Anda di halaman 1dari 18

Makalah

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI DALAM KELUARGA


MISKIN

DI
S
U
S
U
N
OLEH :
RAHMAT FAZIL 180169
IBNU HAJAR 180130
M. NADIR 180139
ALWI 180148

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-MUSLIM ACEH


PEUSANGAN BIREUEN-ACEH
1442 H/ 2020 M
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang Maha

Sempurna, pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridho-Nya

penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan

yaitu “Konsep Islam Tentang Kehidupan”. Dengan harapan semoga makalah ini

bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua. Amiin.

Tak lupa pula penyusun sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena penulis sadar

sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi

dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –

Nya.

Akhirnya walaupun penulis telah berusaha dengan secermat mungkin, namun

sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu

penulis mengharapkan koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam

lindungan-Nya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Apakah Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri...................................3

B. Apa saja Hak Bersama Suami Isteri..............................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................14

Kesimpulan.........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peran dan kedudukan perempuan1 telah menjadi wacana yang ramai

diperbincangkan dan bahkan diperdebatkan. Apalagi dalam sebuah negara yang

memiliki beraneka ragam suku dan agama, yang tentunya mempunyai adat

budaya, hukum adat masing-masing. Sebuah negara yang pluralis, seperti

Indonesia, dalam hal ini mengalami beberapa kesulitan untuk menerapkan

peraturan yang baku dan menyeluruh tentang perempuan, baik itu di area publik

maupun domestik.

Lahirnya diskriminasi terhadap perempuan bermula dari sebuah struktur

sosial dalam masyarakat yang bersifat patriarkhi. 3 Implikasi yang lahir dari

budaya semacam ini adalah marginalisasi, subordinasi dan stereotype terhadap

pihak wanita baik di publik maupun domestik. Struktur sosial seperti ini juga

mengakibatkan pada pengunggulan pihak laki-laki atas pihak perempuan.

Misalnya dalam kehidupan berumah tangga komposisi pembagian kerja seringkali

dipengaruhi oleh budaya dan tinggi rendahnya pemahaman ajaran Islam tentang

hak dan kewajiban perempuan.1 Walaupun pada masa Nabi SAW perempuan

berada dibawah bayang-bayang kaum lelaki, tetapi bukan berarti bisa

diperlakukan dengan semena-mena, karena selain mempunyai kewajiban untuk

taat dan mengabdi pada suami, seorang istri juga punya hak yang tidak bisa
1
Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, alih bahasa Agus Nuryatno
(Yogyakarta: Lkis, 2003), hlm. 39.

1
diabaikan oleh suaminya. Misalnya ketika seorang istri sedang tidak ingin untuk

melakukan hubungan seksual karena ada alasan kesehatan, maka suaminya tidak

boleh memaksa begitu saja.

Al-Qur’an sebagai sumber utama umat Islam, yang dapat diaplikasikan

dalam berbagai kondisi, berusaha untuk mengangkat martabat dan derajat kaum

perempuan. Hal itu dapat dilihat bagaimana al-Qur’an menjelaskan tentang

perempuan dalam masalah perkawinan, perceraian dan warisan.2

Pada era 20-an para cendekiawan muslim berpendapat bahwa penafsiran

klasik dan hukum tentang hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga perlu

dikaji ulang, yaitu dengan memperluas wilayah istri. Sehingga selain sebagai ibu

rumah tangga seorang istri juga bisa merangkap menjadi kepala rumah tangga,

tentunya dengan tugas yang proporsional. Diantara cendekiawan muslim abad 20

yang berjuang untuk mengentaskan kaum wanita dari bayang-bayang laki-laki

adalah Asghar Ali Engneer, Riffat Hasan, Fatima Mernisi, Muhammad Shahrur

dan cendekiawan muslim lain yang berpandangan bahwa laki-laki dan wanita

setara dalam segala aspek kehidupan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri?

