Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

"Waidza Thollaqo, Waidza Halafa Dan Wadzihaaru"


Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah
MEMBAHAS KITAB
Dosen Pengampu : Wahid Dalail, M.Pd
.

Disusun oleh :
KOMARUDIN (NIM: 19010005)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH DARUSY SYAFA'AH (STISDA)
KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum wr.wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
serta hidayah-NYA lah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini yang bejudul " Waidza Thollaqo, Waidza Halafa Dan Wadzihaaru ".
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen,serta teman-teman
atas petunjuk,bantuan dan partisipasinya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan,sehingga kami meminta
kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya meembngun.
Hanya kepada ALLAH SWT,kami mohon ampunan dan rahmat-Nya
semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca,amin yarobbal’alamin.
Wassalamu'alaikum wr.wb.

Kotagajah, 15 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................1

BAB II...............................................................................................................................2

PEMBAHASAN...............................................................................................................2

A. Pengertian Kuasa......................................................Error! Bookmark not defined.

1. Pengertian Secara Umum.....................................Error! Bookmark not defined.

2. Pengertian Menurut KBBI....................................Error! Bookmark not defined.

B. Jenis-jenis Surat Kuasa.............................................Error! Bookmark not defined.

BAB III.............................................................................................................................4

PENUTUP.........................................................................................................................9

A. Kesimpulan............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak sekali yang kurang memahami tentang surat kuasa. Padahal surat
kuasa sangatlah penting dalam lembaga-lembaga, baik lembaga peradilan dan
lembaga hukum.

Surat kuasa ini merupakan jenis surat yang akurat karena, surat kuasa ini
sering berkaitan dengan lembaga hukum. oleh sebab itu, surat kuasa dapat
diartikan “kuasa” yaitu untuk mewakili kepentingan hukum seseorang.

Penggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat
untuk berbagai keperluan. Pada awalnya konsep surat kuasa hanya dikenal
dalam bidang hukum dan digunakan untuk keperluan suatu kegiatan yang
menimbulkan akibat hukum, namun akhirnya surat kuasa mengalami
perkembangan dan bahkan sudah digunakan untuk berbagai keperluan
sederhana dalam berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian surat kuasa?
2. Bagaimana bentuk klasifikasi dalam surat kuasa ?

1
https://myhukumblogaddres.blogspot.com/2017/11/makalah-surat-kuasa.html, rabu
08 november 2017, makalah surat kuasa, study hukum

