Abstrak
Hukum merupakan tatanan kehidupan yang bertujuan menciptakan keadilan dan ketertiban
masyarakat. Oleh karena itu setiap hukum yang dibuat senantiasa harus merefleksikan
kehendak masyarakat agar dapat memenuhi rasa keadilan. Hukum yang dibuat pada masa
lalu sering kali dirasa tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat saat ini disebabkan
berubahnya kondisi sosial masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan. Dalam
melakukan perubahan terhadap sebuah tatanan seringkali mengalami berbagai benturan
yang memaksa terjadinya tawar menawar antara pihak yang menghendaki perubahan
dengan pihak yang mempertahankan kemapanan. Pengaturan ahli waris penganti dalam
KHI masih berpotensi timbulnya berbagai penafsiran yang mengakibatkan terjadinya silang
pendapat baik di kalangan akademisi maupun praktisi.Sumber permasalahan terletak pada
sifat tentatifnya penggantian ahli waris, kedudukan ahli waris pengganti, dan jangkauan
keberlakuan penggantian ahli waris. Akibat dari perbedaan sudut pandang tersebut
mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum serta dapat menimbulkan ketidakadilan akibat
digunakannya opsi yang menguntungkan.
maka seorang Muhajir mewarisi pusaka “Dan untuk setiap orang itu Aku Allah
orang anshor sedangkan kerabatnya tidak telah mengadakan mawali bagi harta
mendapat bagian, melalui persaudaraan peninggalan ayah dan mak dan bagi harta
yang diciptakan oleh Rasulullah di antara peninggalan keluarga dekat, demikian juga
mereka. harta peninggalan bagi tolan seperjanji-
anmu, karena itu berikanlah bagian-bagian
2. Ahli Waris Pengganti Menurut kewarisannya”.
Hazairin Tolan menurut penafsiran Hazairin4
Menurut hukum kewarisan bilateral adalah orang yang tidak mempunyai
terdapat tiga prinsip kewarisan, yaitu: keluarga lagi yang telah mengikat janjii
pertama, ahli waris perempuan sama untuk meninggalkan sebagian atau semua
dengan laki-laki dapat menutup ahli waris harta peninggalan sesudah matinya kepada
kelompok keutamaan yang lebih rendah. seseorang yang diwajibkan mengurus
Selama masih ada anak, baik laki-laki kematiannya dan menyelesaikan hutang-
maupun perempuan, maka datuk ataupun hutangnya serta memelihara di hari
saudara baik laki-laki maupun perempuan tuanya.Perjanjian pertolanan semacam ini
sama-sama ter-hijab. Kedua, hubungan ditemukan pada masyarakat Minahasa yang
kewarisan melalui garis laki-laki sama disebut ngaranan atau di Bali yang disebut
kuatnya dengan garis perempuan. makehidang raga. Lebih lanjut Hazirin
Karenanya penggolongan ahli waris mengemukakan bahwa perjanjian
menjadi ashabah dan zawu al-arham tidak pertolanan harus dilakukan oleh orang yang
diakui dalam teori ini.ketiga, ahli waris tidak mempunyai keluarga, namun jika
pengganti (mawali) selalu mewaris, tidak ternyata mempunyai keluarga, maka
pernah tertutup oleh ahli waris lain (utama). perjanjian pertolanan ini tidak boleh
Jadi, cucu dapat mewaris bersama dengan melebihi ketentuan wasiat yakni sepertiga
anak manakala orang tuanya meninggal harta peninggalan.