2. Apa saja Hak Bersama Suami Isteri?

3. Bagaimana cara mengatasi konflik antara Suami Istri?

2
Agus Nuryatno, Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender: Studi Atas Pemikiran
Asghar Ali Engineer (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 61.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apakah Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata hak

memiliki pengertian arti milik dan kepunyaan, sedangkan kata kewajiban

memiliki pengertian sesuatu yang harus dilakukan dan merupakan suatu

keharusan.3 Sedangkan yang dimaksud dengan hak disini adalah hal-hal yang

diterima seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban yang dimaksud disini

adalah apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. 4 Peran dan

fungsi antara suami dan istri ini dikonstruksikan dalam bentuk hak dan kewajiban

yang melekat pada diri kedua belah pihak. Hak adalah yang sesuatu yang melekat

dan mesti diterima atau dimiliki oleh seseorang, sedangkan kewajiban adalah

sesuatu yang harus diberikan dan dipenuhi oleh seseorang kepada orang lain.

Rumusan dari hak dan kewajiban inilah yang kemudian akan dijadikan barometer

untuk menilai apakah suami dan istri sudah menjalankan fungsi dan perannya

secara benar.5 Pernikahan dalam Islam pada dasarnya mempunyai tujuan untuk

membentuk keluarga yang harmonis (sakinah) yang dilandasi dengan perasaan

kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah). Salah satu cara supaya keharmonisan

3
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed.3-cet.2, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., hlm.
1266
4
Amir Syarifuddin, Hukum Perekonomian Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2006), hlm. 159
5
Hamim Ilyas, Perempuan Tertindas: Kajian Hadis-hadis “Misoginis”, (Yogyakarta:
ElSAQ Press & PSW, 2003), hlm. 122

3
tersebut dapat terbangun dan tetap terjaga adalah dengan adanya hak dan

kewajiban diantara masing-masing anggota keluarga. Adanya hak dan kewajiban

dalam keluarga ini bertujuan supaya masing-masing anggota sadar akan

kewajibannya kepada yang lain, sehingga dengan pelaksanaan kewajiban tersebut

hak anggota keluarga yang lain pun dapat terpenuhi sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, adanya hak dan kewajiban tersebut, pada dasarnya adalah

untuk menjaga keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, karena masing-

masing anggota keluarga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan demi

untuk menghormati dan memberikan kasih sayang kepada anggota keluarga yang

lainnya. Islam, melalui al-Qur‟an dan sunah, menyatakan bahwa dalam keluarga,

yaitu antara suami dan istri, masing-masing memiliki hak dan kewajibannya

tersendiri.6

Manusia diciptakan oleh Allah dengan cara yang seimbang antara fisik dan

ruhaninya. Dan kebahagiaan hidup manusia juga ditentukan oleh aneka

keseimbangan, seperti; keseimbangan akal, jiwa, emosi, dan jasad; keseimbangan

kepentingan antara jasmani dan ruhani, keseimbangan antara kebutuhan material

dan spiritual serta keperluan individu dan masyarakat. Hubungan dengan sesama

manusia pun harus seimbang, bahkan tidak keliru jika dinyatakan bahwa

hubungan yang seimbang antar manusia merupakan faktor terpenting dalam

memelihara keseimbangan di bumi ini. Jika demikian, kebahagiaan suami istri

dalam rumah tangga ditentukan oleh keseimbangan neraca. Kelebihan atau

kekurangan pada satu sisi neraca mengakibatkan kegelisahan serta mengenyahkan

6
Departemen Agama RI, Membangun Keluarga Harmonis (Tafsir al-Qur‟an Tematik),
(Jakarta: Penerbit Aku Bisa, 2012), hlm. 107

4
kebahagiaan.

B. Apa saja Hak Bersama Suami Isteri

a. Kewajiban Suami

1. Kewajiban Memberi Nafkah

Syariat Islam telah menetapkan bahwa seorang suami wajib memberikan jaminan

dari segi material kepada wanita yang telah ia pilih menjadi istrinya.

