Anda di halaman 1dari 97

DAFTAR ISI

BAB 1 PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN.........

1.1 Sejarah Perkembangan Pendidikan


Kewarganegaraan.............................................................
1.2 Apa itu Pembelajaran
Kewarganegaraan/PKN....................................................
1.3 Perkembangan Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia........................................
1.4 Karakteristik Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar...................................................................
1.5 Pentingnya Pembelajaran PKN di Sekolah
Dasar................................................................................
1.6 Metode dan Model Pembelajaran PKN di
Sekolah Dasar...................................................................

BAB 2 PEMBELAJARAN PANCASILA...............................

2.1 Apa itu Pembelajaran Pancasila..................


2.2 Pendidikan Karakter Sebagai Upaya
Wujudkan Pelajar Pancasila.............................................
2.3 Ruang Lingkup Pancasila............................
2.4 Urgensi Pendidikan Pancasila.....................
2.5 Sumber Historis, Sosiologis, Politis
Pendidikan Pancasila........................................................
2.6 Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi...............................
BAB 3 PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN
PANCASILA DI INDONESIA....................................

3.1 Pendidikan di Dunia....................................


3.2 Keadaan Mata Pelajaran Pancasila di
Indonesia..........................................................................
3.3 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat...............
3.4 Budaya dan Karakter Indonesia di Era
Globalisasi........................................................................
3.5 Implementasi nilai-nilai pancasila sebagai
dasar negara......................................................................
3.5.1 Pengertian Kebudayaan.........
3.5.2 Perkembangan Kebudayaan
di Indonesia........................................................
3.5.3 Pembelajaran Tentang
Budaya Lokal.....................................................
3.5.4 Upaya - Upaya Dalam
Melestarikan Budaya Indonesia.........................
3.5.5 Karakter Generasi Muda........
3.5.6 Globalisasi Terhadap Budaya
3.5.7 Globalisasi Terhadap
Kehidupan
3.5.8 Pembangunan Karakter di
Era Globalisasi...................................................
3.6 Implementasi nilai-nilai pancasila sebagai
dasar negara......................................................................
3.7 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila
Melalui Budaya Sekolah Di Era Digital
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................3
BAB III...................................................................................................5
3.1 Keadaan Pendidikan Di Dunia....................................................6
3.1.1 Pendidikan Di Negara Finlandia.............................................7
3.1.2 Pendidikan Di Negara Selandia Baru....................................14
3.1.3 Pendidikan di Negara Singapura...........................................20
3.1.4 Pendidikan Di Negara Indonesia...........................................24
3.2 Keadaan Mata Pelajaran Pancasila di Indonesia....................31
3.2.1 Sarana pembelajaran mata Pelajaran Pancasila.....................32
3.2.2 Ranah kehidupan bermasyarakat pembelajaran Pancasila.....35
3.2.3 Pembelajaran Pancasila dalam berbangsa dan bernegara......37
3.2.4 Pendidikan Pancasila sebagai upaya pembentukan karakter. 40
3.2.5 Pembentukan karakter pada siswa........................................42
3.2.6 Implementasi Pendidikan Pancasila dalam Pendidikan
karakter siswa................................................................................43
3.3 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.............................................48
3.3.1 Filsafat Pancasila..................................................................50
3.3.2 Hakikat Sila – Sila Pancasila.................................................52
3.3.3 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.........................................55
3.3.4 Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat.............................58
3.3.5 Dasar Axiologis Sila – sila Pancasila....................................59
3.4 Budaya dan Karater Indonesia di Era Globalisasai................61
3.4.1 Pengertian Kebudayaan.........................................................65
3.4.2 Perkembangan Kebudayaan di Indonesia.............................66
3.4.3 Pembelajaran tentang Budaya Lokal.....................................69
3.4.4 Upaya-upaya dalam Melestarikan Budaya Indonesia............71
3.4.5 Karakter Generasi Muda......................................................76
3.4.6 Globalisasi Terhadap Budaya...............................................77
3.4.7 Globalisasi Terhadap Kehidupan..........................................79
3.4.8 Pembangunan Karakter di Era Globalisasi...........................81
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................86
BIOGRAFI PENULIS.........................................................................90
3.3 Pancasila sebagai sistem filsafat (yessa)