1
‫‪BAB II‬‬
‫‪PEMBAHASAN‬‬

‫‪A. Bab Rujuk‬‬


‫(فصل)‪ :‬يف أحكام الرجعة والرجعة بفتح الراء وحكي كسرها‪ ،‬وهي لغة املرة من الرجوع‪ ،‬وشرعاً رد املرأة إىل‬
‫النكاح يف عدة طالق غري بائن على وجه خمصوص‪ ،‬وخرج بطالق وطء الشبهة والظهار‪ ،‬فإن استباحة الوطء فيهما بعد‬
‫زوال املانع ال تسمى رجعة‬
‫(وإذا طلق) شخص (امرأته واحدة أو اثنتني فله) بغري إذهنا (مراجعتها ما مل تنقض عدهتا) وحتصل الرجعة من الناطق‬
‫بألفاظ منها راجعتك‪ ،‬وما تصرف منها واألصح أن قول املرجتع رددتك لنكاحي وأمسكتك عليه صرحيان يف الرجعة وأن‬
‫قوله تزوجتك أو نكحتك كنايتان‪ ،‬وشرط املرجتع إن مل يكن حمرماً أهلية‪ e‬النكاح بنفسه‪ ،‬وحينئذ فتصح رجعة السكران ال‬
‫رجعة املرتد‪ ،‬وال رجعة الصيب واجملنون‪ ،‬ألن كالًّ منهم ليس أهالً للنكاح بنفسه خبالف السفيه والعبد فرجعتهما صحيحة‬
‫من غري إذن الويل والسيد‪ ،‬وإن توقف ابتداء نكاحهما على إذن الويل والسيد‪،‬‬
‫(فإن انقضت عدهتا) أي الرجعية (حل له) أي زوجها (نكاحها بعقد جديد وتكون معه) بعد العقد (على ما بقي من‬
‫الطالق) سواء اتصلت بزوج غريه أم ال (فإن طلقها) زوجها (ثالثاً) إن كان حراً أو طلقتني إن كان عبداً قبل الدخول أو‬
‫بعده (مل حتل له إال بعد وجود مخس شرائط)‬
‫أحدها (انقضاء عدهتا منه) أي املطلق‪.‬‬ ‫‪.1‬‬
‫(و) الثاين (تزوجيها بغريه) تزوجياً صحيحاً‪.‬‬ ‫‪.2‬‬
‫(و) الثالث (دخوله) أي الغري (هبا وإصابتها) بأن يوجل حشفته أو قدرها من مقطوعها بقبل املرأة ال بدبرها بشرط‬ ‫‪.3‬‬
‫االنتشار يف الذكر‪ ،‬وكون املوجل ممن ميكن مجاعه ال طفالً‪( .‬و) الرابع (بينونتها منه) أي الغري‪.‬‬
‫(و) اخلامس (انقضاء عدهتا منه)‬ ‫‪.4‬‬
‫‪1. Definisi Rujuk‬‬
‫‪Lafadz “ar raj’ah” dengan terbaca fathah huruf ra’nya. Ada keterangan‬‬
‫‪bahwa ra’nya terbaca kasrah. Raj’ah secara bahasa adalah kembali satu‬‬
‫‪kali.‬‬
‫‪Dan secara syara’ adalah mengembalikan istri pada ikatan pernikahan‬‬
‫‪saat masih menjalankan ‘iddah talak selain talak ba’in dengan cara‬‬
‫‪tertentu.‬‬
‫‪Dengan bahasa “talak” mengecualikan wathi syubhat dan dhihar.‬‬
‫‪Karena‬‬ ‫‪sesungguhnya‬‬ ‫‪halalnya‬‬ ‫‪melakukan‬‬ ‫‪wathi‬‬ ‫‪dalam‬‬ ‫‪kedua‬‬
‫‪permasalahan tersebut setelah hilangnya sesuatu yang mencegah‬‬
‫‪kehalalannya tidak bisa disebut ruju’.‬‬

‫‪2‬‬
Ketika seseorang mentalak istrinya satu atau dua kali, maka bagi dia
diperkenankan ruju’ tanpa seizin sang istri selama masa ‘iddahnya belum
habis.

3
2. Cara Rujuk
Ruju’ yang dilakukan oleh orang yang bisa bicara sudah bisa hasil
dengan menggunakan kata-kata, di antaranya adalah “raja’tuki (aku
meruju’mu)” dan lafadz lafadz yang ditasrif dari lafadz “raj’ah”.
Menurut pendapat al ashah sesungguhnya ucapan al murtaji’ (suami yang
ruju’),”aku mengembalikanmu pada nikahku” dan, “aku menahanmu pada
nikahku” adalah dua bentuk kalimat ruju’ yang sharih. menurut al ashah-
Sesungguhnya ucapan al murtaji’, “aku menikahimu”, atau, “aku
menikahimu” adalah dua bentuk kalimat ruju’ yang kinayah.
3. Syarat Orang Yang Rujuk
Syarat al murtaji’, jika ia tidak dalam keadaan ihram, adalah orang
yang sah melakukan akad nikah sendiri. Kalau demikian maka ruju’nya
orang yang mabuk hukumnya sah. Tidak sah ruju’nya orang murtad, anak
kecil dan orang gila. Karena sesungguhnya masing-masing dari mereka
bukan orang yang sah melakukan akad nikah sendiri.
Berbeda dengan orang yang safih dan budak. Maka ruju’ yang
dilakukan keduanya sah tanpa ada izin dari wali dan majikan. Walaupun
awal pernikahan keduanya membutuhkan / tergantung pada izin wali dan
majikannya. Jika ‘iddah wanita yang tertalak raj’i telah selesai, maka bagi
sang suami halal menikahinya dengan akad nikah yang baru. Dan setelah
akad nikah yang baru tersebut, maka sang istri hidup bersama suaminya
dengan memiliki hak talak yang masih tersisa. Baik wanita tersebut
sempat menikah dengan laki-laki lain ataupun tidak.
4. Talak Ba’in Kubra