Islam pun telah mengategorikan nafkah sebagai salah satu hak istrinya, baik sang

istri orang kaya maupun orang miskin. Hal ini berdasarkan pada beberapa nas Al-

Quraan al-karim dan sunah Nabi SAW, yang telah menjadi dasar pendapat

berbagai mazhab fikih.

Diantara nas yang menjadi dasar adalah firmah Allah SWT:

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuanya…

(QS.65:7) “.

“…Dan Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan

cara yang ma’ruf…(QS.2:233)”.

Adapun dalil dari sunnah nabi SAW adalah sabda beliau pada saat Haji Wada’:

“Ketahuilah, hendaknya kalian memperlakukan kaum wanita dengan baik, karena

sesungguhnya mereka adalah tawanan bagi kalian. Kalian tidak memiliki hak dari

mereka selain itu. Kecuali, jika mereka jelas-jelas melakukan kekejian,

tinggalkanlah mereka dan tidurlah secara terpisah. Pukullah mereka dengan

pukulan yang tidak mencederai mereka. Jika mereka taat dan patuh kepada kalian,

janganlah kalian menghalang-halangi mereka. Ketahuilah, kalian mempunyai hak

atas istri kalian. Dan istri kalian juga mempuyai hak atas kalian. Hak kalian atas

mereka bahwa kalian boleh melarang mereka untuk tidak memasukan siapa pun

5
yang tidak kalian sukai, dan tidak mengizinkan orang-orang yang tidak kamu

senangi untuk memasuki rumah kalian. Ketahuilah, hak mereka atas kalaian ialah

memeberikan pakaian dan makanan yang baik kepada mereka.7

2. Kewajiban Memberi Makanan, Pakaian, Dan Biaya Berobat

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa laki-laki (suami) wajib memberikan segala hal

yang diperlukan oleh istrinya; berupa tempat tinggal yang menyenangkan,

makanan, minuman, dan pakaian. Khususnya jika istri sakit yang dapat

menghalanginya melakukan hubungan suami-istri. Sebab tidak ada gunanya istri

sakit tinggal di rumah. Syariat islam mewajibakan laki-laki yang menjadi suami

untuk menyediakan tempat tinggal yang layak untuk istrinya, Allah SWT

berfirman:

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

kemampuanmu (Q.S 65:6)”.8

3. Kewajiban suami membimbing terhadap istri dan rumah tangganya

Suami adalah kepala keluraga dan istri yang mengurus urusan rumah tangga yang

penting-penting, yang telah menjadi keputusan bersama.

4. Kewajiban suami melindungi istri dan anaknya

Suami wajib melindungi istri serta anak-anaknya dan memberikan segala

keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuanya.

5. Kewajiban memberikan pendidikan dan bimbingan agama

7
Diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Tirmizi yang mengesahkannya, dari ‘Amr bin al-
Ahwash
8

Dr. Kamil Musa, Suami Istri Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hal 34-35

6
Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan sang istri belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi

agama,nusa dan bangsa.

6. Kewajiban memuliakan istri

Suami wajib memuliakan istri, karena dengan memulikan istri akan menambah

rizky dan Allah akan mencukupannya.9

 Hak Suami

1. Suami berhak di Taati oleh istri selain perkara maksiat

Rasulluah SAW bersabda yang menunjukan wajibnya istri menaati suaminya,

termasuk taat yang wajib ditunaikan kepada suami adalah memenuhi panggilan

suami ke tempat tidur, serta tidak boleh menolak “hasratnya” istri yang menolak

“ajakan” suaminya diancam oleh Rasulluah dengan sabda Beliau “Jika seseorang

suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu istri menolak untuk datang

maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi .”10

2. Suami Berhak Melarang Istri nya Untuk Tidak Keluar Rumah Tanpa Seiizin

nya

Seoranng istri tidak boleh keluar dari rumahnya, keuali dengan izin suaminya,

baik istri keluar untuk mengunjungi orang tuanya atau untuk kebutuhan yang lain.