lebih dulu daripada kakeknya dan bagian Ada dua syarat yang harus dipenuhi
yang diterimanya sama besarnya dengan mawali tampil sebagai ahli waris, yaitu: 1)
yang diterima oleh orang tuanya orang yang menghubungkan antara mawali
(seandainya masih hidup). Keberadaan dengan pewaris harus telah meninggal lebih
mawali ini merupakan konsep yang benar- dahulu, dan 2) antara mawali dengan
benar baru dalam ilmu faraid (waris) dan pewaris terdapat hubungan darah. Dengan
lebih mencerminkan keadilan. adanya syarat hubungan darah ini, maka
Konsep ahli waris pengganti menurut bagi janda dan duda tidak mempunyai
Hazairin3 merupakan hasil pemikirannya mawali. Mawali-mawali tersebut meliputi:
dalam menafsirkan kata mawali yang ada a. Mawali untuk anak, baik laki-laki
dalam al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 33: maupun perempuan
“Wa likullin ja’alna mawalia mimma b. Mawali untuk saudara, baik laki-laki
tarakal walidani wal aqrabun, wal lazina maupun perempuan
aqadat aimanukum fa atuhum c. Mawali untuk ibu, dan
nashibahum“. Terjemahan menurutnya, d. Mawali untuk ayah
3
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilaterral Menurut
4
Al-Qur’an dan Hadits, Jakarta: Tinta Mas, 1982, Hazairin, Hukum Kewarisan Bilaterral Menurut
hal. 16 Al-Qur’an dan Hadits, hal. 27-44
Dari rumusan bunyi pasal 185 yang Jumhur yang cenderung berbentuk
mengatur tentang ahli waris pengganti patrilineal sehingga penggantian waris ini
timbul beberapa permasalahan yang semata-mata dipandang sebagai jalan
mengundang silang pendapat, antara lain keluar atas rasa belas kasihan kepada cucu
mengenai: yang ditinggal mati orang tuanya lebih
a. Apakah penggantian ahli waris dahulu dari pewaris, bukan didasarkan atas
bersifat tentatif atau imperatif. statusnya sebagai anggota kerabat.
b. Apakah jangkaun garis hukum Pendapat Raihan ini mendapat kritik
penggantian ahli waris hanya berlaku dari Ahmad Zahari9 yang mengatakan
untuk ahli waris garis lurus ke bawah bahwa pendapat seperti itu sebagai bentuk
atau juga berlaku untuk ahli waris diskriminatif dan tidak adil. Selain itu jika
garis menyamping. penentuan penggantian ahli waris
c. Apakah ahli waris pengganti digantungkan kepada pertimbangan hakim,
menduduki kedudukan orang tuanya maka akan menimbulkan ketidakpastian
secara mutlak atau secara relatif. hukum. Sifat tentatifnya pasal 185 menurut
Ahmad Zahari, harus dimaknai bukan
C. Analisis dan Pemecahannya digantungkan kepada pertimbangan hakim,
1. Sifat Penggantian Ahli Waris. melainkan digantungkan kepada kehendak
Rumusan pasal 185 ayat (1) yang ahli waris pengganti, apakah ia akan
menggunakan kalimat “dapat digantikan” menempatkan posisi yang telah disediakan
memunculkan ketidakpastian tampilnya atau tidak.
ahli waris pengganti. Kata “dapat” Lebih lanjut Raihan mengemukakan
mengandung pengertian yang bersifat bahwa lahirnya KHI dilatarbelakangi oleh
fakultatif atau tentatif sehingga bisa suatu kenyataan dalam beberapa kasus
ditafsirkan ada ahli waris yang mungkin adanya rasa kasihan terhadap cucu atau
dapat digantikan dan ada yang mungkin cucu-cucu yang masih kecil yang ditinggal
tidak dapat digantikan.7 mati orang tuanya hanya selang beberapa
Terhadap sifat tentatif-nya pasal 185 waktu dengan meninggalnya pewaris
ini menurut Raihan A.Rasyid8 justru (nenek atau kakek). Alasan ini menurut
merupakan pengaturan yang tepat sekali, Raihan sangat logis, apalagi jika kondisi
sebab tujuan dimasukkannya penggatian ekonominya memprihatinkan. Oleh karena
ahli waris dalam KHI karena melihat itu pemberian hak kepada ahli waris
kenyataan dalam beberapa kasus, adanya pengganti merupakan kebijakan yang
rasa kasihan terhadap cucu pewaris. sangat baik dan sejalan dengan misi Islam
Artinya penerapan ketentuan penggantian sebagai rahmatan lil ‘alamin. Menurutnya,
ahli waris ini bersifat kasuistis, sehingga pemberian hak kepada ahli waris pengganti
fungsi hakim sangat menentukan dalam ini merupakan penggambaran atas
menetapkan dapat digantikan atau tidak fenomena ketidakadilan yang terjadi di
dapat digantikannya ahli waris. masyarakat, sehingga sepantasnya apabila
Pendapat Raihan ini menunjukkan cucu diberikan bagian dari harta warisan
masih kuatnya pengaruh sistem kewarisan kakek atau neneknya.
