MAISARAH : 18110077
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang Maha
Tak lupa pula penyusun sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena penulis sadar
sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi
dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –
Nya.
sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu
penulis mengharapkan koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam
lindungan-Nya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian Wakilah.......................................................................................3
B. Hukum Wakilah............................................................................................4
Kesimpulan...........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
wali nasab yang terdiri dari empat kelompok yaitu laki-laki garis lurus keatas,
kerabat laki-laki ayah, anak paman laki-laki dari ayah, dan saudara kandung
laki-laki kakek dari ayah serta keturunannya. Kedua, wali hakim, mengenai
wali nasab tidak ada, baik karena gaib atau karena mati atau karena
walinya ‘adhal/ enggan.1 Hal itu, sesuai dengan sabda Nabi yang artinya:
Ada pendapat yang mengatakan bahwa fungsi wali nikah sebenarnya adalah
sebagai wakil dari perempuan, sebenarnya wali tersebut tidak diperlukan apabila
yang mengucapkan ikrar ijab adalah laki-laki. Namun dalam praktek selalu pihak
1
Anonim, Undang-undang Perkawinan di Indonesia, dilengkapi KHI Di Indonesia (Surabaya:
Arkola, t.th), 185-186.
2
Muhammad bin Isma’il al-Kulani dan As-Shan’ani, Subulussalam, juz 3 (Bandung: Dahlan Press,
1059), 117-118. Selanjutnya ditulis As-Shan’ani.
1
mengucapkan ikrar qabul (penerimaan), karena pada dasarnya wanita itu pemalu
maka pengucapan ijab tersebut diwakilkan pada walinya, jadi wali di sini hanya
sekedar sebagai wakil karena yang paling berhak adalah perempuan tersebut.
perwaliannya itu kepada orang lain, meski orang tersebut tidak ternasuk dalam
daftar para wali.hal itu biasa dilakukan di tengah masyarakat dengan meminta
tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yang sah. Dan untuk itu
harus ada akad antara wali dengan orang yang diberi hak untuk mewakilinya.
Kompilasi Hukum Islam pasal 28 mengatur tentang kebolehan wali nikah untuk
mewakilkan hak walinya kepada orang lain. Pasal 29 juga memberi ruang kepada
calon mempelai pria dimana dalam keadaan tertentu dapat mewakilkan dirinya
kepada orang lain dengan syarat adanya surat kuasa dan pernyataan bahwa orang
B. Rumusan Masalah
3
Dr. H. Umiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006),74
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakilah
Kita sering mendengar kata taukil wali (Wali berwakil) saat pernikahan
karena dengan alasan Syar’i dan wali merasa kurang percaya diri yang akhirnya
mewakilkan kepada orang lain untuk menikahkan anaknya. Tentu hal ini
penafsiran yang beragam, sampai muncul pertanyaan mengapa hal itu dilakukan
oleh wali nikah. Karena wali nikah adalah merupakan salah satu rukun dalam
pernikahan maka hal ini menjadi penting kedudukan wali. Untuk mengetahui
lebih lanjut apa yang dimaksud dengan kata taukil wali Bil Kitabah ditijau secara
etimologi dan terminologi sebagai berikut; Kata taukil berbentuk masdar, berasal
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia taukil atau pelimpahan kekuasaan adalah
menurut bahasa berarti al-hifz, al-kifayah, ad-daman dan at- tafwid yang berarti
keduanya berasal dari satu kata yang sama, yaitu wakalah. Adapun pengertian
taukil atau wakalah menurut istilah syara‘ dalam perspektif berbagai madzhab
seseorang menempati diri orang lain dalam hal tasarruf (pengelolaan). ‘Ulama
4
Bisri, M. Adib, Munawir Abdul Fatah, Ahmad Warson Munawwir, dan A. Mustofa
Bisri. 1999. Kamus Al-Bisri: Indonesia-Arab, Arab-Indonesia. Pustaka Progressif. Hal.14
3
Malikiyah mengatakan, al-wakalah adalah seseorang menggantikan (menempati)
tempat orang lain dalam hak dan kewajiban, kemudian dia mengelola pada posisi
seseorang yang memperbolehkan adanya tasarruf yang seimbang pada pihak lain,
yang di dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah SWT dan hak-hak
menyerahkan urusannya kepada orang lain agar orang yang mewakilinya itu dapat
menyerahkan masih hidup.5 Dari beberapa definisi berbagai ulama tersebut, dapat
orang lain (wakilnya) untuk melaksanakan suatu urusan, kemudian wakil tersebut
menempati posisi yang mewakilkan (muwakkil) dalam hak dan kewajiban yang
B. Hukum Wakilah
sendiri sebagian dari suatu tugas yang bias diganti, kepada orang lain, agar orang
perkara-perkara yang boleh disikapi oleh wakil itu seperti yang mewakilkan pada
yang dikerjakan kepada orang lain agar dikerjakannya (wakil) sewaktu hidupnya
(yang berwakil).