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah mengatakan “Tidak halal bagi seorang istri keluar

rumah dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya.” Dan beliau juga

berkata “Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinya berarti ia telah berbuat

nusyuz, bermaksiat kepada Allah dan Rasul Nya, serta pantas mendapatkan

hukuman.”
9
Catatanmuslimah.blogspot.com diakses pada tanggal 24 mei 2016
10

Dr. Kamil Musa, Suami Istri Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hal 59

7
3. Suami Berhak Mendapatkan Pelayanan (khidmat) dari Istrinya

Sudah semestinya seorang istri membantu suaminya dalam kehidupannya, hal ini

dicontohkan oleh istri-istri shalihah dari kalangan sahabat seperti yang dilakukan

oleh Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shddiq yang berkhidmat dengan suaminya, Az-

Zubair ibnu ‘Awwam z. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi

akan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon

tepung untuk membuat kue, Ia memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya

sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh.”

4. Suami Berhak Mendapatkan Nikmat syukur Dari Istrinya

Seorang istri harus pandai-pandai berterimakasih kepada suaminya atas semua

yang diberikan suaminya untuk dirinya. Bila tidak istri akan mendapatkan

ancaman neraka Allah. Selesai sholat Kusuf (Sholat Gerhana) Nabi SAW bersbda

menceritakan surga da neraka yang diperlihatkan kepada beliau ketika sholat :”

Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali meliat pemandangan

seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penhuninya adalah para wanita.”

Mereka bertanya “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya

Rasulluah?’ Beliau menjawab “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang

bertanya kepada Beliau. “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau

menjawab “(Tidak melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengufuri

kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik diantara salah satu dari mereka

pada suatu masa, kemudian suatu saat melihat darimu ada sesuatu (yang tidak

berkenaan dihatinya) niscaya ia berkata “aku sama sekali belum pernah melihat

kebaikan darimu.”11

11
HR Al-Bukhari no 5197 dan Muslim no 2106

8
b. Kewajiban Istri

1. Kewajiban Istri Untuk Tinggal Dirumah

Sayariat Mewajibakan seorang istri untuk tinggal dirumah suaminya atau dirumah

bersama sang suami. Kewajiban untuk tetap tinggal dirumah ini menjadikan salah

satu sebab adanya pemberian nafkah kepada istri.

2. Kewajiban istri memenuhi hajat biologis suaminya

Istri hendaknya selalu memenuhi hajat suaminya terutama hajat biologis sang

suami, walaupun sang istri sedang dalam keadaan sibuk. Kepuasan seksual

merupakan sebab wajibnya pemberian nafkah, karena itu, perkwainan tanpa

adanya pemenuhan hajat biologis istri terhadap suaminya, menyebabkan gugurnya

pemberian nafkah kepadanya.

3. Kewajiban Istri Mendahulukan Hak Suaminya

Istri hendaknya mendahulukan hak suaminya atas orang tuanya, karena ridha

seorang istri ada pada suaminya, sebab istri yang meninggal dalam keridhaan

suaminya akan mendapat jaminan surga.

4. Kewajiban Istri Menjaga Harta suaminya

Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya, dengan mendahulukan

kebutuhan keluarga daripada kebutuhan pribadi sang istri.

5. Kewajiban Istri Tampil Menarik Didepan Suami

Istri hendaknya senantiasa berdandan dan tampil menarik di hadapan suaminya.

6. Kewajiban Istri Menjaga Kehormatan Suaminya

Seorang istri wajib menjaga kehormatan serta nama baik suaminya baik

dihadapan suami maupun di belakangnya.

7. Kewajiban Istri Melakukan Iddah

9
Wanita mukmin hanya diperbolehkan berkabung atas kematian suaminya dengan

tidak melakukan perkawinan kembali sebelum empat bulan lebih sepuluh hari

sepeninggal suaminya.

