Anda di halaman 1dari 169

DAFTAR ISI

BAB 1 PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN..........

A. Pengertian Pembelajaran
Kewarganegaraan/PKN....................................................
B. Sejarah Perkembangan Pendidikan
Kewarganegaraan.............................................................
C. Perkembangan Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia........................................
1. Perubahan Nama Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia..................................
2. Kurikulum 1984, Kurikulum 1975
yang disempurnakan..................................................
3. Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999.........................................................
4. Kurikulum 2006, “KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).................
D. Karakteristik Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar...................................................................
E. Pentingnya Pembelajaran PKN di Sekolah
Dasar................................................................................
1. Hakikat Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar............................................................
2. Tujuan Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar............................................................
3. Fungsi Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar............................................................
4. Manfaat Pendidikan
Kewarganegaraan......................................................
F. Metode dan Model Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar...................................................................
1. Metode Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar............................................................
2. Model Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar............................................................

BAB 2 PEMBELAJARAN PANCASILA...............................

A. Pengertian Pembelajaran Pancasila.............


1. Tujuan Pendidikan Pancasila..........
B. Ruang Lingkup Pancasila............................
C. Urgensi Pendidikan Pancasila.....................
1. Sumber Historis, Sosiologis, Politis
Pendidikan Pancasila.................................................
2. Esensi dan Urgensi Pendidikan
Pancasila Untuk Masa Depan.............................
D. Pendidikan Karakter Sebagai Upaya
Wujudkan Pelajar Pancasila.............................................
1. Pendidikan Karakter.......................
2. Nilai-nilai didalam Pendidikan
Karakter.....................................................................
3. Tujuan Penguatan Pendidikan
Karakter.....................................................................
4. Hakikat Profil Pelajar Pancasila.....
5. Upaya Mewujudkan Profil Pelajar
Pancasila....................................................................
E. Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi...............................

1. Pancasila................................
2. Pancasila Sebagai Ilmu
Filsafat..........................................................
3. Perkembangan Ilmu dan
Teknologi
4. Peranan Pancasila Sebagai
Landasan Perkembangan IPTEK..................
5. Dimensi Moral
Pengembangan dan Penerapan Ilmu.............
6. Sumber Historis, Sosiologis,
dan Politik Pancasila Sebagai Dasar Nilai
Pengembangan Iptek.....................................
7. Dampak Positif dan Negatif
Perkembangan Iptek.....................................
8. Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa................................................

BAB 3 PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN


PANCASILA DI INDONESIA....................................

A. Pendidikan di Dunia....................................
B. Keadaan Mata Pelajaran Pancasila di
Indonesia..........................................................................
C. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat...............
1. Filsafat Pancasila...........................
2. Hakikat Sila-Sila Pancasila............
3. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.
4. Konsep Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat........................................................................
5. Dasar Axiologis Sila-Sila
Pancasila....................................................................
D. Budaya dan Karakter Indonesia di Era
Globalisasi........................................................................
1. Pengertian Kebudayaan.................
2. Perkembangan Kebudayaan di
Indonesia....................................................................
3. Pembelajaran Tentang Budaya
Lokal..........................................................................
4. Upaya - Upaya Dalam
Melestarikan Budaya Indonesia.................................
5. Karakter Generasi Muda................
6. Globalisasi Terhadap Budaya........
7. Globalisasi Terhadap Kehidupan...
8. Pembangunan Karakter di Era
Globalisasi..................................................................
E. Implementasi nilai-nilai pancasila sebagai
dasar negara......................................................................
F. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila
Melalui Budaya Sekolah Di Era Digital...........................

BAB I
PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN
A. Pengertian Pembelajaran Kewarganegaraan/PKN
Menurut Sardiman (2007), belajar merupakan perubahan tingkah
laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya.
Belajar juga suatu proses usaha yang dilakukan seeorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungan (Slameto, 2003).
Peserta didik di era society 5.0 harus mampu menguasai
beberapa kompetensi, yaitu leadership,digital literacy,
communication, emotional intelligence, enterpreneurship,
globalcitizenship, problem solving, dan team work (Ely dan Abdu,
2020).
Secara bahasa, istilah Civic Education menurut beberapa ahli
menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan
Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Pada tahun 1886, Civics adalah suatu ilmu tentang
kewarganegaraan yang berhubugan dengan manusia sebagai individu
dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya
dengan Negara (Winarno, 2007).
Menurut Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2012) bahwa
Citizenship education or civics education didefinisikan sebagai
berikut: Citizenship or civics education is construed broadly to
encompass the preparation of young people for their roles and
responsibilities as citizens and, in particular, the role of education
(trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory
process. Maksud pendapat Kerr yaitu kewarganegaraan umumnya
mencakup proses mempersiapkan generasi muda untuk mengambil
peran dan tanggung jawab sebagai warga negara. Sedangkan secara
khusus, peran pendidikan meliputi pendidikan sekolah, proses
belajar mengajar, dalam proses mempersiapkanwarga negara
tersebut.
Menurut Cogan (1999) mengemukakan Civic Education yaitu
sebagai “the foundational course work in school designed to prepare
young citizens for an active role in their communities in their adult
lives”. Maksudnya yaitu mata pelajaran dasar di sekolah yang
dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar setelah
dewasa dapat berperan aktif dalam Masyarakat
Kosasih Djahiri mengemukakan bahwa hakikat Pkn atau civic
education adaah program pendidikan pembelajaran yang secara
programatik-prosedural yang berupaya memanusiakan (humanizing)
dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering)
manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara
yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yurudis konstitusional
bangsa/negara (Budimansyah dan Syam, 2006).
Stanley E. Dimond dan Elmer (1970:5) menyatakan bahwa
secara terminologis civics diartikan sebagai studi yang berhubungan
dengan tugas-tugas pemerintahan dan hak-kewajiban warganegara.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional di dalam batang tubuhnya menjelaskan bahwa
pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran atau mata
kuliah wajib, sehingga di perguruan tinggi khususnya di setiap
program studi, mata kuliah pendidikan kewarganegaraan harus
diberikan kepada mahasiswa dan pada mata Pelajaran di Sekolah
Dasar juga begitu demikian.
PKN adalah salah satu mata pelajaran pokok atau wajib di
sekolah termasuk di jenjang sekolah dasar yang muatan materi nya
diajarkan kepada siswa untuk mampu menjadi seorang warga negara
yang baik (Efri Yuni Astuti, 2015). Menurut Gustilianto, 2017
menyatakan bahwa pembelajaran PKn merupakan sarana untuk
pengimplementasian nilai-nilai Pancasila. Sedangkan tujuan PKn
adalah untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang memiliki
pemahaman serta sanggup melakukan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan yang tercantum dalam UUD
1945 dan Pancasila (Magdalena et al., 2020). Menurut Budimansyah
& Suryadi (Kariadi, 2017: 31) “PKn merupakan salah satu bidang
kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yaitu
mengembangkan siswa menjadi warga negara yang baik yang
memiliki rasa kebanggaan terhadap Negara Indonesia, cinta tanah
air, jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi di lingkungan rumah, sekolah, dan sekitarnya
serta berbangsa dan bernegara (Supriyanto, 2018: 116).
Konfigurasi atau kerangka sistematik PKn dibangun atas dasar
paradigma sebagai berikut Kosasih djahiri (1997; Kariadi, 2017: 31):
Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek
pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia,
cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara
teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat
dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat
konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks
substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan
yang demokratis, dan bela negara.
Seharusnya di era sekarang, tujuan pendidikan tidak hanya
bersumber pada penguatan kognitif peserta didik, akan tetapi
penguatan afektif dan psikomotorik juga harus dimiliki peserta didik
sebagai hasil dari proses Pendidikan (Nurizka, 2019: 191). Ketiga,
PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran
yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content
embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience)
dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam
kehidupan seharihari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga
negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral
Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
Sebagaimana yang tercantum dalam (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI, 2006) mengenai ruang lingkup dan materi
pembelajaran PKn di Sekolah Dsasar yang disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 1. Ruang Lingkup dan Materi Pembelajaran PKn di SD
No Ruang Lingkup Materi
a. Hidup rukun dalam perbedaan
b. Cinta lingkungan
c. Kebanggaan sebagai Bangsa
Persatuan dan
1 Indonesia
Kesatuan Bangsa
d. Sumpah Pemuda
e. Keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
a. Tertib dalam kehidupan
keluarga
Norma, Hukum, b. Tata tertib di Sekolah
2
dan Peraturan c. Norma yang berlaku di
Masyarakat
d. Peraturan-peraturan daerah
a. Hak dan Kewajiban Anak
Hak Asasi
3 b. Hak dan Kewajiban Anggota
Manusia
Masyarakat
a. Hidup Gotong Royong
b.Harga diri sebagai Warga
Kebutuhan Warga
4 Masyarakat
Negara
c. Kebebasan berorganisasi
d. Menghargai keputusan Bersama
Konstitusi
5 -
Negara
a. Pemerintahan desa dan
Kekuasaan dan Kecamatan
6
Politik b. Pemerintahan daerah
c. Pemerintahan pusat
a. Proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara
7 Pancasila
b. Pengamalan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari
a.Globalisasi di lingkungannya
8 Globalisasi b.Politik luar negeri Indonesia di
era Globalisasi
Jenjang pendidikan memiliki ruang lingkup materi PKn yang
sama (Winarno, 2014). Namun terdapat perubahan ruang lingkup
materi PKN SD dalam kurikulum 2013 dari kurikulum sebelumnya
yaitu KTSP yakni adanya penyederhanaan materi yang harus
dikuasai oleh siswa (Prastowo, 2013).
Mengajarkan pembelajaran PKn di Sekolah Dasar harus
memiliki kemampuan atau kompetensi seperti yang diharapkan di
dalam (Undang-Undang Republik Indonesia, 2005) yakni meliputi
pedaogik, kepribadian, sosial dan professional. Sedangkan seperti
yang telah tertera dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2012
Tentang Pendidikan Tinggi bahwa “Dalam kurikulum pendidikan
tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan kewarganegaraan”
(Nurmalisa et al., 2020).
Menurut (Pirol & Ag, 2008) generasi muda kita saat ini sedang
mengalami degradasi, nilai-nilai kearifan lokal dengan mudahnya
dilupakan karena kuatnya arus globalisasi. Kejadian seperti
memakai narkoba, seks bebas, tawuran, dan lain-lain sudah jelas
bukanlah karakter asli yang ada dalam nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia sehingga mengindikasikan bahwa moral generasi kita saat
ini buruk (Budiarto, 2020).
Usaha penguatan karakter saat ini sudah dilakukan pemerintah,
melalui Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa yang
dilanjutkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) (Ismail
et al., 2021).
Guru berperan sangat penting bagi peserta didik, utamanya guru
PPKn (Safitri & Dewi, 2021) dan Guru PPKn harus memberikan
contoh dan teladan serta memberikan dorongan moral keras
terhadap peserta didik menjadi lebih baik (Widianti, 2014).
Guru adalah salah satu unsur dalam bidang pendidikan, dimana
guru harus menempatkan posisinya secara profesional dan mampu
memenuhi kebutuhan pendidikan yang semakin berkembang
(Hamid, 2017).
Guru berperan bukan hanya berperan sebagai pengajar yang
tugasnya hanya mentransfer ilmu, tapi guru juga harus mentransfer
of values, sekaligus menjadi contoh, panutan, dan pembimbing yang
menuntun siswa saat belajar (Roqib & Nurfuadi, 2020).
Guru memiliki tugas utama untuk mendidik, melatih,
membimbing, menuntun, menilai dan mengevaluasi kemampuan
siswa pada pendidikan mulai pendidikan dasar sampai pendodokan
menengah (Musa, 2016). Kedudukan guru sebagai tenaga
profesional juga ditujukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional (Saragih, 2008).
Menurut (Maya, 2013) peran guru yang paling utama dalam
pendidikan karakter adalah:
1) Keteladanan.
Keteladanan adalah satu hal yang paling penting yang harus
dimiliki oleh guru. Keteladanan guru merupakan konsistensi
guru dalam memberikan contoh yang baik kepada siswa baik
dari sikap spiritual, sosial, pengetahuan dan karya yang
dimiliki. Guru juga harus cerdas dalam membaca dan
memanfaatkan peluang secara produktif dan kompetitif
dalam mengembangkan diri dan siswa.
2) Inspirator
Guru yang memiliki sifat inspirator adalah guru yang bisa
membangkitkan semangat belajar siswa dengan memberikan
contoh nyata kepada siswa dan mengajak siswa untuk
mengembangkan potensi dan bakatya serta mengajaknya
untuk berprestasi.
3) Motivator
Guru menjadi seorang motivator artinya guru harus
membangkitkan semangat dan potensi yang dimiliki siswa
agar mereka mampu menunjukan kemampuan mereka.
4) Dinamisator
Dinamisator artinya guru selain bertugas memberikan
semangat kepada siswa, tapi juga menjadi sarana yang benar
-benar mendorong kemampuan sisswa agar menciptakan apa
yang mereka cita-citakan.
5) Evaluator
Guru harus selalu mengevaluasi pembelajaran yang ia
lakukan dalam mendidik karakter anak. Guru juga harus
mampu menggambarkan dan memberikan solusi kepada
siswa terkait permasalahan baik dari akademik, sikap dan
pengembangan bakat anak.
Sebagai calon pendidik bukan harus memiliki penguasaan materi
PKn yang baik tetapi perlu juga memiliki kemampuan intepretasi
yang tinggi mengenai cara penyampaian materi pembelajaran
tersebut (Susanto, 2014) dan juga sebagai seorang calon guru atau
mahasiswa harus mampu merefleksikan ilmu yang telah didapatkan
selama menjalani perkuliahan agar menjadi sebuah pembiasaan diri
untuk kedepannya (Pahlevi, 2017).
Undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945
tersebut mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan
meyelenggarakan satu sistem Pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha
esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur denganundang-undang.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas
dikatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terancam untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan kewarganegaraan itu sama halnya dengan pendidikan
demokrasi karena bertujuan untuk membentuk dan mempersiapkan
warga Negara masyarakat untuk memiliki pemikiran kritis dan juga
demokratis (Suhardiyansyah et al., 2016).
Menurut Isep (2013: 15) “fungsi dan tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk membentuk atau mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang baik”.
Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar
negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari, Pancasila sebagaiideologi terbuka (Wihardit, 2010).
Tahun 1954 Civic menjadi Kewarganegaraan Tahun 1961
Kewarganegaraan menjadi Kewargaan Negara atas prakarsa Prof.
Dr. Sahardjo, SH. (disesuaikan dengan pasal 26 UUD 1945) Tetapi
istilah Kewargaan Negara baru dipakai secara resmi tahun 1967
dengan instruksi Dirjen Dikdas No.31/1967/ tanggal 28 Juni 1967.
Mendikbud ketika tahun 1996 itu mengeluarkan instruksibahwa
materi civic dapat diambil dari: 1) Pancasila 2) UUD 1945 3)
Ketetapan Ketetapan MPRS Perserikatan bangsa-bangsaDitambah
dengan: 1) Orde Baru 2) Sejarah Indonesia dan 3) Ilmu Bumi
Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship) merupakan
pembelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang
beragam dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia dan suku
bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil,
danberkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945
(Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004).
Landasan PPKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap
pada tuntutan perubahan zaman,serta Undang Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis
Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan
Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar Menengah- Direktorat Umum (Wahab,
2011)
Dalam Kurikulum KBK Tahun 2004 dan Kurikulum KTSP
Tahun 2006, PPKn menjadi PKn, sedangkan dalam Kurikulum
Tahun 2013 PKn kembali berganti nama menjadi PPKn. Pada saat
melakukan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), guru benar-benar
mampu memberdayakan peserta didik secara bermakna sesuai
dengan UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Fungsi pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai wahana
untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan
berkepribadian yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia
dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945
(Depdiknas, 2001:1).
PPKn harus mampu membekali kompetensi siswa dengan
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan
kewarganegaraan (civic skills) dan etika atau karakter
kewarganegaraan (civic disposition) (Alfiansyah & Wangid, 2018) .
Menurut Budimansyah (2014) Hakekat Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan tidak terlepas dari perkembangan sikap
seseorang meliputiberapa tahap antara lain sebagai berikut:
a. Anomous: Pada tahap ini sikap seseorang "tidak tahu
terhadap sesuatu yangdianggap baik dan buruk la
melakukan sesuatu hanya atas dasar dorongan naluri
semata.
b. Heteronomous: Pada tahap ini, seseorang sudah mempunyai
sikap tertentu tetapi masih "bunglon". Artinya masih
bersikap ikut-ikutan, belum mempunyai pendapat yang
mandiri. Seseorang melakukan sesuatu kegiatan hanya
karena senang mengikuti apa yang dilakukan oleh orang
lain yang adadi sekelilingnya.
c. Socionomous: Pada tahap ini seorang peserta didik
melakukan sesuatu karenakesadaran dan keyakinan dirinya
bahwa sesuatu itu perlu dan baik untuk dilaksanakan,
sebagai pola hidupnya. Pada tahap ini seseorang sudah
sadar betul apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukannya. Artinya seseorang itu sudah punya pendirian
sendiri yang tetap.
d. Aotonomus: Pada tahap ini seseorang sudah mencapai
tingkat kedewasaan, sehingga seseorang melakukan sesuatu
itu sudah melalui proses pemikiran yang matang, dan sadar
akan sebab akibat dari perbuatan yang dilakukannya itu.
Berdasarkan Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan mencakup :
a) Tujuan Umum. Untuk memberikan pengetahuan dan
kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan
antara warga negara dengan negara serta PPBN agar
menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan
negara. untuk mengembangkan wawasan mahasiswa
tentang makna pendidikan bela negara sebagai salah satu
kewajiban warganegara sesuai dengan Pasal 30 UUD 1945.
Kedua mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang wajib
diikuti oleh seluruh mahasiswa, yang mulai tahun 2000
disebut sebagai Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian atau
MKPK.
b) Tujuan Khusus :
 Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan
hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis
serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung
jawab.
 Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai
masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya
dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang
berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan
Ketahanan Nasional.
 Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air,
serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
Negara kebangsaan modern adalah negara yang
pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau
nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun
masa depan bersama di bawah suatu negara sama walaupun warga
negara tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya
(Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998).
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia 1945).
Tilaar (2005:14) meyakini bahwa semakin banyak pihak yang
peduli dan bekerja keras mengupayakan pembentukan bangsa
Indonesia menjadi religius, beriman, bertaqwa, dan berbudi pekerti
yang luhur semakin lebih baik adanya. Serta harus sebanyak
mungkin warga masyarakat mempunyai mutu tinggi untuk dapat
melakukan kerjasama dan persaingan bangsa dan warga negara
(Hafidh and Anwar, 2016).
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih berorientasi
pada Transfer of knowledge dari masayrakat ke masyarakat dan
pendekatan ekspositori masih mendominasi yang menyebabkan
terabaikannya pendekatan inquiri, pemecahan masalah dan
rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan dan
perencanaan pembelajaran sehingga muncul budaya belajar
menghapal hal ini disebabkan oleh rendahnya motivasi mengajar
pendidik karena menyangkut kemampuan aspek kompetensi
pendidik yang dimiliki (Halimah, 2018).
Penanaman nilai-nilai pendidikan berbasis nilai kejujuran,
kebenaran dan keadilan akan melahirkan generasi emas yang
berkarakter Pancasilais berbasis budaya nasional Indonesia (Abi,
2017).
Dalam dekade terakhirnya, ada kecenderungan menipisnya jiwa
nasionalisme dikalangan generasi muda (Widiyono 2019).
Untuk menanggulangi masalah kehilangan generasi muda yang
rendahakan sikap nasionalisme dan untuk menambah rasa
nasionalisme bangsa Indonesia adalah dengan dilatih tentang sikap-
sikap yang baik sesuai dengan nilai-nilai dari Pancasila, tidak
mengajarkan hal-hal yang melanggar nilai-nilai Pancasila,
menanamkan rasa cinta tanahair sejak dini, melestarikan budaya
Bangsa Indonesia, dan memberi penyuluhankepada seluruh bangsa
Indonesia akan pentingnya nasionalisme terhadap masadepan
bangsa Indonesia (E. Y. Lestari, Janah, and Wardanai 2019).
Kewarganegaraan berperan dalam pembangunan dan
pengembangan karakter dalam diri generasi muda, tentu dapat
terjawab jika kontribusi yang diberikan pendidikan
kewarganegaraan berhasil mengarahkan generasi muda saat ini
untuk berpartisipasi mengusung karakter bangsa (Kaelan, 2010).

B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan


Menurut J. J. Cogan dalam Citizen Education (1998), pendidikan
kewarganegaraan adalah pembelajaran formal dan informal yang
berlangsung di keluarga, organisasi keagamaan, komunitas, media,
dll, dan membantu membentuk warga negara secara keseluruhan.
Pendidikan moral di Indonesia secara tradisional mencakup nilai-
nilai sosial, kebangsaan, dan agama. Pada mulanya pendidikan
akhlak berlangsung melalui pendidikan agama dan budi pekerti,
belum ada pendidikan akhlak yang jelas. Namun seiring berjalannya
waktu, hal tersebut berkembang hingga tidak lagi terintegrasi
dengan pendidikan agama dan karakter. Mata pelajaran
kewarganegaraan mulai diperkenalkan pada tahun 1957. Mata
pelajaran kewarganegaraan meliputi muatan pokok memperoleh
kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara. Dari sudut
pandang kesadaran bernegara, pokok bahasan administrasi publik
dan proses hukum juga dipaparkan. Ketiga topik ini hanya
mengandung aspek kognitif.
Pada tahun 1959, arah politik Indonesia berubah. Dengan
keputusan presiden tanggal 5 Juli 1959, UUD 1950 dinyatakan tidak
berlaku dan UUD 1945 dinyatakan tidak berlaku lagi. Kasus ini
mengubah haluan dalam bidang pendidikan. Perubahan arah ini
ditandai dengan diperkenalkannya mata pelajaran kewarganegaraan
di SMP dan SMA yang meliputi sejarah kebangsaan, sejarah
deklarasi, UUD 1945, Pancasila, pidato presiden kenegaraan,
dukungan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Buku sumber
yang digunakan adalah “Kewarganegaraan Manusia Indonesia
Baru” dan “Tujuh Bahan Dasar Indoktrinasi” yang lebih dikenal
dengan singkatan “TUBAPI”. Metode pengajarannya lebih bersifat
indoktrinasi. Tidak ada buku pegangan siswa untuk mata pelajaran
ini.
Pada tahun 1962 istilah PKn digantikan dengan istilah
Kewarganegaraan Nasional. Sahardjo, S.H. yang saat itu menjabat
Menteri Kehakiman. Perubahan ini didasarkan pada tujuan yang
ingin dicapai, yaitu “membangun warga negara yang baik”. Pada
tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI yang disusul dengan
reformasi organisasi pemerintahan. Pembaharuan perintah ini
diakhiri dengan tonggak resmi ketika Presiden Soekarno
menyerahkan komando kepada Jenderal Soeharto pada tanggal 11
Maret 1966. Tanggal tersebut kemudian dijadikan tonggak sejarah
pemerintahan Orde Baru, antara lain tekad untuk berbenah dengan
konsistensi pelaksanaan Orde Baru. UUD 1945. Perubahan sistem
ketatanegaraan/nasional ini kemudian disusul dengan kebijakan
pendidikan yaitu Peraturan Menteri Nomor P dan K. 31 Tahun 1967
yang mengatur bahwa isi pelajaran kewarganegaraan terdiri atas:
Kebijakan di bidang pendidikan ini kemudian diikuti dengan
diterbitkannya kurikulum pada tahun 1968.
Dalam kurikulum ini konsep pendidikan kewarganegaraan yang
secara tidak resmi digantikan dengan kata Kewarganegaraan
Nasional, kembali digantikan dengan pendidikan kewarganegaraan
yang lebih dikenal dengan sebutan Pendidikan Kewarganegaraan.
misalnya singkatan PKN. Saat ini, pendidikan kewarganegaraan
tidak lagi menggunakan metode indoktrinasi dalam pengajarannya.
Materi dasar yang disediakan dalam kurikulum, yang meliputi:

a. Untuk tingkat Sekolah Dasar:


- Pengetahuan Kewargaan Negara
- Sejarah Indonesia
- Ilmu Bumi
b. Untuk tingkat SMP
- Sejarah Kebangsaan
- Kejadian setelah kemedekaan
- UUD 1945
- Pancasila
- Ketetapan-ketetapan MPRS
c. Untuk tingkat SMA
Uraian pasal-pasal dalam UUD 1945 dihubungkan dengan
Tata Negara, Sejarah, Ilmu Bumi dan Ekonomi.
Pada tahun 1973, oleh Badan Pengembangan Pendidikan (BP3)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bidang Pendidikan
Kewargaan Negara, telah ditetapkan 8 tujuan kurikuler, yang
meliputi bidang:
1) Hak dan kewajiban warga Negara
2) Hubungan luar negeri/pengetahuan internasional
3) Persatuan dan kesatuan bangsa
4) Pemerintahan demokrasi Indonesia
5) Keadilan negara bagi seluruh rakyat Indonesia
6) Pembangunan negara ekonomi
7) Pendidikan kependudukan
8) Keamanan dan ketertiban masyarakat
Meskipun materi inti dan tujuan kurikulum telah ditentukan,
tidak ada buku pegangan resmi untuk siswa atau guru yang
disiapkan pada saat itu. Jika tidak ada pedoman resmi dari
pemerintah, maka setiap sekolah/guru akan mempunyai kebijakan
tersendiri mengenai buku ini. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika
pada saat itu beredar berbagai artikel pendidikan kewarganegaraan
di semua jenjang atau jenjang pendidikan untuk memenuhi
kebutuhan lapangan. Perlu ada catatan penting dalam PKN, yakni
tidak terlihat sisi afektifnya. Pendidikan kewarganegaraan ternyata
hanya berfokus pada aspek kognitif saja. Selain itu, mahasiswa juga
belum paham mengenai pembentukan moral Pancasila, sehingga
PKN ini tidak dapat menyampaikan amanah/pesan pandangan hidup
bangsa yaitu Pancasila. Keadaan ini, ditambah dengan banyaknya
buku pedoman bagi siswa, pedoman bagi guru yang berbeda-beda,
serta pengembangan materi oleh guru yang sangat berwarna
pengetahuan dan pola pikirnya, menghasilkan hasil yang beragam,
baik dari aspek kognitif maupun afektif.
Era baru telah dimulai di bidang ketatanegaraan. Hasil pemilu
MPR menghasilkan Ketetapan GBHN No. VI/MPR 1973 yang
mewajibkan adanya PMP pada semua jenjang pendidikan mulai dari
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, baik negeri maupun
swasta.
Pada akhir tahun 1975, Kelompok Kurikulum Nasional
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyusun kurikulum
bidang PMP dan kurikulum sekolah dasar, menengah, dan
menengah atas. Pada tahun 1978, MPR setelah pemilu kedua baru-
baru ini berhasil mengeluarkan Ketetapan No. II/MPR/1978 yang
memuat pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila atau
Ekaprasetia Pancakarsa. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan
penjelasan secara sederhana, jelas dan mudah dipahami tentang
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (selanjutnya disebut 36
Nilai P4) sehingga dapat dijadikan sebagai penunjuk arah dan
pedoman kehidupan bermasyarakat. dan di masyarakat. kehidupan
bernegara setiap warga negara Indonesia. Terbitnya peraturan MPR
sangat penting bagi PMP karena semakin memperjelas arah PMP.
Dalam Kurikulum 1975 ada beberapa mata pelajaran yang
ditetapkan sebagai materi PMP, yang ditambah atau diperkaya
dengan materi Peraturan MPR No. II/MPR/1978. Namun, masih
belum ada buku pelajaran untuk siswa. Untuk mencegah
guru/peminat penulisan buku mengembangkan materi serba guna,
maka sejak tahun 1978 telah ditulis buku paket PMP untuk SD,
SMP, dan SMA. Kegiatan ini berpuncak pada terbitnya Buku Paket
PMP pada tahun 1980 dan kemudian digunakan di sekolah-sekolah
mulai dari SD hingga SMA. Pada tahun 1982, Buku Paket PMP
direvisi dengan banyak masukan dari masyarakat, tokoh agama,
pendidik, dan intelektual. Akhirnya setelah diperbaiki, dicetak ulang
dan disetujui penggunaannya berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137/C/Kep/R/83, sekaligus
buku PMP cetakan lama dihilangkan.
Selain itu, otoritas tertinggi negara pun bisa mempublikasikan
produknya, termasuk Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang
GBHN hasil pemilu ketiga pasca Orde Baru. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam GBHN ini, yaitu:
1. Pendidikan Moral Pancasila masih tetap diberikan di sekolah-
sekolah.
2. Munculnya unsur baru dalam Pendidikan Pancasila, yaitu:
3. Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.
4. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
Kurikulum 1975 sepertinya harus direvisi. Hasil evaluasi
menunjukkan adanya kelemahan pada konsistensi ruang lingkup
dan kedalaman materi yang menyebabkan kandungan substansi,
pada keselarasan vertikal rangkaian substansi, dan pada kesesuaian
materi dengan perkembangan baru. Sehubungan dengan hal
tersebut, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0461/U/1984 tentang Penyempurnaan Kurikulum Sekolah Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 0209/U/1984 tentang Penyempurnaan Kurikulum kurikulum
sekolah menengah lahir. Salah satu ciri kurikulum itu, yang
selanjutnya disebut Kurikulum 1984, adalah penerapan fleksibilitas
program. Khususnya pada bidang studi PMP, perlu adanya
penambahan pada bidangnya. Meskipun kurikulum (1975)
memahami PMP sebagai pendidikan moral, fokusnya tetap pada
pengetahuan. Oleh karena itu, terjadi reorientasi pada kurikulum
(1984), lebih menitikberatkan pada ranah moral (afektif) dan
memberikan perhatian integral pada ranah lain yaitu pengetahuan
(kognitif) dan aktivitas (psikomotor).
Pada tanggal 25 Februari 1993 diterbitkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 tentang Kurikulum
Dasar Pendidikan sebagai bentuk pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989. Kurikulum tersebut mulai berlaku secara
bertahap pada tahun 1994/ 1995. selama tahun ajaran. Oleh karena
itu, pada tahun 1994 kurikulum tersebut menjadi Kurikulum
Nasional atau Kurikulum '94.
Pada tahun 1994, nama Pendidikan Moral Pancasila diganti
dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sama
dengan kurikulum sebelumnya, mata pelajaran ini memadukan
konsep Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Pendidikan
Kewarganegaraan Nasional (PKN). Kata Pendidikan Moral
Pancasila diubah menjadi Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan Nasional
diubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian digabung
menjadi pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan.” Pendidikan
Pancasila mempunyai makna yang lebih luas dan lengkap
dibandingkan dengan pendidikan akhlak Pancasila, karena Pancasila
tidak hanya mempunyai dimensi moral saja, tetapi juga mencakup
konsep, nilai, moral dan norma. Oleh karena itu, perubahan ini
sangat tepat. Materi kelas PPKn tidak jauh berbeda dengan materi
kelas PMP. Selain itu, pada tahun 1999 ditambahkan materi PPKn
tambahan (pelengkap) sesuai dengan perubahan kehidupan
ketatanegaraan pasca reformasi. Materi P-4 tidak lagi resmi
digunakan dalam Suplemen Kurikulum (1999), karena peraturan
MPR tentang P-4 dinyatakan tidak berlaku dengan Peraturan MPR
Nomor 1. XVIII/MPR/1998. Pada tahun 2000, ketika masa
reformasi dimulai di Indonesia, perubahan juga terjadi di bidang
pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) lahir dari
kebutuhan bahwa ilmu yang diperoleh di sekolah harus mampu
menunjang keterampilan yang terus berkembang. Tahun ini mata
pelajaran tersebut berganti nama menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn).
Pada tahun 2004, pendidikan dasar kewarganegaraan
dimasukkan ke dalam IPS, sehingga menjadi PKPS (pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan pengetahuan sosial), sedangkan
di SMP dan SMA menjadi mata pelajaran tersendiri. Kurikulum
berbasis kewarganegaraan tampaknya telah mengarah pada tiga
komponen kewarganegaraan yang berkualitas seperti yang
diusulkan oleh Pusat Pendidikan Kewarganegaraan dalam Standar
Nasional Kewarganegaraan dan Pemerintahan tahun 1999. Ketiga
komponen tersebut adalah keterampilan kewarganegaraan
(citizenship), keterampilan kewarganegaraan (citizenship), dan
keterampilan kewarganegaraan (citizenship).
Pada tahun 2006 terjadi perubahan kurikulum dari KBK
menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam
kurikulum ini, kewarganegaraan sekolah dasar tidak lagi
diintegrasikan ke dalam IPS, tetapi merupakan pendidikan
kewarganegaraan tersendiri. Demikian pula, kewarganegaraan
menjadi mata pelajaran mandiri baik di tingkat sekolah dasar
maupun sekolah menengah atas.
A. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
Negara pada dasarnya memiliki tujuan yang sudah dirumuskan
oleh para pendiri negara tersebut, yang nantinya akan dilanjutkan
oleh para pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa. Peran
dan partisipasi pemuda sangat dibutuhkan demi terwujudnya bangsa
yang tangguh dan terjaminnya kesejahteraan masyarakat. Indonesia
merupakan negara yang mampu berdiri tegak pada tanggal 17
Agustus 1945 yang dipelopori oleh para pemuda seperti Sorkarno,
Sutan Syahrir, Muhammad Hatta dan lain sebagainya, yang
kemudian juga dapar merumuskan suatu dasar negara (Pancasila)
dan konstitusi negara (UndangUndang Dasar 1945). Tujuan
nasional negara Indonesia yang termaktub di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV merupakan tujuan yang
harus dicapai demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Hal ini merupakan salah satu tugas para pemuda karena
Indonesia mendatang akan dipimpin oleh pemuda sehingga demi
terwujudnya masa depan Indonesia yang cerah, namun banyak
pemuda saat ini melakukan tindakantindakan yang bertentangan
dengan Pancasila, seperti mencuri, menggunakan narkoba,
melakukan tindakan anarki dan lain sebagainya. Pendidikan moral
di Indonesia, secara tradisional, berisi nilai-nilai kemasyarakatan,
negara dan agama. Pada mulanya, pendidikan moral dilaksanakan
melalui pendidikan agama dan budi pekerti, tidak ada pendidikan
moral secara eksplisit. Akan tetapi kemudian berkembang dari
waktu ke waktu sehingga tidak lagi menyatu dengan pendidikan
agama dan budi pekerti.
Membangun pemuda sehingga memiliki karakter yang
berdasarkan nilainilai Pancasila dapat dilakukan melalui beberapa
strategi, salah satunya adalah pendidikan karkater, karena menurut
Muslich (2011: 1) pendidikan karakter merupakan salah satu kunci
kemajuan bangsa. Di sisi lain, Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan
bahwa pendidikan nasional memiliki fungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
sedangkan tujuannya untuk mengembangkan anak didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta betanggung
jawab.
Tanggung jawab. Pada dasarnya fungsi dan tujuan pendidikan
nasional adalah membangun karakter. Pendidikan karakter sendiri
dapat diimplementasikan di beberapa jalur pendidikan, yaitu
pendidikan informal (keluarga), nonformal (majelis taklim,
organisasi kepemudaan dan lain-lain), dan formal (sekolah dan
perguruan tinggi), namun yang sangat dituntut oleh masyarakat
untuk dapat membangun karakter pemuda adalah pendidikan
formal, meskipun pada dasarnya pendidikan informal dan
nonformal merupakan salah satu pilar dalam membangun karakter.
Penggunaan istilah pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
sering mengalami perubahan, menggingat perkembangan
kewarganegaraan di Indonesia semakin komplek. Pada tahun 1947
di dalam kurikulum atau Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat,
walaupun hakikat tujuan membentuk dan membangun warga
negara yang cerdas, demokratis, dan religius itu sudah ditegaskan,
namun tidak diwadahi oleh mata pelajaran khusus dengan nama
semacam Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan atau
yang lainnya. (Winataputra, 2012: 9). Pada tahun 1957 Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan membuat suatu kebijakan dengan
mengembangkan kurikulum 1957 dan pelajaran pendidikan
kewarganegaraan menggunakan istilah Kewarganegaraan yang
berisi tentang bagaimana mendapatkan dan kehilangan status
kewarganegaraan di Indonesia serta hak dan kewajiban sebagai
warga negara Indonesia.
Di Indonesia khususnya penggunaan istilah pelajaran
Kewarganegaraan yang berubah menjadi Civics, yang di dalamnya
sejarah terkait kebangkitan nasional, Undang-Undang Dasar 1945,
pidato kenegaraan Presiden yang diarahkan untuk nation and
character building (Sapriya, 2007: 92). Sumber buku yang
digunakan oleh pendidik pada masa itu yaitu “Civics Manusia dan
Masyarakat Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok
Indoktrinasi” atau lebih dikenal dengan istilah TUBAPI (Wuri dan
Fathurrohman, 2012: 2). Kedua buku tersebut ditulis oleh Ir.
Soekarno dan beberapa rekannya, yang berisi tentang sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Pada
masa itu pelajaran Civics lebih menekankan pada aspek kognitif
dan lebih bersifat indoktrinasi. Karena sebagian besar warga
negara Indonesia khususnya yang tinggal di daerah pelosok belum
mengetahui secara jelas dan mendalam tentang perjuangan bangsa
Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka.
Pendidikan Kewargaanegara (PKN). Bahan pokok yang telah
ditetapkan pada Kurikulum 1968, yaitu untuk Sekolah Dasar
meliputi pengetahuan Kewarga Negaraan, sejarah Indonesia, dan
ilmu bumi, sedangkan untuk Sekolah Menegah Pertama meliputi
sejarah kebangsaan, kejadian setelah kemerdekaan, UUD 1945,
Pancasila, dan ketetapan-ketetapan MPRS, dan untuk Sekolah
Menengah Atas lebih menekankan pada uraian pasal-pasal dalam
UUD 1945 yang dihubungkan dengan Tata Negara, Sejarah, Ilmu
Bumi, dan Ekonomi (Wuri dan Fathurrohman, 2012: 3). Di
pendidikan tinggi mendapatkan mata kuliah yang diberi nama
Pendidikan Pancasila dan juga mendapatkan mata kuliah
Pendidikan Kewiraan yang menekankan mahasiswa harus mampu
menguasai materi tentang bela negara dalam rangka ketahanan
nasional. Kedua mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah
wajib yang harus diajarkan oleh mahasiswa di setiap perguruan
tinggi maupun di setiap fakultas. Pada tahun 1973 terjadi
perubahan kurikulum kembali, yang disebut dengan kurikulum
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP). Di dalam
kurikulum tersebut pelajaran tentang pendidikan kewarganegaraan
menggunakan beberapa istilah, yaitu Pendidikan Kewargaan
Negara, Studi Sosial, Civics dan Hukum. Untuk SD 8 tahun
menggunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang
merupakan mata pelajaran IPS terpadu atau identik dengan
Integrated Social Studies di Amerika.
Perubahan kurikulum dilakukan, selain atas dasar dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti dan para ahli juga
dikarenakan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dikonotasikan
oleh beberapa pihak hanya dapat mencapai ke dimensi moral saja.
Padahal subtansi Pancasila sebenarnya sangat luas yang
mengandung dimensi nilai, moral, dan norma. Perubahan dari
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menjadi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn) dianggap lebih tepat, karena
memiliki konotasi yang lebih luas. Meskipun materi yang
diajarkan kepada anak didik dalam Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) tidak jauh berbeda dengan materi yang
diajarkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Esensi dari
perubahan tersebut hanya perubahan istilah saja, bukan perubahan
subtansi dari mata pelajaran.
Pendidikan kewarganegaran pada dasarnya dapat difungsikan
sebagai pendidikan demokrasi di jalur pendidikan formal.
Pendidikan demokrasi yang dikemas di dalam pendidikan
kewarganegaraan sangat penting untuk diaplikasikan kepada
warga negara khususnya generasi muda, seperti halnya yang
disampaikan Azra Zaromi dalam Ubedillah dkk (2009: 7) bahwa
pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis
dan bertindak demokrasi, melalui aktivitas menanamkan
kesadaran kepada generasi baru tentang kesadaran bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak masyarakat, demokrasi adalah suatu learning
procces yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain,
kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan
mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.
kalangan yang melakukan anarkis dengan mengatasnamakan
kebebasan berpendapat dan Indonesia adalah negara demokrasi
dan juga ada beberapa kelompok yang berusaha menjadikan
negara Indonesia menjadi negara liberal yang memberikan
kebebasan individual dan mengenyampingkan kepentingan
bersama. Padahal demokrasi yang dianut di Indonesia tidak sama
dengan demokrasi yang diimplementasikan di negara-negara barat
seperti Amerika Serikat. Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi
yang memberikan kebebasan dan persamaan hak setiap individu
dengan menjunuung tinggi nilai-nilai kebersamaan yang
berdasarkan Pancasila. Apabila ditinjau dari sejarah Indonesia
adalah negara yang demokratis dalam mengambil setiap
keputusan, karena selalu menggunakan musyarawarah untuk
mufakat.
1. Perubahan Nama Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
Perubahan terhadap Pendidikan Kewarganegaraan tentunya
mengikuti perubahan kurikulum yang pernah berlaku di
Indonesia.Saat terjadi pergantian tahun ajaran yang awalnya Januari
sampai dengan Desember dan diubah menjadi Juli sampai dengan
Juni pada tahun 1975, nama Pendidikan Kewarganegaraan diubah
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Seiring dengan perkembangan
ketatanegaraan Indonesia maka pada tahun 1994, nama Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) diganti dengan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Materi yang terkandung dalam pelajaran
PPKn tidak jauh berbeda dengan materi yang terkandung pada
pelajaran PMP. Selanjutnya pada tahun 1999 dimasukkan suplemen
(tambahan) materi PPKn sesuai dengan perubahan yang cukup
signifikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia terutama terlihat
setelah terjadinya amandemen terhadap UUD 1945.
Pada tahun 2000, setelah Indonesia masuk era reformasi, di
bidang pendidikan pun banyak mengalami perubahan. Adanya
tuntutan bahwa pengetahuan yang didapatkan di sekolah harus bisa
menopang kebutuhan skill yang terus bertambah maka lahirlah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam KBK istilah PPKn
kemudian diubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
dengan menghilangkan kata Pancasila yang dianggap sebagai
produk Orde Baru.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Kurikulum Berbasis Kompetensi bertujuan membentuk warga
negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada
bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila
dan UUD 1945.
Pembahasan kurikulum di Indonesia ini sangatlah menarik. Hal
ini dikarenakan begitu dinamisnya perubahan yang terjadi dalam
perkembangan kurikulum Indonesia. Bahkan Alhamuddin (2014)
memaparkan bahwa “Ada ungkapan menggelitik yang acapkali
muncul seiring perubahan penguasa negeri ini yakni ‘ganti menteri
ganti kurikulum’, nyatanya dalam perjalanan sejarah sejak
kemerdekaan Indonesia tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional
memang telah berulangkali mengalami perubahan, yaitu pada tahun
1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 serta
yang terbaru adalah kurikulum 2013”. Ditambah, saat ini sudah ada
pandangan baru terkait dengan kurikulum merdeka belajar.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, sistem kurikulum
sebagai seperangkat rencana pendidikan memang perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat.
Adapun kurikulum itu sendiri, menurut Schubert (1986),
memaparkan bahwa “curriculum as content or subject matter,
curriculum as a program of planned activities, curriculum as
intended learning outcomes, curriculum as cultural reproduction,
curriculum as experience, curriculum as discrete task and concepts,
curriculum as an agenda for social reconstruction”. Pandangan
tersebut tampaknya dipengaruhi oleh pandangan sebelumnya,
seperti Stratemeyer, Forkner, dan McKim (194) yang menyatakan
“Curriculum currently defined in three ways; the courses and class
activities in which children and youth engage; the total range of in
class and out class experiences sponsored by school; and the total
life experiences of the leaner”. Dengan demikian, kurikulum dapat
dikatakan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman.
Penyelenggaraaan proses kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan tertentu. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan
pendidikan dan peserta didik. Lebih lanjut, Alhamuddin (2014)
menjelaskan bahwa “Dari perspektif historis dari masa ke masa,
determinan paradigma politik dan kekuasaan yang secara bersama-
sama mewarnai dan mempengaruhi secara kuat sistem pendidikan
Indonesia selama ini. Corak sistem pendidikan suatu Negara pada
gilirannya kembali pada stakeholder yang paling berkuasa dalam
pengambilan kebijakan. Pada tataran ini, maka sistem politiklah
yang berkuasa. Siapa yang berkuasa pada periode tertentu akan
menggunakan kekuasaannya untuk menentukan apa dan bagaimana
pendidikan diselenggarakan. Kecenderungan inilah yang kemudian
turut menjadi penguat pada apa yang kemudian disitilahkan ‘ganti
menteri ganti kebijakan’, termasuk didalamnya kurikulum
pendidikan, sebab muatanmuatan politis, value, ideologi, maupun
tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan penguasa acapkali juga
disetting sedemikian rupa dalam kerangka kurikulum”. Seiring
dengan perkembangan zaman, dengan berbagai alasan dan
rasionalisasi kurikulum Indonesia terus mengalami pergantian dari
periode ke periode. Keberadaan kurikulum memberi pengaruh yang
signifikan bagi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia.
Kurikulum pada prinsipnya memang menjadi hal yang vital
dalam dunia pendidikan. Dikarenakan vital atau pentingnya
kurikulum ini, maka para di lapangan, para pendidik harus
memahami kandungan kurikulum, karena telah jelas tujuan
pendidikan terdapat dalam kurikulum. Sehingga proses pendidikan
dapat berlangsung dengan kondusif, interaktif, efektif dan lancar (S.
Nasution, 1995: 1).
Oleh sebab itu, kurikulum menjadi hal yang terus menarik untuk
dianalisis, tidak terkecuali bagi bidang kajian atau mata pelajaran
PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Terlebih,
PPKn dalam proses perjalanan dan perkembangan kurikulum
seringkali mengalami dampak yang cukup signifikan, bahkan
nomenklatura tau penamaan mata pelajaran ini berganti-ganti. Hal
ini tidak bisa kepas dari analisis pergantian kurikulum yang bisa jadi
politis, disamping perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
dinamis, pemerintah selalu memiliki andil besar dalam proses
perkembangan kurikulum ini. Oleh sebab itu, dalam ruang lingkup
kajian PPKn, peneliti sangat tertarik dalam melakukan analisis
perkembangan kurikulum di Indonesia, khususnya perkembangan
kurikulum dalam ranah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan.
Adapun sejarah pendidikan Indonesia mencatat, “pelaksanaan
kurikulum dan proses pergantian terbilang relatif cepat”, jika dalam
pandangan khalayak awam bahwa kesan dari proses perguliran
kurikulum di Indonesia adalah ‘ganti Menteri pendidikan maka
ganti kurikulum’. Padahal pergantian kurikulum merupakan hal
biasa-biasa saja bagi negara yang mempunyai pendidikan yang maju
di dunia. Hal itu dilakukan untuk “menyokong relevansi pendidikan
terhadap tantangan zaman yang kian maju, sehingga kurikulum
yang diterapkan di lembaga pendidikan Indonesia tidak mungkin
stagnan. Pengembangan kurikulum juga didasarkan pada hasil
analisis, prediksi, dan berbagai tantangan yang dihadapi baik
internal maupun eksternal yang terus berubah” (Machali & Hidayat,
2016: 421). Dengan demikian secara normatif maupun substantive,
dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki sejarah perkembangan
kurikulum yang sangat dinamis dan cepat, bahkan dalam
dinamikannya, pada saat kurikulum sedang diimplementasikan dan
belum maksimal, sudah diperbarui lagi atau diganti dengan
kebijakan kurikulum yang baru, oleh sebab itu dinamika
perkembangan kurikulum ini perlu dibaha lebih mendalam,
khususnya yaitu kurikulum PPKn, yang peneliti bahas dalam
dinamika kurikukum PPKn (poin 2 pembahasan).
2. Kurikulum 1984,Kurikulum 1975 yang disempurnakan
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut ‘Kurikulum 1975 yang
disempurnakan’. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
atau Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolahsekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang
mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di
ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan
gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah.
Dalam konteks PPKn, Sejak GBHN 1973 hingga terakhir GBHN
1998 pada era Orde Baru, bagaimana penjelasan pendidikan untuk
membentuk karakter warga negara yang baik dibebankan kepada
sejumlah nama mata pelajaran, di samping pendidikan
kewarganegaraan dalam formulasi Pendidikan Pancasila.
“Meskipun terdapat ragam derivasi dari Pendidikan Pancasila dalam
namanama mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila,
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Pendidikan Pendahuluan
Bela Negara, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan P4,
pada akhirnya bermuara kepada model pendidikan yang bersifat
topdown. Artinya kategori warga negara yang baik merupakan
kategorisasi negara terhadap warga Negara berdasarkan tafsir
negara mengenai apa yang baik dan buruk sebagai warga negara,
bukan sebaliknya warga negara yang menentukan kategorinya
sendiri. Warga negara seolah-olah tidak berwenang membuat
pengertiannya sendiri sebagai anggota dari sebuah sistem kehidupan
politik bernama negara. “Dari penelusuran terhadap proses
penyusunan Ketetapan MPR tentang P4 tersebut, penulis belum
berhasil melacak argumentasi baik dari pemerintah maupun MPR
sendiri tentang penjabaran P4 menjadi 36 butir nilai Pancasila.
Hanya saja ada satu pandangan dari Fraksi Utusan Daerah (FUD) di
MPR” (Darmodihardjo, 1980: 109-115) tentang pentingnya P4. Ada
empat alasan pentingnya P4 menurut FUD, yaitu alasan filosofis,
historis, yuridis-konstitusional, dan pedagogis psikologis. Dari
keempat alasan tersebut, alasan pedagogis-psikologis menjadikan
P4 relevan untuk dijadikan materi pembelajaran PMP di sekolah.
Selama periode Orde Baru, pendidikan sebagai instrumen
pembentukan karakter warga negara menampakkan wujudnya
dalam standardisasi karakter warga negara. “Standardisasi itu
mencerminkan civic virtues (kebajikan-kebajikan warga negara)
yang disajikan dalam mata pelajaran PMP dan PPKn dengan
memasukan materi pembelajaran Pancasila yang dijabarkan dari
butir-butir P4. Civic virtues itu masing-masing dijabarkan dari nilai-
nilai moral Pancasila menjadi 36 butir pengamalan. P4 inilah yang
kemudian menjadi keharusan pedoman atau arah petunjuk tingkah
laku setiap warga negara. Meskipun Pasal 1 Ketetapan MPR No.
II/MPR/1978 menjelaskan bahwa “Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila tidak merupakan tafsir Pancasila sebagai
Dasar Negara sebagaimana tercermin dalam Pembukaan UUD
1945, Batang Tubuh dan Penjelasannya, tetapi P4 menjadi kelihatan
lebih penting dari Pancasila itu sendiri. Lebih jauh, P4 dan Pancasila
menjadi kata sakti‖ dalam segenap kesempatan pejabat dari tingkat
pusat hingga local dalam forum-forum formal maupun non formal.
(Samsuri, 2012: 5).
Adapun Materi P4 dalam kajian pendidikan kewarganegaraan
pada mata pelajaran PMP makin dikokohkan dalam Mata Pelajaran
PMP Kurikulum 1984. Uraian pokokpokok bahasan sebagai materi
PMP dijabarkan menurut urutan sila-sila Pancasila, sebagaimana
penjabaran P4 terhadap tafsir pengamalan Pancasila. Meskipun
aspek afektif menjadi titik berat dalam PMP Kurikulum 1984,
namun materi yang dibahas lebih banyak memuat aspek
pengetahuan (kognitif) ketika mengkaji pokok bahasan seperti hak
azasi manusia, azas dan makna keadilan, UUD 1945,
lembagalembaga negara, badan peradilan, kemerdekaan Indonesia,
kerjasama internasional, dan kajian terhadap Pancasila itu sendiri
3. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan
kurikulumkurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan
1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil.
Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar
siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya Bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompokkelompok
masyarakat juga mendesak agar isuisu tertentu masuk dalam
kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti
kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih
pada menambal sejumlah materi pelajaran saja.
Kaitannya dengan PPKn, Pada tahun 1994, nama Pendidikan
Moral Pancasila diganti dengan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Bila dikaitkan dengan kurikulum
sebelumnya, mata pelajaran tersebut memadukan konsep
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dengan Pendidikan Kewargaan
Negara (PKN). Istilah Pendidikan Moral Pancasila diperbaiki
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan
Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan
Kewarganegaran. Kemudian dipadukan menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan”. Pendidikan Pancasila memiliki
konotasi lebih luas dan utuh dari pada “Pendidikan Moral Pancasila,
karena Pancasila tidak hanya memiliki dimensi moral, tetapi juga
mengandung konsep, nilai, moral, dan norma. Karena itu, perubahan
ini sangat tepat. Materi yang terkandung dalam pelajaran PPKn
tidak jauh berbeda dengan materi yang terkandung dalam pelajaran
PMP”. Selanjutnya pada tahun 1999 dimasukkan suplemen
(tambahan) materi PPKn sesuai dengan perubahan kehidupan
ketatanegaraan setelah era reformasi. Materi P-4 secara resmi tidak
lagi dipakai dalam suplemen kurikulum 1999, karena Tap MPR
tentang P-4 telah dicabut dengan Tap MPR No. XVIII/MPR/1998.
Suasana kajian moral Pancasila yang tidak lain merupakan bentuk
penataran secara terbatas‖ materi P4 untuk jenjang pendidikan
formal, makin diperjelas dengan kehadiran Mata Pelajaran PPKn
Kurikulum 1994. Dalam Kurikulum 1994 dijelaskan pengertian
PPKn sebagai berikut: “PPKn adalah wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat, warga negara dan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa” (Kepmendikbud No.
060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 Kurikulum Pendidikan Dasar,
GBPP SD Mata Pelajaran PPKn).
Terkait pengertian tersebut, Samsuri (2012) memaparkan bahwa
“Sudah dipastikan bahwa nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia‖ ialah nilai-nilai moral Pancasila.
Persoalannya, nilai moral Pancasila yang mana? Dengan
memperhatikan konteks politik ketika itu tentu saja nilai moral
Pancasila tersebut adalah butir-butir nilai moral yang dimuat dalam
P4. Butir-butir nilai moral Pancasila terutama dalam mata pelajaran
PPKn Kurikulum 1994 menggambarkan bagaimana program
pendidikan P4 melalui jalur sekolah menemukan basis
legitimasinya. Materi PPKn dominan nilai-nilai moral yang
dijabarkan dari 36 butir nilai moral Pancasila dalam P4. Penyusunan
uraian materi PPKn sangat sarat dengan muatan tafsir rezim politik
tentang Pancasila. Keterlibatan BP7 dan Lembaga Ketahanan
Nasional dalam penyusunan nilai-nilai moral Pancasila yang harus
dimuat dalam Kurikulum PPKn menunjukkan betapa pendidikan
kewarganegaraan dalam wujud PPKn memiliki arti strategis dalam
pembentukan karakter warga negara yang Pancasilais. Walaupun
kelihatannya baik, dalam pergumulan logika penetapan nama‖ dari
nama nilai-nilai tersebut cenderung seperti bermain-main dengan
angka-angka berapa banyak butir nilai itu harus disusun”.
Profil PPKn dalam Kurikulum 1994 sebagai perluasan kajian P4
di sekolah dapat dicermati dari ruang lingkup materinya mulai dari
SD hingga SMA yang mencakup nilai, moral dan norma serta nilai-
nilai spiritual bangsa Indonesia dan perilaku yang diharapkan
terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila‖ (Kepmendikbud No. 060/U/1993 dan
Kepmendikbud No. 061/U/1993 tanggal 25 Februari 1993).
4. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan)”
Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal
tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan
terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan
permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan
permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah
kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004.
Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam
penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem
pendidikan. “Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan
standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam
hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk
silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran,
dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)” (Alhamuddin, 2014). Adapun
penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah
binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah
setempat.
Dalam konteks PPKn, di tahun 2006, perubahan kurikulum dari
KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam kurikulum ini PKn di sekolah dasar tidak lagi terintegrasi
dengan mata pelajaran IPS, melainkan berdiri sendiri menjadi mata
pelajaran PKn. Demikian pula pada tingkat SMP dan SMA PKn
menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. Pada kurikulum tahun
2006 ini mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan;
1) Berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan,
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, serta anti korupsi,
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakterkarakter masyarakat
Indonesia agar dapat hidup bersamasama dengan bangsa
lain,
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
(Budimansyah, 2010, pp. 121–122)
D. Karakteristik Pembelajaran PKN Di Sekolah