3.4 Budaya dan Karakter Indonesia di Era Globalisasi

3.4.1 Pengertian kebudayaan

3.4.2 perkembangan kebudayaan di Indonesia

3.4.3 Pembelajaran tentang budaya lokal

3.4.4 Upaya-upaya dalam melestarikan budaya


indonesia

3.4.5 karakter generasi muda

3.4.6 Globalisasi terhadap budaya

3.4.7 Globalisasi terhadap kehidupan

3.4.8 Pembangunan karakter di era globalisasi (dilla)

DIKUMPULKAN DI : YESSA

3.6 Implementasi nilai-nilai pancasila sebagai dasar


negara
3.6.1 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui
Budaya Sekolah Di Era Digital BAB III
3.1 Keadaan Pendidikan Di Dunia.
Pendidikan bukan lagi istilah yang baru saja kita dengar.
Melainkan, sudah cukup sering diperdengarkan. Pendidikan adalah
tempat untuk membentuk citra baik dalam diri manusia agar
berkembang seluruh potensi dirinya. Undang-undang nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga telah
menjelaskan bahwa pendidikan adalah tempat atau wadah untuk
mengembangkan seluruh potensi diri yang ada pada diri manusia.
Ada beberapa jenis pendidikan seperti Pendidikan Formal dan Non
Formal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang memungkinkan
seluruh komponen pendidikan yang ada terdata dan terintegrasi
dengan pemerintah. Pendidikan formal, juga dikatakan sebagai jalur
pendidikan yang berjenjang dan berstruktur, mulai dari tingkat
Sekolah Dasar, SMP/ MTs, SMA/ SMK/ MA. Sementara
pendidikan Non Formal, adalah program pendidikan yang dirancang
khusus untuk meningkatkan pengetahuan manusia. Umumnya,
pendidikan non formal digunakan sebagai pendukung/ pelengkap
dari pendidikan formal.
Dalam mendapatkan pendidikan masih sangat minim sekali
karna pendidikan di indonesia masih tidak merata. Contohnya saja
daerah pedesaan dengan dikota sangat berbeda dengan kenyataan
aslinya. Jika dibandingkan dengan sekolah swasta dan Negeri
kualitas dan mutu sangat jauh berbeda, banyak sekolah Negeri di
pedalaman atau dikampung tidak diperhatikan seperti kondisi
bangunan yang sudah rusak atau kondisi bangku tidak layak untuk
dipakai. Kondisi ini sangat memperhatinkan sehingga mutu yang
didapatkan tidak sesuai yang diharapkan. Pemerintah dalam hal ini
lebih menperhatikan agar bagaimana yang lebih harus ditekankan
dalam suatu perubahan untuk membangun manusia yang lebih
berkualitas lagi.
Seperti yang kita ketahui, ada 3 negara yang menjadi
kiblat pendidikan atau yang dimana pendidikan di negara tersebut
sangatlah maju, diantaranya : 1. Pendidikan di negara Finlandia. 2.
Pendidikan di negara Selandia Baru. 3. Pendidikan di negara
Singapura. Mari kita bahas keadaan dari ketiga negara tersebut
dalam jenjang pendidikan.