Jika suami mentalak sang istri dengan talak tiga, jika memang sang
suami berstatus merdeka, atau talak dua jika sang suami berstatus budak,
baik menjatuhkan sebelum melakukan jima’ atau setelahnya, maka wanita
tersebut tidak halal bagi sang suami kecuali setelah wujudnya lima syarat.
a. Yang pertama, ‘iddah wanita tersebut dari suami yang telah mentalak
itu telah habis.

4
b. Yang kedua, wanita tersebut telah dinikahkan dengan laki-laki lain,
dengan akad nikah yang sah.
c. Yang ketiga, suami yang lain tersebut telah men-dukhul dan
menjima’nya. Yaitu suami yang lain tersebut memasukkan hasyafah
atau seukuran hasyafah orang yang hasyafah-nya terpotong pada
bagian vagina sang wanita, tidak pada duburnya. Dengan syarat
penisnya harus intisyar (berdiri), dan orang yang memasukkan alat
vitalnya termasuk orang yang memungkinkan melakukan jima’, bukan
anak kecil.
d. Yang ke empat, wanita tersebut telah tertalak ba’in dari suami yang
lain itu.
e. Yang kelima, ‘iddahnya dari suami yang lain tersebut telah selesai.
B. Hukum Ila' (Sumpah Tidak Menjimak Istri)

)‫ول‬e‫و) أي احلالف املذكور (م‬e‫هر فه‬e‫ة أش‬e‫د على أربع‬e‫داً مبدة (تزي‬e‫ًأ مقي‬e‫دة) أي وط‬e‫اً أو م‬e‫ًأ (مطلق‬e‫)وإذا حلف أن ال يطأ زوجته) وط‬
‫ أو‬،‫الق‬ee‫أنت ط‬ee‫ك ف‬ee‫ إن وطئت‬:‫ه‬ee‫ق كقول‬ee‫ أو عت‬،‫ه بطالق‬ee‫ق وطء زوجت‬ee‫فاته أو عل‬ee‫فة من ص‬ee‫اىل أو بص‬ee‫ف باهلل تع‬ee‫واء حل‬ee‫ه س‬ee‫من زوجت‬
ً‫ا‬e‫ون مولي‬ee‫ه يك‬ee‫ فإن‬،‫ق‬ee‫وم أو حج أو عت‬ee‫الة أو ص‬ee‫علي ص‬
ّ ‫ه‬ee‫ك فلل‬ee‫ال إن وطئت‬ee‫و ق‬ee‫ذا ل‬ee‫ وك‬،‫د‬ee‫ق العب‬ee‫إذا وطىء طلقت وعت‬e‫ر ف‬ee‫دي ح‬ee‫فعب‬
ً‫أيضا‬

‫ة‬e‫داؤها يف الزوج‬ee‫هر) وابت‬e‫ة أش‬e‫ك أربع‬ee‫ألت ذل‬e‫وطء (إن س‬e‫ة لل‬e‫ة مطيق‬ee‫داً يف زوج‬ee‫ان أو عب‬e‫راً ك‬e‫اً ح‬e‫ل املويل حتم‬ee‫ه) أي ميه‬ee‫ل ل‬e‫)ويؤج‬
‫درها من‬ee ‫فته أو ق‬ee ‫وجل املويل حش‬ee ‫أن ي‬ee ‫ة) ب‬ee ‫ذه املدة (خيري) املويل (بني الفيئ‬ee ‫اء ه‬ee ‫د انقض‬ee ‫ة (مث) بع‬ee ‫ة من الرجع‬ee ‫من اإليالء ويف الرجعي‬
‫مقطوعها بقبل املرأة‬