5
Al-Juzairy, Abdurrahman. 2014. “Al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah.” Kairo: Dar al-
Jauzy.hal.27
6
4
Hukum berwakil ini sunnah, kadang-kadang menjadi wajib kalau terpaksa,
haram kalau kalau pekerjaan yang diwakilkan itu pekerjaan yang haram, dan
اGGَوا لَبِ ۡثنْ ُالGGَل ِّم ۡنهُمۡ َكمۡ لَبِ ۡثتُمۡۖ قٞ ال قَٓاِئG
َ Gَوا بَ ۡينَهُمۡۚ ق َ ِ ٰ َذلGَو َك
ْ ُٓا َءلG ك بَ َع ۡث ٰنَهُمۡ لِيَتَ َس
ۡ Gَا لَبِ ۡثتُمۡ فGGوا َربُّ ُكمۡ َأ ۡعلَ ُم بِ َم
ِذ ِٓۦهGَ َو ِرقِ ُكمۡ ٰهGِ َد ُكم بGٱب َعثُ ٓو ْا َأ َحG ْ ُض يَ ۡو ٖ ۚم قَال َ يَ ۡو ًما َأ ۡو بَ ۡع
ۡ َّ هُ َو ۡليَتَلَطGر ۡز ٖق ِّم ۡنG ۡ ۡ ۡ ۡ
ف َواَل ِ Gِأتِ ُكم بGGَ ا فَليGٓا َأ ۡز َك ٰى طَ َع ٗامGGَر َأيُّهGۡ Gُ ِة فَليَنظGَِإلَى ٱل َم ِدين
١٩ ي ُۡش ِع َر َّن بِ ُكمۡ َأ َحدًا
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya
di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah
berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini)
sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang
di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan
hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan
janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.(Q.S Al-Kahfi:19)8
Di antara rukun nikah adalah adanya ijab kabul. Ijab qobul merupakan bacaan
akad nikah dan merupakan salah satu rukun nikah yang wajib dilakukan untuk
semua pasangan yang akan menjadi suami isteri secara sah. Ijab adalah perkataan
wali pengantin wanita kepada pengantin pria, sedangkan kabul adalah ucapan
pengantin pria. Salah satu syarat dari akad nikah adalah ijab qobul yang harus
dilakukan dengan perkataan yang jelas. Lalu bagimana denga orang bisu yang
akan melakukan ijab qobul. Cara ijab qobul orang bisu dalam akad nikah bisa
dilakukan dengan isyarat, dengan syarat bila isyaratnya sharih (jelas), jika tidak
sharih, dalam arti isyaratnya menimbulkan kinayah atau ia bisa menulis maka bila
ia masih bisa mewakilkan ia harus mewakilkan dan jika tidak bisa mewakilkan
7
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam ( Bandung: Sinar Baru Algesindo.2001), 320
8
Depag RI, Al-Qur'an Dan Terjemahnya( Jakarta,2002)
5
maka ijab qabulnya boleh dilakukan dengan isyarat kinayah atau dengan tulisan
karena darurat.9 Tidak hanya itu, ternyata jika salah satu pihaknya tidak
memahami isyaratnya, ijab qabulnya tidak sah, sebab yang melakukan ijab qobul
hanyalah antara dua orang yang bersangkutan itu saja. Ada beberapa hal yang
wajib Anda ketahui, isyarat orang bisu dan tulisannya seperti penjelasan dengan
lisannya berbeda dengan orang yang terikan lisannya. Imam As-Syafi’i berkata
dalam hal wasiat, nikah, talak, jual beli, qishas dan sebagainya.10
9
Alhusaini, Taqiyuddin Abubakar. 1984. Kifayatul akhyar: Kitab hukum Islam dilengkapi
dalil Quran dan Hadis. PT Bina Ilmu.hal.111
10
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Jakarta: Darul Fikr, 2007), h. 177.
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
haram kalau kalau pekerjaan yang diwakilkan itu pekerjaan yang haram, dan
makruh kalau pekerjaan itu makruh, Cara ijab qobul orang bisu dalam akad nikah
bisa dilakukan dengan isyarat, dengan syarat bila isyaratnya sharih (jelas), jika
tidak sharih, dalam arti isyaratnya menimbulkan kinayah atau ia bisa menulis
maka bila ia masih bisa mewakilkan ia harus mewakilkan dan jika tidak bisa
mewakilkan maka ijab qabulnya boleh dilakukan dengan isyarat kinayah atau
7
DAFTAR PUSTAKA