Karakteristik dapat diartikan sebagai ciri-ciri atau tanda yang


menunjukkan suatu hal berbeda dengan lainnya. Pkn sebagai mata
pelajaran yang sangat penting bagi siswa memiliki karakteristik yang
cukup berbeda dengan cabang ilmu pendidikan lainnya. Karakteristik
PKn ini dapat dilihat dari objek, lingkup materinya, strategi
pembelajaran, sampai pada sasaran akhir dari pendidikan ini.
Karakteristik Pkn adalah pendidikan yang di nilai sangat penting untuk
di mulai pada anak usia dini karena karakteristik merupakan proses
pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan
perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Dalam
membentuk karakter yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini.
Potensi karakter yang baik sebenarnya telah dimiliki tiap manusia
sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus diberikan
dan dilatih melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini. Usia dini
merupakan masa kritis bagi pembentukan karakteristik seseorang. Ada
banyak pakar yang mengatakan Bahwa kegagalan penanaman karakter
yang terjadi sejak usia dini, akan membentuk seseorang memiliki pribadi
yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan
moral kepada peserta didik sekolah dasar adalah usaha yang strategis.
Dalam Standar Isi Kurikulum Nasional (Permen No. 22/2006)
dinyatakan bahwa Tujuan pembelajaram PKn agar siswa memiliki
kemampuan,(1)berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan, (2) berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawah, bertindak secara cerdas dalam kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara, serta anti-korupsi, (3) berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa
lainnya, dan (4) berinteraksi dengan bangsa lain dalam secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikası. Berdasarkan tujuan pembelajaran PKn
sehagai pendidikan yang berkaitan dengan konsep, nilai, moral dan
norma. Bertujuan pula membentuk warga negara yang baik sesuai
Pancasila. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan menuntut
lahirnya warga negara dan warga masyarakat yang Pancasila, yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mengetahui
hak dan kewajibannya, menyadari pentingnya melaksanakan kewajiban-
kewajibannya yang didasari oleh kesadaran dan tanggung jawabnya
sebagai warga negara, tidak mencemari air dan tidak
merusak lingkungan.
Dengan demikian peserta didik sebagai anak bangsa dan warga
negara Indonesia akan memiliki wawasan, pola berpikir, pola sikap, dan
pola tindak dan menyelesaikan masalah yang sesuai dengan norma dan
nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama
pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu
“mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur pendidikan
nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan
yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang
sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan terdiri
atas: (1) Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
diperankan dan dimaknai sebagai entitas inti yang menjadi sumber
rujukan dan kriteria keberhasilan pencapaian tingkat kompetensi dan
pengorganisasian dari keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. (2) substansi dan jiwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, nilai
dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan
Republik Indonesia ditempatkan sebagai bagian integral dari Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, yang menjadi wahana psikologis-
pedagogis pembangunan warganegara Indonesia yang berkarakter
Pancasila. Pengertian PKn didefinisikan sebagai pembelajaran yang
menjadi salah satu bagian yang utama dalam pembentukan karakter
generasi anak bangsa, khususnya anak sekolah dasar.
Hal ini sesuai pernyataan yang dinyatakan oleh (Rahmad:2021)
bahwa pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan
salah satu bagian dari subjek pembelajaran yang mengkhususkan pada
pembentukan kewarganegaraan yang memahami dan mampu
melaksanakan hak dan kewajiban agar menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas,terampil dan berkarakter sesuai yang diamanatkan pancasila
dan UUD 1945. Selain itu, tujuan dilaksanakannya pembelajaran PKn
tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang menjelaskan bahwa PKn bertujuan untuk membentuk
siswa menjadi individu yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka PKn memiliki
kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting dalam pendidikan
karakter Di SD mata pelajaran PPKn tidak diajarkan tersendiri tetapi
diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain melalui pembelajaran
tematik terpadu. Karakteristik yang dimiliki siswa sekolah dasar
cenderung senang bermain dan menilai dirinya sendiri dengan orang
lain. Karena setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Sekolah merupakan suatu lembaga yang berperan penting dalam
pendidikan karakter terutama pada jenjang sekolah dasar. Usia pada anak
sekolah dasar adalah usia emas untuk menanamkan nilai-nilai karakter
sebagai bekal masa depan dirinya serta masa depan bangsa Indonesia.
Mata pelajaran yang memiliki tujuan dan ruang lingkup dalam
membentuk peserta didik yang cerdas dan berkarakter adalah mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Suatu hal yang dirasa
sudah biasa terdengar di surat kabar, Internet maupun di televisi tentang
prilaku menyimpang dari peserta didik dibawah umur. Seperti bullying,
kebut kebutan dijalan, seks bebas yang menyebabkan kehamilan diluar
nikah, dan masih banyak lagi. Hal tersebut menunjukan bahwa moral
dan karakteristik peserta didik kurang atau bahkan tidak baik. Moral dan
karakteristik peserta didik akan nampak dalam kehidupan keseharian
mereka dan boleh jadi apa yang dipelajari di sekolah tidak berbekas dan
menempel pada peserta didik. Dalam mata pelajaran PKn siswa dapat
membedakan bagaimana karakteristik anak tersebut. Karakteristiknya
mudah bersosialisasi atau cenderung pendiam dengan lingkungan sekitar
nya. Karena dalam mata pelajaran PKn tersebut seorang guru harus dapat
memahami setiap karakter siswa satu dengan yang lain nya. Dalam mata
pelajaran PKn juga diajarkan bagaimana kita bergaul dalam keseharian.
Dibawah ini terdapat beberapa karakteristik pembelajaran di
sekolah:
1. Mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan
NKRI
2. Komitmen yang kuat terhadap prinsip dan semangat kebangsaan
dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan juga bernegera
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
3. Pembelajaran PKN memiliki banyak nilai, diantaranya nilai
kesadaran, bela negara, penghargaan terhadap hak asasi
4. manusia, pelestarian lingkungan hidup dan tanggung jawab.
5. PKn lebih tepat menggunakan pendekatan belajar kontekstual
untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
6. PKN Fokus pada pembentukan warganegara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
7. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan keluarga,Masyarakat, dan juga sekolah
8. PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value
Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu
teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral
(aspek afektif).
9. Pkn diajarkan sebagai mata Pelajaran wajib dari seluruh program
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Dari karakteristik yang ada, terlihat bahwa PKn merupakan mata


pelajaran yang memiliki karakter berbeda dengan mata pelajaran lain.
Walaupun PKn termasuk kajian ilmu sosial namun dari sasaran / tujuan
akhir pembentukan hasil dari pelajaran ini mengharapkan agar siswa
sebagai warga negara memiliki kepribadian yang baik, bisa menjalankan
hak dan kewajibannya dengan penuh kessadaran karena wujud cinta atas
tanah air dan bangsanya sendiri sehingga tujuan NKRI bisa terwujud.
Keberadaan PKn dengan karakteristik seperti ini mestinya menjadi
perhatian besar bagi masyarakat, komponen pendidik dan negara. Hal ini
disebabkan karena PKn banyak mengajarkan niai-nilai pada siswanya.
Niai-nilai kebaikan, kebersamaan, pengorbanan, menghargai orang lain
dan persatuan ini jika di tanamkan dalam diri siswa bisa menjadi bekal
yang sangat berhagra dalam khidupan pribadi maupun berbangsa dan
bernegara. Siswalah yang akan menjadi cikal bakal penerus bangsa dan
yang akan mempertahankan eksistensi negara maka dari itu mereka
sangat memerlukan pelajaran PKn dalam konteks seperti ini.
Walaupun pemerintah sudah memberi perhatian besar pada
pelajaran PKn, semua itu tidak akan cukup jika komponen pendidik,
siswa, orang tua, dan masyarakat tidak berpadu untuk bekerjasama
menjalankan inti pelajaran PKn ini. Berkaitan dengan kandungan nilai-
nilai dalam PKn saja misalnya, banyak guru yang luput mengajarkan
nilai-nilai kehidupan pada saat mengajar karena terburu dengan meteri
sesuai kurikulum, siswa belajar hanya orientasi materi sehingga civic
intelligent saja yang terpenuhi. Meskipun materi PKn saat ini tidak
banyak mencantumkan secara konkret nilai-nilai kehidupan dalam
silabus pengajaran, semestinya guru mampu berperan memasukan nilai-
nilai ini sebagai hiden curicullum bagi siswa.
Dihidupkannya kembali pengembangan pendidikan budi pekerti
(moral dan karakteristik) di tiap sekolah secara tidak langsung
memberikan anggapan bahwa pendidikan kewarganegaraan (PKN) yang
berfungsi sebagai pendidikan moral yang berlangsung selama ini
dianggap gagal dalam menciptakan manusia yang berkarakter dan
bermoral seperti pada misinya. Mengutip dari Machful Indra Kurniawan,
2013 “Pendidikan budi pekerti mempunyai esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan karakter, yaitu membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik, sehingga mampu mengantisipasi gejala krisis moral dan berperan
dalam rangka pembinaan generasi muda.”. selain itu, Menteri Pendidikan
Nasional dalam pertemuan dengan pimpinan Pascasarjana Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium
Universitas Negeri Medan megatakan “Pendidikan karakter harus
dimulai dari SD karena jika karakter tidak terbentuk sejak dini maka
akan susah untuk merubah karakter seseorang”.
Sebagai contoh, pada pelajaran kewarganegaraan di sekolah dasar
peserta didik diajarkan untuk bersikap jujur, toleransi, gotong royong dan
peduli sosial. Cara mengajarkan pada peserta didik bisa dengan berbagai
cara misalkan seperti pada karakter bersikap jujur bisa diajarkan dengan
menggunakan media ajar visual, guru menjelaskan materi dengan
menggunakan contoh-contoh yang berkaitan dengan sebuah lingkungan
atau menunjukan media ajar seperti menonton animasi video tentang
kejujuran manfaatnya dan sebagainya. Prakteknya bisa dilakukan dengan
memberikan test atau kuis tetapi harus mengerjakan sendiri tanpa
menyontek dan harus bersikap jujur dalam melaporkan nilai yang
diraih.Contoh lain seperti pada karakter gotong royong/kerja sama dan
peduli sosial, bisa dilakukan dengan praktek sesama peserta didik ,
dijadikkan sebuah kelompok kemudian mengerjakan sesuatu bersama
sama, saling membantu dan lain sebagainya. Selain itu dapat diajarkan
dengan pemahaman bahwa gotong royong atau kerja sama ini dapat
menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama sama dengan lebih
mudah, cepat dan menyenangkan. Peduli sosial, bisa diajak belajar
membantu orang yang sedang kesusahan, seperti hal yang paling kecil
teman tidak punya pensil kita beri pinjam pensil tetapi sebagai seorang
guru juga mengawasi dan menjelaskan materi. Kemudian karakter santun
bisa diajarkan dengan pembiasaan kalimat ajaib yaitu tolong, maaf dan
terimakasih atau bisa dengan diajarkannya sikap 3S yaitu salam, senyum
dan sapa yang dilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan
bagi tiap peserta didik. Karakter Percaya diri juga bisa dibina dengan
memberikan apresiasi setiap kali peserta didik ada yang berani
berpendapat, bertanya ataupun menjawab pertanyaan agar peserta didik
merasa bangga pada dirinya sendiri yang telah percaya diri.
Jadi pada intinya, Pembentukan karakter melalui pembelajaran
PKN berdasarkan media ajar yaitu dengan memberikan pembelajaran
berupa kegiatan kegiatan yang disebutkan diatas seperti karakter jujur,
percaya diri, santun, karakter dan sikap gotong royong dan peduli sosial
dapat dilakukan dengan banyak cara dan bermacam macam sesuai
dengan kreatifitas media ajar guru bisa dengan cara bermain, dengan
cara praktek, bermain peran, menonton video bersama, dan lain
sebagainya. PKn berfokus pada penanaman pemahaman terhadap konsep
kenegaraan serta berisi hal-hal yang sering diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Yang selanjutnya, hal itu diharapkan dapat membentuk
generasi yang Mencintai serta melestarikan keutuhan dan persatuan
bangsanya. Pemahaman dan peningkatan sikap serta tingkah laku yang
bersumber pada nilai pancasila dan juga budaya bangsa adalah sesuatu
yang diutamakan pada pendidikan kewarganegaraan (Rahmatiani, n.d.).
Karakteristik PKN sebagai pendidikan nilai dan moral bisa
diartikan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki karakteristik
yaitu mengajarkan nilai - nilai dan moral kepada siswa sesuai dengan
Pancasila. Ini berarti PKN atau kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang esensial untuk pembentukan kepribadian. Pendidikan
kewarganegaraan menjadi wahana guna mempersiapkan generasi muda
dengan bekal yang cukup mumpuni dalam pergaulan kehidupan yang
dibutuhkan. Kemampuan berpikir kritis, memiliki tanggung jawab,
memiliki sikap dan tindak yang demokratis menjadi media pendukung di
dalam pembentukan karakter bangsa. Karakteristik pkn sebagai
pendidikan nilai dan moral juga tercermin dari kenyataan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah suatu mata pelajaran yang merupakan satu
rangkaian proses untuk mengarahkan peserta didik menjadi bertanggung
jawab sehingga dapat berperan aktif dalam masyarakat sesuai ketentuan
Pancasila dan UUD NKRI 1945.
Oleh karena itu, PKn memiliki peran yang sangat besar untuk
membentuk siswa menjadi warga negara yang bisa mengemban semua
permasalahan negara dan mencapai tujuan negaranya. Keberadaan PKn
dengan karakteristik seperti ini mestinya menjadi perhatian besar bagi
masyarakat, komponen pendidik dan negara. Hal ini disebabkan karena
PKn banyak mengajarkan niai-nilai pada siswanya. Niai-- nilai kebaikan,
kebersamaan, pengorbanan, menghargai orang lain dan persatuan ini jika
di tanamkan dalam diri siswa bisa menjadi bekal yang sangat berhagra
dalam khidupan pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Siswalah
yang akan menjadi cikal bakal penerus bangsa dan yang akan
mempertahankan eksistensi negara maka dari itu mereka sangat
memerlukan pelajaran PKn dalam konteks seperti ini. John J. Patrick
dalam tulisan Konsep inti PKn' mengatakan PKn memiliki kriteria
dimana diartikan berkenaan dengan kepentingan warga negara. Ada 4
kategori yaitu pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan, keahlian
kognitif warga negara, keahlian partisipatori dan kebaikan pendidika
kewarganegaraan. Jika empat kategori ini hilang dari kurikulum PKn
makanmakan, PKn dapat dianggap cacat Walaupun pemerintah sudah
memberi perhatian besar pada pelajaran PKn, semua itu tidak akan
cukup jika komponen pendidik, siswa, orang tua, dan masyarakat tidak
herpadu untuk bekerjasama menjalankan inti pelajaran PKn ini.
Berkaitan dengan kandungan nilai-nilai dalam PKn saja misalnya,
banyak guru yang luput mengajarkan nilai-nilai kehidupan pada saat
mengajar karena terburu dengan meteri sesuai kurikulum, siswa belajar
hanya orientasi materi sehingga civic intelligent saja yang terpenuhi.
Meskipun materi PKn saat ini tidak banyak mencantumkan secara
konkret nilai-nilai kehidupan dalam silabus pengajaran, semsetinya guru
mampu berperan memasukan nilai-nilai ini kepada siswa. Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran atau
bidang studi yang tercantum dalam kurikulum sekolah. Berdasarkan UU
No. 20 tahun 2003 Pendidikan Nasional mempunyai tujuan diantaranya
ialah pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik untuk menjadi
pribadi yang taat terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menumbuhkan
jiwa patriotisme dalam diri para peserta didik. Seperti menurut
(Daryono, 1997) dalam (Syam, 2011) dikatakan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan mempunyai tujuan dalam membimbing perkembangan
moral peserta didik sejalan dengan nilai-nilai pancasila agar bisa
menghasilkan perkembangan secara optimal dan diharapkan bisa
terwujud dalam kehidupannya sehari-hari. (Syam, 2011) Juga
mengatakan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau
PKn di SD ditujukan untuk menumbuhkan rasa cinta kepada tanah air,
kemudian juga menekankan rasa semangat kebangsaan, serta
membentuk pribadi bangsa yang sesuai seperti pandangan hidup,
ideologi, serta dasar negara kita yaitu Pancasila.
Oleh karena itu, dalam kurikulum pendidikan wajib diantaranya
mencantumkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang termasuk di
dalamnya. Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai kurikulum
2013 yang mempunyai konsep berbasis kompetensi yang menekankan
pada aspek pengembangan karakter. Pendidikan karakter dalam
Kurikulum 2013 mempunyai tujuan dalam mengembangkan kualitas
proses serta hasil pendidikan yang mengacu kepada pembentukan sikap
dan akhlak budi pekerti peserta didik secara optimal dan juga sejalan
dengan standar kompetensi lulusan di setiap satuan pendidikan
(Mulyasa, 2006). Tentunya untuk mencapai tujuan tersebut para guru
harus mengimplementasikan nilai-nilai dari mata pelajaran pendidikan
PKn dalam proses pembelajaran dengan baik. Untuk dapat menerapkan
pembelajaran PKn di Sekolah dasar dengan baik pastinya tidak akan
terlepas dari Pendidikan Karakter.
Pendidikan kewarganegaraan menurut Kemendikbud (dalam KTSP,
2006) adalah mata pelajaran yang fokus untuk membentuk warga negara
yang cerdas dan berkarakter. Dalam hal ini, PKn diharapkan dapat
menanamkan nilai-nilai moral yang baik kepada setiap individu. Namun,
keadaan di lapangan PKn belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Proses pembelajaran PKn masih dilaksanakan sama dengan
pembelajaran mata pelajaran yang lainnya. Selain itu, Pembelajaran PKn
juga lebih menekankan pada aspek kognitif. Alokasi waktu pelaksanaan
pembelajaran pun dalam satu minggu hanya 2 x 35 menit. Hal ini tidak
mencukupi kebutuhan PKn dalam mewujudkan perannya untuk
membentuk pribadi yang bermoral. Pelaksanaan pembelajaran PKn juga
masih banyak menggunakan model pembelajaran yang konvensional dan
lebih didominasi oleh guru. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Aprilia,
Hamid, dan Ineu, (2016) dalam jurnalnya bahwa pembelajaran PKn
masih menggunakan metode pembelajaran yang monoton dan lebih
menekankan pada menguasaan materi, sehingga pembelajaran PKn
kurang menarik bagi siswa.
Dalam mengatasi persoalan diatas, Abdillah (2016) menyatakan
bahwa PKn bersifat interdisipliner yang dapat diintegrasikan dengan
mata pelajaran lain tanpa mengabaikan tugas dari setiap mata
pelajarannya. Melalui hal tersebut PKn, dapat menjalankan fungsinya
secara optimal dalam membentuk individu yang bermoral. Menanggapi
hal di atas, keadaan moralitas bangsa Indonesia saat ini khususnya
generasi muda sedang mengalami dekandensi moral yang terlihat dengan
semakin maraknya perilaku buruk dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
salah satunya disebabkan oleh rendahnya kemampuan penalaran moral
yang dimiliki oleh setiap individu (Zuchdi, 2009). Dalam
perkembangannya PKN telah beberapa kali bertransformasi. Hal ini
terjadi karena menyesuaikan dengan keadaan yang sedang dialami
Indonesia. Saat ini paradigma baru PKN dirasa sangat rentan mengalami
perubahan karena adanya perubahan politik dan sistem kurikulum
pendidikan. PKN belum bisa memberikan dampak besar terhadap
perubahan karakter karena saat ini banyak yang hanya menutut tinggi
pengetahuan dan mengabaikan nilai karakter. Hal in yang membuat PKN
hanya sebagai pengetahuan bukan sebagai proses.PKN memiliki peran
yang penting untuk dapat mewujudkan karakter yang sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945. Dalam pembelajaran PKN siswa akan
dibangun karakter seperti, cinta tanah air, demokratis, religius, jujur,
disiplin, saling menghargai, tolong menolong, toleransi, kreatif dan
mandiri. Guru pun perlu terus menrus membangun dan mengingatkan
siswanya menerapkan karakter tersebut dan sehingga karakter yang
kurang baik atau tidak sesuai dapat ditekan. Dengan menerapkan
karakter-karakter tersebut siswa akan mudah untuk menjalankan
aktivitas krsehariannya.
Pkn sangat esensial dalam pembentukan karakter bangsa. Pkn
merupakan salah satu fondasi pada Pembentukan karakter serta jati diri
bangsa yang berarti pkn mengedukasi warga negara menjadi good citizen
Dan smart citizen untuk bersaing pada perkembangan dunia dalam era
kompetitif untuk menyelesaikan Permasalahan-permasalahan sosial pada
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pkn memiliki tujuan untuk
Mengembangkan karakter warga negara yang berkesesuaian dengan
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Pkn Adalah salah satu cara yang
tepat untuk menerapkan nilai-nilai karakter pada proses pembelajaran
Pkn kepada Siswa, karena sejatinya tujuan dari pkn sendiri adalah
mengembangkan peserta didik menjadi generasi muda yang berakhlak
mulia, menjadi warga negara yang aktif dalam mengungkapkan
aspirasinya dan memiliki Karakter yang sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila. Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan peserta didik
untuk menjadi warga negara Indonesia yang memiliki karakter bangsa.
Dari hal tersebut tujuan mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi,
diantaranya yaitu mampu berpikir secara kritis, rasional dan kreatif
dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara bermutu
dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dapat berkembang secara
positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya. Dapat berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Fathurrohman dan
Wuryandani, 2011:7-8).
Adapun nilai-nilai karakteristik yang harus di tanamkan di Sekolah
Dasar melalui pembelajaran Pkn adalah:
1. Nasionalisme terlihat ketika dalam pelajaran PKn siswa diajarkan
tentang sikap kita terhadap negara yaitu harus bangga terhadap
negara, cinta tanah air dan rela membela negara.
2. Nilai agama terlihat ketika seorang guru mengajarkan tentang
kewajiban manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yaitu
menjalankan perintahNya dan menjauhi larangannya. Sesuai
dengan Pancasila sila pertama yang berbunyi ketuhanan yang
maha Esa jelas terlihat bahwa dalam PKn mengandung nilai
agama. Nilai-nilai tersebut penting ditanamkan kepada siswa.
3. Nilai persatuan adalah nilai yang harus ditanamkan kepada siswa.
Nilai ini dalam Pkn ditunjukan dengan cara bagaimana siswa
harus menghargai perbedaan yang ada. Seperti semboyan negara
kita bhinekha tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda-beda
tetap satu yaitu negara Indonesia. Dengan demikian siswa akan
lebih mengahargai perbedaan di keluarga, kelas dan masyarakat.
Sesuai yang terdapat dalam Pancasila sila ketiga, Persatuan
Indonesia.
4. Nilai sosial juga nilai yang penting yang harus ditanamkan pada
siswa. Dalam PKn guru mengajarkan
5. siswanya untuk memiliki jiwa sosial, gotong royong dan saling
membantu. Nilai ini penting karena siswa harus bisa menjalani
perannya sebagai masyarakat Indonesia dan harus dapat
bersosialisasi dengan lingkungannya. Sesuai dengan Pancasila
sila keempat, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmah
kebijaksaanaan permusyawaratan perwakilan. Siswa diajarkan
dalam musyawarah harus mncapai mufakat. Di dalamnya juga
mengandung nilai demokrasi. Dan harus demokratis dalam
pelaksanaanya.