3.1.1 Pendidikan Di Negara Finlandia


Revolusi sistem pendidikan Finlandia dimulai sejak
tahun 1968, ketika pemerintah memutuskan untuk
menghapus sistem pendidikan berjenjang (parallel school
system/PSS) dan menggantikannya dengan sistem
pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun (Laine & Tirri,
2016). PSS merupakan sistem pendidikan yang
mengutamakan pendidikan berjenjang bagi seluruh siswa.
Sistem ini dinilai tidak efektif karena pada kenyataannya
terdapat perbedaan kemampuan murid dalam menerima dan
mencerna ilmu yang diberikan. Hal tersebut menimbulkan
fenomena pemberian peringkat dan labelisasi “siswa
berprestasi” dan “siswa tidak berprestasi”, serta “sekolah
favorit” dan “sekolah tidak favorit”. Kedua fenomena
tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap mentalitas
murid, guru dan institusi pendidikan.
Dengan fenomena tersebut, setiap murid tidak
menerima kualitas pendidikan yang merata. Ada murid yang
dapat mengikuti pendidikan percepatan, dan ada murid yang
kerap kali terpaksa mengulang kelas. Oleh karena itu,
pemerintah Finlandia beralih menggunakan sistem
pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, di mana seluruh
anak pada usia 7-15 tahun menerima materi dan kualitas
pendidikan yang sama dan seragam (Daud, 2020). Siswa
tidak lagi mengejar angka dan peringkat selama menjalani
pendidikan wajib dasar 9 tahun, namun mengejar
pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai
dengan kurikulum pendidikan dasar nasional.
Sistem peringkat (ranking), baik peringkat siswa
maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-
favorit), serta sistem evaluasi ujian nasional untuk kenaikan
kelas di tiap jenjang pendidikan wajib dasar nasional 9
tahun dihapus (Sahlberg, 2011). Pendidikan dasar
difokuskan pada upaya pembentukan karakter dan kapasitas
dari setiap murid.
Upaya ini ditempuh pemerintah Finlandia untuk
memeratakan kemampuan seluruh murid tingkat pendidikan
wajib dasar. Sudah tentu, hal ini menuntut kerja sama lebih
erat antara pemerintah, pihak penyelenggara pendidikan,
khususnya para guru, masyarakat, dan orang tua dalam
memantau perkembangan pendidikan dan pembelajaran
anak murid gunamemastikan bahwa tiap-tiap murid tersebut
dapat mengikuti dan memahami materi pelajaran yang
diberikan di jenjang pendidikan dasar.
Sejak pertengahan tahun 1990, Badan Nasional
Pendidikan Finlandia telah melakukan berbagai penilaian
nasional (national assessments) dari hasil pembelajaran
yang dilakukan terhadap seluruh murid sekolah dasar kelas
9 di seluruh sekolah di Finlandia (Goodill, 2017). Penilaian
rutin dilakukan terhadap mata pelajaran matematika, bahasa
ibu (baik bahasa Finlandia, maupun Swedia), sastra, dan
beberapa mata pelajaran pilihan lainnya. Penilaian nasional
tersebut menyediakan informasi tentang kualitas dan hasil
pendidikan dan pelatihan yang dicapai untuk kemudian
dipadankan dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam
kurikulum dasar nasional.
Tujuan utama sistem pendidikan Finlandia adalah
mewujudkan high-level education for all. Tujuan tersebut
mengupayakan agar seluruh rakyat Finlandia dapat
mengenyam pendidikan hingga tingkatan tertinggi, secara
merata, dengan kemampuan, keahlian dan kompetensi yang
terbaik. Finlandia membangun sistem pendidikan dengan
karakteristik yang dilaksanakan secara konsisten, yakni, free
education, free schoolmeals, dan special needs education
dengan berpegang teguh pada prinsip inklusivitas (Royani,
2018).
Di Finlandia guru merupakan profesi yang sangat
dihargai meskipun gaji mereka tidak tinggi (3400 Euro
setara 42 juta rupiah per bulan). Profesi guru di Finlandia
sangat menarik dan menantang. Guru bahkan memiliki
peran yang penting dalam penyusunan dan perubahan
kurikulum (Werdayanti, 2008). Penilaian (assessment)
terhadap hasil belajar siswa lebih besar dilakukan oleh guru
di kelas 9 bukan dengan sistem ujian nasional. Hal ini
dibuat karena guru kelaslah yang lebih mengenal
kemampuan anaknya secara mendetil dan menyeluruh
(Ananda & Fadhilaturrahmi, 2018).
Dalam proses pembelajaran hanya 4 jam guru
mengajar dalam sehari di Finlandia dan ditambah 2 jam
untuk pengembangan diri dalam seminggu. Guru dalam
OECD ini rata-rata mengajar 703 jam selama setahun,
sedangkan guru di Finlandia mengajar hanya 592 jam
selama setahun (Karppinen, 2012). Waktu ekstra guru di
Finlandia lebih banyak digunakan untuk mendukung murid
yang memerlukan perhatian khusus. Murid yang
memerlukan perhatian khusus akan di bawa ke kelas yang
terpisah dan disediakan rencana pembelajaran secara
individual.