7
Mimbar Hukum, No. 23 Tahun VI 1995 hal. 57
8 9
Mimbar Hukum, No. 23 Tahun VI 1995 h. 59-60 Ahmad Zahari, Op cit. hal. 99-113
Pandangan Raihan di atas ada tentu akan memilih kedudukan yang lebih
benarnya, namun kiranya tidak tepat jika menguntungkan. Sebagai contoh misalnya,
pemberian hak kewarisan kepada ahli waris seorang cucu laki-laki dari anak laki-laki
pegganti semata-mata didasarkan atas rasa mewarisi bersama delapan orang anak
belas kasihan karena faktor ekonomi. Jika perempuan. Jika cucu menempati keduduk-
pemberian hak mewaris itu didasarkan oleh an ahli waris pengganti dan diberikan
faktor ekonomi tentu al-Qur’an membatasi kedudukan sama seperti anak laki-laki,
pemberian hak kewarisan hanya kepada maka bagian yang diterima 2/10 (asal
ahli waris yang ekonominya lemah, masalah 2+8=10), sedangkan jika diberi
sedangkan ahli waris yang ekonominya bagian tidak boleh melebihi bagian bibinya,
kuat tidak perlu diberikan hak, namaun maka bagian yang diterima akan lebih kecil
pada kenyataannya al-Qur’an menetapkan yakni paling banyak 1/9 (asal masalah
tidak demikian. Al-Qur’an dalam menetap- 1+8=9).
kan hak kewarisan tidak hanya terbatas Bagian cucu akan menjadi lebih besar
kepada ahli waris yang miskin saja, apabila cucu menempati kedudukaannya
melainkan juga kepada ahli waris yang selaku ashabah yaitu mendapat bagian 1/3,
kaya.Meskipun orang tua pewaris kaya sedang yang 2/3 untuk delapan anak
raya, sementara anak-anak pewaris sangat perempuan selaku zawil furudl. Apabila
miskin, al-Qur’an telah menetapkan hak cucu diberikan kebebasan untuk memilih
bagi orang tua pewaris.Demikian juga sudah barang tentu cucu akan memilih
sebaliknya, meskipun anak-anak pewaris menempati kedudukannya sebagai ashabah.
kaya raya sedangkan orang tuanya sangat Kebolehan untuk memilih seperti ini tentu
miskin, Al-Quran tetap memberikan hak dirasa tidak adil oleh anak perempuan,
kepada anak-anak pewaris.Ini membukti- sebab kalau saja saudaranya (anak laki-laki
kan bahwa Al-Qur’an dalam menetapkan pewaris) tidak meninggal lebih dahulu,
pemberian hak kewarisan kepada seseorang maka mereka bersama-sama menduduki
bukan digantungkan kepada kondisi kedudukan ashabah bil ghair sehingga
ekonomi, melainkan didasarkan kepada bagian anak laki-laki hanya 2/10 dan anak
kedudukannya sebagai anggota kerabat. perempuan 1/10. Menempatkan cucu
Adapun faktor ekonomi sebagaimana sebagai ashabah dengan menerima bagian
dikemukakan oleh Raihan, hal itu hanyalah 1/3 tentu dirasa tidak adil, sebab bagian
menjadi penguat perlunya memberikan hak yang diterima jauh lebih besar dari bagian
kepada ahli waris pengganti. Persoalan lain ayahnya jika masih hidup yakni 2/10. Oleh
akibat sifat tentaifnya aturan ahli waris karena itu hak opsi yang dikemukakan oleh
pengganti adalah dapat menimbulkan Ahmad Zahari bahwa ahli waris pengganti
ketidakkonstannya kedudukan ahli waris boleh memilih antara menempatkan atau
pengganti ketika mempunyai dua tidak menempatkan dirinya sebagai ahli
kedudukan. waris pengganti dapat menimbulkan
Cucu laki-laki dari anak laki-laki ketidakadilan di samping mengakibatkan
yang ditinggal mati ayahnya bisa adanya ketidakpastian hukum.