Dengan adanya penanaman nilai-nilai karakteristik pada anak


sekolah dasar, menjadikan siswa lebih tau mengenai nilai nasionalisme,
nilai agama, nilai persatuan dan nilai sosial yang ada dalam pendidikan
kewarganegaraan.

KESIMPULAN

Dalam membentuk karakter yang berkualitas perlu dibina


sejak usia dini. Potensi karakter yang baik sebenarnya telah
dimiliki tiap manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut
harus terus-menerus diberikan dan dilatih melalui sosialisasi dan
pendidikan sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi
pembentukan karakteristik seseorang. Ada banyak pakar yang
mengatakan Bahwa kegagalan penanaman karakter yang terjadi
sejak usia dini, akan membentuk seseorang memiliki pribadi yang
bermasalah dimasa dewasanya kelak.
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan menuntut
lahirnya warga negara dan warga masyarakat yang Pancasila, yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
mengetahui hak dan kewajibannya, menyadari pentingnya
melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang didasari oleh
kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, tidak
mencemari air dan tidak merusak lingkungan. Dengan demikian
peserta didik sebagai anak bangsa dan warga negara Indonesia
akan memiliki wawasan, pola berpikir, pola sikap, dan pola tindak
dan menyelesaikan masalah yang sesuai dengan norma dan nilai
ciri ke-Indonesiaannya.
Pkn sangat esensial dalam pembentukan karakter bangsa. Pkn
merupakan salah satu fondasi pada Pembentukan karakter serta jati
diri bangsa yang berarti pkn mengedukasi warga negara menjadi
good citizen Dan smart citizen untuk bersaing pada perkembangan
dunia dalam era kompetitif untuk menyelesaikan Permasalahan-
permasalahan sosial pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
E. Pentingnya Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar
Pentingnya pembelajaran Pkn telah dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Republik Indonesia, Bab 10 tentang Kurikulum, Pasal 37 (1) dan (2)
bahwasanya Pkn merupakan salah satu pembelajaran yang wajib
ada pada jenjang sekolah dasar,jenjang sekolah menengah, hingga
perguruan tinggi (UU RI NO.20 Tahun 2003).Adanya integritas
terkait pendidikan kewarganegaraan dalam Undang Undang
Tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai pelajaran wajib pada
tingkat dasar,tingkat menengah, dan tingkat tinggi menunjukkan
bahwa pembelajaran ini penting dalam mencapai tujuan pendidikan
nasional.Tujuan pendidikan nasional berdasarkan (Undang Undang
RI N0.20 Tahun 2003) yakni mengembangkan keterampilan dan
membentuk budi pekerti untuk mencerdaskan kehidupan
masyarakat,dan bertujuan untuk mewujudkan potensi manusia,yaitu
membimbing peserta didik dan membinanya.Dapat dikatakan
bahwa tujuan pendidikan Nasional pada hakikatnya adalah untuk
meningkatkan kemampuan kognitif, emosional, dan kompetitif.
Pengertian PKn didefinisikan sebagai pembelajaran yang
menjadi salah satu bagian yang utama dalam pembentukan karakter
generasi anak bangsa, khususnya anak sekolah dasar. Hal ini sesuai
pernyataan yang dinyatakan oleh (Rahmad:2021) bahwa
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah
satu bagian dari subjek pembelajaran yang mengkhususkan pada
pembentukan kewarganegaraan yang memahami dan mampu
melaksanakan hak dan kewajiban agar menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter sesuai yang
diamanatkan pancasila dan UUD 1945. Selain itu, tujuan
dilaksanakannya pembelajaran PKn tercantum dalam UU No 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menjelaskan
bahwa PKn bertujuan untuk membentuk siswa menjadi individu
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Berdasarkan
penjelasan sebelumnya, maka PKn memiliki kedudukan, fungsi dan
peran yang sangat penting dalam pendidikan karakter.
Menurut (Suryadi dan Sumardi:2005. Dalam Setiawan D. :2014)
mengatakan bahwa Mata pelajaran Pkn didalamnya membahas 3
komponen penting yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kenegaraan (civic skills) dan nilai sikap
kewarganegaraan (civic disposition) dari 3 komponen ini warga
negara dapat mengambil peran khususnya bagi para penerus bangsa
yang memiliki peran dalam pengembangan pengetahuan dan
keterampilan (civic competence) yang akan membentuk rasa
percaya diri (civic confidence) karena memiliki sikap dan
keterampilan untuk membawa individu yang mempunyai komitmen
dalam melakukan suatu hal (civic komitmen).
Pendidikan karakter ini perlu di ajarkan kepada anak sejak usia
dini,nilai nilai karakter yang baik harus di laksanakan oleh anak
sejak usia dini salah satunya mulai dari jenjang sekolah dasar agar
anak sudah terbiasa dan sudah tertanam dalam dirinya bentuk
karakter yang positif,persoalan anak sekolah dasar dalam
iplementasi penanaman karakter dalam kehidupan sehari-hari masih
kurang dilaksanakan secara mandiri.persoalan ini dapat diselesaikan
setidaknya dengan meningkatkan kualitas pembelajaran pkn di
sekolah dengan melaksanakan beberapa strategi efektif yang dapat
membantu dan menanamkan pembentukan karakter pada diri anak
sehingga muncul pada diri anak kesadaran mandiri terhadap
karakternya sendiri.
Untuk menanamkan karakter yang baik pendidik harus
melaksanakan strategi untuk mencapai tujuan yang diinginkannya,
diantaranya adalah
1. Pembentukan kelompok belajar
Kelompok belajar merupakan suatu kumpulan orang atau
peserta didik untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang
diberikan kepadanya,pembentukan kelompok ini bertujuan aar
tertanm pada diri siswa sikap gotong royong, atau kerjasama
untuk menyelesaikan masalah
2. Pembentukan peraturan yang harus dipatuhi
Peraturan merupakan tatanan yang harus dipatuhi oleh
peserta didik dan juga guru,pembentukan peraturan ini
bertujuan agar tertanam pada diri siswa sikap disiplin, dan
tanggungjawab.
3. Memberikan Reward
Reward ini di berikan kepada peserta didik yang berani
maju dan herhasil menjawab pertanyaan dari
pendidik,pemberian reward ini bertujuan agar tertanam pada
peserta didik sikap saling menghargai atau toleransi pada
peserta didik.
4. Menjadi teladan
Selain menjadi pendidik seorang guru juga harus bisa
menjadi contoh bagi para peserta didik,karena setiap perbuatan
yang dilakukan oleh pendidik itu akan selalu di contoh oleh
peserta didik, maka pendidik harus menjadi teladan yang baik
bagi peserta didik.
5. Memberikan ujian atau evaluasi kepada peserta didik
Hasil belajar peserta didik harus di evaluasi terlebih
dahulu untuk mengukur kemampuan para peserta didik, hal ini
bertujuan agar tertanam pada diri peserta didik sikap kerja keras
untuk belajar.
Ada pula beberapa karakter peserta didik yang harus
dikembangkan oleh pendidik yaitu:
a. Sikap Religius yaitu suatusikap atau perilaku yang patuh
terhadap agama yang dianutnya dan toleransi serta menghargai
setaiap agama lain.
b. Sikap Jujur yaitu sikap atau perilaku seseorang yang berusaha
menjadikan dirinya dapat dipercaya baik dalam perkataan,
perbuatan, dan tingkah laku.
c. Sikap Toleransi yaitu sikap saling menghargai antar agama, ras,
suku, budaya, dan pendapa orang lain
d. Sikap Disiplin yaitu sikap seseorang yang menunjukkan perilaku
disiplin,taat, dan patuh akan peraturan yang sudah di tentukan
e. Sikap Tanggung jawab yaitu sikap dan tindakan seseorang untuk
melakukan kewajiban yang sehariusnya ia lakukan
f. Sikap mandiri yaitu sikap yang menunjukkan bahwa dia tidak
bergantung kepada orang lain dan bisa melakukannya dengan
caranya sendiri.
g. Sikap Kreatif yaitu sikap dan tindakan seseorang yang berfikir
untuk melakukan dan menghasilkan yang baru dari apa yang
telah ia miliki.
1. Hakikat pembelajaran PKn di Sekolah Dasar
Hakikat pembelajan PKn di sekolah dasar yaitu sebagai program
pendidikan yang berdasarkna nilai-nilai Pancasila untuk melestarikan
nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya yang diharapkan dapat
menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk untuk dilakukan dalam
kehidupan sehari hari.Pembelajaran yang di dalamnya terdapat
pembentukan diri yang beragam mulai dari segi agama, sosial, budaya,
Bahasa, usia, dan suku bangsa yang fokus pada pembentukan warga
negara yang mampu memahami dan melaksanakan hak hak dan
kewajibannya sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.
Menurut UU sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya ,masyarakat,bangsa dan
Negara, Serta menurut Carter v.Good(1997) bahwa pendidikan adalah
proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan
perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan mengandung tujuan yang
ingin dicapai dengan membentuk kemampuan individu mengembangkan
dirinya, serta kemampuan-kemampuan itu berkembang sehingga
bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu,
maupun sebagai warga negara dan warga masyarakat.

2. Tujuan Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar


Menurut Depdiknas (2006:49) tujuan pembelajaran PKn adalah
untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak
secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Serta secara umum menurut Maftuh dan sapriya (2005:30) Bahwa
tujuan negara mengembangkan pendidikan kewarganegaraan yaitu agar
warga Indonesia menjadi warga negara yang baik (to be good citizens) ,
yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civic intelegence) baik
intelektual, sosial, emosional, maupun spiritual yang memiliki rasa
bangga dan tanggung jawab (civic responsibility), dan mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.Dari penyampaian diatas
dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan itu
berorientasi pada sikap kenegaraan dan pengimplementasian dalam
kehidupan sehari-hari.
Sedangkan menurut Djahiri (1994/1995:10) Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan yang adalah sebagai berikut:
1. Secara umum.
Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian
Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
2. Secara khusus.
Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman
dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang
terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan
pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui
musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan
Kewarganegaraan adalah dengan partisipasi yang penuh nalar dan
tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat
kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional
Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung
jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan
keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta.
Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih
lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang
meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik
dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan
masyarakat.
3. Fungsi Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar
Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan (PKn) mempunyai
fungsi sebagai sarana untuk membentuk peserta didik menjadi warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya, berkomitmen setia kepada bangsa dan negara Indonesia
dengan merefleksikan diri sebagai warga negara yang cerdas, terampil
dan berkharakter sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Suplemen pengembangan PKn SD ini dimaksudkan untuk melengkapi
bahan ajar cetak yang sudah ada. Di dalam suplemen ini dikembangkan
model-model, strategi, metode-metode dan pendekatan-pendekatan
dalam rangka pembelajaran PKn SD yang akan membantu guru dalam
menuangkan kreativitasnya di depan kelas sebagai fasilitator.
Pengembangan suplemen PKn SD ini didasarkan atas prinsip-prinsip
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
(PAIKEM). Prinsip-prinsip ini diharapkan dapat mempermudah daya
serap materi mata pelajaran PKn terutama dalam penilaian ranah afektif,
kognitif dan psikomotor secara simultan, terutama peserta didik pada
kelas rendah yang baru belajar membaca dan menulis. Pada kelas tinggi
kreativitas dalam pembelajaran lebih ditingkatkan lagi. Namun
konsekuensinya guru sebagai motivator dan fasilitator harus kreatif,
inisiatif, dan konsen terhadap peserta didik. Tanpa hal ini pembelajaran
PKn yang kita inginkan tidak akan tercapai secara optimal.
Sedangkan menurut Mubarokah (2012) Fungsi pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah :
1. Membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita
nasional atau tujuan negara
2. Dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab
dalam menyelesaikan masalah pribadi, masyarakat dan negara
3. Dapat mengapresikan cita-cita nasional dan dapat membuat
keputusan keputusan yang cerdas
4. Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil
dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia
dengan merefleksikan diriny dalam kebiasan berpikir dan
bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945
Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap, serta perilaku
yang cinta tanah air, dan bersednikan kebudayaan negara, wawasan
nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para penerus bangsa yang
akan menguasai ilmu pengetahuan,teknologi, serta seni.
Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia
indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh,
profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan
rohani.
4. Manfaat Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang penting
yang harus diajarkan kepada anak. Dengan Pendidikan
kewarganegaraan, anak akan dituntut untuk memiliki rasa cinta tanah air
dan memiliki karakter kebangsaan yang mumpuni (Nurgiansah, 2020).
Kita sebagai pendidik baik itu guru disekolah maupun orang tua di
rumah harus bisa menanamkan Pendidikan kewarganegaraan kepada
anak sedini mungkin, karena hal tersebut penting untuk membentuk
pribadi anak sebagai generasi penerus bangsa yang baik. Karena pada
akhirnya, anak-anak juga akan terjun ke masyarakat secara langsung
yang mana secara otomatis mereka harus sudah paham akan nilai-nilai
Pancasila dan mengaplikasikannya dengan baik.
Selain itu juga, anak-anak sebagai generasi penerus ini harus bisa

menjaga Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia.


Didalam pendidikan kewarganegaraan tidak pernah luput dari
manfaatnya,manfaat dari pendidikan kewarganegaraan adalah :
1. Menanamkan nilai nilai Pancasila
Pendidikan kewarganegaraan ini tak lepas dari ideology kita yaitu
Pancasila,Disalamnya mengajarkan kita akan hal hal yang terkait
dengan Pancasila,jadi segala perbuatan,tingkah laku, serta aturan
aturan tertentu harus mengacu kepada Pancasila ,Dengan demikian,
Pancasila merupakan landasan yang paling luhur bagi negara kita.
2. Membangun karakter warga negara yang bermartabat
Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang sangat
amat penting bagi warga negaranya, karena di dalamnya terdapat
berbagai cara bagaimana agar menjadi warga negara yang baik,
dengan demikian, dengan pendidikan kewarganegaraan tersebut
dapat terbangun karakter bangsa Indonesia yang baik, bermartabat,
dan berakhlaku mulia.
3. Mewujudkan moral dalam kehidupan
Moral merupakan seusatu yang sulit untuk diperoleh, kita dapat
mewujudkan kehidupan yang bermoral dengan cara menerapkan
nila nilai yang terkandung dalam Pancasila.
4. Membantu seseorang untuk mewujudkan rasa patriotism
Ada pepatah tak kena maka tak sayang, bagi warga negara yang
mencintai bansa dan negaranya,maka akan lebih menggali dan
mencari tahu tentang bangsa Indonesia .
Dari penjelasan diatas manfaat dari pendidikan kewarganegaraan
adalah dapat membantu, membentuk, serta mewujudkan moral maupun
etika seseorang untuk mencintai dan memiliki jiwa patriotism.
KESIMPULAN
Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting dalam
mewujudkan generasi bangsa di Indonesia yang baik. Pembelajaran PKn
hadir sebagai jembatan dalam pembentukan pendidikan karakter pada
generasi penerus bangsa. Pembelajaran PKn berpengaruh langsung
terhadap Pendidikan karakter karena PKn memuat 3 komponen utama,
meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Selain itu, terdapat
strategi efektif untuk menanamkan nilai pendidikan karakter di dalam
pembelajaran PKn.
Pendidikan Kewarganegaraan bukanlah semata-mata pelajaran
yang biasa saja, karena melalui Pendidikan Kewarganegaraan dapat
menciptakan generasi penerus yang cinta terhadap tanah air dan
membentuk karakter manusia yang sesuai dengan identitas bangsa. Saran
nya mungkin kedepannya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
dapat dipehatikan lagi supaya proses pembelajaran bisa berjalan efektif
dan efisien, dan bisa menciptakan warga masyarakat yang mencintai
Tanah Air dan dapat berperan untuk membangun Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan sangatlah bermanfaat bagi anak anak
sekolah dasar, karena dengan Pendidikan kewarganegaraan anak bisa
menjadi pribadi yang memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi dan
mampu untuk membela tanah air sepenuh hatinya. Bagi orang tua harus
sering mengingatkan dan mengajarkan anak mengenai Pendidikan
kewarganegaraan dan bagaimana cara menjadi masyarakat yang
berbangsa dan bernegara kepada anak. Bagi tenaga pengajar seperti guru,
harus bisa memaksimalkan asupan Pendidikan kewarganegaraan kepada
anak demi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang maju.
A. Metode dan Model Pembelajaran PKN di Sekolah
Dasar
1. Metode Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar

Pembelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran


pokok di sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan
kecerdasan warga negara dalam dimensi spiritual, rasional,
emosional dan sosial, mengembangkan tanggung jawab sebagai
warga negara, serta mengembangkan anak didik berpartisipasi
sebagai warga negara supaya menjadi warga negara yang baik.

Menurut Udin S. Winataputra, dkk (2007: 5) Dalam


pembelajaran PKn. kemampuan menguasai metode
pembelajaran merupakan salah satu persyaratan utama yang
harus dimiliki guru. Metode yang dipilih dalam pembelajaran
PKn harus disesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran
PKn, karakteristik materi pembelajaran PKn, situasi dan
lingkungan belajar siswa, tingkat perkembangan dan
kemampuan belajar siswa, waktu yang tersedia dan kebutuhan
siswa itu sendiri.

Aspek-aspek di atas harus diintegrasikan dalam proses


pembelajaran menjadi suatu sinergi sehingga pesan
pembelajaran dapat ditangkap oleh siswa secara benar dan
optimal serta dapat diejawantahkan dalam perilaku sehari- hari.
Guru dapat mengupayakan terwujudnya hal tersebut dengan cara
melaksanakan proses pembelajaran yang tepat. Berikut ini
beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran
PKn.

a. Pembelajaran Berbasis Portofolio

Portofolio adalah kumpulan karya siswa yang di susun


secara sistematis dan terorganisir sebagai hasil dari usaha
pembelajaran yang telah di lakukannya dalam kurun waktu
tertentu. Portofolio dalam PKn merupakan kumpulan informasi
yang tersusun dengan baik dan menggambarkan rencana kelas
siswa berkenaan suatu isu kebijakan politik yang telah di
putuskan untuk di kaji, baik dalam kelompok kecil maupun kelas
secara keseluruhan (Udin S Winatapura, 2007: 52).

Portofolio kelas berisi bahan bahan seperti pernyataan


pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi dan karya seni asli.
Bahan-bahan ini menggambarkan:

1. Hal-hal yang telah di pelajari siswa berkenaan dengan suatu


masalah yang telah di pilih.
2. Hal-hal yang telah di pelajari siswa berkenaan dengan
alternatif- alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut.
3. Kebijakan publik telah di pilih atau di buat siswa untuk
mengatasi masalah tersebut.
4. Rencana tindakan yang telah di buat siswa untuk di gunakan
dalam mengusahakan agar pemerintah menerima kebijakan
yang mereka usulkan Pembelajaran PKn yang berbasis
portofolio memperkenalkan kepada para siswa dan mendidik
mereka dengan beberapa metode dan langkah-langkah yang
di pergunakan dalam proses politik.

Pembelajaran PKn bertujuan untuk membina komitmen aktif


para siswa terhadap kewarganegaraan dan pemerintahannya
dengan cara:
1. Membekali pengetahuan dan keterampilan yang di perlukan
untuk berpartisipasi secara efektif.
2. Membekali pengalaman praktis yang di rancang untuk
mengembangkan kompetensi dan efektifitas partisipasi.
3. Mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi
warga negara.
b. Modelling

.......................................................................................Dalam pembela
sangat berperan untuk mengajarkan materi-materi yang berisi
nilai-nilai moral. Anak akan melihat dan mengamati apa yang di
lakukan model kemudian menirukannya dalam perilaku. Selain
guru model yang di gunakan dalam pembelajaran PKn dapat
berupa:

a. Manusia, misalnya tokoh masyarakat, aparat


pemerintah, pemimpin negara, pahlawan bangsa.
b. Non manusia, misalnya mengunakan kancil dalam
cerita dongeng.
c. Demontrasi

......................................................................................Metode Demons
atau menunjukan suatu prosedur yang harus dilakukan peserta
didik yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata saja.
Metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran
dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta
didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang
dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk
tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain
yang memahami atau ahli dalam topik bahasa yang harus di
demonstrasi. Tujuan metode demontrasi yaitu sebagai berikut:

1. Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus


dimiliki peserta didik atau dikuasai peserta didik.
2. Mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada
peserta didik.
3. Mengembangkan kemampuan pengamatan dengan
pendengaran dan penglihatan para peserta didik secara
bersama-sama.
d. Bermain Peran

........................................................................................Metode bermai
Supriyati dalam Winda Gunarti, dkk. (2008: 10) bahwa metode
bermain peran adalah permainan yang memerankan tokoh-tokoh
atau benda sekitar anak sehingga dapat mengembangkan daya
khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan
yang dilaksanakan.

.........................................................................................Melalui metod
memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial
yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain
metode ini berupaya membantu individu melalui proses
kelompok sosial.

..................................................................................................
mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia
dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan dalam
kelas. Proses belajar dengan menggunakan metode bermain
peran diharapkan siswa mampu menghayati tokoh yang
dikehendaki, keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu
akan menetukan apakah proses pemahaman, penghargaan dan
identifikasi diri terhadap nilai berkembang. Tujuan dari
penggunaan metode bermain peran adalah sebagai berikut:

1. Untuk motivasi siswa.


2. Untuk menarik minat dan perhatian siswa.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengeksplorasi situasi dimana mereka mengalami emosi,
perbedaan pendapat dan permasalahan dalam lingkungan
kehidupan sosial anak.
4. Menarik siswa untuk bertanya.
5. Mengembangkan kemampuan komusikasi
siswa.
6. Melatih siswa untuk berperan aktif dalam
kehidupan nyata.
e. Karya Wisata

.....................................................................................Nana Sujana (da


metode karyawisata merupakan metode penyampaian materi
dengan cara membawa anak didik langsung ke objek di luar
kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat
mengamati atau mengalami secara langsung. Suprijanto (2009:
132-133) berpendapat bahwa kelebihan karyawisata adalah
sebagai berikut:
1. Kunjungan lapangan dan karyawisata member
kesempatan untuk mengumpulkan pengalaman dan
informasi baru.
2. Benda-benda dapat diamati dalam bentuk aslinya
yaitu benda tiga dimensi, warna-warni, dan gerakan-gerakan
dapat diamati.
3. Minat dan ketelitian pengamatan anggota dapat
ditumbuhkan.
4. Kesempatan dapat diberikan kepada peserta untuk
belajar sambil bekerja.
5. Prosedur dapat diamati dan dialami yang nantinya
dapat diterapkan oleh peserta.
6. Kunjungan dan karyawisata member kesempatan
kepada peserta untuk menggabungkan sekolah atau kegiatan
organisasi dengan kegiatan masyarakat.
7. Elemen-elemen konkret dan realistis yang tidak
didapatkan didalam kelas atau di tempat-tempat pertemuan
biasa mungkin dapat diperoleh.
8. Kunjungan dan karyawisata memberikan pengertian
nyata masalah- masalah orang dewasa. Kunjungan dan
karyawisata memberikan kemungkinan terjadinya
transfertransfer dari ide-ide pemimpin kepada peserta.
9. Apabila dilaksanakan dengan baik kunjungan dan
karyawisata merupakan kegiatan kerjasama yang cenderung
mengembangkan kesatuan tujuan diantara peserta.
10. Kunjungan dan karyawisata dapat berperan dengan
baik untuk mendorong partisipasi anggota dalam diskusi dan
tindaklanjut setelah kunjungan dan karyawisata.

5. Model Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar


a. Model Pembelajaran Kontekstual

.............................................................................................Pengertian
pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi pembelajaran yang diajarkan kepada siswa dengan
keadaan nyata yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Trianto (2012) model pembelajaran CTL adalah


suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata
pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga
negara, dan tenaga kerja (US.Departement of Education the
National School-to-work Office yang dikutif oleh blancbard,
2001).

Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam


kelas sebagai berikut:

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar


lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menukan
sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk
semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam
kelompok-kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai
cara

...............................................................................................Dalam Pe
pembelajaran kontekstual ada beberapa komponen yang
dilibatkan dalam pembelajaran. Komponen-komponen CTL
(contextual teaching and learning) tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Kontrukstivisme
......................................................................................Dalam CTL,
berdasarkan pengalaman yang dialami dan diamati.
2. Bertanya
Dalam CTL, siswa diharapkan mampu menumbuhkan
rasa ingin tahu sehingga akan menjadikan siswa selalu
bertanya terhadap hal-hal yang baru.
3. Inkuiri
......................................................................................Dalam CTL,
yang dipelajari melalui proses belajar yang sistematis.
4. Masyarakat belajar
Dalam CTL, siswa diharapkan mampu bekerjasama atau
bertukar pikiran dengan orang lain yang tidak terbatas dalam
proses pembelajaran.
5. Pemodelan (Modelling)
CTL dapat memberikan pengalaman yang lebih nyata
atau konkret kepada siswa. Melalui pemodelan ini akan
menghindarkan siswa dari pengetahuan yang bersifat abstrak
dan teoritis.
6. Refleksi
Dalam CTL, refleksi yang diperlukan untuk
mengevaluasi pengetahuan yang diperoleh siswa melalui
pengalaman yang ia dapatkan.
7. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)
Authentic assessment diperlukan untuk mengetahui
perkembangan belajar siswa dan dapat mengetahui apakah
pengalaman belajar siswa dapat memberikan dampak postif
atau negatif.

b. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu yang


dapat diterapkan untuk mewujudkan kelas sebagai laboratorium
demokrasi bagi siswa.

Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods,


students work together in four member teams to master material
initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative
learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-
kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga
dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan
diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan”.

Menurut Trianto (2012) secara garis besar terdapat enam


langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yanng
menggunakan pembelajaran kooperatif.

1. Fase pertama menyampaikan tujuan dan memotivasi


siswa belajar.
2. Fase kedua yaitu guru menyajikan informasi pada
siswa dengan cara demonstrasi atau membuat bacaan.
3. Fase ketiga adalah mengorganisasikan wa ke dalam
kelompok kooperatif.
4. Fase ke empat, membimbing kelompok kerja dan
belajar.
5. Fase kelima merupakan fase guru mengevaluasi
hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari.
6. Fase terakhir yaitu guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
.........................................................................................Beberapa keu
Sugianto (dalam Fathurohman, 2012) adalah:

1. Meningkatkan kepakaan dan kesetiakawanan sosial.


2. Memungkinkan siswa untuk saling belajar mengenai
sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan
pandangan-pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-
nilai sosial dan komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendir atau
egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut
hingga masa dewasa.
7. Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk
memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan
dan dipraktikkan.
8. Meningkatkan saling percaya kepada sesama
manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah
dan situasi berbagai perspektif.\Meningkatkan kesediaan
menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
10. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa
memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal
atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
Model pembelajaran kooperatif yang berkembang dan dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran cukup bervariasi
diantaranya:

1) Model STAD (Student Teams Achievement Division) Model


STAD merupakan model pembelajaran yang paling sederhana
dalam model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model
STAD adalah sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang
terdiri 4-5 anggota.
b. Tiap anggota tim saling membantu dalam
menguasai bahan ajar.
c. Tiap satu minggu atau dua minggu, guru
mengevaluasi penguasaan siswa baik secara individual
maupun kelompok.
d. Setiap tim diberikan penilaian atas penguasaan
bahan ajar kepada siswa baik individu maupun tim.
2) Model Jigsaw
.......................................................................................Model pembela
yang diembangkan oleh Ellliot Aronson dkk. Langkah-langkah
model pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri 4-5
anggota.
b. Bahan ajar disajikan kepada siswa dan siswa bertanggung
jawab untuk mempelajarinya.
c. Para anggota bertanggung jawab untuk mempelajari satu
bahan ajar yang sama dan selanjutnya saling berkumpul untuk
mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan tersebut dinamakan
“kelompok pakar” (expert group).
d. Kelompok pakar kembali kekelompok semula (home team)
dan menyampaikan materi yang dipelajari dalam kelompok
pakar.
e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam kelompok
asal (home team), para siswa dievaluasi secara individual
mengenai bahan yang teah dipelajari.
3) Model GI (Group Investigation)
Model pembelajaran kooperatif GI menuntut kerjasama
siswa didalam pelaksanaan pembelajarannya. Dalam model
pembelajaran GI siswa terlibat secara aktif sejak dari pemilihan
topic, perencanaan kegiatan, implementasi kegiatan, analisis,
dan sistesis, penyajian hasil akhir, dan evaluasi. Langkah-
langkah model pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai
berikut:
a. Seleksi topik ataupun subtopik. Siswa dibagi kedalam
kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.
b. Merencanakan kerjasama berdasarkan subtopik yang telah
dipilih.
c. Siswa merencanakan rencana yang telah dirumuskan
sebelumnya dengan mencari sumber berdasarkan subtopic yang
diperoleh.
d. Analisis dan sistesis: Siswa menganalisis informasi yang
diperoleh dan meringkas topik yang telah diperoleh.
e. Penyajian hasil akhir.
f. Evaluasi secara kelompok maupun individual.
g. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio

Istilah portofolio berasal dari bahasa “portfolio” yang berarti


dokumen arau surat-surat. Portofolio merupakan suatu kumpulan
pekerjaan siswa yang dimaksud tertentu dan terpadu yang diseleksi
menurut panduan-panduan yang ditentukan Winataputra (dalam
Fathurrohman, 2012).

Portofolio dapat diartikan pula sebagai suatu wujud benda fisik,


sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective.
Winataputra (dalam Fathurrohman, 2012) mengemukakan bahwa
portofolio merupakan suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan
maksud tertentu dan terpadu dan disleksi menurut panduan-panduan
yang ditentukan. Panduan yang dipakai berdasarkan pada mata
pelajaran dan tujuan penilaian portofolio. Dalam pembelajaran PKn
portofolio merupakan kumpulan informasi yang disusun dengan
baik, dan menggambarkan rencana kelas berkenaan dengan suatu isu
kebijakan public yang telah diputuskan untuk dikaji, baik dalam
kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan.

Menurut Mardiati, dkk (2010) model ini mempunyai urutan


langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Pendahuluan

Kegiatan pada langkah pertama ini guru membuka pelajaran dan


memberi ilustrasi mengenai nilai-nilai sebagai hak, kewajiban, dan
tanggung jawab anggota masyarakat. Misalnya peka, tanggap,
terbuka, demokratis, kooperatif, kompetetif untuk kebaikan,
empatik, argumentatif, dan prospektif dalam konteks kehidupan
bermasyarakat dengan memberi ilustrasi empirik mengenai berbagai
isu dan trend dalam kehidupan masyarakat saat ini, khsusunya dalam
proses pembangunan masyarakat. Kegiatan selanjutnya, guru
mengajak siswa merenungkan sebuah pertanyaan, Bagaimana
seharusnya kita sebagai anggota masyarakat memahami dan
menjalankan nilai, konsep dan prinsip kehidupan bermasyarakat
yang baik dalam konteks pembangunan masyarakat Indonesia.

2. Kegiatan Inti

Strategi instruksional yang digunakan dalam model ini pada


prinsipnya mengacu strategi inquiry learning, discovery learning,
problem solving learning, research-oriented learning yang dikemas
dalam model Project ala John Dewey, yaitu menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi masalah kebijakan publik dalam


masyarakat.
b. Memilih suatu masalah yang akan dikaji siswa.
c. Mengumpulkan informasi yang terkait pada masalah yang
telah dipilih.
d. Mengembangkan portofolio kelas.
e. Menyajikan portofolio.
f. Melakukan refleksi pengalaman belajar.

Kegiatan harus dilakukan dengan mengorganisasikan kelas ke


dalam 2 kelompok besar beranggotakan sekitar 20 orang, kemudian
masing-masing dibagi lagi menjadi empat sub kelompok kecil
masing-masing terdiri atas 3-5 orang. Setiap kelompok ditugasi
menjawaban pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya dengan
cara studi kepustakaan, mengamati masyarakat sekitar, dan bertanya
kepada nara sumber. Informasi yang telah diperoleh dari berbagai
sumber tersebut kemudian didiskusikan dalam kelompok kecil.
Setelah masing-masing kelompok kecil menyelesaikan tugasnya,
kesimpulan hasil diskusi kelompok kecil tersebut ditulis dalam buku
kerja siswa masing-masing dan selembar kertas manila atau karton
hingga siap dipajang di depan kelas dan didiskusikan pada
pertemuan tatap muka di kelas.

Melalui berbagai kegiatan belajar inilah siswa mengembangkan


berbagai keterampilan seperti: membaca, mendengar pendapat orang
lain, mencatat, bertanya, menjelaskan, memilih, merumuskan,
menimbang, mengkaji, merancang perwajahan, menyepakati,
memilih pimpinan, membagi tugas, menarik perhatian,
berargumentasi, dan membuat laporan dalam bentuk portofolio.

Portofolio adalah tampilan visual yang disusun secara sistimatis,


cerminan proses berfikir berdasarkan data-data yang relevan, dan
secara utuh melukiskan pengalaman belajar terpadu yang dialami
siswa sebagai suatu kesatuan dalam kelas (integrated learning
experiences).

Portofolio terbagi dalam dua bagian, yakni Portofolio Tampilan


dan Portofolio. Dokumentasi. Portofolio Tampilan berbentuk papan
empat muka berlipat yang secara berurutan menyajikan:

a. Rangkuman permasalahan yang dikaji.


b. Berbagai alternatif kebijakan pemecahan masalah.
c. Usulan kebijakan untuk memecahkan masalah.
d. Pengembangan rencana kerja/tindakan.

Sedangkan Portofolio Dokumentasi dikemas dalam Map Ordner


atau sejenisnya yang disusun secara sistematis mengikuti urutan
Portofolio Tampilan. Portofolio Tampilan dan Dokumentasi
disajikan dalam suatu simulasi Public Hearing atau dengar pendapat
yang menghadirkan pejabat setempat yang terkait dengan masalah
portofolio tersebut. Acara dengar pendapat dapat dilakukan di
masing-masing kelas atau dalam suatu acara Show Case atau gelar
kemampuan bersama dalam suatu acara sekolah, misalnya pada
akhir semester. Bila dikehendaki arena show case tersebut dapat
pula dijadikan arena contest atau kompetisi untuk memilih kelas
portofolio terbaik selanjutnya dikirim ke dalam Show Case and
Contest” antarsekolah dalam lingkungan kabupaten/kota atau untuk
acara regional propinsi atau nasional. Semua itu antara lain
bertujuan untuk saling berbagi ide dan pengalam belajar antar
young citizens yang secara psikososial dan sosiokultural dapat
menumbuhkembangkan ethos demokrasi dalam konteks harmony in
diversity.

Setelah acara dengar pendapat, dengan difasilitasi guru diadakan


kegiatan refleksi. Tujuannya, baik secara individual maupun
bersama merenungkan dan mengendapkan dampak kegiatan proses
belajar bagi perkembangan pribadi siswa.

3. Penutup
Kegiatan penutup dilakukan sepuluh menit sebelum pertemuan
tatap muka usai. Guru memberi penegasan dan penguatan
(debriefing) terhadap nilai yang secara implisit melekat dalam
pertanyaan triger, yakni nilai-nilai yang terkandung dalam hak,
kewajiban, dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat, seperti
peka, tanggap, terbuka, demokratis, kooperatif, kompetetif untuk
kebaikan, empatik, argumentatif, dan prospektif dalam konteks
kehidupan bermasyarakat atas dasar keyakinan yang didukung oleh
pemahaman dan pengenalannya secara utuh dalam praksis
kehidupan sehari-hari di lingkungannya.

KESIMPULAN

Metode pembelajaran adalah cara atau tahapan yang digunakan


dalam interaksi antara peserta didik dan pendidik untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan sesuai dengan materi dan
mekanisme metode pembelajaran. Pembelajaran pkn merupakan
salah satu mata pelajaran pokok di sekolah yang bertujuan untuk
mengembangkan kecerdasan warga negara dalam dimensi spiritual,
rasional, emosional dan social, mengembangkan anak didik
berpartisipasi supaya menjadi warga negara yang baik.

Dengan adanya metode dan model pembelajaran ini diharapkan


peserta didik lebih baik dan mudah mengerti isi materi dengan
mudah. Dan kita sebagai pendidik semoga mampu menerapkan
metode yang dapat mengembangkan dan menciptakan suasana
pembelajaran yang aktif, efektif, dan kreatif dengan menggunakan
metode dan model pembelajaran.

BAB 2

PEMBELAJARAN PANCASILA

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN PANCASILA


Pendidikan Pancasila adalah pendidikan mengenai Pancasila, yang
merupakan dasar negara Indonesia. Tujuannya adalah untuk
menanamkan nilai-nilai luhur pada generasi muda Indonesia sehingga
mereka memiliki karakter dan watak Pancasila di dalam diri mereka.
Pendidikan Pancasila juga merupakan salah satu cara untuk
menanamkan pribadi yang bermoral dan berwawasan luas dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara Pendidikan Pancasila meliputi
berbagai aspek seperti nilai-nilai moral, kecakapan hidup, budaya, dan
pengetahuan agama. Pendidikan pancasila? pendidikan pancasila
termasuk pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,
Pendidikan Moral pancasila, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan
sejarah perjuangan bangsa serta unsur unsur yang dapat meneruskan dan
mengembangkan jiwa, semangat dan nilai kejuangan, khususnya Nilai
Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, dilanjutkan dengan
ditingkatkan di semua jalur, dan jenjang pendidikan. Sebagaimana kita
ketahui bahwa toleransi merupakan syarat mutlak untuk mengamalkan
pancasila dengan sebaik baiknya, dan menjamin hubungan baik sesama
warga. (Yunita, 2021).
Pendidikan Pancasila menjelaskan tentang landasan tujuan, sejarah
paham kebangsaan Indonesia, Pancasila sebagai sistem filsafat, Pancasila
sebagai ideologi nasional bangsa dan Negara Indonesia, Pancasila dalam
konteks kenegaraan RI, Pancasila sebagai etika politik dan lain-lain.
Oleh karena itu, pendidikan tentang pancasila perlu diberikan di setiap
jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan
tinggi. Pendidikan Pancasila menanamkan sikap dan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila ( Ibda,
2012).
Nilai pancasila tersebut terdiri dari nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Secara
hierarki piramidal pun nilai- nilai pancasila ini saling menjiwai dan
dijiwai antar sila-silanya, seperti sila pertama menjiwai sila kedua, sila
kedua menjiwai sila ketiga dan dijiwai sila pertama, begitu juga
seterusnya. Pancasila juga mengandung nilai kausa material artinya ada
hubungan sebab akibat dalam penerapan nilai-nilanya. Pendidikan
Pancasila merupakan mata pelajaran wajib yang diajarkan diseluruh
jenjang pendidikan,mulai pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Karakteristik dari mata pelajaran Pendidikan Pancasila adalah sebagai
pendidikan nilai dan moral ( Nurgiansah, 2021 )
1. Tujuan Pendidikan Pancasila
Tujuan Pendidikan Pancasila adalah untuk menghasilkan
masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, dengan sikap dan perilaku:
1. Mencintai tanah air
2. Melestarikan kebudayaan bangsa
3. Mempunyai pengetahuan tentang Pancasila dan sejarah nya
4. Mampu memahami, menghayati, dan melaksanakan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kehidupan sebagai
warga negara Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila
5. Menumbuhkan wawasan dan kesadaran berbangsa
6. Meningkatkan kesadaran hukum para mahasiswa sebagai calon
pemimpin bangsa
7. Menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat
8. Mengerti, memahami, serta mendalami makna Pancasila
sebagai kepribadian bangsa Indonesia
Jika diterapkan di sekolah dasar guru harus ikut berpartisipasi dan
bekerja sama untuk Pendidikan Pancasila ini, Selain itu, guru Pendidikan
Pancasila juga harus selalu datang tepat waktu. Karena peserta didik
akan mengikuti gurunya dan seorang guru harus memberi contoh yang
baik agar ditiru oleh siswanya. Keteladanan dalam mendidik anak sangat
penting (Wiseza, 2017). Dengan begitu guru tidak perlu lagi repot-repot
memerintahkan siswa untuk berperilaku baik karena siswa sendiri yang
akan berperilaku mencontoh gurunya. Selain itu nilai kejujuran juga
sangat penting dimiliki peserta didik, Kejujuran berarti berbicara apa
adanya dan berperilaku sewajarnya tanpa mengharapkan pujian orang
lain. Kejujuran akan tercermin dalam perilaku berbicara sesuai dengan
kenyataan, berbuat sesuai bukti dan kebenaran (Batubara, 2015). Jujur
tidak hanya diucapkan, tetapi juga harus tercermin dalam perilaku
sehari-hari (Arianto, 2017). Perilaku sehari hari juga dapat tercermin saat
pembelajaran Pendidikan Pancasila di Kelas, contohnya siswa tidak lagi
datang terlambat dan memberikan alasan yang irasional. Siswa juga
tidak lagi mencontek saat menjawab soal.
Hal ini selalu ditekankan oleh guru saat pembelajaran berlangsung
sehingga menjadi suatu kebiasaan. Jika karakter jujur ini bisa
dibudayakan sejak di lembaga pendidikan sekolah, maka bangsa ini akan
damai, maju dan beradab (Zulkhairi, 2011).
Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan
potensi dirinya melalui proses pembelajaran untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan di nya, masyarakat, bangsa
dan negara. Pendidikan nasional merupakan suatu pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis, dan bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa Sebagaimana telah diketahui, bahwa pendidikan
bertujun untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berilmu, cakap dan kreatif dan mandiri, Dengan
demikian, maka pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan
peserta didik yang beriman dan bertakwa terhadap uhan Yang Maha Esa,
dengan sikap dan perilaku sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung
jawab sesuai dengan hati nuraninya
2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan
kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
Sudah saatnya bagi tiap sekolah untuk melaksanakan kembali
Pancasila sebagai acuan dasar dalam membentuk karakter peserta didik.
Terbukti Pancasila sangat kaya akan nilai-nilai keutamaan hidup yang
mampu mensejahterakan masyarakat Indonesia. Satu-satunya jalan
mewujudkan kesejahteraan adalah melalui pendidikan karakter. ( Fauzi,
2013 ).
Dengan adanya pendidikan Pancasila diharapkan warga negara
Republik Indonesia mampu memahami, menganalisis, dan menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat secara
berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia.
KESIMPULAN

Pendidikan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia dan


mencerminkan nilai-nilai penting yang diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan Pancasila
bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik yang paham akan
hak dan kewajibannya sebagai warga negara, serta memiliki raca cinta
dan nasionalisme terhadap negara Indonesia. Pendidikan Pancasila
mengajarkan tentang moral yang harus sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia. Selain itu karakter jujur secara spesifik dicantumkan
dalam silabus pada kompetensi inti yang kedua, yakni menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong
royong,kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan
pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif. sesuai dengan perkembangan
anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam
sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional.
Berdasarkan silabus tersebut, maka Pendidikan Pancasila harus bisa
membuat siswa berperilaku jujur yakni perilaku yang tidak suka
berbohong dan berbuat curang serta menjaga sportivitas yang akan
mewujudkan hubungan harmonis dengan Tuhan dan dirinya sendiri
(Herawan & Sudarsana, 2017).
B. Ruang Lingkup Pancasila

Pancasila memiliki ruang lingkup untuk dibahas dan ditelaah, ruang


lingkup pancasila tidak hanya mengacu pada fungsi dari pancasila itu
sendiri namun ruang lingkup pancasila juga mencakup pengertian, ciri,
isi, fungsi serta prinsip dari Pancasila tersebut. Ruang lingkup tersebut
akan diulas kali ini.

Sebelum lebih dalam mengetahui apa itu ruang lingkup Pancasila,


apa saja ruang lingkup Pancasila, apa yang intisari dari ruang lingkup
Pancasila, maka terlebih dahulu harus dikaji definisi dari ruang lingkup.
Karena dengan definisi dapat membatasi apa yang akan dibahas di dalam
tulisan ini.

Dalam sebuah kajian ilmiah, ruang lingkup memiliki definisi


sebagai metode pembatasan permasalahan dan juga ilmu yang dikaji di
dalam kajia ilmiah itu, ruang lingkup adalah media pembatas apa yang
dikaji di dalam kajian atau studi ilmiah yang dilakukan oleh seseorang.
Jika dihubungkan dengan proses pembuatan sebuah penelitian, maka
ruang lingkup berarti subjek atau sebuah target yang akan diteliti, bisa
berupa sebuah bidang ilmu, objek benda atau tempat, seseorang atau
masih banyak lainya yang bisa dijadikan subjek kajian penelitian. Ruang
lingkup digunakan untuk memfokuskan sebuah kajian penelitian yang
dikaji, yang mana agar kajian yang penelitia yang dilakukan tidak keluar
atau melenceng dari apa yang dituju dari penelitian itu sendiri. (A,
2023).

Dari pengertian tersebut, ruang lingkup bisa berupa batasan masalah


yang diusung dan jumlah subjek yang akan dijadikan penelitian dan
materi yang dibahas serta variable yang akan diteliti. Ruang lingkup
sendiri memiliki peran yang penting dalam sebuah penelitian, karena
untuk mencapai tujuan dari penelitia maka dibutuhkan ruang lingkup
penelitian yang baik.

Ruang lingkup dapat menciptakan batasan materi yang dapat


membuat masalah atau subjek yang diteliti lebih tepat guna, fokus,
terarah, dan mempunyai keaslian.

Dalam sumber lain, ruang lingkup adalah penjelasan tentang


batasan sebuah subjek yang terdapat disebuah masalah. Bila diartikan
secara singkat, maka singkatnya ruang lingkup adalah batasan, batasan
yang dimaksud dalam ruang lingkup bisa berupa factor yang diteliti
seperti materi, tampat, waktu dan sebagainya. Dalam makna sempitnya
ruang lingkup adalah suatu hal atau materi (S, 2020 )

Menurut Emil Salim. Ruang lingkup dalam bentuk benda, suasana,


pengaruuh dan suasana yang dirasakan disekitar kita. Diamana ruang
lngkup sebagai sesuatu urusan yang ingin berkaitan dengan kehidupan
manusia. Mulai dari permasalahan politik ekonomi, sosial dan masih
banyak lagi aspek yang dapat diangkat.

Menurut Otto Soemarwoto. Ruang lingkup adalah segala yang


terjadi sesuatu disekitar yang bersifat provokasi terhadap
keberlangsungan hidup, ia juga menyebutkan jika ruang lingkup tidak
terbatas jumlahnya.

Ada pula soedjono berpendapat, ruang lingkup adalah segala hal


yang berurusan dengan format nyata (berbentuk fisik) yang ada disekitar
manusia. Bisa itu berbentuk hewan, tanaman, ataupun berbentuk jasmani
dan rohani.

Dan terakhir. Danu saputro mengartikan ruang lingkup sebagai


kondisi berbentuk benda ataupun daya yang dapat dijadikan sebagai
objek untuk hidup. Unsur yang termasuk dalam ruang lingkup termasuk
unsur alam biotik dan unsur alam abiotic.

Dari definisi-definisi yang telah dicantumkan baik dari pendapat


banyak penulis artikel atau dari para ahli. Maka dapat di simpulkan
bahwa ruang lingkup merupakan batasan atau sebagai pengarah apa yang
akan diteliti atau di kaji, dalam hal ini yang digunakan sebagai ruang
lingkup atau pembatas adalah Pancasila, jadi yang akan dibahas tidak
akan terlepas dari Pancasila. Ruang lingkup pula tidak memiliki batasan
jenisnya, apa saja bisa di jadikan ruang lingkup, seperti apa kata para
ahli mengenai definisi ruang lingkup, mereka mengatakan apa saja dapat
dijadikan ruang lingkup dan ruang lingkup yang digunakan harus
menjadi ruang lingkup sebuah penelitian atau sebuah pengkajian.

Dalam tulisan ini, yang akan menjadi ruang lingkup adalah


Pancasila, sehingga apa yang akan kaji, dibahas dan didiskusikan
setelahnya tidak boleh melenceng dari Pancasila, karena hanya dibatasi
pada Pancasila.

Variable yang kedua setelah mengetahui definisi dari ruang lingkup


sebelum meneruskan diskusi ini, maka harus memahami pula apa itu
Pancasila, apa eksistensi dari Pancasila.

Menurut Wikipedia Pancasila adalah dasar negara. Nama ini terdiri


dari dua kata dari Bahasa sanksekerta, “panca” yang berarti lima dan
“sila” yang berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan pedoman dan
rumusan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia. Lima ideology utama penyusunan Pancasila merupakan lima
sila Pancasila. Ideology utama tersebut tercantum dalam alinea keempat
dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 yang mana sekalipun
terjadi perubahan isi dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun
1945.

Menurut sumber lain yang ditemukan, Pancasila adalah dasar


negara. Berdasarkan keppres nomor 24 tahun 2016. Secara etimologis
Pancasila berasal dari Bahasa sanksekerta. Panca berarti “lima” dan sila
yang berarti “asas atau dasar” yang berarti Pancasila adalah lima dasar.
Pancasila dijadikan ideology berbangsa oleh Indonesia karena nila-
nilainya berasal dari kepribadian asli banga Indonesia sendiri.
(Krinawati, 2023 )

Sumber lain pula selaras dan sepakat mengatakan. Pancasila secara


etimologis berasal dari dua kata sanksekerta, yang memiliki arti “panca”
adalah lima dan “sila” adalah dasar, atau prinsip. Apabila diulik secara
Bahasa, Pancasila menjadi rumusan dan pedoman kehidupan bebangsa
dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila dicantumkan
dalam mukaddimah undang-undang dasar negara Indonesia yang sah.
Pancasila sebagai dasar negara digunakan untuk mengatur segala
taatanan kehidupan bangsa Indonesia dan mengatur penyelenggaraan
negara. Pancasila dijadikan sebagai dasar negara karena memang sesuai
dengan jiwa bangsa indoensia. (Lury rafelia, 2020 )
Ruang lingkup Pancasila dapat diartikan secara mendetail adalah
batasan atau arah yang dibahas adalah dasar negara atau iedologi negara.
Dalam hal ini yang diskusikan adalah Pancasila jadi Pancasila sebagai
batasan untuk dibahas dan di kaji pada diskusi kali ini. Jika mendetail
maka pengkajian atau pembahasan ini terbatas pada dasar negara,
ideology negara dan asas-asas negara, karena mengacu pada definisi-
definisi yang telah dicantumkan diatas, yang mana ruang lingkup
merupakan batasa, dan Pancasila merupakan asas, dasar dan ideology
negara.

Pancasila merupakan sebuah ideologi yang digunakan oleh


Indonesia, ideologi inilah yang digunakan untuk membentuk segala
aspek administrasi, kebutuhan, landasan dan lainya yang dibutuhkan
oleh negara. Pancasila menurut bahasa sanksekerta memiliki arti “lima
dasar” atau “lima pondasi”, karena memang dari kelima sila yang ada
pada Pancasila mewakili semua aspek yang ada di Indoensia. Pancasila
dinamai demikian karena isi dari pancasila berjumlah 5 butir yang
menjadi landasan dan ideologi negara, maka disebut pancasila.

Pancasila memiliki ciri khas tersendiri, yaitu pancasila bersifat


dinamis atau dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan, teknologi, serta aspirasi masyrakat tanpa mengubah nilai-
nilai dasarnya yang terkandung dalam pancasila. Pancasila juga memiliki
iedeologi yang terbuka, atau menganut ideologi terbuka.