Dengan cara seperti ini, pendidikan di Finlandia
menjamin bahwa tidak ada murid yang tertinggal dalam
pembelajaran. Tindakan ini mereka lakukan dengan sangat
elegan. Di Finlandia bahkan ada ungkapan yang
mengatakan bahwa “murid khusus adalah murid yang
selama pendidikannya belum pernah mendapatkan perhatian
khusus” (Yli-Piipari, 2014). Hal ini menandakan bahwa di
Finlandia pemberian perhatian khusus terhadap siswa
merupakan hal yang sangat penting.
Dalam evaluasi sistem pendidikan Finlandia tidak
ada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) seperti di
Indonesia, dan juga tidak ada ujian nasional (UAN),
Himami Absawati, Telaah Sistem Pendidikan…67 tetapi
mereka menganut kebijakan “automatic promotion”, naik
kelas secara otomatis (Sahlberg, n.d.). Guru selalu siap
membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
Finlandia beranggapan bahwa “Test Less Learn More”
(kurangi tes perbanyak belajar).
Efek dari ujian (banyak ujian) adalah membuat
guru cenderung mengajarkan kepada siswa untuk lulus dari
ujian semata-mata. Belajar hanya ingin mendapatkan nilai
akademik yang bagus dan istimewa (Tas’adi, 2016). Pada
usia 18 tahun siswa hanya perlu mengikuti matriculation
examination untuk masuk perguruan tinggi (Goodill, 2017).
Ini pun untuk siswa yang berencana masuk ke perguruan
tinggi saja. Hanya sekitar dua pertiga lulusan SMA
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Selebihnya
masuk ke dunia kerja.
Pemerintah memberikan perhatian terhadap
pendidikan lebih besar dari sektor lainnya, karena dengan
cara seperti ini secara otomatis sektor lain juga akan
berkembang dengan sendirinya. Jika di negaranegara maju
memberlakukan “standardized test” untuk mengukur
kemajuan siswa di sekolah, Finlandia tidak melakukan hal
ini (Goodlad, 2013).
Sistem pendidikan Finlandia berkeyakinan
kemampuan murid tidaklah sama, jadi melakukan tes baku
untuk semua murid sama sekali tidak menghasilkan mutu
pendidikan yang baik. Di samping itu pendidikan di
Finlandia tidak memotivasi siswa untuk menjadi siapa yang
terpandai di sekolahnya (no competition), namun lebih
menekankan bagaimana membentuk “learning community”
yaitu menggabungkan guru sebagai pendidik, siswa sebagai
anak didik, dan masyarakat sebagai bagian dari pendidikan,
sehingga kolaborasi ini yang membuat pendidikan lebih
unggul karena semua merasa bertanggung jawab akan
proses pendidikan (Kristiantari, 2015).
Sekolahan tingkat dasar dan menengah digabung,
sehingga murid tidak perlu berganti sekolah pada usia 13
tahun. Dengan cara ini mereka terhindar dari masa peralihan
yang bisa mengganggu dari satu sekolah ke sekolah lain.
Pendidikan di Finlandia juga tidak membebankan siswa
melakukan banyak PR atau tugas, jika dibandingkan dengan
Amerika yang membebankan siswa melakukan
“homework” selama 2-3 jam/hari maka Finlandia hanya
memberlakukan maksimum 30 menit/hari (Siti, 2017).
Mereka berkeyakinan “homework doesn’t make you smart”.
Guru di Finlandia lebih mengedepankan proses
pembelajaran di mana siswa dapat menyerap apa yang
dipelajari di kelas dibandingkan apa yang mereka dapat
lakukan di luar kelas (Bhardwaj, Tyagi, & Ameta, 2015).
Bahkan dalam satu kelas terdapat 2 guru untuk memberikan
hak belajar yang sama pada setiap siswa ditambah dengan
satu orang guru yang memfokuskan diri pada mengajar.
Sistem pendidikan di Finlandia juga berkeyakinan
“pendidikan yang baik tidak terletak pada hasil yang baik”.
Oleh karena itu “standardized test” hanya sebagai patokan
namun bukan landasan.
Standardize test hanya menghabiskan biaya negara
bermilyar-milyar setiap tahun untuk membuat soal ujian,
namun hanya beberapa individu saja yang bermutu (Avalos,
2011). Setiap siswa tidak memiliki kemampuan yang sama
untuk melakukan tes yang sama. Sebagai contoh ketika
melakukan “medical checkup” tidak perlu menyedot seluruh
darah yang ada di badan untuk mengetahui penyakit apa
yang diidap, tetapi cukup dengan mengambil beberapa
tetesan saja (Karppinen, 2012).
Demikian juga dalam lingkup pendidikan, tidak
perlu mengetes seluruh siswa tapi cukup dengan
“randomized sample” untuk mewakili, namun dengan
prosedur dan sistem yang valid. Sistem pendidikan
Finlandia sangat menitik beratkan bimbingan bagi siswa
yang mengalami kesulitan belajar. Finlandia optimis bahwa
hasil terbaik hanya dapat dicapai bila lebih memperhatikan
siswa yang kurang daripada terlalu menekankan target
kepada siswa yang unggul. Dengan demikian, tidak ada
anak-anak yang merasa tertinggal. Finlandia terbukti
mampu mencetak anak-anak berprestasi di bidang akademik
tanpa harus mengikuti standarisasi akademik konvensional.