‫ة والطالق‬e‫زوج من الفيئ‬e‫ع) ال‬ee‫إن امتن‬e‫ا (ف‬e‫وف عليه‬e‫ا (أو الطالق) للمحل‬e‫رك وطئه‬e‫اىل على ت‬e‫ه باهلل تع‬e‫)والتكفري) لليمني إن كان حلف‬
.‫ فإن امتنع من الفيئة فقط أمره احلاكم بالطالق‬،‫(طلق عليه احلاكم) طلقة واحدة رجعية فإن طلق أكثر منها مل يقع‬

Pengertian Ila’

Ila’ secara bahasa adalah bentuk kalimat masdar dari fi’il “aala yuuli ila’an” ketika
seseorang bersumpah.

Dan secara syara’ adalah sumpah seorang suami yang sah menjatuhkan talak bahwa ia
tidak akan mewathi (menjimak, menyetubuhi) istrinya pada bagian vaginanya
dengan secara mutlak atau dalam masa lebih dari empat bulan.

5
Makna ini diambil dari penjelasan mushannif -di bawah ini-,

Praktek ‘Ila’

Ketika seorang suami bersumpah tidak akan mewathi istrinya secara mutlak atau
dalam waktu tertentu, maksudnya tidak mewathi yang dibatasi dengan waktu lebih
dari empat bulan, maka ia, maksudnya suami yang bersumpah tersebut adalah orang
yang melakukan sumpah ila’ pada istrinya.

Baik ia bersumpah dengan nama Allah Ta’ala atau dengan salah satu sifat-sifatNya.

Atau ia menggantungkan wathi terhadap istrinya dengan talak atau memerdekakan


budak. Seperti ucapan sang suami, “jika aku mewathimu, maka engkau tertalak,
atau “maka budakku merdeka.”

Sehingga ketika ia betul-betul mewathi, maka istrinya tertalak dan budaknya


merdeka.

Begitu pula seandainya sang suami berkata, “jika aku mewathimu, maka aku harus
melakukan shalat, puasa, haji, atau memerdekakan budak karena Allah Swt.” Maka
sesungguhnya dia juga melakukan sumpah ila’.

Konsekwensi Ila’

Wajib memberi tenggang waktu terhadap lelaki yang melakukan sumpah ila’ selama
empat bulan, baik lelaki tersebut berstatus merdeka atau budak, di dalam
permasalahan istri yang mampu untuk diwathi jika memang sang istri meminta hal
itu.

Permulaan waktu tersebut dalam permasalahan wanita yang masih berstatus istri
adalah sejak terjadinya sumpah ila’. Dan di dalam permasalahan wanita yang tertalak
raj’i adalah sejak terjadinya ruju’.

Kemudian, setelah masa tenggang itu habis, maka sang suami yang melakukan
sumpah ila’ disuruh memilih di antara al fai’ah (kembali pada sang istri) dengan cara
ia memasukkan hasyafahnya atau kira-kira ukuran hasyafah bagi suami yang
terpotong hasyafahnya ke dalam vagina istrinya.

6
Dan membayar kafarat yamin, jika sumpah akan meninggalkan wathi dengan nama
Allah.

Atau mentalak istri yang disumpah tidak akan diwathi.

Kemudian, jika sang suami tidak mau melakukan fai’ah dan talak, maka hakim
menjatuhkan satu talak raj’i atas nama sang suami.

Sehingga, jika sang hakim menjatuhkan talak lebih dari satu, maka talak tersebut
tidak jatuh.