mempunyai dua kedudukan sekaligus yaitu Adanya opsi dalam satu tatanan
sebagai ahli waris ashabah dan sebagai ahli hukum akan menghilangkan sifat
waris pengganti. Apabila cucu tersebut keuniversalan sebuah aturan dan
diberikan kebebasan untuk memilih, sudah menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam membuat suatu aturan harus selalu Terhadap masalah ini, penggantian
diupayakan dapat diberlakukan secara ahli waris hanya diberlakukan dalam garis
konstan dalam kondisi dan situasi papun lurus ke bawah, itupun jika ahli warisnya
untuk mewujudkan kepastian hukum.Satu- hanya antara anak dan cucu. Raihan
satunya cara untuk mengatasi problem menambahkan, pemberlakuan yang lebih
tentang kedudukan ahli waris pengganti ini luas ke garis menyamping dapat
adalah dengan memberlakukan penggantian diberlakukan dengan syarat mendapat
ahli waris secara imperatif yakni setiap ahli persetujuan dari ahli waris lain yang akan
waris yang meninggal lebih dahulu berkurang bagiannya.
daripada pewaris harus digantikan oleh Pendapat berbeda dikemukakan oleh
anak-anaknya. Mereka tidak diberi peluang Idris Djakfar dan Taufiq Yahya. Menurut
untuk memilih kedudukan mana yang mereka, jangkauan penggantian ahli waris
menguntungkan, sebab jika diberikan meliputi seluruh garis hukum, baik garis ke
peluang untuk itu, maka pasti akan ada ahli bawah maupun menyamping.
waris lain yang dirugikan. Sebagaimana telah dimaklumi bahwa
Adapun cara yang ditempuh untuk sistem kewarisan KHI berbetuk bilateral,
merubah sifat tentatifnya pasal 185 ayat (1) maka sebagai konsekuensinya tidak ada
adalah dengan menghilangkan kata “dapat“ pembedaan kedudukan antara laiki-laki dan
sehingga berbunyi: Ahli waris yang perempuan sampai garis hukum manapun.
meninggal lebih dahulu dari pada si Oleh karena itu jika KHI konsisten
pewaris kedudukannya digantikan oleh menghapuskan diskriminasi tersebut, maka
anaknya, kecuali mereka yang tersebut mau tidak mau jangkauan penggantian ahli
dalam pasal 173”. Dengan merubah bunyi waris ini harus meliputi seluruh garis
pasal tersebut, maka tidak ada lagi opsi hukum. Apabila KHI memandang adanya
untuk memilih bagian yang menguntung- ketidak-adilan yang dirasakan oleh cucu
kan dan tidak ada lagi penentuan ahli waris dari anak perempuan yang menurut Jumhur
pengganti digantungkan kepada pertim- tidak mendapat bagian karena berstatus
bangan hakim.Dengan demikian, maka sifat zawil arham, atau oleh cucu perempuan
diskrimainatif, ketidakadilan dan ketidak- dari anak laki-laki karena terhijab oleh anak
pastian hukum dapat teratasi. Sebelum laki-laki, tentunya KHI juga harus
dilakukannya perubahan atas bunyi pasal memandang adanya ketidakadilan terhadap
185 KHI, kiranya Mahkamah Agung dapat sepupu (anak perempuan paman) yang
mengeluarkan peraturan mengenai petunjuk tidak dapat menerima bagian akibat adanya
penerapan pasal 185 ayat (1) dengan anak laki-laki paman. Mereka merupakan
memberlakukannya secara imperatif. orang-orang yang sama-sama tidak
bernasib baik dilahirkan sebagai
2. Jangkauan Garis Hukum Penggantian perempuan. Mengenai jangkauan keber-
Ahli Waris. lakuan penggantian ahli waris ini,
Permasalahan lain berkaitan dengan sebenarnya telah terakomodir dalam bunyi
ahli waris pengganti adalah apakah pasal 185 ayat (1) yang menyatakan: Ahli
penggantian ahli waris hanya berlaku bagi waris yang meninggal lebih dahulu dari
ahli waris garis lurus ke bawah atau juga pada si pewaris, maka kedudukannya dapat
berlaku untuk ahli waris garis menyamping. digantikan oleh anaknya. Apabila dicermati
bunyi pasal tersebut, polemik tentang hal
ini tidak perlu terjadi karena secara harfiah yang diganti”. Yang menjadi permasalahan,
sudah memberikan makna bahwa mengapa dalam pasal ini menggunakan
jangkauan penggantian ahli waris itu kalimat “yang sederajat”, tidak
meliputi seluruh garis hukum baik ke mencukupkan dengan kalimat “Bagian ahli
bawah maupun menyamping. waris pengganti tidak boleh melebihi
Pemahaman demikian, dapat diperoleh bagian ahli waris yang diganti” dengan
dengan menyimak dua kata kunci yang ada menghilangkan kalimat yang sederajat.