3.1.2 Pendidikan Di Negara Selandia Baru.


Sejak dimunculkan pertama kali Kerangka
Kurikulum Selandia Baru pada tahun 1993, nautilus
(siput) menjadi familiar sebagai simbol dari kurikulum
Selandia Baru. Pada dokumen kurikulum Selandia Baru saat
ini bentuk dari siput perbaharui. Dalam kehidupan nyata,
siput adalah binatang laut dengan kulit yang berbentuk
spiral. Kulitnya terdiri dari 30 lapisan. Siput membuat
lapisan baru secara berkelanjutan satu demi
satu.Perkembangan seperti ini juga terjadi pada tumbuhan
seperti bunga matahari, bunga kol, siklon dan juga
galaksi kita. Menurut puisi dari seorang fisikawan dan
penulis; Oliver Wendell Holmes (1809-1994) bahwa kulit
spiral dari siput adalah sebuah simbol dari perkembangan
intelektual dan spiritual.
Dia menyarankan agar orang-orang menumbuh
kembangkan kulit pelindung mereka dan membuangnya
saat tidak diperlukan lagi: “sebuah pikiran akan
dikembangkan oleh sebuah ide baru, tanpa merusak dimensi
aslinya Baru adalahrevisi kurikulum yang merupakan
hasil kerja dari tim yang berkomitmen untuk menjamin
bahwa generasi muda memiliki kesempatan terbaik
mereka dalam pendidikan.Kurikulum terdahulu
diimplementasikan dari tahun 1992 adalah kurikulum
pertama yang berbasiskan pada fokus luaran tamatan;
yaitu serangkaian kurikulum yang mengatur apa yang
kita inginkan dari peserta didik untuk mereka ketahui dan
dapat dilakukan.
Sejak dikeluarkannya kurikulum tersebut tidak ada
perlambatan dalam perubahan sosial yang terjadi.Populasi
penduduk di Selandia Baru berkembang dengan sangat
bervariasi demikian pula teknologi semakin kompleks.
Sistem pendidikan harus dapat merespon tantangan-
tantangan tersebut dari waktu ke waktu. Untuk alasan ini,
sebuah reviu kurikulum dilaksanakan pada tahun 2000-
2002. Menindak lanjuti reviw ini, Kabinet menyetujui
bahwa kurikulum nasional harus direvisi, Sejumlah
kelompok melakukan sebuah proses pengembangan yang
melibatkan uji coba di sekolah-sekolah, kelompok-
kelompok tertentu, diskusi online, penelitian nasional
dan internasional.Proses ini menghasilkan publikasi
The Selandia Baru Curriculum: Draft for Consultation
2006. Kementerian Pendidikan menerima lebih dari
10.000 respon. Hal tersebut dianalisa dan diberikan
pertimbangan kapan dokumen tersebut dapat dituliskan.
Kurikulum Selandia baru adalah pernyataan
yang jelas mengenai apa yang penting untuk
dipertimbangkan dalam pendidikan. Hal tersebut dimulai
dengan menetapkan sebuah visi mengenai pendidikan
sepanjang hayat bagi generasi muda sebagai pembelajar
yang percaya diri, kreatif, berhubungan dan secara aktif
terlibat.Kurikulum tersebut termasuk sejumlah prinsip
yang jelas yang mendasari pembuatan keutusan
mengenai kurikulum. Kurikulum menetapkan nilai nilai
yang dikembangkan, dimodelkan dan dieksplorasi.
Kurikulum tersebut memuat 5 kompetensi kunci yang
merupakan aspek kritis untuk keberlanjutan
pembelajaran dan partisipasi yang efektif dalam
masyarakat yang menekankan pada penguatan pendidikan
sepanjang hayat.
Kurikulum Selandia baru menekankan secara
jelas setiap area pembelajaran mengenai bagaimana
pembelajaran diatur. Serangkaian tujuan pencapaian
telah direvisi secara hati-hati oleh tim akademik dan guru-
guru untuk meyakinkan bahwa kurikulum yang ada terkini,
relevan dan luarannya didefiniskan dengan baik untuk
peserta didik. Area pembelajaran yang baru dalam
kurikulum ini ada pembelajaran bahasa yang ditambahkan
untuk mendorong peserta didik untuk berparitisipasi lebih
aktif dalam keberagaman yang ada di Selandia Baru,
masyarakat yang beragam dan komunitas global.
Menurut pendapat Slamet P.H., istilah
manajemen berbasis sekolah berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen
adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya
melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai
tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Berbasis berarti “berdasarkan pada” atau berfokus pada.
Sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang
bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada
peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat
legalistik dan profesinalistik. Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) merupakan salah satu wujud dari reformasi
pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai
bagi para peserta didik. Dimana Mulyasa
menjelaskan bahwa dalam manajemen pendidikan
dikenal ada dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem
sentralisasi dan system meningkatkan kinerja sekolah.
yang terpenting bahwa Hakikat desentralisasi pendidikan
adalah “apa dan kepada siapa” (what and to whom) dan
bukan pada aturan-aturannya (regulation).Dalam
tulisannya, A.D Gruaw menjelaskan tentang pengertian
MBS adalah: A general definition is easy to produce:
the transfer of decision-making power on management
issues to the school level.7MBS memberikan konsep
kemudahan dalam proses operasional yaitu mentransfer
kekuatan pengambilan keputusan tentang isu-isu strategis
manajemen menuju level sekolah.
Dalam rangka implementasi MBS, management
basie project menjelaskan definisi operasional MBS,
sebagai berikut:
1. Dalam rangka Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) alokasi dana kepada sekolah menjadi
lebih besar dan sumber daya tersebut dapat
dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah sendiri.
2. Sekolah lebih bertanggung jawab
terhadap perawatan, kebersihan, dan
penggunaan fasilitas sekolah, termasuk
pengadaan buku dan bahan belajar. Hal
tersebut pada akhirnya akan meningkatkan
mutu kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung di kelas.
3. Sekolah membuat perencanaan sendiri dan
mengambil inisiatif sendiri untuk
meningkatkan mutu pendidikan dengan
melibatkan masyarakat sekitarnya dalam proses
tersebut.
4.Kepala sekolah dan guru dapat bekerja
lebih profesional dalam memberikan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak di
sekolahnya.
Dari berbagai pendapat tentang pengertian dan
konsep MBS di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
manajemen berbasis Ketika model MBS dipandang
memiliki kelebihan dan manfaat terhadap peningkatan
kualitas pendidikan, banyak kalangan berpendapat bahkan
memberikan nadapesimis apakah MBS dapat diterapkan
dengan efektif dan memberikan perubahan kualitas
pendidikan kearah yang lebih baik.Model MBS memiliki
kesamaan karakteristik dengan organisasi profit. Interaksi
antara lembaga yang bertujuan ekonomis (profit oriented)
dengan lembaga yang bertujuan sosial (nonprofit oriented)
telah terjadi cukup lama baik disadari atau tidak disadari.
Salah satu ciri yang paling mendasar dari profit
eriented organization adalah capaian kinerja yang
diukur berdasarkan efisiensi dan efektivitas kerja.
Sedangkan nonprofit oriented organization lebih
berdasarkan pada tujuan-tujuan yang kurang terukur dan
cenderung bersifat jangka panjang. Pada tahap interaksi
tersebut nonprofit oriented organization menyadari
pentingnya model capaian berdasarkan prinsip kinerja,
produktivitas, kualitas, efisiensi dan efektifitas.
nilai-nilai kesetaraan dan keadilan,nilai-nilai
kepercayaan dan tanggung jawab,dan nilai-nilai kerjasama
dan kolaborasi dikembangkan dalam pengelolaan
pendidikan di Finlandia. Hal ini agaknya bertentangan
dengan pelaksanaan pendidikan yang ada di indonesia
yakni yang mengutamakan persaingan, adanya tinggal
kelas dalam sistem pendidikannya. Negara Finlandia tidak
menerapkan sistem tinggal kelas perangkingan dengan jam
pelajaran 30 jam perminggu, mengedepankan metode
problem solving, tidak membebani peserta didik dengan
banyak tugas dan kualifikasi guru minimal S2 dengan
kualifikasi peserta didik mengikuti pendidikan dasar
minimal berusia 7 tahun, sedangkan indonesia menerapkan
sistem tinggal kelas dan perangkingan, beban belajar setiap
minggu 40jam/minggu, pembelajaran lebih banyak didalam
kelas, pemberian hampir menjadi agenda rutin setiap tatap
muka, dan kualifikasi guru minimal D4 dengan
Kualifikasi peserta didik memasuki pendidikan dasar
minimal 6 tahun (5,5 tahun disertairekomendasi tertulis dari
psikolog profesional).