Jika sang suami hanya tidak mampu fai’ah, maka sang hakim memerintahkan dia
agar menjatuhkan talak. [alkhoirot.org]

C. Hukum Zhihar

‫ يف بيان أحكام الظهار وهو لغة مأخوذ من الظهر وشرعاً تشبيه الزوج زوجته غري البائن بأنثى مل تكن حالله‬:)‫(فصل‬

‫ة‬ee ‫وب والزوج‬ee ‫ع الرك‬ee ‫ر موض‬ee ‫ ألن الظه‬،ً‫ر دون البطن مثال‬ee‫ر أمي) وخص الظه‬ee‫ه أنت علي كظه‬ee‫ل لزوجت‬ee‫ول الرج‬ee‫ار أن يق‬ee‫(والظه‬
‫داً) من زوجته‬ee e e e e‫ار عائ‬ee e e e e‫الطالق ص‬ee e e e ‫ه ب‬ee e e e e‫ر أمي (ومل يتبع‬ee e e e e e e‫علي كظه‬
ّ ‫ك) أي أنت‬ee e e e e e e‫ال هلا ذل‬ee e e e e e ‫إذا ق‬ee e e e e e ‫زوج (ف‬ee e e e e e e‫وب ال‬ee e e e e e e‫مرك‬
‫د‬ee‫الم أح‬ee‫و بإس‬ee‫ ول‬e‫لمة‬ee‫ة) مس‬ee‫ة مؤمن‬ee‫ق رقب‬ee‫ارة عت‬ee‫ه (والكف‬ee‫ا يف قول‬ee‫ان ترتيبه‬ee‫نف بي‬ee‫ر املص‬ee‫ة وذك‬ee‫ارة) وهي مرتب‬ee‫ذ (الكف‬ee‫ه) حينئ‬ee‫(ولزمت‬
ً‫ا‬e e e e e e e e e e e e e e e‫راراً بين‬ee e e e e e e e e e e e e e ‫ب) إض‬ee e e e e e e e e e e e e e ‫ل والكس‬ee e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e‫رة بالعم‬ee e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e‫وب املض‬ee e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e‫ليمة من العي‬ee e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e‫ا (س‬ee e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e‫أبويه‬
‫و نقص‬e‫ ول‬،‫اهلالل‬e‫هران ب‬e‫رب الش‬e‫ابعني) ويعت‬e‫هرين متت‬e‫يام ش‬e‫رعاً (فص‬e‫اً أو ش‬e‫ا حس‬e‫ز عنه‬e‫أن عج‬e‫ة املذكورة ب‬e‫اهر الرقب‬e‫(فإن مل جيد) املظ‬
‫ابع يف األصح‬ee e e e e ‫ة تت‬ee e e e e ‫رتط ني‬ee e e e e ‫ وال يش‬،‫ل‬ee e e e e ‫ارة من اللي‬ee e e e e e e‫ة الكف‬ee e e e e e e ‫ومهما بني‬ee e e e e e e ‫ون ص‬ee e e e e e e ‫اً ويك‬e e e e e e e e‫ا عن ثالثني يوم‬ee e e e e e e ‫ل منهم‬ee e e e e e e ‫ك‬
‫د) من‬ee‫ري (م‬ee‫كني) أو فق‬ee‫ل مس‬ee‫رياً (ك‬ee‫كيناً) أو فق‬ee‫تني مس‬ee‫ام س‬ee‫ا (فإطع‬ee‫تطع تتابعهم‬ee‫هرين أو مل يس‬ee‫وم الش‬ee‫اهر ص‬ee‫تطع) املظ‬ee‫إن مل يس‬ee‫(ف‬
‫ر عن‬ee‫ وإذا عجز املكف‬e،‫ وحينئذ فيكون من غالب قوت بلد املكفر كرب وشعري ال دقيق وسويق‬،‫جنس احلب املخرج يف زكاة الفطر‬
‫د‬ee‫ام أو بعض م‬ee‫د طع‬ee‫ها كم‬ee‫در على بعض‬ee‫و ق‬ee‫ ول‬،‫ا‬ee‫لة فعله‬ee‫ك على خص‬ee‫د ذل‬ee‫در بع‬ee‫إذا ق‬e‫ ف‬،‫ه‬ee‫ارة يف ذمت‬ee‫تقرت الكف‬ee‫ال الثالث اس‬ee‫اخلص‬
e.‫أخرجه (وال حيل للمظاهر وطؤها) أي زوجته اليت ظاهر منها (حىت يكفر) بالكفارة املذكورة‬

