Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“ARIYAH"

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah

FIQIH MUAMALAH 2

Disusun oleh :

Delvia : 3219311

Dosen Pembimbing :

Zulfikri M.A

Kelas : EI– 4H
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Harta adalah komponen pokok dalam kehidupan manusia, yamng mana harta merupakan
unsur dharuri yang memang tidak bisa ditinggalkan dengan begitu saja. Dengan harta manusia
dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sekunder ataupun primer dalam hidupnya.
Dalam rantai untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, terjadilah suatu hubungan yang horizontal
antar manusia yakni Muamalah, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna, dan
saling membutuhkan, karena menusia juga memiliki hasrat untuk mencukupi kebutuhan, yang
tidak ada habisnya, kecuali dengan tumbuhnya rasa syukur dan ikhlas yang luar biasa kepada
Tuhan, secara pasti hal ini pula perlu mengenalkan adanya Tuhan yang memberi nikmat dan
rizki kepada manusia sehingga dapat merasakan kebahagiaan dalam dirinya.

Manusia merupakan makhluk social yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri,
dengan dibutuhkannya orang lain untuk mencukupinya maka dalam dunia bisnis Islam biasa
dikenal dengan kegiatan Muamalah, salah satunya yakni yang membahas tentang harta dalam
konteksnya harta hadir sebagai obyek transaksi , sehingga harta pun dapat dijadikan sebagai
obyek transaksi jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam (ariyah),dan sebagainya. Jika diihat
pula dalam katakteristik dasarnya harta juga dijadikan sebagai obyek kepemilikan, kecuali
terdapat factor yang menghalanginya.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Menjelaskan pengertian dari ARIYAH
2) Menjelaskan Dasar hukum ARIYAH
3) Menjelaskan Rukun dan Syarat ARIYAH
4) Bagaimana Hukum Ketetapan Ariyah?
5) Apa Saja Yang Bisa Menggugurkan Ariyah?
C. TUJUAN MASALAH
1) Untuk mengetahui pengertian dari ARIYAH
2) Untuk mengetahui bagaimana dasar hukum ARIYAH
3) Untuk mengathui Rukun dan Syarat ARIYAH
4) Untuk mengetahui bagaimana hokum ketetapan ARIYAH
5) Untuk mengetahui apa saja yang bias menggugurkan ARIYAH
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ARIYAH

ِ ‫ ) ْال َع‬diambil dari kata (‫ )عار‬yang


Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab  (ُ‫اريَة‬
berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata (‫ )التعاور‬yang
artinya sama dengan (‫ )التناول او التناوب‬artinya saling tukar menukar,yakni dalam tradisi pinjam-
meminjam. Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan suatu kegiatan muamalah yang
memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan
tidak merusak zatnya agar zatnyatetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan dalam
definisi oleh para Ulama’ sebagai berikut :1

a.      Menurut Syarkhasy dan ulama Malikiyah

            “pemilikan atas manfaat suatu benda tanpa pengganti”

b.      Menurut ulama syafi’iyah dan Hanbaliah

            “pembolehan untuk mengambil manfaat tanpa mengganti”

   Perbedaan pengertian tersebut menimbulkan  adanya perbedaan dalam akibat hukum


selanjutnya,pendapat pertama memberikan makna kepemilikan kepada peminjam,sehingga
membolehkan untuk meminjamkan lagi terhadap orang lain atau pihak ketiga tanpa melalui
pemilik benda,sedangkan pengertian yang kedua menunjukkan arti kebolehan dalam mengambil
manfaat saja,sehingga peminjam dilarang meminjamkan terhadap orang lain.

Akad dalam ariyah berbeda dengan hibah, karena dalam Ariyah hanya untuk diambil
manfaatnya tanpa mengambil zatnya. Tetapi dalam Hibah dapat diambil keduanya, baik dari zat
dan juga manfaatnya.Dalam undang-undang Perdata dikatakan hak kebendaan (zekelijkrect)
adalah hak mutlak atas suatu benda tersebut, yang mana hak tersebut memberikan kekuasaan
langsung pada pemiliknya

1
Sri Soedewi Masychoen Sofwan, HukumPerdata : Hukum Kebendaan,(Yogyakarta: Liberty,2004)
Dalam ketentuan kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 dijumpai ketentuan yang
berbunyi sebagai berikut : “ pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang menghabis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang
sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

B. LADASAN HUKUM ARIYAH

Dalam kegiatan Pinjam-meminjam atau ariyah dianjurkan atau boleh (mandub). Dalam
praktik  Ariyah pun mendapatkan pengakuan dari syariah.2

Al Qur’an

Dasar hukum ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup tolong-menolong serta
saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan. Pada surat al-maidah ayat kedua allah
berfirman :

Yang Artinya : “ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Dalam surat al-Nisa’ ayat 58 Allah berfirman :


Yang Artinya: “sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menunaikan amanah kepada
yang berhak menerimannya.”