 Hak Istri

1. Istri Berhak Menerima Mahar

Mahar atau mas kawin nantinaa diberikan kepada istri menjadi hak istri

sepenuhnya, ketentuan memberi mahar terdapat pada surat An-Nisa ayat 4:

“Berikan Mahar (mas kawin) pada wanita yang kamu nikahi sebagai sebuah

pemberian dengan penuh kerelaan …”

2. Istri Berhak Digauli Dengan Baik

Diantara hak istri atas suami, agar tidak terlalu membuka lebar di dalam mencubu

rayu, kebaikan budi dan mengikuti hawa nafsunya sampai kebatas yang dapat

merusak budi pekerti istri. Maka seorang istri berhak mendapat perlakuan baik.

Surat An-Nisa ayat 19 “ Dan bergaulah dengan mereka secara patut”

3. Berhak Menerima Nafkah Lahir Batin

Islam telah mengkategorikan nafkah sebagai salah satu hak istri, baik sang istri

orang kaya maupun orang miskin.

4. Istri Berhak Diperlakukan Dengan Baik

Nabi Muhammad SAW bersabda “Barangsiapa yang atas kejelekan budi pekerti

istrinya, Allah akan memberi pahala seperti apa yang diberikan Ayyup atas

bala’nya. Dan barangsiapa yang bersabar atas kejelekan budi pekerti suaminya,

Allah akan memberikan pahala seperti pahala A’isyah istri Fir”aun.”

Yang dimaksud baik budi pekertinya adalah bertahan tidak menyakiti istrinya,

maka dari itu perlakukan istri mu dengan patut (baik).

5. Istri Berhak Di Bimbing dan diajarkan Agama yang baik

10
Istri berhak mendapatkan pendidikan agama dan memberi kesempatan sang istri

belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama,nusa dan bangsa.

6. Diberi Keadilan Diantara para istri jika suami beristri lebih dari satu

Perlakuan yang adil merupakan suatu keharusan dalam kehdiupan suami istri yang

memiliki istri lebih dari satu, ini yang dijelaskan kepada sunnah Nabi Saw:

“Barangsaiapa memiliki dua orang istri, lalu dia condong kepada salah seorang

dianatara mereka, maka pada hari kiamat kelak dia akan datang dengan pundak

yang miring.”

1. Hak Bersama Suami Istri

 Hak Memperoleh Kelembutan

Suami istri harus bersikap lembut satu sama lain, tidak kasar, tidak membentak,

tidak melakukan kekerasan fisik maupun psikis.

 Hak Mendapatkan Kasih Sayang

Suami istri hendaknya saling memberikan cinta dan kasih sayang kepada

pasanagannya, agar terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

 Hak Mendapatkan Anak

Diantara tujuan berumah tangga adalah mendapatkan keturunan. Suami istri harus

bekerja sama dalam mewujudkan keturunan yang salih dan salihah.

 Hak Mendapatkan Kepercayaan dan Baik Sangka

Suami istri harus saling percaya dan berprasangka baik kepada pasangannya.

Jangan menyimpan rasa curiga, buruk sangka, tuduhan dusta serta berbagai

perasaan negatif kepada pasangannya.

 Hak Bersama dalam Suka dan Duka

Suami istri harus saling bersama dalam keadaan suka dan duka, bersama dalam

menghadapi berbagai suasana.

 Hak Berhias

11
Menyukai keindahan adalah fitrah manusia. Untuk itu suami istri hendaknya

saling berhias untuk pasanganya.

 Hak Pelayanan dan Kenikmatan Seksual

Dalam hubungan seksual, harus bisa dinikmati bersama-sama oleh suami dan istri.

Para suami harus melakukan berbagai usaha untuk memberikan kenikmatan

seksual kepada istri, demikian sebaliknya.

 Hak Bersenang-senang

Hendaknya suami istri saling memberikan kesenangan kepada pasanganya.

 Hak kecemburuan

Cemburu adalah hal yang wajar karena cemburu juga bisa disebut dengan tanda

cinta, selama bersifat profesional. Nabi Saw pernah bersabda “Di antara tanda

cemburu itu ada yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Adapun cemburu

yang dicintai Allah adalah cemburu karena rasa waspada. Sedangkan cemburu

yang dibenci Allah adalah yang bukan karena waspada (riwayat Abu Dawud). 