Menurut A Aco Agus dalam “Relavansi Pancasila sebagai Ideologi


Terbuka di Era Reformasi” ciri khas dari ideologi terbuka adalah bahwa
nilai-nilai dan cita-citanya tidak diimpor dari luar, melainkan muncul dan
tumbu dari kekayaan spiritual, moral dan budaya masyrakat. Pancasila
memiliki ciri yang sama dengan ciri ideologi terbuka, karena ideologi
yang digunakan pancasila adalah ideologi terbuka. Maka dapat dikatakan
bahwa ciri pancasila memiliki ciri yang sama dengan ciri ideologi

terbuka.

Ideologi terbuka adalah ideologi yang dimiliki oleh seluruh rakyat,


dan setiap individu dapat melihat dirinya tercermin didalam ideologi
tersebut. Ideologi terbuka bukan sekedar sesuatu yang disetujui,
melainkan sesuatu yang sangat diperlukan. Mengacu pada prspektif
negara modern, nilai dasar dari ideologi terbuka adalah fondasi dari
keberadaan negara itu sendiri. Ini berarti bahwa negara modern
bergantung pada nilai-nilai prinsip mendasar ni untuk keberlangsunagn
negaranya.

Ideology menurut Maksum Rangkuti dalam artikelnya yang


berjudul “ideology terbuka pengertian, contoh dan negara yang
menerapkanya” adalah, pendekatan atau konsep yang mengakui dan
menerima adanya variasi, perbedaan dan keberagaman dalam ideology,
keyakinan, nilai-nilai, dan pandangan seseorang terhadap politik. Prinsip
dasar dari ideology terbuka adalah bahwa tidak ada satupun ideology
tunggal yang benar atau sempurna dan baghwa masyarakat harus
menerima dan menghargai perbedaan. (Rangkuti, 2023)

Pancasila sebagai ideology terbuka adalah pandangan hidup bangsa


Indonesia yang mengandung nilai-nilai dasar dan nilan instrumental
yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan dinamika
secara internal. Ideology terbuka merupakan bentuk ideology yang tidak
dimutlakan dan terlahir dari hasil kesepakatan masyarakat. (Dwi, 2023)
Pancasila sebagai ideology terbuka senantiasa berkembang seiring
dengan perkembang aspirasi, pemnikiran dan akselerasi dari masyrakat.
Tujuanya adalah mewujudkan cita-cita untuk hidup berbangsa dalam
mencapau harkat dan martabat kemanusiaan. Pancasila sebagai ideology
terbuka bersifat aktual, dinamis dan antisipatif. Meski Pancasila sebagai
ideology terbuka bersifat dinamis, namun hal itu tidak mengubah
sedikitpun nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Pancasila
sebagai ideology terbuka dapat menerima dan mengembangkan
pemikiran baru dari luar dan dapat berinteraksi dengan perkembang atau
perubahan zaman.

Pancasila sebagai ideology terbuak memiliki peran pentin dalam


konteks sosial, politik, dan budaya Indonesia. Berikut adalah beberapa
peran utama Pancasila sebagai ideology terbuka.

1. Menjaga keberagaman dan persatuan.

Pancasila sebagai ideulogi terbuka mengakui dan menghormati


keberagaman masyarakat Indonesia. Dalam kerangka ini. Pancasia
memainkan peran penting dalam mempromosikan persatuan,
menghormati perbedaan dan menciptakan kerukunan antar individu
dan kelompok. Dengan pendekatan terbuka, Pancasila memfasilitasi
dialog, pengertian dan kerja sama antara berbagai kelompok dalam
masyarakat

2. Fleksibelitas dan adaptibilitas

Pancasila sebagai ideology terbuka memungkinkan nilai-


nilainya untuk berkembang dan beradaptasi dengan perubahan
zaman, tantang dan perkembangan sosial,. Ini memungkinkan
Pancasila tetap relevan dan memberikan arahan yang bermanfaat
dalam menghadapi perubahan dan transformasi sosial yang terjadi.

3. Sebagai landasan kebijakan public

Pancasila sebagai ideology terbuka dapat digunakan sebagai


landasan untuk merumuskan kebijak-kebijakan public yang inklusif
dan berkadilan. Nilai-nilai Pancasila seperti keadilan sosial,
demokrasi dan kemansiaan yang adil, dapat diintegrasikan kedalam
kebijakan dan program pemerintah untuk memastikan pemerataan
kesempatan, peningkatan kesejahteraan sosial dan perlindungan hak
asasi manusia.

4. Pedoman dalam pengambilan keputusan.

Pancasila sebagai ideology terbuka memberikan panduan dan


kerangka kerja dalam pengambilan keputusan diberbagai bidang,
seperti politik, ekonomi, dan sosial. Dalam konteks ini, Pancasila
dapat membantu mempromosikan keputusan yang berpihak pada
kepentingan public, menjungjung tinggi nilai-nilai keadilan dan
memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan .

5. Sumber inspirasi dan motivasi.

Pancasila sebagai ideology terbuka dapat menjadi sumber


insipirasi dan motivasi bagi individu dan masyarakat dalam
mencapai tujuan bersama. Nilai-nilai Pancasila seperti persatuan,
keadilan, dan kebhinekaan dapat memotivasi individu untuk bekerja
sama, membangun kerja sama dan mengatasi perbedaan untuk
mencapai kesejahteraan dan kemajuan bersama.
6. Pendidikan dan pembelajaran.

Pancasila sebagai ideology terbuka memiliki peran penting


dalam pendidikan dan pembelajaran. Konsep ini memungkinkan
sisswa dan masyrakat untuk mempelajari dan memahami nilai-nilai
Pancasila dengan cara yang terbuka dan inklusif. Melalui
pendidikan, Pancasila dapat menjadi landasan moral dan etika dalam
membentuk generasi yang bertanggung jawab, demokratis dan
berkadilan.

Melalui peran-peran ini, Pancasila sebagai ideology terbuka


dapat menjadi pondasi yang kuat bagi pembangunan sosial, politik
dan budaya yang inklusif dan berlanjutan di Indonesia.

Ideologi terbuka tentu memiliki ciri yang membedakan dengan


ideologi lainya yang digunakan oleh negara-negara lainya. Adapaun
ideologi dapat dikatakan terbuka jika memiliki ciri-ciri berikut :
1. Ideologi terbuka lahir dari nilai dan cita-cita yang telah ada
dalam masyarakat
2. Musyawarah yang berlandaskan hasil kesepakatan dan
konsensus masyarakat.
3. Ideologi terbuka adalah milik seluruh rakyat dan
mencermikan identitas masyrakat.
4. Sistem pemerintahan yang terbuka
5. Masyrakat cenderung bersifat dinamis dan reformis
Ditilik dari pernyataan-pernyatan diatas maka bisa ditarik garis
kesimpulan bahwa pancasila memiliki ciri yang sama dengan ciri
ideologi terbuka. Maka dari kesamaan inilah bisa diketauhi bahwa
pancasila memiliki ciri sebagai berikut:
1. Pancasila lahir dari nilai dan cita-cita yang telah ada dalam
masyakat
2. Musyawarah yang berlandaskan hasil kesepakatan dan
konsensus masyarakat
3. Pancasila adalah milik seluruh rakyat dan mencerminkan
identitas masyrakat
4. Sistem pemerintahan yang terbuka
5. Masyarakat cenderung bersifat dinasmi dan reformis
Pancasila terbentuk karena keinginan merdeka dari bangsa
Indonesia sendiri, pancasila adalah hasil buah pemikiran dari pemuda-
pemuda yang memiliki semangat juang yang tinggi sehingga terciptalah
pancasila yang memiliki isi sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi

Pancasila memiliki ruang lingkup yang sangat luas, namun penulis


hanya mencantumkan apa yang menurut penulis lebih penting dari pada
point lainya. Bukan berarti penulis menganggap bahwa point lainya tidak
penting, namun menurut penulis point-point ini yang lebih penting untuk
disampaikan kepada pembaca.
Pancasila memiliki fungsi pokok yaitu menjadi dasar negara
tersebut sebagai pemberi jalan atau petunjuk agar semuanya bisa hidup
lebih sejahtera dan bahagia, dan masih banyak fungsi pokok lainya,
secara umum pancasila memiliki 3 fungsi pokok, yaitu :

1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Dalam kehidupan bernegara, Pancasila menjadi pandangan


hidup bangsa. Fungsi pokok Pancasila ini menjadikan dasar negara
tersebut sebagai pemberi jalan atau petunjuk agar semuanya bisa
hidup lebih sejahtera dan bahagia.

Contoh implementasi dari fungsi pokok Pancasila ini adalah


sebagai berikut:

 Media pemersatu NKRI


 Membimbing seluruh elemen bangsa untuk sampai ke
tujuannya
 Pancasila sebagai dasar pertimbangan untuk memberikan
kritik atas suatu keadaan
 Membuat masyarakat sadar tentang pentingnya toleransi

2. Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila diartikan sebagai sarana supaya kehidupan bernegara


bisa berjalan sesuai dengan lima sila yang ada di dalamnya. Lebih
jelasnya, fungsi pokok Pancasila ini tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan UUD 1945.
Contoh implementasi dari fungsi pokok Pancasila ini adalah
sebagai berikut:
1. Menjadi pedoman hidup setiap elemen warga Indonesia
yang tinggal di tanah air maupun luar negeri.
2. Pancasila sebagai jiwa bangsa.
3. Pancasila sebagai kepribadian bangsa.
4. Pancasila sebagai cita-cita bangsa.
5. Pancasila sebagai ideologi negara.

3. Pancasila sebagai Ideologi Negara

Sebagai ideologi negara, Pancasila menjadi ciri khas dari


Indonesia yang membedakannya dengan negara lain. Pada
dasarnya, ideologi merupakan perspektif negara dalam menerapkan
kebijakan politiknya serta berpengaruh terhadap persatuan dan
kesatuan Indonesia yang bersifat majemuk.

Contoh implementasi dari fungsi pokok Pancasila ini adalah


sebagai berikut:

1. Memotivasi dan menggerakkan warga negara untuk


melaksanakan Pembangunan
2. Tidak menutup jati diri dan membaurkan semua budaya
sehingga terbentuk karakter bangsa Indonesia secara
keseluruhan
3. Mengembangkan identitas bangsa di kancah internasional
4. Mendorong Pancasila menjadi standar nilai dalam
mengkritik
5. Mengutamakan asas demokrasi daripada individualisme
Ada 8 aspek ruang lingkup pendidikan pancasila yang
didalamnya berisi tata kehidupan, nilai-nilai dan peraturan yang
mengatur kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat di suatu
negara. Yaitu sebagai berikut :

1. Persatuan dan kesatuan bangsa


Aspek pertama yaitu persatuan dan kesatuan bangsa yang
meliputi hidup rukun dalam perbedaan, bangga sebagai bangsa
Indonesia, cinta lingkungan, partisipasi dalam bela negara, sumpah
pemuda, sikap positif terhadap NKRI.

2. Norma, hukum, dan peraturan

Aspek yang kedua ialah macam-macam norma, hukum, dan


peraturan. Aspek ini meliputi tata tertib di sekolah, peraturan dalam
kehidupan keluarga, peraturan- peraturan daerah, norma di
masyarakat, norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
hukum dan peradilan internasional sistem hukum dan peradilan
nasional.

3. Hak asasi manusia


Aspek ketiga yaitu adalah Hak asasi Manusia. Aspek ini
meliputi hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen
nasional dan internasional HAM, hak dan kewajiban anak,
penghormatan dan perlindungan HAM. Semuanya manusia
mempunya hak dan kewajiban warganegara maka dari itu HAM di
Indonesia sangat dijunjung tinggi.
4. Kebutuhan warga negara
Aspek yang berikutnya ialah kebutuhan warga negara yang
meliputi harga diri sebagai masyarakat, gotong royong, kebebasan
untuk berorganisasi, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat,
menghormati keputusan bersama, prestasi diri, kesamaan
kedudukan warga negara.

5. Konstitusi Negara
Dalam aspek ini yaitu konstitusi negara. Aspek ini meliputi:
konstitusikonstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, hubungan antara dasar
negara erat kaitannya dengan konstitusi.
6. Kekuasaan dan Politik
Aspek yang keenam adalah kekuasaan dan politik yang
meliputi: sistem pemerintahan, pemerintahan daerah dan otonomi,
pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan pusat, demokrasi
dan sistem politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani,
budaya politik, pers dalam masyarakat demokrasi.
7. Ideologi Pancasila
Aspek yang berikutnya adalah Pancasila yang merupakan dasar
negara. Aspek ini meliputi: proses perumusan pancasila sebagai
dasar negara, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi

Aspek yang terakhir adalah globalisasi. Aspek globalisasai


meliputi: politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, globalisasi
yang terjadi di lingkungannya, dampak yang ditimbulkan
globalisasi, hubungan internasional dan pengertian organisasi
internasional, dan evaluasi globalisasi.

Selain pancasila memiliki ciri khasnya tersendiri, pancasila


pula memiliki eksistensinya, eksistensi menurut wikipedia adalah
Keberadaan atau eksistensi. Existere disusun dari ex yang artinya
keluar dan sistere yang artinya tampil atau muncul. Terdapat
beberapa pengertian tentang keberadaan yang dijelaskan menjadi 4
pengertian. Pertama, keberadaan adalah apa yang ada. Kedua,
keberadaan adalah apa yang memiliki aktualitas.
Sumber lain pula berpendapat, eksistensi berasal dari kata eksis
yang berarti ada. Namun eksistensi bukan berarti sekadar ada.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eksistensi berarti
keberadaan. Kata ini mengacu pada kata dasar eksis. Eksis selain
memiliki arti ada dan berkembang. Selain itu, eksis juga bisa berarti
dikenal, tenar dan populer.
Dilansir dari penelitian UIN Raden Fatah, eksistensi adalah
sejauh mana keberadaan seseorang diakui oleh orang-orang di
sekitarnya. Semakin diakui, maka dia semakin eksis. (isnanto, 2023)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari
eksistensi adalah keberadaan. Kata ini merajuk pada kata dasar
eksis. (isnanto, 2023)
Eksis juga memiliki arti ada dan berkembang. Selain itu, eksis
juga dapat diartikan dengan dikenal, tenar maupun populer.
(isnanto, 2023), eksistensi adalah sebuah konsep filosofis yang
berkaitan dengan keberadaan dan kenyataan manusia atau suatu
objek dalam dunia ini. Dalam pemahaman filosofis, eksistensi
merujuk pada fakta bahwa seseorang atau suatu objek benar ada dan
nyata di dunia ini. (mutmainnah, 2023)
Maka eksistensi pancasila adalah kebradaan atau kebenaran
dari pancasila. Eksistensi ini lebih mengacu kepada keberadaan atau
bukti aktual penggunaan dari pancasila pada bangsa indonesia,
bukan mengarah kepada bukti aktual secara panca indra keberadaan
pancasila.
Pancasila merupakan dasar Negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Sebagai dasar Negara, Pancasila dijadikan
sebagai dasar dalam membangun Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia,
Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai adat-istiadat, nilai
kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia. Nilai yang ada dalam Pancasila
memiliki serangkaian nilai, yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kondisi bangsa Indonesia saat
ini dapat identifikasi dengan melihat prilaku dan kepribadian
masyarakat Indonesia yang tercermin dari tingkah laku sehari-hari.
(asmoroini, 2017 )
Globalisasi tidak bisa dihindarkan. Globalisasi yang
menjadikan semua Negara seakan tiada batas. Untuk itu perlunya
Pancasila sebagai penyaring dari arus globalisasi. Perlunya
pembudayaan nilai-nilai Pancasila tidak sekedar memahami saja,
namun harus dihayati dan diwujudkan dalam pengalamannya oleh
setiap diri pribadi dan seluruh masyarakat sehingga menumbuhkan
kesadaran dan kebutuhan untuk melaksanakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila
(asmoroini, 2017 ).
Eksistensi suatu bangsa dapat diidentifikasikan dari seberapa
jauh bangsa tersebut dalam menjalani kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan cara pandang yang digunakan oleh bangsa
tersebut. Pandangan hidup atau falsafah bangsa begitu penting bagi
suatu bangsa karena dengannya dapat menjawab berbagai persoalan
yang ada. Tanpa adanya suatu pandangan hidup maka dapat
membuat suatu bangsa yang besar akan hancur berantakan, karena
bangsa tersebut tidak memiliki dasar, pedoman, dan cara bagaimana
untuk menghadapi persoalan yang muncul serta akan mudah
terombang-ambing dan tergerus oleh perkembangan zaman dan
teknologi. Begitu pentingnya pandangan hidup bagi suatu bangsa,
hal tersebut menjadi ruh yang nyata bagi segenap anak bangsa untuk
melangkah jauh mewujudkan cita-cita luhur yang telah diimpikan
oleh segenap founding fathersand founding motherssuatu bangsa.
Begitupun juga dengan bangsa Indonesia, signifikansi pandangan
hidup sebagai ideologi kebangsaan sangatlah penting.Indonesia
memiliki dua dasar atau pijakan utama sebagai pedoman dalam
menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara dan mampu
menjawab berbagai persoalan yang muncul, keduapijakan utama
tersebut yakni; Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.Kedua hal tersebut menjadi
kesatuan formulasi yang solid untuk membangun bangsa, sebagai
pedoman dasar dalam menjalani kehidupan, sebagai solusi atas
persoalan yang ada, dan juga menjadi pijakan untuk langkah yang
lebih jauh dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia
(hakim, 2022)
Pandangan hidup suatu bangsa sejatinya harusselalu dipegang
walaupun hidup di era globalisasi dan juga diikuti dengan
perkembangan teknologi informasi memberikan dampak negatif
selaintentunya dampak positif.Justru pada momentum inilah
pandangan hidup diperlukan, artinya segenap warga negara
Indonesia tidak mudah cepat mengadopsi budaya dari luar yang
kemudian ditelan mentah-mentah tanpa adanya suatu pertimbangan
dalam asas kebaikan dan kebermanfaatan bagi negara
Indonesia.Dalam konteksini memiliki arti bahwa teknologi itu
bagus dan mengikuti perkembangannya itu diharuskan, namun tidak
semua budaya asing itu relevan jika diterapkan dan digunakan oleh
bangsa Indonesia.Modernisasi dunia sudah dan sedang berjalan,
negara sebagai poros kebijakan harus hadir untuk mempersiapkan
para putra-putri bangsa agar mampu bersaing dikancah
dunia.Ditengah masifnya perkembangan teknologi timbullah sebuah
persoalan-persoalan baru seperti mudahnya transformasi budaya
luar yang masuk melalui internet dan dikonsumsi oleh generasi
penerus bangsa.Hal tersebut membuat mentalitas cinta tanah air
mulai memudar, jika nilai-nilai Pancasila tidak dengan baik
ditanankam melalui pendidikan yang tepat.Kemudian selain
persoalan akulturasi budaya luar, terdapat persoalan lainnya yang
akhir-akhir ini kian terjadi yakni dengan mudahnya akses teknologi
informasi membuat para pelaku kejahatan berbasis onlineberaksi
seperti pelecehan seksual, perencanaan pembunahan, prostitusi,
perjudian dan lainnya. (hakim, 2022)
Persoalan akan selalu ada sesuai dengan zamannya. Oleh sebab
itu, kita harus bersegera untuk mencari sebuah solusi bagaimana
persoalan-persoalan tersebut tidak lagi terjadi kepada negara kita
Indonesia.Perkembangan zaman haruslah diikuti dengan bijak
namun jangan sampai meninggalkan nilai-nilai luhur yang ada
dalam Pancasila. Nilai-nilai tersebut dapat menjadi tameng akan
suatu hal yang buruk kepada generasi penerus
bangsa.Penyimpangan perilaku dan dekadensi moral harus
secepatnya diberhentikan, sehingga dalam menanggulangi hal
tersebut diperlukan suatu usaha yang sungguh-sungguhuntuk
mengembalikan citra bangsa Indonesia yang sebenarnya yakni yang
selalu mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam
Pancasila.Tentunya, dalam upaya mewujudkan hal tersebut tidaklah
begitu mudah dan dengan waktu yang tidak instan.Makna dalam
nilai-nilai Pancasila harus kembali dikaji dan dipahami oleh
segenap elemen bangsa yang pada akhirnya dapat diaktualisasikan
dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
sehingga beragam problematika dapat dimitigasi dengan baik dan
terukur. Komitmen akan penerapan nilai-nilai luhur bangsa tidak
akan berjalan dengan optimal jika hanya negara saja yang berperan
sebagai eksekutor. Perlu adanya dukungan, kerjasama, dan budaya
membangun yang dilakukan oleh semua warga negara
Indonesia.Dalam hal ini masyarakat luas juga memiliki peran untuk
mengamalkan, mengajarkan, dan meningkatkan nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia kepada masyarakat lainnya.Budaya saling belajar
dan saling koreksi demi kebaikan bersama merupakan perwujudan
atas kepedulian dan persatuan bangsa.Landasan untuk hal itu yakni
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sehingga Pancasila itu
sendiri menjadi simbol persatuan ditengah anugerah multikultural
bangsa yang kita miliki dan berakulturasi dengan budaya asing.
(hakim, 2022)
C. Urgensi Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila merupakan bidang kajian keilmuan dan


aktivitas sosialkultural yang bersifat multidimensional. Sifat
multidimensional ini menyebabkan Pendidikan Pancasila dapat disikapi
sebagai :

a. Pendidikan nilai dan moral,


b. Pendidikan kemasyarakatan,
c. Pendidikan kebangsaan,
d. Pendidikan kewarganegaraan,
e. Pendidikan politik,
f. Pendidikan hukum dan hak asasi manusia,
g. Pendidikan demokrasi.

Di Indonesia, arah pengembangan Pendidikan Pancasila tidak boleh


keluar dari landasan ideologi Pancasila, landasan konstitusional Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan landasan
operasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Selain itu, tidak boleh juga keluar dari koridor
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan filosofi Bhinneka
Tunggal Ika. Hal ini yang menyebabkan Pendidikan Pancasila sebagai
pendidikan nilai dan moral Pancasila, penyadaran akan norma dan
konstitusi UUD, pengembangan komitmen terhadap NKRI, dan
penghayatan terhadap filosofi Bhinneka Tunggal Ika. Pendidikan
Pancasila dimaksudkan sebagai upaya membentuk mahasiswa menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai
oleh nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai yang ada dalam Pancasila sangat penting bagi warga
negara atau masyarakat Indonesia. terutama untuk anak-anak dan
generasi milenial atau genarasi penerus bangsa. Setiap perbuatan serta
tingkah lakunya perlu dibimbing dan Secara bertahap mengarahkan
nilai-nilai relevan Pancasila ke dalam penerapannya dalam kehidupan
seharihari. Pada anak usia dini sangatlah pelu diajarkan tentang moral-
moral yang ada, hal tesebut agar anak-anak tidak ada yang perbuatan dan
sikapnya menyimpang dari nilai-nilai pancasila. Anak juga harus
diajarkan sedikit demi sedikit perihal perbuatan moral. Menurut Nany
(2009) berpendapat bahwa setelah anak mendapatkan mengajaran perihal
moral anak dapat meresapi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-
harinya.

Nilai-nilai Pancasila akan ditanamkan kepada siswa dapat


diimplementasikan dengan berbagai cara. Model penyampainya
menggunakan kosa kata sehari-hari agar mudah diterima oleh peserta
didik, mudah dimengerti, dan mudah untuk dilakukan. Agar siswa
mudah untuk melaksanakannya atau membuktikannya, maka dari itu
anak akan merasa senang dan nyaman saat pembelajaran dan tidak
marasa terbebani.

Nilai-nilai yang ada dalam Pancasila sangat erat kaitannya dengan


pendidikan perilaku. Maka, sangat diperlukannya Nilai-nilai Pancasila
ditanamkan pada anak sekolah dasar. Menanamkan nilainilai Pancasila
untuk menjadi warga negara yang baik di sekolah dasar dan
pembentukan karakter siswa sangat di perlukan di sekola dasar. Nilai-
nilai pancasila harus ditanamankan kepada anak-anak terutaman kepada
anak sekolah dasar, karena di usia anak sekolah dasar mudah di bimbing
daripada anak remaja. Selain itu juga, anak sekolah dasar suka meniru
apa yang mereka lihat pada orang dewasa. Nilai-nilai yang terkandung
Pancasila berkaitan dengan nilai-nilai prilaku, hal ini terlihat dari ciri
khas dan keunikan bangsa Indonesia serta nilai-nilai Pancasila tempat
lahirnya bangsa Indonesia. Nilai-nilai leluhur pancasila perlu dilestarikan
dan diwarikan kepada generasi-generasi baru yang akan menjadi penerus
bangsa sebagai pedoman hidupnya. Salah satu tempat untuk mewariskan
nilai-nilai pancasila dengan dunia pendidikan.

Menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan pelatihan


di sekolah dasar penguatana karakter atau nilai yang terkandung dalam
pancasila di sekolah dasar maupun di beberapa jenjang tidak akan lepas
dari kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran yang melibatkan
aspek- aspek, yaitu aspek kognitif, aspek psikologis dan aspek afektif.
Nilai termasuk Pancasila yaitu :

1. Ketuhanan yang Maha Esa

Hukum pertama Pancasila dengan simbol bintang mengandung


makna aturan pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Didirikannya sila ini yaitu pengaktualan dari tujuan bahwa manusia
adalah ciptaan tuhan yang maha esa. Jadi seluruh kegiatan manusia
serta sistem negara harus diwujudkan dengan nilai-nilai teologi.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Perlu diketaui bahwa sila kedua ini disimbokan dengan rantai,


memiliki makna terkandung dalam sila kedua adalah harus mampu
pemeliharaan martabat manusia dan martabat, seperti manusia yang
beradab. Pada sila ini berisikan nilai-nilai konsep moral serta
pemahaman berprilaku masyarakat bersumber pada budaya dan
aturan yang ada kepada diri sediri, masyarakat lain, maupun kepada
lingkungan.