Bila Seseorang tidak mengembalikan waktu peminjamannya atau menunda waktu


pengembaliannya, berarti ia berbuat khianat. Serta berbuat maksiat kepada pihak yang sudah
menolongnya. Perbuatan seperti ini jelas bukan merupakan suatu tindakan terpuji, sebab selain ia
tidak berterima kasih kepada orang yang menolongnya, pihak peminjam itu sudah menzalimi
pihak yang sudah membantunya. Ini berarti bahwa ia telah melanggar amanah dan melakukan
suatu yang dilarang agama.

Sebab perbuatan yang seperti itu, bertentangan dengan ajaran Allah yang mewajibkan
seseorang yang menunaikan amanah seta dilarang berbuat khianat.

2
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia,2001)
Al-Hadits

Keterangan hadits Rasulullah SAW mengenai pinjam meminjam antara lain :

ِ ‫ قَا َل َما ِمن ُمسلِ ٍم يُ ْق ِرضُ ُمسلِ ًما قَرضًا َم َّرت‬: ‫عَن اَبِي َمسعُو ٍد اَنَ النَّبِي ص ل‬
َ ‫َين اِاَّل َكانَ َك‬
ً‫ص َدقَتِهَا َم َّرة‬

Artinya : ” dari sahabat ibnu mas’ud bahwa nabi Muhammad SAW bersabda: tidak ada seorang
muslim yang meminjami muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti shodaqoh.”

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

ِ ‫َار ٌم َوالدَّينُ َم‬


‫قض ٌي‬ ِ ‫اَ ْل َع‬
ِ ‫اريَةُ ُم َؤ َّداةٌ َوال َّز ِعي ُم غ‬

Artinya: “Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus
membayar dan hutang itu wajib dibayar.”

Dalam hadist Rasulullah:

“Dari Sofwan bin Ummayah berkata, sesungguhnya Nabi SAW. Telah meminjam
beberapa baju perang pada Sofwan pada waktu perang di Hunain. Sofwan bertanya kepada
Rasulullah, Sofwan bertanya, “paksaankah ya Muhammad?”, jawab Rasulullah, “ bukan tapi
pinjaman yang dijamin”. Kemudian baju itu hilang sebagian , maka Rasulullah mengemukakan
akan digantinya, Sofwan berkata, “saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam Islam”. (HR.
Ahmad dan An Nasai)

C. RUKUN dan SYARAT ARIYAH


1) Rukun Ariyah

Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan
barang, sedangkan qabul bukan merupakan rukun ariyah. Menurut Syafi’iyah, dalam ariyah
disyaratkan adanya lafadz shigot akad, yakni ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan yang
meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan milik barang bergantung pada
adanya izin3.. Secara umum, jumhur ulama’ fiqih menyatakan bahwa rukun ariyah ada empat,
yaitu : mu’ir (peminjam), musta’ir(yang meminjamkan), mu’ar(yang dipinjamkan), sighot, yakni

3
Sulaiman Rashd, Fiqh Islam,(Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1994)
sesuatu yang menunjukan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun
perbuatan.

2) Syarat ariyah

Ulama Fuqoha mensyaratkan dalam akad ariyah sebagai berikut:

a. Mu’ir berakal sehat

Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat meminjamkan
barang. Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan sudah baligh, sedangkan ulama’ lainnya
menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan
sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan anak kecil, bukan orang bodoh dan juga bangkrut.4

b. Pemegang barang oleh peminjam

Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah memegang barang
adalah peminjam, digunakan sesuai manfaatnya, tetapi tidak dimiliki zatnya, hukumnya pun
dalam syara’ seperti halnya dalam hibah.

c. Barang (musta’ar) dapat dimanfaatlan tanpa merusak zatnya, jika musta’ar tidak dapat
dimanfaatkan akad tidak sah

Para Ulama telah menetapkan ariyah diperbolehkan terhadap setiap barang yang dapat
diambil manfaatnya dan tanpa merusak zatnya, seperti meminjam sebidang lahan tanah, pakaian,
hewan ternak. Dalam musta’ar tidak diperbolehkan meminjamkan barang yang satu kali guna
atau mudah habis zatnya, misalnya makanan.