pada pasal tersebut yaitu kata “ahli waris” Terjadi perbedaan pendapat dalam
dan kata “anaknya”. Dari segi bahasa kata memaknai maksud pasal 185 ayat
ahli waris merupakan lafal “nakirah“ yang (2).Ahmad Zahari berpendapat makna
mencakup seluruh ahli waris tidak terbatas sederajat itu meliputi tempat, kedudukan
kepada ahli waris tertentu.Dengan demikian, dan hak-hak tanpa batas dan tanpa
maka kata anaknya memberi pengerian anak diskriminasi antara laki-laki dan
dari semua ahli waris baik dari garis ke perempuan, sehingga ahli waris pengganti
bawah maupun menyamping. menempati kedudukan orang tuanya secara
Apabila dalam suatu ketentuan mutlak.
hukum tidak ditemukan adanya pembatasan Penggantian tempat artinya meng-
atas keumumannya, maka keumuman itu gantikan tempat orang tuanya, dan
yang diberlakukan.Dengan berpedoman penggantian derajat artinya menggantikan
kepada keumuman lafal tersebut, maka derajat laki-laki dengan laki dan derajat
cucu, maupun sepupu meskipun sampai perempuan dengan perempuan, sedangkan
jauh mereka dapat menjadi ahli waris penggantian hak artinya menggantikan hak
pengganti.Kesimpulan ini didukung oleh sesuai dengan hak yang dimiliki orang
tidak dikenalnya zawil arham dalam KHI. tuanya.Jika orang tua yang digantikan itu
Dengan tidak dikenalnya zawil arham laki-laki, maka ahli waris pengganti
memberi petunjuk bahwa semua kerabat menduduki kedudukan dan menerima hak
pewaris dapat tampil sebagai ahli waris sebagai laki-laki meskipun ahliwaris
melalui penggantian ahli waris sepanjang pengganti itu sendiri perempuan.
tidak terhijab oleh ahli waris yang lebih Sebaliknya jika orang tua yang digantikan
utama.Oleh karena itu anak-anak saudara itu perempuan, maka ahli waris pengganti
laki-laki maupun anak-anak saudara menduduki kedudukan dan menerima hak
perempuan baik laki-laki atau perempuan sebagai perempuan meskipun ahliwaris
serta anak-anak paman baik laki-laki pengganti itu sendiri laki-laki. Pendapat
maupun perempuan dapat menjadi ahli Ahmad Zahari ini sama dengan konsep
waris pengganti. mawalinya Hazairin.
Sedangkan pendapat lain, di
3. Kedudukan Ahli waris Pengganti dan antaranya Syaifuddin (Hakim PA Binjai)
Bagiannya. menyatakan, yang dimaksud sederajat
Permasalahan kedudukan ahli waris adalah jihat kekerabatannya sama dan
pengganti timbul akibat adanya pembatasan dihubungkan oleh orang yang sama tanpa
bagian sebagaimana diatur dalam pasal 185 membedakan laki-laki dan perempuan[9],
ayat (2) yang menyatakan: “Bagian ahli misalnya anak sederajat dengan anak,
waris pengganti tidak boleh melebihi saudara sederajat dengan saudara dan
bagian ahli waris yang sederajat dengan sebagainya. Dengan penafsiran ini maka
bagian ahli waris pengganti tidak boleh memenuhi rasa keadilan dan
melebihi dari bagian anggota kerabat yang perikemanusiaan di mana seorang tidak
sederajat jihatnya, seperti cucu laki-laki wajar dihukum untuk tidak mendapatkan
dari anak laki yang menggantikan warisan dari kakeknya hanya karena orang
kedudukan ayahnya tidak boleh melebihi tuanya telah meninggal lebih dahulu.
