Wahid, 2010, tafsir ekonomi kontemporer, Jakarta: Madani
publishing house.
Azzuhli, Wahabah, 2002, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-muasirah, Maktabatul
Asadi.Dr mansur, Abdullah, tanpa tahun, Aqsaamul Ukuud, Beirut: Dar Al-Fikr.
Hendriksen, Eldon S. 1992, Accounting Theory 5th Edition, Boston: Irwin.
Kazarian, Elias G. 1993, Islamic Versus Traditional Banking, Boulder: Westview
Press.
Sri Nurhayati, 2008, Akuntansi Syariah Di Indonesia, Jakarta: salemba empat.
http://weinarbount.blogspot.com/2013/05/al-wakalah.html (di Upload 10 Oktober
2014)

13

Anda mungkin juga menyukai