3.1.3 Pendidikan di Negara Singapura.


Singapura dalam catatan sejarah merupakan
negara miskin, tidak ada perekonomian, keterampilan
sangat sedikit, industry rumahan, populasi kecil dan sumber
daya tidak ada. Penduduk yang menetap hanya 530.000
pada data 2015, rata-rata umur 40,4 dan usia >65
tahun sebesar 12,4%. Kondisi ini membutuhkan
perencanaan tenaga kerja secara nasional. Investasi yang
dilakukan melalui Pendidikan.Wajib pendidikan di
Singapura berlangsung selama sepuluh tahun, walaupun
untuk meneruskan pendidikan universitas di Singapura
dibutuhkan 13 tahun pendidikan dasar.
Sekolah dasar dan sekolah menengah
berlangsungselama 10 tahun. Di akhir kelas 10.Siswa akan
menghadapi ujian GCE O-Level atau GCE N-Level.
Siswa dapat menyelesaikan pendidikan di Junior
College, mendapatkan gelar dan sertifikar diploma di
salah satu Polytechnics, atau meninggalkan sekolah dan
mulai bekerja. Pre-University akan berlangsung selama 3
tahun -dimana siswa mempersiapkan GCE A-Level.
Setelah menyelesaikan GCE A-Level, siswa akan
mengambil kuliah di salah satu universitas di Singapura.
Gelar sarjana akan diraih setelah tiga sampai dengan lima
tahun.
Pilihan jurusan adalah Teknik, Kedokteran Gigi,
Hukum, Pembangunan, Musik, dan Arsitektur ataupun
Kedokteran. Minimal persyaratan bahasa Inggris adalah
IELTS 6.0. Gelar Master di Singapura bisa didapatkan
setelah menyelesaikan satu sampai dengan tiga tahun.
Minimal persyaratan bahasa Inggris adalah IELTS
Jenjang pendidikan di Singapura Kindergartens
(Taman Kanak-kanak )Sekolah dengan program masa
pendidikan 3 tahun untuk anak-anak mulai umur 4 hingga 6
tahun. Program pendidikan 3 tahun initerdiri dari Nursery,
Kindergarten 1 dan 2.
Primary Education ( Sekolah Dasar )Ini adalah
program sekolah wajib di Singapura dengan masa tempuh
pendidikan selama 6 tahun yang terdiri dari 4 tahun
pendidikan dasar dari kelas 1 hingga 4 dan dilanjutkan
dengan 2 tahun masa orientasi mulai kelas 5 hingga 6.
Secondary Education ( SMP + SMA )Program
pendidikan kursus dengan masa tempuh 4-5 tahun di
khususkan pada beberapa pilihan Special, Express, Normal
(Academic) atau Normal (Technical), sesuai dengan hasil
yang mereka dapatkan pada saat ujian akhir nasional
(PSLE). Kurikulum yang berbeda didesain untuk para siswa
sesuai dengan kemampuan belajar dan juga minat dari
pribadi para siswa tersebut.
Pre-University Education (Pendidikan Pra-
Universitas)Ini adalah program pendidikan 2 tahun untuk
mempersiapkan para siswa untuk menempuh ujian GCE ‘A’
Levels. Tergantung dari jurusan yang mereka tempuh dan
nilai akhir, para siswa yang lulus bisa melanjutkan
pendidikan mereka ke level Universitas di Universitas
Lokal Singapura.
Polytechnics (Politeknik)Institusi ini dibentuk
dengan misi untuk melatih para profesional level
menengah untuk mendukung pembangunan ekonomi dan
teknologi di Singapura. Memberikan banyak pilihan
jurusan kepada para siswanya, politeknik ditujukan
untuk melatih para siswa untuk mengembangkan diri
sesuai dengan minat dan keahlian mereka masing-
masing sehingga bisa mendapatkan tempat di dunia kerja
kelak setelah lulus nanti.
Singapore Universities (Universitas
Singapura)Pendidikan Universitas di Singapura memiliki
misi untuk mempersiapkan para siswa tidak untuk dunia
kerja saat ini tapi untuk mempersiapkan mereka pada saat
masuk ke dunia kerja setelah mereka lulus nanti.
Keunggulan sistem pendidikan yang ada di
Singapura terletak pada kebijakan dua bahasa (bahasa
Inggris dan bahasa ibu yaitu : Melayu, Mandarin,
Tamil(Thailand)) dan kurikulum yang lengkap dimana
inovasi dan semangat kewirausahaan menjadi hal yang
sangat diutamakan. Pendidikan formal yang ada di
Singapura dimulai dari jenjang Kindergarten School
atau setara dengan Taman Kanak-Kanak (TK) di Indonesia.
Setelah lulus siswa akan melanjutkan ke jenjang Primary
School atau setara dengan Sekolah Dasar (SD) selam
enam tahun.
Untuk menuju kejenjang berikutnya siswa harus
melanjutkan ke jenjang Secondary School selam empat atau
lima tahun. Di jalur ini siswa akanmempelajari bahasa
Inggris dan bahasa ibu, matematika, sains, dan budaya
(Sosial). Sekolah akan diijinkan untuk menawarkan Applied
grade Subject (AGS) sebagai tambahan atau pengganti
kurikulum untuk menwarkan berbagai pilihan kepada siswa.
AGS secara umum mengajak murid untuk berlatih atau
berorientasi pada pendidikan seperti politeknik (Susianti,
n.d.).Kemajuan Singapura didukung oleh banyak faktor.
Diantaranya adalah adanya fasilitas yang memadai (Putra,
2017). Contohnya adalah pada setiap sekolah di Singapura
memiliki akses internet bebas, juga memiliki web sekolah
yang berguna untuk menghubungkan siswa, guru, dan orang
tua. Fasilitas lainnya yaitu tersedianya sistem transportasi
yang memiliki akses ke semua sekolah di Singapura yang
memudahkan siswa untuk menuju ke sekolahnya. Di
Singapura biaya pendidikan disesuaikan dengan
kemampuan rakyat, ditambah dengan beasiswa bagi
rakyat yang kurang beruntung.
Faktor lain yang membuat Singapura menjadi
negara dengan sistem pendidikan terbaik di ASEAN
adalah faktor pendidik. Proses penyaringan untuk
menjadi guru sangat ketat dan calon guru yang diterima
disesuaikan dengan jumlah guru yang diperlukan,
sehingga semua calon guru tersebut pasti akan
mendaptkan pekerjaan. Setelah terpilih para calon guru
diberi pelatihan sebelum bekerja, sehingga guru-guru sudah
mendapatkan pembekalan sebelumnya. selain itu gaju yang
diberikan untuk guru-guru di Singapura juga banyak. Hal
itulah yang menyebabkan kehidupan guru-guru terjamin
kesejahteraannya (Kosim, 2010).