1. Mengatasai Konflik Suami Istri

 Suami hendaknya senatiasa sensitif dengan setiap kejadian di dalam


rumahtangganya karena suami yang mempunayi wewenang.

 Saling menasehati satu sama lain dalam menghadapi semua permasalahan


dalam rumah tangganya.

 Meninggalkan tempat tidur

 Suami istri tidak melakukan persetubuhan

 Tidur berlainan bilik

 Tidur dengan saling membelakangi

Tindakan seperti ini bisa dilakukan selama 30 hari (1 bulan).

 Memukul

12
Salah satu langkah yang boleh dilakukan oleh suami terhadap istrinya, setelah

langkah-langkah damai telah dilakukan, dengan tujuan pukulan untuk

menyadarkan sang istri tentang sikap buruknya.

 Memukul istri dengan pukulan yang tidak melukai atau yang boleh
meninggalkan sebarang kesan

 Tidak memukul di bagian muka atau tempat-tempat yang membahayakan


seperti dada

 Tidak menggunakan alat-alat yang dapat mencederai

 Melantik Orang Tengah

Setelah langkah-langkah yang telah dilakukan tidak menampakan kesan positif.

Maka bolehlah melantik orang tengah. Ini berdasarkan surat An-Nisa ayat 35:

“Dan jika bimbangkan perpecahan di antara mereka berdua (suami-istri) maka

lantikan orang tengah untuk mendamaikan mereka yaitu seoarang dari keluarga

perempuan, jika orang tengah itu (dengan ikhlas) bertujuan hendak mendamaikan

niscaya Allah akan menjadikan kedua suami istri itu berpakat yaitu sesungguhnya

Allah senatiasa mengetahui lagi di dalam pengetahuanya.”

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

a. Kewajiban Suami

1. Kewajiban Memberi Nafkah

2. Kewajiban Memberi Makanan, Pakaian, Dan Biaya Berobat

3. Kewajiban suami membimbing terhadap istri dan rumah tangganya

4. Kewajiban suami melindungi istri dan anaknya

5. Kewajiban memberikan pendidikan dan bimbingan agama

6. Kewajiban memuliakan istri

b. Kewajiban Istri

1. Kewajiban Istri Untuk Tinggal Dirumah


2. Kewajiban istri memenuhi hajat biologis suaminya

3. Kewajiban Istri Mendahulukan Hak Suaminya

4. Kewajiban Istri Menjaga Harta suaminya

5. Kewajiban Istri Tampil Menarik Didepan Suami

6. Kewajiban Istri Menjaga Kehormatan Suaminya

7. Kewajiban Istri Melakukan Iddah

14
DAFTAR PUSTAKA

Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, alih bahasa Agus


Nuryatno (Yogyakarta: Lkis, 2003), hlm. 39.
Agus Nuryatno, Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender: Studi Atas
Pemikiran Asghar Ali Engineer (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 61
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed.3-cet.2, Kamus Besar Bahasa
Indonesia..., hlm. 1266
Amir Syarifuddin, Hukum Perekonomian Islam di Indonesia, (Jakarta:
Prenada Media,
2006), hlm. 159
Hamim Ilyas, Perempuan Tertindas: Kajian Hadis-hadis “Misoginis”,
(Yogyakarta:ElSAQ Press & PSW, 2003), hlm. 122
Departemen Agama RI, Membangun Keluarga Harmonis (Tafsir al-
Qur‟an Tematik), (Jakarta: Penerbit Aku Bisa, 2012), hlm. 107
Diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Tirmizi yang mengesahkannya, dari
‘Amr bin al-Ahwash

Dr. Kamil Musa, Suami Istri Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,


2000, hal 34-35

Catatanmuslimah.blogspot.com diakses pada tanggal 24 mei 2016

Dr. Kamil Musa, Suami Istri Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,


2000, hal 59

HR Al-Bukhari no 5197 dan Muslim no 2106

15

Anda mungkin juga menyukai