Diharamkan meminjam senjata dan kuda kepada musuh, juga diharamkan meminjamkan 
Al Qur’an dan yang berkaitan dengan Al Qur’an kepada orang kafir. Serta dilarang pula untuk
meminjamkan alat berburu kepada orang yang sedang ihram.

Shighat Menyangkut lafal, hendaklah ada pernyataan tentang pinjam meminjam tersebut.
Namun Demikan, sebagian ahli berpendapat bahwa perjanjian pinjam meminjam tersebut sah

4
Ibid
walaupun tidak dengan lafal. Tetapi untuk kekuatan dan kejelasan akad haruslah menggunakan
lafal yang jelas dalm pinjam meminjam.

D. KETETAPAN HUKUM AKAD ARIYAH


a) Dasar Hukum Ariyah

Dari suatu kebiasaan, ariyah dapat diartikan dalam dua macam:5

1. Secara Hakikat

Pinjam-meminjam atau Ariyah adalah suatu kegiatan muamalah yang mengambil


manfaat dari suatu barang tanpa memiliki zatnya. Menurut ulama’ Malikiyah dan Hanafiyah,
hukumnya adalah bagi peminjam tanpa ada pengganti apapun, atau peminjaman memiliki
sesuatu yang semaksa dengan manfaat menurut kebiasaan.

Sedangkan Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa ariyah adalah suatu
kebolehan untuk mengambil manfaat dari benda.  Dari penjelasan kedua berbeda maksud dan
tujuan dari keduanya. Utnuk pendapat yang pertama, dalam ariyah boleh hukumnya
memaksimalkan manfaat dari musta’ar (barang yang dipinjam, dan juga dapat dipinjamkan
kepada orang lain, akan tetapi untuk pendapat yang kedua hanya dapat menggunakan manfaat
dari musta’ar tanpa dipinjamkan kepada orang lain.

Dalam Dalam hadist Rasulullah:

“Dari Sofwan bin Ummayah berkata, sesungguhnya Nabi SAW. Telah meminjam beberapa baju
perang pada Sofwan pada waktu perang di Hunain. Sofwan bertanya kepada Rasulullah,
Sofwan bertanya, “paksaankah ya Muhammad?”, jawab Rasulullah, “ bukan tapi pinjaman
yang dijamin”. Kemudian baju itu hilang sebagian , maka Rasulullah mengemukakan akan
digantinya, Sofwan berkata, “saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam Islam”. (HR.
Ahmad dan An Nasai)

Yang arti penjelasan dari hadist ini adanya unsur kerelaan antara Mustair dan Muir atas
musta’ar, sehingga ada keridhaan jika barang yang di pinjam mengalami suatu kecacatan. Dari
golongan pertama dan kedua sepakat bahwa peminjam tidak memiliki hak kepemilikan
5
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta : Gaya Media Pratama,2000)
sebagaimana dengan gadai barang. Menurut golongan kedua, peminjam hanya berhak
memanfaatkannya saja, dan tidak bisa untuk memiliki bendanya. Adapun menurut golongan
pertama gadai adalah akad yang lazim atau resmi akan tetapi ariyah adalah akad tabarru’ ( tolong
menolong).

2. Secara Majazi

Ariyah secara majazi adalah pinjam meminjam antara benda-benda yang takaran, timbangan,
hitungan dan lain-lain. Misalnya telur, uang, dan segala sesuatu yang bisa dihitung. Dalam hal
tersebut dalam pengembaliannnya harus serupa dan senilai dengan benda yang dipinjam. Dengan
demikian dapat disebut dengan ariyah secara majazi , sebab tidak dapat dimanfaatkan tanpa
merusak zatnya.6

B) Hak Menggunakan Barang Pinjaman (Musta’ar)

Jumhur  Ulama’ selain Hanafiyah berpendapat, bahwa musta’ar dapat mengambil


manfaat barang sesuai dengan izin dari pemberi pinjaman (muir).  Adapun ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa kewenangan yang dimiliki oleh musta’ar bergantung pada jenis pinjaman,
apakah muir meminjamkan secara terikat atau secara mutlak.