3. Persatuan Indonesia

Pada Sila ketiga dengan simbol Pohon Beringin. Manusia tidak


dapat hidup sendiri , namun bersifat sosial, artinya manusia mutlak
membutuhkan manusia lain atau makhluk lain. Jadi orang berbeda
dengan orang lain yang berbeda suku, ras, agama, tetapi tetap sama
seperti semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan atau Perwakilan

Sila keempat disimbolkan dengan kepala banteng. Rakya


merupakan pendukung yang paling utama negara. Sila keemapat
pancasila berisikan nilai-nilai demokrasi yang perlu diterapkan
dalam kehidupa berbagsa dan bernegara. Negara Indonesia adalah
negara demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam
hal ini, sumber kekuasaan negara adalah rakyat.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila terakhir dengan simbol padi dan kapas. Nilai-nilai yang


perlu diwujudkan adalah keadilan distributive (yaitu (keadilan
negara dan hubungan antar warga negara), keadilan hukum (yaitu
keadilan warga negara terhadap negara), serta terakhir keadilan
komutatif (yaitu keadilan dengan sesama warga negara).
Pembentukan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, dimulai
dari sekolah dasar, membantu membangun karakter yang baik dan
selaras dengan nilai-nilai Pancasila, dan siswa juga dapat berpartisipasi
dalam mewujudkan bangsa dan negara yang baik. Teknik dari penciptaan
anak dilaksanakan oleh ayah ibu dan guru. Selain dari penanaman nilai-
nilai pancasilan melalui pendidikan formal atau melalui pembelajaran
bersama guru. Tetapi, pembentukan nilai yang terkandung dalam
pancasila juga harus melewati pendidikan lingkungan keluarga atau
belajar dengan orang tua. Karena guru pertama seorang adalah orang
tuanya, maka penanaman nilai-nilai pancasila juga harus diwujudkan di
lingkungan keluarga agar seimbang dengan pendidika formal atau
seimbang dengan pembelajaran yang telah guru ajarkan di kelas.

Guru memiliki peran yang sangat penting untuk menanamkan nilai


kepada siswa. Peran pendidik yaitu pembimbing siswa di sekitar sekolah.
Penanaman nilai-nilai yang terkandung Pancasila merupakan pondasi
pembentukan karakter siswa, dalam menanamkan nilai pancasila guru
dapat melakukan dengan berbagai macam cara saat pembelajaran, salah
satu caranya yaitu guru memberikan contoh kepada siswa hal-hal yang
mencerminkan nilainilai Pancasila, melatih sikap disiplin, siswa dilatih
untuk rajin beribadah, siswa juga dilatih untuk membudayakan senyum,
sapa, dan salam (Rahamawan, 2019). Berdasarkan hal tersebut, anak
akan mampu Mengembangkan etika dan sikap berdasarkan nilai-nilai
Pancasila supaya peserta didik menjadi anak yang berakhlak mulia dan
berakhlak mulia sesuai dengan harapan negara.

Pada siswa di sekolah dasar merupakan hal paling tetap bentuk-


bentuk yang sesuai dengan Pancasila (Patriot, Iman, Adab, Etika dan
Sosial) akan bermanfaat bagi kehidupan masa depan. Pendidikan di
sekolah dasar sangat penting. Karena dalam pendidikan Nilainilai atau
pentingnya Pancasila juga ditanamkan oleh siswa. Guru dapat
menciptakan nilainilai pancasila yang ada pada siswanya dengan
menggunakan metode memotivasi agar siswa senang. Tujuan pendidikan
adalah mempersiapkan peserta didik untuk menerima Pancasila sebagai
landasan hidup atau pandangan hidupnya. Maka, Pendidikan sekolah
bertujuan untuk siswa dari kesadaran seperti iman, ajaran, iman kepada
Allah, sopan santun, sikap manusiawi, perasaan cinta kepada negara,
semangat demokrasi, keadilan, kejujuran, kebenaran, dan lain-lain.

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-


nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam
kehidupan bermasyarakat sejak sebelum Pancasila sebagai dasar negara
dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu, wilayah-
wilayah di nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh
oleh masyarakatnya, sebagai contoh:

1. Percaya kepada Tuhan dan toleransi,


2. Gotong royong,
3. Musyawarah,
4. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.

Manifestasi prinsip gotong royong dan solidaritas secara konkret


dapat dibuktikan dalam bentuk pembayaran pajak yang dilakukan warga
negara atau wajib pajak. Alasannya jelas bahwa gotong royong
didasarkan atas semangat kebersamaan yang terwujud dalam semboyan
filosofi hidup bangsa Indonesia “berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing”. Konsekuensinya, pihak yang mampu harus mendukung pihak
yang kurang mampu, dengan menempatkan posisi pemerintah sebagai
mediator untuk menjembatani kesenjangan. Pajak menjadi solusi untuk
kesenjangan tersebut.

Dalam konteks kekinian, khususnya dalam bidang tata kelola


pemerintahan, apakah nilai-nilai Pancasila telah sepenuhnya
dilaksanakan oleh aparatur pemerintah? Ataukah Anda masih
menemukan perilaku aparatur yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila? Apabila jawabannya masih banyak perilaku yang
menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, sudah barang tentu perilaku
seperti itu dapat dikategorikan perilaku yang tidak mensyukuri
kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
berdasarkan teori kausalitas yang diperkenalkan Notonagoro (kausa
materialis, kausa formalis, kausa efisien, kausa finalis), merupakan
penyebab lahirnya negara kebangsaan Republik Indonesia, maka
penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dapat berakibat
terancamnya kelangsungan negara.

Dekadensi moral yang terus melanda bangsa Indonesia yang


ditandai dengan mulai mengendurnya ketaatan masyarakat terhadap
norma- 23 norma sosial yang hidup dimasyarakat, menunjukkan
pentingnya penanaman nilai-nilai ideologi melalui pendidikan Pancasila.
Dalam kehidupan politik, para elit politik (eksekutif dan legislatif) mulai
meninggalkan dan mengabaikan budaya politik yang santun, kurang
menghormati fatsoen politik dan kering dari jiwa kenegarawanan.
Bahkan, banyak politikus yang terjerat masalah korupsi yang sangat
merugikan keuangan negara.

Selain itu, penyalahgunaan narkoba yang melibatkan generasi dari


berbagai lapisan menggerus nilai-nilai moral anak bangsa. Korupsi
sangat merugikan keuangan negara yang dananya berasal dari pajak
masyarakat. Oleh karena terjadi penyalahgunaan atau penyelewengan
keuangan negara tersebut, maka target pembangunan yang semestinya
dapat dicapai dengan dana tersebut menjadi terbengkalai. Hal tersebut
menunjukkan betapa pentingnya Pancasila diselenggarakan di perguruan
tinggi untuk menanamkan nilai-nilai moral Pancasila kepada generasi
penerus cita-cita bangsa. Dengan demikian, pendidikan Pancasila
diharapkan dapat memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam
berperan serta membangun pemahaman masyarakat, antara lain:

1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,


2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,
3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas)
nasional,
4. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,
5. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,
6. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,
7. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila

Penanaman dan penguatan kesadaran nasional tentang hal-hal


tersebut sangat penting karena apabila kesadaran tersebut tidak segera
kembali disosialisasikan, diinternalisasikan, dan diperkuat
implementasinya, maka masalah yang lebih besar akan segera melanda
bangsa ini, yaitu musnahnya suatu bangsa (meminjam istilah dari
Kenichi Ohmae, 1995 yaitu, the end of the nation-state).

1. Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, Politis Pendidikan


Pancasila
1) Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara

Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar


negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia.
Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar
dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat
meredam konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim
Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 89).

Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana


terdapat pada pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR
Nomor XVIII/MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR
Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan ketetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Meskipun
status ketetapan MPR tersebut saat ini sudah masuk dalam kategori
ketetapan MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih
lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut maupun
telah selesai dilaksanakan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja
Sosialisasi MPR periode 2009- 2014, 2013: 90).

Selain itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12


tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan bahwa
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Pancasila
ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Pimpinan MPR dan
Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 90-91).

2) Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan


Indonesia merdeka, Radjiman meminta kepada anggotanya untuk
menentukan dasar negara. Sebelumnya, Muhammad Yamin dan
Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai dasar negara.
Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar
negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosophische
grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah
fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat
yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung
Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara dengan
istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan dunia (Bahar, Kusuma,
dan Hudawaty, 1995: 63, 69, 81; dan Kusuma, 2004: 117, 121, 128,
129). Dapat diumpamakan, Pancasila merupakan dasar atau
landasan tempat gedung Republik Indonesia itu didirikan (Soepardo
dkk, 1962: 47).

Selain pengertian yang diungkapkan oleh Soekarno, “dasar


negara” dapat disebut pula “ideologi negara”, seperti dikatakan oleh
Mohammad Hatta: “Pembukaan UUD, karena memuat di dalamnya
Pancasila sebagai ideologi negara, beserta dua pernyataan lainnya
yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeri seterusnya,
dianggap sendi daripada hukum tata negara Indonesia. Undang-
undang ialah pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila
sebagai penyuluhnya, adalah dasar mengatur politik negara dan
perundang-undangan negara, supaya terdapat Indonesia merdeka
seperti dicita-citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur” (Hatta, 1977: 1; Lubis, 2006: 332).

Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai


Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee.
Dalam hal tersebut, Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur
pemerintah negara. Atau dengan kata lain, Pancasila digunakan
sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara
(Darmodiharjo, 1991: 19).
Dengan demikian, jelas kedudukan Pancasila itu sebagai dasar
negara, Pancasila sebagai dasar negara dibentuk setelah menyerap
berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis dari para
anggota BPUPKI dan PPKI sebagai representasi bangsa Indonesia
(Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--
2014, 2013: 94). Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, yaitu
sewaktu ditetapkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pada 8 Agustus 1945.
Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945,
yang terkenal dengan Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi
Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat negara
Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945,
dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Notonagoro, 1994: 24). Terkait dengan hal tersebut,
Mahfud MD (2009:14) menyatakan bahwa berdasarkan
penjelajahan historis diketahui bahwa Pancasila yang berlaku
sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik
yang ada di BPUPKI, yang kemudian disempurnakan dan disahkan
oleh PPKI pada saat negara didirikan. Lebih lanjut, Mahfud MD
menyatakan bahwa ia bukan hasil karya Moh. Yamin ataupun
Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama sehingga tampil
dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang utuh seperti sekarang.

3) Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara

Secara ringkas, Latif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi


MPR periode 2009--2014, 2013) menguraikan pokok-pokok
moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam
Pancasila sebagai berikut.

Pertama, nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika


dan spiritualitas (yang bersifat vertical transcendental) dianggap
penting sebagai fundamental etika kehidupan bernegara. Negara
menurut Pancasila diharapkan dapat melindungi dan
mengembangkan kehidupan beragama; sementara agama diharapkan
dapat memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan
etika sosial. Sebagai negara yang dihuni oleh penduduk dengan
multiagama dan multikeyakinan, negara Indonesia diharapkan dapat
mengambil jarak yang sama, melindungi terhadap semua agama dan
keyakinan serta dapat mengembangkan politiknya yang dipandu oleh
nilainilai agama.

Kedua, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari


hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal)
dianggap penting sebagai fundamental etika-politik kehidupan
bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas
mengarah pada persaudaraan dunia yang dikembangkan melalui
jalan eksternalisasi dan internalisasi.

Ketiga, nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam


lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum
menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh. Indonesia memiliki
prinsip dan visi kebangsaan yang kuat, bukan saja dapat
mempertemukan kemajemukan masyarakat dalam kebaruan
komunitas politik bersama, melainkan juga mampu memberi
kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari
akar tradisi dan kesejarahan masing-masing. Dalam khazanah
Indonesia, hal tersebut menyerupai perspektif “etnosimbolis” yang
memadukan antara perspektif “modernis” yang menekankan unsur-
unsur kebaruan dalam kebangsaan dengan perspektif “primordialis”
dan “perenialis” yang melihat unsur lama dalam kebangsaan.

Keempat, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-


cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam
prinsip musyawarahmufakat, keputusan tidak didikte oleh golongan
mayoritas atau kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha, tetapi
dipimpin oleh hikmat/ kebijaksanaan yang memuliakan daya-daya
rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa pandang bulu.

Kelima, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita


kebangsaan serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh
artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial. Dalam visi
keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah
keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk individu dan
peran manusia sebagai makhluk sosial, juga antara pemenuhan hak
sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Pandangan tersebut berlandaskan pada pemikiran Bierens de


Haan (Soeprapto, Bahar dan Arianto, 1995: 124) yang menyatakan
bahwa keadilan sosial setidak-tidaknya memberikan pengaruh pada
usaha menemukan cita negara bagi bangsa Indonesia yang akan
membentuk negara dengan struktur sosial asli Indonesia. Namun,
struktur sosial modern mengikuti perkembangan dan tuntunan zaman
sehingga dapatlah dimengerti apabila para penyusun Undang-
Undang Dasar 1945 berpendapat bahwa cita negara Indonesia (de
Indonesische Staatsidee) haruslah berasal dan diambil dari cita
paguyuban masyarakat Indonesia sendiri.

4) Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Negara

Mungkin Anda pernah mengkaji ketentuan dalam Pasal 1 ayat


(2) dan di dalam Pasal 36A jo. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945,
terkandung makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam
sistem demokrasi konstitusional. Konsekuensinya, Pancasila menjadi
landasan etik dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Selain itu,
bagi warga negara yang berkiprah dalam suprastruktur politik (sektor
pemerintah), yaitu lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, Pancasila merupakan
norma hukum dalam memformulasikan dan mengimplementasikan
kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi
lain, bagi setiap warga negara yang berkiprah dalam infrastruktur
politik (sektor masyarakat), seperti organisasi kemasyarakatan, partai
politik, dan media massa, maka Pancasila menjadi kaidah penuntun
dalam setiap aktivitas sosial politiknya. Dengan demikian, sektor
masyarakat akan berfungsi memberikan masukan yang baik kepada
sektor pemerintah dalam sistem politik. Pada gilirannya, sektor
pemerintah akan menghasilkan output politik berupa kebijakan yang
memihak kepentingan rakyat dan diimplementasikan secara
bertanggung jawab di bawah kontrol infrastruktur politik. Dengan
demikian, diharapkan akan terwujud clean government dan good
governance demi terwujudnya masyarakat yang adil dalam
kemakmuran dan masyarakat yang makmur dalam keadilan
(meminjam istilah mantan Wapres Umar Wirahadikusumah).

2. Essensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila Untuk Masa


Depan

Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan diharapkanakan mampu mengantisipasi hari depan
yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika
budaya, bangsa, negara, dalam hubungan internasional serta
memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan
memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air
berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.Tujuan utama
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta
perilaku yang cinta tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan
nasional dalam diri warga negara Republik Indonesia. Selain itu
bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang
berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas,
kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung
jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.

Pengembangan nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan


pembekalan kepada peserta didik di Indonesia yang diantaranya
dilakukan melalui Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Ilmu
Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Alamiah Dasar (sebagai
aplikasi nilai dalam kehidupan) yang disebut kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam komponen kurikulum
perguruan tinggi. Hak dan kewajiban warga negara, terutama
kesadaran bela negaraakan terwujud dalam sikap dan perilakunya
bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi
manusia sungguh– sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai
dengan kehidupannya sehari–hari. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental
yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini
disertai dengan perilaku yang :

1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta


menghayati nilai–nilai falsafah bangsa.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
3. Rasional, dinamis, dan sadar akanhak dan kewajiban sebagai
warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, warga


negara Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami,
menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh
masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan
berkesinambungan dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang
digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “. Dalam perjuangan non
fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek
kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan,
kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme;
menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia
agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dan berpikir obyektif rasional serta mandiri
KESIMPULAN

Kelima nilai yang ada dalam Pancasila sangat penting bagi


masyarakat Indonesia karena Pancasila adalah ideologi negara Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila harus diperkenalkan kepada anak-anak yang akan
menjadi generasi penerus negara, perlunya penanaman nilai Pancasila
kepada anak sekolah dasar sebagai pondasi pembentukan karakternya.
Pentingnya penanaman nilai Pancasila kepada anak-anak yaitu salah satu
cara melestarikan dan mewariskan nilai Pancasila agar tidak memudar.
Sebagai guru utama dan dasar bagi anak, orang tua harus mampu
menanamkan nilai-nilai Pancasila pada anak-anaknya. Pendidik sebagai
orang tua di lingkungan sekolah mampu memberikan dan menerapkan
nilai Pancasila kepada siswa, serta siswa menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Pentingnya pendidikan Pancasila juga untuk menjawab


tantangan dunia dengan mempersiapkan warga negara yang mempunyai
pengetahuan, pemahaman, penghargaan, penghayatan, komitmen, dan
pola pengamalan Pancasila. Melalui Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu
memahami, menganalisa, dan menjawab masalahmasalah yang dihadapi
oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan
berkesinambungan dengan citacita dan tujuan nasional seperti yang
digariskan dalam Pembukaan UUD 1945.
D. Pendidikan karakter sebagai upaya wujudkan pelajar
Pancasila
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan perihal karakter,
atau pendidikan yang memedomani esensi karakter dalam tiga
ranah cipta, rasa, dan karsa (Daryono & Lestariningsih, 2017).
Menurut Suwartini (2017), Pendidikan karakter merupakan suatu
prosedur yang menumbuhkan nilainilai karakter terhadap pelajar
meliputi wawasan, pemahaman diri, keteguhan hati, dan
komponen semangat serta langkah mengimplementasikan nilai-
nilai, baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, orang lain,
linkungan, maupun masyarakat, sehingga akan terwujud insane
kamil. Selanjutnya Qomaruzzaman (2017) menyatakan
pendidikan karakter merupakan kewajiban setiap pihak, artinya
tidak hanya sekolah yang wajib menyelenggarakan pendidikan
karakter, tetapi setiap pihak juga harus memikul tanggung jawab
yang sepadan. Jadi timbulah Program Pendidikan Karakter
Bangsa yang dilaksanakan oleh semua departemen dan instansi.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah kebijakan
pendidikan yang memiliki tujuan pokok yaitu menerapkan
Nawacita Presiden Joko Widodo dan Wakil presiden Jusuf Kalla
dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan PPK ini telah
diintegrasikan ke dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM), yaitu perubahan pola pikir, bertindak serta berperilaku
kearah yang lebih baik. Kosim (2011) mengatakan bahwa Sejak
usia dini kita harus mulai mengajarkan pendidikan karakter
secara sistematis dan komprehensif dari metode memahami,
mencintai, dan berbuat baik.
2. Nilai-nilai didalam Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional telah menetapkan 18 nilai
karakter dan menumbuhkan nilai tersebut kepada siswa untuk
membentuk karakter bangsa. Adapun ke-18 Nilai Pendidikan
Karakter menurut Kementrian Pendidikan Nasional adalah sebagai
berikut :
a) Religius
Sikap dan perilaku yang harus dipatuhi saat menunaikan ajaran
agama masing-masing individu, dapat bertoleransi dengan
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
b) Jujur
Sikap yang membuat pribadi menjadi orang yang dapat
dipercaya dalam ucapan, perilaku, dan tindakan.
c) Toleransi
Perilaku yang menghormati agama, suku, etnis, pemikiran,
sikap, dan tindakan orang lain yang tidak sama dengan dirinya.
d) Disiplin
Menunjukkan sikap tertib dan patuh tehadap ketentuan dan
peraturan yang berlaku.
e) Kerja Keras.
Sikap yang mencerminkan tindakan yang tidak kenal menyerah
dan selalu berusaha dalam bekerja dan melakukan suatu hal.
f) Kreatif
Berpikir serta melaksanakan hal-hal yang menciptakan cara baru
atau membuahkan sesuatu yang berbeda dari hal-hal yang sudah
kita miliki.
g) Mandiri
Tindakan yang tak gampang mengandalkan orang lain untuk
mengerjakan tugas dan kewajiban.
h) Demokratis
Pola pikir, perilaku, dan sikap menghargai hak dan kewajiban
diri sendiri dan orang lain.
i) Rasa Ingin Tahu
Perilaku yang selalu berusaha belajar, melihat serta mendengar
dengan lebih dalam dan lebih luas.
j) Semangat Kebangsaan
Suatu metode berpikir, bersikap, dan berpandangan untuk
meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
k) Cinta Tanah Air
Suatu metode berpikir, bersikap, dan berpandangan untuk
mencintai tanah kelahiran serta menghargai karya-karya
bangsanya.
l) Menghargai Prestasi
Sikap yang menyebabkan individu untuk menciptakan hal-hal
yang bermanfaat bagi bangsa serta mengakui, dan menghargai
kesuksesan orang lain.
m) Bersahabat/Komunikatif
Sebuah perilaku atau tindakan untuk menunjukan kesenangan
berbicara, bersosialisasi serta bekerja sama dengan orang lain,
serta berkemampuan menyampaikan aspirasi dan pikirnya
kepada orang lain dalam kegiatan sosial.
n) Cinta Damai
Perilaku serta ucapan yang membuat orang lain bahagia dan
tenang saat hadir.
o) Gemar Membaca
Suatu tindakan yang terbiasa menyisihkan waktu untuk
membaca segala jenis buku yang baik dan memberikan efek
positif bagi dirinya.
p) Peduli Lingkungan
Perilaku yang senantiasa berusaha menanggulangi kerusakan
lingkungan hidup, dan berusaha untuk memulihkan dan
merehabilitasi kerusakan lingkungan hidup yang ada.
q) Peduli Sosial
Perilaku yang senantiasa mau memberikan pertolongan kepada
sesama dan siapapun yang memerlukan.
r) Tanggung Jawab.
Tindakan individu dalam menunaikan tugas dan kewajibannya,
yang semestinya dilakukannya, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa (Kementerian Pendidikan Nasional,
dalam Suyadi, 2013).
3. Tujuan Penguatan Pendidikan Karakter
Adapun tujuan penguatan pendidikan karakter yang dicanangkan
kemendikbud antara lain:
a)Melatih dan membekali siswa untuk menjadi generasi emas
Indonesia tahun 2045 untuk mengimbangi perubahan di masa
depan.
b)Dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia,
mengembangkan landasan pendidikan nasional dengan
pendidikan karakter sebagai jiwa utama.
c)Merevitalisasi dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
ekosistem pendidikan. Dengan harapan karakter anak didik kelak
bisa dibarengi dengan aspek kemampuan berliterasi dan
kemampuan dasar di abad 21 ini.
Dari keempat filosofi tadi, diharapkan nilai-nilai karakter peserta
didik akan muncul dimulai dari religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Selanjutnya nilai
karakter yang diinginkan untuk muncul dari keempat filosofis tadi
pada saatnya bisa mengkristalisasi menjadi lima nilai utama karakter
yaitu religius, gotong royong, dan integritas (Agam, 2018).
Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa adalah
pengembangan nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa
yang diidentifikasi dari sumbersumber Agama, kehidupan individu,
masyarakat, dan bangsa yang senantiasa dilandasi oleh ajaran agama
dan kepercayaan karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang
religius. Secara politis, kehidupan bernegara dilandasi nilai-nilai yang
besumber dari agama. Sumber yang kedua adalah Pancasila, dalam
Pancasila: Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berdiri
diatas kaidah kehidupan berbangsa dan berbangsa yaitu Pancasila.
Pancasila ada di dalam Pembukaan UUD 1945 dan selanjutnya
diuraikan dalam pasal-pasal yang ada di UUD 1945. Hal ini berarti,
nilai yang terdapat di dalam Pancasila menjadi nilai kehidupan yang
mengontrol hukum, ekonomi, politik, seni, budaya dan
kemasyarakatan (Omeri, 2015).

4. Hakikat Profil Pelajar Pancasila


Profil Pelajar Pancasila berdasarkan Visi dan Misi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang terdapat dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 mengenai
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun
2020-2024 yang berbunyi: “Pelajar Pancasila adalah perwujudan
pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki
kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan
YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong,
mandiri, bernalar kritis, dan kreatif”.
Seperti yang diberitakan dalam Kaderanews.com (2020),
Kemendikbud menetapkan 6 indikator dari profil pelajar Pancasila.
Adapun keenam indikator tersebut seperti tertuang dalam Restra
Kemdikbud (2020) dan dijelaskan kembali oleh Mendikbud
(Kompas, 2020), diantaranya :
1. Beriman bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
Peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan memiliki akhlak yang luhur merupakan peserta didik yang
mempunyai akhlak dalam berhubungan dengan Tuhan YME.
2. Berkebhinekaan global
Peserta didik menjaga budaya bangsa, budaya lokal dan jati
dirinya, serta menjaga sikap terbuka dalam menjalin hubungan
dengan budaya lain sebagai upaya menciptakan perasaan
menghormati serta tidak menutup peluang bagi mereka untuk
membentuk budaya luhur yang positif yang tidak bertolak belakang
dengan budaya luhur bangsa.
5. Bergotong royong
Peserta didik yang mempunyai kemampuan untuk bekerjasama,
yaitu kompetensi dalam melaksanakan kegiatan dengan tulus dan
ikhlas sehingga kegiatan yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan
lancar, mudah dan ringan.
6. Mandiri
Peserta didik di Indonesia adalah siswa yang mandiri, yaitu
siswa yang mempunyai tanggung jawab atas proses dan hasil
belajarnya. Unsur utama dari mandiri meliputi pemahaman diri dan
kondisi yang sedang dialami serta pengaturan diri.
7. Bernalar kritis
Peserta didik dengan penalaran kritis dapat secara objektif
mengolah informasi secara kualitatif dan kuantitatif, menjalin
hubungan dengan berbagai informasi, menganalisis informasi,
mengevaluasi dan menarik kesimpulan. Unsur-unsur dari bernalar
kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan,
menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran
dan proses berpikir, dan membuat keputusan.
8. Kreatif
Peserta didik yang kreatif dapat memodifikasi dan membuat hal-
hal yang orisinal, bermakna, berguna, dan berpengaruh. Pelajar
Pancasila mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
serta mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu secara
pro aktif dan mandiri guna mendapatkan metode-metode inovatif
lain yang berbeda setiap harinya. Unsur utama dari kreatif termasuk
menciptakan ide orisinal dan membuat karya dan tindakan yang
orisinal.

5. Upaya Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila


Sumber Daya Manusia yang berkualitas adalah pembelajar
sepanjang hayat (long life learner) yang mempunyai kemampuan
global dan bertindak berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Perwujudan
enam karakteristik Pelajar Pancasila adalah dengan
menumbuhkembangkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila,
yang menjadi landasan pembangunan nasional. Usaha untuk
menciptakan Profil Pelajar Pancasila tidak saja merupakan gerakan
dalam sistem pendidikan, namun juga merupakan gerakan
masyarakat. Kesuksesan dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila
akan bisa dicapai jika orang tua, pendidik, peserta didik, dan semua
instansi di masyarakat berkolaborasi dan bekerjasama untuk
mencapainya. Mendikbud dalam Seminar Virtual Nasional Pekan
Untuk Sahabat Karakter tahun 2020 menyatakan bahwa guna
mewujudkan profil pelajar pancasila maka perlu untuk selalu
bertanya, selalu mencoba dan selalu berkarya. Dalam sistem
pendidikan kita, peserta didik harus selalu didorong untuk menanya.
Peserta didik harus diberikan kebebasan untuk melakukan
sesuatu yang baru. Biarkan para guru mencoba hal-hal yang baru
dengan bebas. Penguatan pendidikan karakter juga telah dilaksanakan
pada tiga pusat pendidikan, yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat
untuk membentuk profil Pelajar Pancasila. Dengan pendidikan
karakter diharapkan peserta didik dapat secara mandiri meningkatkan
serta menerapkan wawasannya, menganalisis, dan menginternalisasi,
serta memersonalisasi perilaku dan akhlak luhur agar dapat tercermin
dalam sikap keseharian.
KESIMPULAN

Pendidikan Karakter merupakan sebuah sistem yang menanamkan


nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung unsur
pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan
tindakan untuk melaksanakan nlainilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, yang
merupakan kewajiban bagi semua pihak. Nilai-nilai yang ada di dalam
Pendidikan Karakter versi Kemendiknas antara lain : Religius, Jujur,
Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa
Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai
Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca,
Peduli Lingkungan, Peduli Sosial dan Tanggung Jawab.
E. Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
1. Pancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia.


Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: panca berarti
lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut Muhammad
Yamin bahwa Pancasila berasal dari kata Panca yang
berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau
peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan
demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi
pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan
baik, sedangkan pendapatnya Notonegoro bahwa pancasila
adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar
falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar
pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai
pertahanan bangsa dan negara Indonesia (Burhanudin S, 1988).
Pancasila merupakan falsafah hidup bangsa sekaligus dasar
negara Indonesia yang sudah ada dan berkembang sejak lama,
namun baru resmi ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal
17 Agustus 1945 dalam Proklamasi Kemerdekaan. Pancasila
dalam kehidupan bernegara dituangkan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan (Sanusi, 2019). Pancasila
merupakan ideologi negara yang diwarisi para pendiri negara.
Pancasila hadir sebagai ideologi di tengah berbagai konflik
karena Pancasila tidak mengarah pada individualisme atau
kolektivisme, serta Pancasila tidak terobsesi dengan teokrasi
atau sekularisme, serta akan dihadirkan sebagai konsep ilmiah,
rasional, dan kritis yang mengarah pada perdamaian dunia dan
meningkatkan kesejahteraan. kesejahteraan, keadilan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia (Rivelino, 2017).
Pancasila pertama kali dicetuskan oleh Ir. Soekarno pada
konferensi BPUPKI tepatnya tanggal 1 Juni 1945. Penerbit
menyatakan bahwa Pancasila adalah falsafah terak, falsafah yang
fundamental dan mendalam serta gagasan bahwa Pancasila
adalah landasan 'suatu bangsa'. Keberagaman dan persamaan
pengalaman masyarakat pada masa penjajahan menjadi faktor
utama yang menjadikan Pancasila dijadikan landasan bersama
dalam landasan dan cita-cita bangsa (Faujan & Dewi, 2021).
Pancasila memuat seperangkat nilai inti ideal, komitmen
nasional, jati diri bangsa dan menjadi landasan pembangunan
nasional. Nilai Pancasila merupakan nilai inti dan landasan
standar negara Indonesia (Septiaingrum & Dewi, 2021).
Pancasila terbentuk dari kata “Panca” yang berarti angka
lima dan “Sila” yang berarti acuan pada perpaduan landasan
perilaku atau kode moral yang baik dan penting. Oleh karena itu,
Pancasila menyatukan lima prinsip dasar yang memuat
pedoman atau aturan terkait sikap dan sifat (Hasna & Dewi,
2021). Pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara, khususnya
sebagai kompas moral bangsa dan negara untuk mengatasi
ancaman modern. Selain itu, Pancasila menjadi landasan
berbagai bidang kehidupan yang berkembang seiring berjalannya
waktu seiring dengan perubahan aspek sosial dan perubahan
zaman (Fadilah, 2019). Pancasila juga diciptakan untuk
menjawab permasalahan kontemporer yang terus berkembang
hingga saat ini. Pancasila harus direalisasikan dalam
pembangunan nasional baik pada politik, ekonomi, sosial
budaya, iptek, serta sebagainya dengan demikian Pancasila akan
terus ada eksistensinya setiap perkembangan zaman (Raharja,
2019).
Kedudukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara
senantiasa mengalami pasang surut dalam pemahaman dan
pengimplementasiannya. Pancasila didasarkan pada pendekatan
ontologis. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila meliputi sifat
intrinsik dan ekstrinsik. Pancasila bersifat esensial, artinya nilai-
nilai Pancasila bersifat filosofis, dan seluruh nilai inti bersifat
sistematis dan rasional. Meskipun Pancasila bersifat eksternal
yaitu suatu bentuk pandangan hidup, namun ajarannya
mempunyai sistem nilai yang dianggap kebenaran terkait dengan
berbagai aspek kehidupan Indonesia (Widisuseno, 2014).
Di jaman sekarang sudah tidak asing dengan istilah
pancasila sebagai dasar ideologi, karena negara indonesia sudah
mentertibkan semua permasalahan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila.
2. Pancasila Sebagai Ilmu Filsafat

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pancasila


merupakan pedoman atau petunjuk dalam hidup berbangsa dan
bernegara yang merupakan hasil dari proses berpikir yang
mendalam yang dilakukan oleh anak bangsa berdasarkan nilai-nilai
budaya nusantara. Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi
negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa
Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan
kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Menurut Friedrich Hegel bahwa hakekat filsafat ialah satu sinthese
fikiran yang lahir dari pada antithese fikiran. Dari pertentangan
fikiran lahirlah perpaduan pendapat yang harmonis. Begitu
pulalah dengan ajaran pancasila, satu sinthese Negara yang
lahir dari pada satu antithese. (Sunoto, 1991), sedangkan
menurut Muhtar Filsafat dapat diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala
sesuatu secara mendalam, dan ingin melihat dari segala segi
yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan (Muhtar Latif,
2014).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa pancasila merupakan bagian dari filsafat ilmu. Pancasila
sebagai filsafat ilmu merupakan landasan dalam proses berfikir
dan berpengetahuan. Sebuah pengetahuan dalam
perkembangannya harus memperhatikan aspek Ketuhanan yang
merupakan landasan dalam setiap berfikir manusia.
Pengetahuan harus memperhatikan aspek kemanusiaan, tanpa
memperhatikan landasasan ini, pengetahuan akan terlepas dari
nilai-nilai hakiki pengetahuan itu. Pancasila ada karena suatu
proses pembentukan pengetahuan dari berbagai sumber yang
kemudian terakumulasi dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila
sebagai filsafat ilmu didalam mengadakan pemikiran yang
sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran
dan kebijaksanaan, tidak sekedar untuk memenuhi hasrat ingin
tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan
terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut
dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan
hidup, filsafat hidup, way of life, dan sebagainya) dan juga
sebagai pedoman pengembangan ilmu pengetahuan agar
hidunya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia
maupun di akhirat. (Burhanudin S, 1988).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya
adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari
Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa,
dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi
manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam hidup dan kehidupan.Pancasila sebagai filsafat ilmu
mengandung nilai ganda, yaitu harus memberikan landasar
teoritik (dan normatif) bagi penguasaan dan pengembangan
iptek dan menetapkan tujuan; dan nilai instrinsik tujuan iptek
dilandasi oleh nilai mental kepribadian dan moral manusia
(Syam, 2006). Pancasila sebagai filsafat ilmu memungkinkan
masyarakat dapat memikirkan masalah-masalah dasar hidupnya
secara rasional dengan bahasa, wawasan dan argumentasi yang
universal. Dengan demikian, Pancasila sebagai filsafat dapat
membuka cakrawala bagi diskusi secara terbuka terhadap
masalah-masalah dan sekaligus secara kritis terhadap
penyempitan-penyempitan ideologis. Pancasila sebagai filsafat juga
akan membantu kita untuk mengambil sikap terbuka dan kritis
terhadap dampak modernisasi dan menjadi pemain aktif,
mempertahankan identitas sebagai bangsa Indonesia. Pancasila
sebagai filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan
diharapakan dapat memecahkan permasalahan dalam
kehidupannya. Pancasila sebagai ilmu pengetahuan harus
dikembangkan demi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
juga harus dapat menjawab berbagai persoalan hidup.
Pancasila yang terdiri dari lima sila, merupakan bentuk
akumulasi proses pemecahan masalah kehidupan bangsa Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari, berbangsadan bernegara.
3. Perkembangan Ilmu dan Teknologi

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat


ini, masyarakat perlu meningkatkan keterampilannya untuk menjaga
keseimbangan yang ada. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
salah satu pencapaian keberhasilan suatu negara karena
memungkinkan kita menciptakan hal-hal yang sebelumnya tidak
mungkin dilakukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terus mengalami kemajuan dalam berbagai aspek seperti pendidikan,
masyarakat dan kebudayaan. Horton B dan Chester L dalam (Mulyani
& Haliza, 2021) mendefinisikan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam arti bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu usaha untuk
menemukan. Pengetahuan yang masuk akal, dapat diandalkan, dan
dapat diuji secara sistematis berdasarkan prinsip dan prosedur
tertentu. Teknologi sendiri diartikan sebagai sarana pemenuhan
kebutuhan kelangsungan hidup.
Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin
pesat, dan kehidupan manusia berubah secara dramatis.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sendiri erat
kaitannya dengan bidang kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi bidang kebudayaan terus mengalami perkembangan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi relevan karena selalu
bersinggungan dan menimbulkan asosiasi dengan nilai-nilai budaya
dan agama. Artinya, di satu sisi diperlukan semangat objektivitas,
namun di sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi tetap
memperhatikan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai budaya dan agama harus
diperhatikan dalam pengembangannya (Setyorini, 2018).
4. Peranan Pancasila Sebagai Landasan Perkembangan
IPTEK

Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin


pesat, dan kehidupan manusia berubah secara dramatis. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sendiri erat kaitannya dengan bidang
kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kebudayaan
terus mengalami perkembangan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi relevan karena selalu bersinggungan dan menimbulkan
asosiasi dengan nilai-nilai budaya dan agama. Artinya, di satu sisi
diperlukan semangat objektivitas, namun di sisi lain ilmu pengetahuan
dan teknologi tetap memperhatikan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai
budaya dan agama harus diperhatikan dalam pengembangannya
(Setyorini, 2018).
Pancasila merupakan landasan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan
masyarakat dan melindungi bangsa dari pengaruh negatif. Keberadaan
ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya merupakan hasil sosial
budaya yang harus berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila (Astuti &
Dewi, 2021). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelangsungan hidup
masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mendorong terciptanya berbagai mesin yang membantu dan
mendukung pekerjaan manusia, serta kemampuan memasarkan produk
melalui media sosial. Hal ini kemungkinan akan memberikan dampak
positif. Dampak positif lainnya antara lain memperlancar komunikasi
dan memperlancar proses pembelajaran. Adapun dampak negatif yang
dirasakan diantaranya seperti maraknya kejahatan melalui internet,
membuat ketergantungan serta rasa malas, dan memuat unsur
kekerasan bahkan pornografi yang ada pada internet yang tentunya
dapat diakses oleh siapa saja (Astuti & Dewi, 2021).
Pancasila merupakan satuan sila Pancasila yang memuat sumber
nilai, kerangka pemikiran, dan prinsip moral bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu, menurut Kaelan, Pancasila juga
merupakan sistem etika (Sejorini, 2018). Dia berkata :
1. Sila pertama adalah beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Prinsip ini dapat diterapkan oleh ilmu pengetahuan yang
memperhatikan aspek rasional: akal, emosi, dan kemauan.
Dengan cara ini, tanpa berfokus pada manusia, kita dapat
menempatkan manusia di alam semesta dan menjadi bagian
sistematis dari alam yang terproses.
2. Sila kedua adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Prinsip
inilah yang menjadi landasan moral pribadi bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab, ilmu pengetahuan dan
teknologi pada hakikatnya merupakan pengembangan
kebudayaan manusia yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan bersama.
3. Sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia, dapat menumbuhkan rasa
nasionalisme di kalangan masyarakat terkait ilmu pengetahuan
dan teknologi, sehingga timbul rasa kasih sayang dan
persaudaraan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Sila keempat adalah “demokrasi melalui kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”. Hal ini mendasar karena
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didasarkan pada
kepentingan demokrasi. Kami menghormati kebebasan individu.
Tidak hanya tindakan, kritik dan saran yang membangun juga
dapat membantu individu untuk membuka diri.
5. Sila kelima adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan prinsip tersebut, diperlukan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin maju untuk menjamin pemerataan
keadilan bagi kelangsungan hidup umat.
Selain itu, terdapat indikasi lain bahwa Pancasila berperan
sebagai pusat kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Berikut lima hal terkait Pancasila sebagai landasan
kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Astuti &
Dewi, 2021):
1. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan harus
mampu menghormati keyakinan masyarakat Indonesia.
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus berlandaskan pada
pembangunan manusia dan nilai-nilai kemanusiaan dalam
pembangunan itu.
3. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor yang
menyeragamkan kebudayaan, mempererat persatuan, dan
mewujudkan perkembangan pendidikan.
4. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus demokratis dan adil.
5. Meminimalkan kesenjangan pembelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi serta mendistribusikan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara merata untuk mendukung dan memperkaya
masyarakat.
Selain landasan politik, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi mempunyai landasan etika sebagai berikut :
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan manusia
saling berhubungan dan harkat dan martabat manusia harus
saling dihormati.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus mampu
menjadikan kehidupan masyarakat lebih baik dan bernilai.
3. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus mampu
mendukung penyebaran komunitas ke dalam masyarakat.
4. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus terbuka karena berkaitan
langsung dan berdampak pada kelangsungan hidup masyarakat.
5. Ilmu pengetahuan dan teknologi juga membantu menciptakan
manusia yang adil.
Hadirnya Pancasila sebagai dasar atau landasan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan dapat meredakan
kekhawatiran masyarakat terhadap dampak negatif ilmu pengetahuan
dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
memerlukan dukungan sikap dan tindakan masyarakat yang dapat
menunjukkan nilai Pancasila dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
5. Dimensi Moral Pengembangan dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi

Terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi, pertanyaan yang timbul adalah apakah ada kaitan
antara moral atau etika dengan ilmupengetahuandan teknologi,
dan kapan pengembangan ilmupengetahuan dan teknlogi
memerlukan pertimbangan moral/etika. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang pesat pada abad 18, 19
dan 20 membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap
kesejahteraan masyarakat. Namun di sisi lain memberikan
dampak buruk di berbagai bidang kehidupan masyarakat,
misalnya bidang sosial budaya, bidang ideologi dan politik,
pertahanan dan keamanan. Pada jaman modern ini, pekerjaan
tangan dan otak manusia diganti dengan tenaga-tenaga mesin,
menghilangkan kepuasan dan kreativitas manusia
(Yacob,1993). Bila Peran Pancasila Dalam pengembangan ilmu
dan teknologi mau manusiawi, perhatian pada nilai manusia
sebagai pribadi tidak boleh kalah oleh mesin. Hal ini penting
karena sistem teknokrasi cenderung dehumanisasi (Yacob,
1993). Teknologi juga memberi pengaruh pada perilaku
manusia, sehingga muncul fenomena penerapan kontrol tingkah
laku (behavior control).

6. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Pancasila


Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Iptek
Sumber historis Pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan iptek di Indonesia dapat ditelusuri dalam
Pembukaan UUD 1945. Pada alenia keempat Pembukaan UUD
1945 berbunyi:“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumbah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamain abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang
Maha Esa,... dan seterusnya”.
Kata mencerdaskan kehidupan bangsa mengacu pada
pengembangan iptek melalui pendidikan. Amanat dalam
pembukaan UUD 1945 yang terkait dengan mencerdaskan
kehidupan bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa, dan sterusnya yaitu Pancasila. Proses mencerdaskan
kehidupan bangsa yang terlepas dari nilai-nilai spiritual,
kemanusiaan, solidaritas kebangsaan, musyawarah, dan keadilan
merupakan pencerdasan terhadap amanat Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yang merupakan dokuen sejarah bangsa
Indonesia.Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu belum
banyak dibicrakan pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia.
Hal ini dapat dimaklumi, menginat para pendiri negara yang juga
termasuk cerdik cendikia atau inteletual bangsa Indonesia yang
pada masa itu mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk
membangun bangsa dan negara. Para intelktual merupakan sebagai
pejuang bangsa masih disibukkan pada upaya pembenahan dan
penatan negara yang barusaja terbebas dari penjajahan.
Penjajahan tidak hanya penjajahan fisik tapi rakyat Indonesia
berada dalam kemiskinan dan kebodohan. Segilintir rakyat yang
menjadi pelopor kebangkitan bangsa sehingga ketika negara
merdeka mereka perlu mencantumkan aspek kesejahteraan dan
pendidikan dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi
“memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskn kehdupan bangsa dan
melindungi segenap tumph darah Indonesia” Sila-sila Pancasila yang
tercantm dalam Pembukaan Undang-Undang dasar 1945 jelas
merupakan pendiri negara untuk mengangkat dan meningkatkan
kesejahteraan dan memajukan kesejhtaeraan bangsa dalam arti
penguatan perekonomian bnagsa dan pengembangan ilmu
pengetahuan yang dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa
Indonesia agar setara denganbangsa-bangsa lain didunia.Sumber
historis lain dapat ditelusuri dalam berbagai diskusi dan
seminar dikalangan intelektual di Indonesia salah satunya adalah
perguruan tinggi.
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu baru mulai
dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak sekitar 1980-an,
terutama di Perguruan Tinggi yang mencetak kaum intelektual, salah
satu Perguruan Tinggi itu adalah Universitas Gadjah Mada dalam
penyelenggraan seminar dengan tema Pancasila Sebagai
Orientasi Pengembangan Ilmu (Kementrian Riset dan Teknologi
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016: 202 –
203).
Sebagai sumber sosiologis Pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan iptek dapat ditemukan dalam sikap masyarakat
yang peka terhadap isu-isu Ketuhanan dan Kemanusiaan yang ada
dibalik peistiwa yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya dengan
rencana dibangunnya pembangunan pusat tenaga nuklir
disemenanjung muria beberapa tahun yang lalu. Hal ini akan dikaitkan
dengan isu-isu Ketuhanan dan Kemanusiaan. Isu Ketuhanan misalnya
perkembangan iptek acapkali tidak memperhatikan harkat dan
martabatnya manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
yaitu dengan tidak melibatkan peran serta langsung masyarakat
padahal hal tersebut akan berdampak negatif berupa
kerusakan teknologi. Masyrakat lebih peka terhadap isu-isu
kemanusiaan dibalik pembangunan dan pengembangan iptek
seperti limbah industri yang merusak lingkungan secara langsung
akan mengubah kenyamanan hidup masyarakat (Kementrian Riset
dan TeknologiDirektorat JenderalPembelajaran dan Kemahasiswaan,
2016: 211).
Sumber Politis Pancasila sebagai dasar nila
pengembangan iptek dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang
dilakukan oleh para penyelenggara negara. Misalnya kebijakan
yang terjadi pada jaman orde lama yang meletakkna Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan atau orientasi ilmu, antara laian
pada pidato Soekarno ketika menerima gelar Doctor Honoris
Causadi UGM pada tanggal 19 September 1951. Dalam hal ini
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu secara eksplisit
sudah ditemukan. Hal yang lain terjadi Soekarno berpidato
pada Akademi Pembangunan Nasional Indonesia, 18 Maret
1962, pidato tersebut mengkaitkan dengan Pancasila, tetapi lebih
mengkaitkan dengan karakter, yaitu kepercayaan yang sesui
dengan nilai-nilai Pancasila. Kemudian pada zaman orde baru
Presiden Soeharto menyinggung masalah Pancasila sebagai
dasar nilai pengembangan ilmuketika memberikan sambutan pada
konggres Pengetahuan Nasional IV 18 September 1986, hal itu
menyebutkan bahwa meskipun Pancasila ditrapkan sebagai satu-
satunya asas tunggal organisasi poliik dan kemasyarakatan tetapi
penegasan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di
Indonesia belum diungkapkan secara jelas. Pada era reformasi
Presiden Susio Bambang Yudoyono dan Presiden BJ Habibie pada
taggal 1 Juni 2011. Sehingga penegasan secara politis Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan iptek lebih bersifat apologis
karena hanya memberikan dorongan kepada kaum intelektual
untuk menjabarkan nilai-nilai Pancasila lebih lanjut (Kementrian
Riset dan TeknologiDirektorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, 2016 : 212-213)
7. Dampak Positif dan Negatif Perkembangan Iptek

Perkembangan IPTEK dapat memberikan dampat positif bagi


kehidupan manusia diantaranya yaitu :
a) Menunjang kegiatan produksi, dengan adanya kemajuan
IPTEK terciptalah berbagai mesin-mesin canggih yang
dapat digunakan untuk menunjang dihasilkannya suatu barang
atau jasa tentunya dengan hasil yang lebih baik, waktu
yang lebih cepat, dan hasil yang lebih banyak. Hal ini bisa
dilihat dengan banyaknya pabrik yang menggunakan mesin-
mesin modern dalam memproduksi produk mereka, selain
itu juga kemajuan IPTEK bisa membantu memasarkan
produk melalui sosial media dan juga berbagai online
shope yang tersedia.
b) Memudahkan komunikasi dengan orang lain, contohnya
yaitu dengan adanya handphone dan berbagai sosial
mediakita semua bisa berkomunikasi dengan siapa saja
dengan mudah walau terpisah jarak yang jauh.
c) Memudahkan proses pembelajaran, dimana guru dan
siswa dapat mencari lebih banyak informasi dan
materi pembelajaran di internet serta pada pandemi
seperti ini memudahkan untuk melakukan pembelajaran
jarak jauh dengan tatap maya. Dan masih banyak lagi dampak-
dampak positif lainnya.
Selanjutnya yaitu dampak negatif dari perkembangan IPTEK
bagi kehidupan manusia, diantaranya yaitu :
a) Carding, yaitu pembobolan kartu kredit melalui internet untuk
mendapatkan kode kartu, penipuan melalui pesan singat,
pembajakan akun dan masih banyak lagi.
b) Membuat ketergantungan dan rasa malas, karena terlalu
nyaman dan dimudahkan oleh teknologi orang-orang
bisa saja timbul rasa malas dan sangat tergantung pada
teknologi. Seperti malas membaca dan memilih
browsing di Internet, kecanduan main game sehingga
mengganggu aktivitas yang lain.
c) Mengandung unsur kekerasan bahkan pornografi, yaitu dari
tayangan yang ada di internet yang bisa diakses siapa saja
dan hal ini dapat merusak karakter anak bangsa.
8. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Pancasila merupakan dasar negara dan Ideologi bangsa


kita, dimana Pancasila ini lahir pada 1 Juni 1945. Pancasila
ini memuat lima sila yang berisikan cita-cita negara Indonesia.
Adapun pokok-pokok nilai dalam Pancasila yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, dan Kerakyatan, serta Keadilan. Selain
menjadi ideologi dasar. Pancasila juga menjadi pandangan hidup
bangsa Indonesia dimana nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila ini dijadikan petunjuk masyarakat Indonesia dalam
menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara oleh karena itu
semua tindakan masyarakat Indonesia tidak boleh menyimpang
dengan nilai-nilai Pancasila (Setiady Elly M,2003).
Adapun kedudukan Pancasila sebagaipandangan hidup bangsa
adalah sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai sumber solusi penyelesaian masalah.
Pancasila merupakan suatu ideologi yang terbuka dimana
hal ini mampu menjadikan Pancasila sebagai sumber
pemecahan masalah dan relevan sampai sekarang. Pancasila
dapat menyatukan perbedaan dan akan selalu menjadikan
bangsa ini hidup dalam keharmonisan dan toleransi.
2. Pancasila sebagai pembangun karakter. Dengan nilai-nilai
luhur yang ada dalam Pancasila ini menjadikan Pancasila
mampu membangun karakter bangsa yang baik, dimana
dalam menjalankan kehidupan selalu mampu
menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan Pendidikan
Pancasila juga dapat mengurangi degradasi moral yang
disebabkan oleh perubahan zaman seperti sikap
individualisme dapat diatasi dengan mengajarkan
Kerjasama dan gotong royong.
3. Pemersatu Bangsa Pancasila memiliki kedudukan sebagai alat
pemersatu bangsa. Pancasila yang hadir dalam bangsa ini
telah mampu menyatukan keberagaman masyarakat
Indonesia yang memiliki beragam ras, suku, dan
budaya. Bisa dibayangkan tanpa kehadiran Pancasila maka
masyarakat tidak akan bisa bersatu sebagai nusa dan bangsa
seperti sekarang.

KESIMPULAN

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia


yang terumuskan dari proses akulturasi budaya nusantara yang
berlangsung berabad-abad. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila
menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan
negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia
Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila sebagai filsafat ilmu merupakan landasan
dalam proses berfikir dan berpengetahuan. Berangakat dari
pemikiran tersebut, maka pengembangan ilmu pengetahuan yang
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat membawa
perbaikan kualitas hidup manusia indonesia dan kehidupan
masyarakat yang sejahtera, aman dan damai.
Pesatnya perkembangan iptek di Indonesia memberikan dampak
negatif seperti dapat menyebabkan turunnya kepribadian yang
mencerminkan warga yang berbangsa dan bernegara Indonesia. Oleh
sebab itu, peranan Pancasila sangat dibutuhkan untuk melestarikan serta
memelihara kepada eksistensi kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila
merupakan ideologi negara yang diwarisi dari para pendiri negara.
Pancasila hadir sebagai ideologi di tengah beragam konflik.
Pentingnya Pancasila dalam menjadi ideologi negara yaitu untuk
menuntun moral pada kehidupan sebagai warga negara dengan begitu
dapat mengatasi beragam ancaman yang hadir. Selain itu, Pancasila
berperan sebagai dasar pada beragam bidang kehidupan yang selalu
mengalami perkembangan setiap waktu. Pancasila sebagai dasar atau
landasan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki
tujuan dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada warga
masyarakat serta melindungi bangsa dari pengaruh yang negatif.
Keberadaan Pancasila sebagai landasan pengembangan iptek diharapkan
bisa mengurangi kekhawatiran masyarakat mengenai dampak negatif
yang diberikan iptek. Dalam perkembangan iptek juga diperlukan adanya
dukungan dari sikap serta tingkah laku masyarakat yang bisa
memberikan cerminan mengenai nilai-nilai Pancasila dalam
pengembangan iptek.

Anda mungkin juga menyukai