3.1.4 Pendidikan Di Negara Indonesia.


Tugas pemerintah dalam peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia adalah bagaimana kualitas
pendidikan di Indonesia menjadi merata, tiap daerah
mempunyai kualitas sama dengandaerah lain. Tiap
daerah di Indonesia mempnyai kekhasan tersendiri yang
perlu menjadi tolak ukur keberhasilan pemerataan
pendidikan. Kearifan lokal daerahserta karakter menjadi
kunci keberhasilan dan kekhasan pendidikan
diIndonesia.Indonesia melalui kearifan lokal yang
dimiliki oleh setiap daerah diharapkan mampu menjadi
primadona dalam mewujudkan pendidikan yang
berorientasi global dan berbasis kearifan
lokal.Pembelajaran yang terintegrasi dengan muatan
lokal memudahkan siswa memahami materi pelajaran
melaluilingkungan sekitarnya (Asriati, 2012).
Nilai-nilai kearifan lokal dapat dimasukkan
dalam berbagai sendi dalam penyelenggaraan
pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan prinsip-
prinsip penyelenggaraan pendidikan(Kusuma, R. S.:
2018) .Untuk meningkatkan kualitaspendidikandi setiap
daerah melalui otonomi pendidikandengan pendekatan
yang jelas, terarah, serta berhasil guna, maka
diperlukanpenerapan prinsip-prinsip manajemen dalam
otonomi pendidikan(Suti, M.: 2011). Selanjutnya secara
mendasar, hasil pendidikan adalah kualitas sumber daya
manusia yang mempunyai kompetensiyang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Kesesuaian antara hasil yang
diharapkan dan hasil yang diperoleh merupakan ukuran
mutu pendidikan.
Salah satu indikator dan kunci darikebehasilan
pendidikan adalah inputdan proses serta hasil. Pemerintah
dewasa ini sedang melakukan peningkatan padaaspek input,
proses dan hasil. Beberapa program peningkatan
pendidikan yang dilakukan adalah memperbaiki proses
pendidikan baik berupa pemenuhan sarana dan
prasarana mutu, tata kelola, maupun kualitas
implementasi kurikulum yang dilakukan oleh satuan
pendidikan.

Gambar 1.1 Tabel jenis bantuan dari pemerintah.