I. Ariyah Mutlak

Yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan persyaratan


apapun, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk peminjam saja atau dibolehkan untuk
orang lain, atau tidak dijelaskan penggunaannya.

II. Ariyah Muqayyad

Adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan kemanfaatannya, baik
disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya. Hukumnya, mustair harus sebisa mungkin
untuk menjaga batasan tersebut.batasan tersebut melingkupi,

a) Batasan penggunaan ariyah oleh diri peminjam

6
Ibid
b) Pembatasan waktu dan tempat
c) Pembatasan ukuran berat dan jenis

E. GUGURNYA ARIYAH
a. Meninggal dunia di salah satu pihak, atau keduanya.
Jika salah satu dari mustair atau muir yang meninggal dunia maka putus sudah, atau
hilang sudah aakad ariyahnyam secara pasti pihak pemilik ataupun peminjam dapat segera
mengembalikan.
b. Gila dari salah satu pihak
Dalam syariat Islam orang fila tidak dapat dihukumi apapun, karena gila pun data
dikatakan kehilangan akal sadarnya. Sehingga dalam berakad pun tidak dapat diterima.
c. Adanya permasalahan dalam pengembalian
Terkadang dalam pengembalian barang pinjaman sering terjadinya cacat, atauwaktu
pengembalian yang melebihi batas waktu yang ditentukan. Sehingga sering sekali timbul suatu
sengketa dari pihak mustair dan muir, jika hal tersebut terjadi maka yang di tangguhkan adalah
sumpah dari kedua pihak.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

ِ ‫ ) ْال َع‬diambil dari kata (‫ )عار‬yang


Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab  (ُ‫اريَة‬
berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata (‫ )التعاور‬yang
artinya sama dengan (‫ )التناول او التناوب‬artinya saling tukar menukar,yakni dalam tradisi pinjam-
meminjam. Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan suatu kegiatan muamalah yang
memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan
tidak merusak zatnya agar zatnyatetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan dalam
definisi oleh para Ulama’ sebagai berikut :

Menurut Syarkhasy dan ulama Malikiyah

            “pemilikan atas manfaat suatu benda tanpa pengganti”

Menurut ulama syafi’iyah dan Hanbaliah

            “pembolehan untuk mengambil manfaat tanpa mengganti”

Dasar hukum ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup tolong-menolong
serta saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan. Pada surat al-maidah ayat kedua allah
berfirman :

Yang Artinya :

“ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.

B. SARAN

Dengan disusunnya makalah ini, maka pembaca atau mahasiswa dapat mengerti dan
memahami tentang ARIYAH,DASAR HUKUM SERTA RUKUN dan syarat. Semoga makalah
ini dapat diterima dan dimengerti serta berguna bagi pembaca atau mahasiswa. Kami mohon
maaf jika ada tulisan atau bahasa kami yang kurang berkenan. Dengan demikian kami
mengharapkan kritik dan saran atas tulisan kami agar bisa membangun dan memotivasi kami
agar membuat tulisan kami jauh lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

 Djuwaini. Dimyauddin (2008), Pengantar Fiqh Muamalah, bandung: Pustaka setia

Haroen. Nasrun, (2000), Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama

Rahman. Afzalur,(1996),Dok.Ekonomi Islam:Yogyakarta:Dhana Bakti

Rashd.Sulaiman,(1994), Fiqh Islam,Bandung:Sinar Baru Algesindo

SoedewiMasychoenSofwan.Sri,(1924),HukumPerdata:Hukum Kebendaan,Yogyakarta:Liberty
Yogya

Syafei.Rahmat,(2001),Fiqih Muamalah, Bandung:Pustaka Setia


Pertanyaan tentang materi ariyah
1. Bagaimana hokum pinjam meminjam bila tidak terpenuhi rukun dan syaratnya?
2. Tuliskan hokum pinjam meminjam dan sebab berubahnya hokum tersebut?
3. Apakah pinjam meminjam sama dengan jual beli?

Anda mungkin juga menyukai