bagian bibinya (anak perempuan pewaris) Pendapat tersebut hampir sama dengan
karena kedudukan bibi sederajat dengan yang dikemukakan oleh Raihan A.Rasyid
ayahnya. Pendapat demikian sama dengan sebagaimana telah dikemukakan di atas.
pendapat beberapa hakim agama di Drs. H. Taufiq, SH. M.Hum mantan
lingkungan PTA Kalimantan Barat. Wakil Ketua Mahkamah Agung R.I yang
Perbedaan pendapat di atas juga terlibat dalam penyusunan KHI
disebabkan perbedaan penggunaan metode memberikan penjelasan bahwa pada saat
penemuan hukum. Ahmad Zahari disusunnya KHI terjadi perdebatan yang
cenderung menggunakan metode penafsir- hangat antara pihak yang kental
an komparasi (comparatief) dengan mem- memegangi pendapat Jumhur dengan pihak
bandingkan kepada pendapat Hazairin, yang menghendaki perubahan dengan
sedangkan Syaifuddin dan para hakim mengadopsi sebagian pendapat Hazairin.
agama Kalimantan Barat menggunakan Dengan adanya perbedaan pendapat itu,
metode penafsiran gramatikal dengan maka hasil maksimal yang diperoleh
melihat susunan kalimatnya. Kedua sebagaimana tertuang dalam KHI.
penafsiran ini secara ilmiah dapat diterima, Memperhatikan latar belakang pengaturan
tetapi tidak mungkin keduanya sesuai ahli waris pengganti di atas, maka pendapat
dengan apa yang dikehendaki oleh KHI. Syaifuddin dan para hakim agama
Jika tidak ada penafsiran lain, pastilah Kalimantan Barat lebih sesuai dengan
hanya satu di antara keduanya yang sesuai. maksud bunyi pasal 185 ayat (2) KHI.
Apabila mendasarkan kepada kaidah umum Terlepas dari penafsiran di atas, yang pasti
bahwa setiap penggantian mempunyai pemberian bagian kepada ahli waris
konsekuensi menggantikan segala sesuatu pengganti dalam KHI merupakan solusi
yang ada pada orang yang digantikan baik atas ketidakadilan yang selama ini terjadi
kedudukan, hak maupun kewajibannya, akibat pemberlakuan hukum kewarisan
maka pendapat Ahmad Zahari dipandang yang cenderung patrininealistik.Sebagai
lebih logis.Namun apakah demikian yang jalan tengah antara pihak yang
dikehendaki oleh KHI, atau barangkali menghendaki perubahan dengan pihak yang
pendapat Syaifuddin dan para hakim agama mempertahankan kemapanan, kiranya
Kalimantan Barat yang lebih sesuai. Untuk wajar jika bagian ahli waris pengganti
mengetahui hal tersebut perlu (untuk sementara) dibatasi sebesar bagian
memperhatikan latar belakang dibuatnya saudara yang digantikan. Dengan
aturan itu, atau dengan kata lain perlu memperhatikan beberapa segi negatif atas
dilakukan penafsiran historis. pembatasan seperti itu, maka seyogyanya
Menurut Yahya Harahap salah penggantian ahli waris itu bersifat mutlak.
seorang yang terlibat langsung dalam Artinya ahli waris pengganti selalu
mempersiapkan sekaligus merumuskan menduduki kedudukan orang yang
KHI menyatakan, bahwa diadakannya digantikan dan mendapat bagian sebesar
aturan ahli waris pengganti adalah untuk
bagian yang seharusnya diterima apabila ia Mahamah Agung dapat mengeluarkan surat
hidup. edaran untuk itu.