Pengertian Zihar

Dhihar secara bahasa diambil dari kata “al zhahru” (punggung). Dan dalam istilah
syariah adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya yang tidak tertalak ba’in
dengan wanita yang tidak halal dinikahi oleh sang suami tersebut.

Praktek dan Contoh Zhihar

7
Dhihar adalah ucapan seorang laki-laki pada istrinya, “engkau bagiku seperti
punggung ibuku.

Ungkapan dhihar tertentu pada kata “adh dhahru (punggung)” bukan perut semisal,
karena sesungguhkan punggung adalah tempat menunggang dan istri adalah
tunggangan sang suami.

Konsekuensi Zhihar

Ketika sang suami mengatakan hal itu pada istrinya, maksudnya kata “engkau bagiku
seperti punggung ibuku”, dan ia tidak melanjutkan langsung dengan talak, maka ia
dianggap kembali pada sang istri. Dan kalau demikian, maka wajib membayar
kafarat.

Kafarat tersebut bertahap. Mushannif menyebutkan penjelasan tentang tahapan


pelaksanaan kafarat tersebut di dalam perkataan beliau,

Kafarat (Tebusan) Zhihar

Kafarat zhihar adalah memerdekakan budak mukmin yang beragama islam


walaupun sebab islamnya salah satu dari kedua orang tuanya, yang selamat / bebas
dari aib yang bisa mengganggu / membahayakan pekerjaan dengan gangguan yang
begitu jelas. Kemudian, jika orang yang melakukan dhihar tidak menemukan budak
yang telah disebutkan, dengan gambaran ia tidak mampu mendapatkan budak secara
kasat mata atau secara tinjauan syara’, maka wajib melaksanakan puasa dua bulan
berturut-turut.

Yang dibuat acuan menghitung dua bulan tersebut adalah hitungan tanggal,
walaupun masing-masing kurang dari tiga puluh hari.

Puasa dua bulan tersebut disertai dengan niat kafarat di malam hari. Tidak
disyaratkan niat tatabu’ (berturut-turut) menurut pendapat al ashah. Kemudian, jika
orang yang melakukan sumpah dhihar tidak mampu berpuasa dua bulan atau tidak
mampu melaksanakannya secara terus menerus / berturut-turut, maka wajib
memberi makan enam puluh orang miskin atau orang faqir. Setiap orang miskin
atau faqir mendapatkan satu mud dari jenis biji-bijian yang dikeluarkan di dalam
zakat fitri. Kalau demikian, maka jenis biji-bijian tersebut diambilkan dari makanan
pokok negara orang yang membayar kafarat seperti gandum putih dan gandum

8
merah, tidak berupa tepung dan sawiq (sagu). Ketika orang yang wajib membayar
kafarat tidak mampu melaksanakan ketiga-tiganya, maka kewajiban kafarat masih
menjadi tanggungannya.
Sehingga, ketika setelah itu ia mampu melaksanakan salah satunya, maka wajib ia
laksanakan.
Seandainya ia hanya mampu melaksanakan sebagian dari salah satu kafarat seperti
hanya mampu memberikan satu mud atau setengah mud saja, maka wajib ia
keluarkan.
Bagi laki-laki yang melakukan dhihar maka tidak diperkenankan mewathi istrinya
yang telah ia dhihar, hingga ia melaksanakan kafarat yang telah disebutkan.
[alkhoirot.org]

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

10
DAFTAR PUSTAKA

11

Anda mungkin juga menyukai