Sumber : Direktorat Pembinaan SMA Kemdikbud (2018)

Secara sistematik, peningkatan dan pemerataan


mutu yang dilakukan pemerintah secara berjenjang dan
konsisten. Pada tabel dibawah ini dapat digambarkan
peningkatan akses dan mutu pendidikan dengan
meluncurkan berbagai bantuan adalah:
Kaitan dengan peningkatan mutu ada beberapa
ahli pendidikan berpendapat bahwa mutu akan
berhubungan langsung dengan 6 komponen dasar
sistem pembelajaran dan suprasistemnya(Suparman, A. M :
2012 hlm 38 )
Pertama, peserta didik, latar belakang yang baik
dan lingkungan keluarga yang mendukung pola belajar
anak, akan menentukan keberhasilan belajar siswa, sehingga
keterampilan dan pengetahuan awal menjadi modal
dalam proses belajar di sekolah.
Kedua, lulusan yang berkompetensi sesuai
harapan, kompetensi siswa kadang tidak sesuai dengan
pengguna tenaga kerja atau dalam industry kerja. Hal
ini terjadi karenaketidak-sesuaian lulusan dengan
kemampuan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Dalam
penentuan kompetensi ini, ada 3 pihak yang ikut
menentukan kompetensi lulusan,yaitu, peserta didik,
penggunalulusan (industri kerja) dan penyelenggara
pendidikan.
Ketiga adalah proses pembelajaran, proses
belajar harus membentuk keingintahuan peserta didik,
sehingga belajar menimbulkan gairah keingintahuan
pesertadidik, selalu ingin berkompetensi menuju
keberhasilan,keempat adalah pengajar, suka atau tidak suka
pengajar ikut andil dalam peningakatan kualitas
pendidikan.
Pengajar harus dapat menciptakan proses belajar
yang kreatif-inovatif dengan acuan tujuan pembelajaran,
keenam adalah kurikulum. Makna kurikulumsecara sempit
merupakan bahan ajar, atau mata pelajaran atau matakuliah
yang berisi materi-materi logis untuk mencapai tujuan
pembelajaran.Keenam adalah bahan pembelajaran,
penggunaan bahan pembelajaran disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran. Bahan pembelajaranadalah
komponen yang terkait dengan isi setiap mata pelajaran
dan harus relevan dengan tujuan
pembelajaran,karakteristik peserta didik dan strategi
pembelajaran.Menurut hasil penelitian Jumlah sekolah
yang terakreditasiyang terbanyak adalah nilai B, dengan
tingkat pemenuhan delapan standar nasional untuk SD
73,55%, SMP 85,97%, SMA 77,07% dan SMK 76,15%.
SNP(Standard nasional Pendidikan) yang sulit dicapai
adalah standar kompetensi lulusan, ketenagaan, sarana
dan prasarana. Variabel standar isi, ketenagaan, sarana
dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, penilaian,
mempunyai hubungan yang positif yang besarnya
bervariasi terhadap variabel standar proses dan
komptensi lulusan. Kualitas pelayanan untuk SD telah
mencapai 87,4%, SMP 82,6%(Raharjo, S. B : 2012).
Sudah menjadi pertimbangan sebagian
masyarakat menengah keatas bahwa pendidikan yang
berkualitas berhubungan dengan biaya yang mahal,
acapkalipendidikan di luar negeri dianggap lebih baik dan
unggul karena kualitas.Berikut ini beberapa sumber yang
dapat dirangkum beberapa perbedaan sekaligus
kekurangan dan kelebihan pendidikan di negara lain. Dalam
hal ini penulis tidak bermaksud untuk membanding-
bandingkan,namun ingin menjelaskan dari sudut
pandang penulis,tanpa bermaksud menyudutkan pendidikan
di negara manapun, termasuk Indonesia.
1. Berkurang Masa Bermain Anak.
Pada awal belajar tamankanak-kanak,
siswa masih dibebani oleh kegiatan belajar
yang banyak menyita waktu, hal ini
mengurangi waktu bermain anak. Meskipun
ada beberapa sekolah TK yang tidak
mengharuskan kegiatan belajar yang menyita
waktu.Belajar membaca merupakan keharusan
bagi siswa TK. Finlandia salah satu negara
yang tidak mengharuskan belajar membaca di
sekolah taman kanak-kanak.Sehingga
kemampuan membaca siswa baru dikuasai
ketika mereka duduk dibangku sekolah dasar.
Siswa TK hanya menggali bakat mereka
dengan bermain dibarengi adanya fungsi
edukasi.Finlandia menerapkan kegiatan sosial
bagi siswa TK. Para siswa tidak dibebani
oleh PR (pekerjaan rumah), namun hanya
bermain bersama-sama di sekolah. Rasio guru
dan siswa sebanyak 1:7. Hal ini akan
memudahkan guru untuk menggali bakat dan
minat siswa disekolah.

2. Pemberlakuan Kelas Unggulan.


Pemisahan kelas unggulan
dengankelas biasa, menimbulkan jarak
pemisah antara yang pintar dan tidak pintar.
Secara psikologis dapat mempengaruhi
peserta didik. Beberapa negara tidak
memberlakukan sistiem ini. Namun patut
dipahami, pemisahan ini ditujukan untuk
mengarahkan siswa pandai menjadi lebih
fokus.

3. Diadakan Masa Orientasi Diawal Masuk


Sekolah.
Pemberlakuan masa orientasi, pada
masa ke masa sering disalahgunakan oleh
segelintir oknum, sehingga dapat
menimbulkan korban jiwa. Hal ini perlu
adanya pengawasan dari berbagai pihak.
Penyelenggara pendidikan yang mempunyai
otoritas, harus dengan jeli dan konsisten
memberikan penjelasan tujuan masa
orientasi ini kepada peserta didik dan orang
tua. Tujuan kegiatan ini untuk melatih mental
para siswa baru, namun aplikasi yang
dilaksanakan bertentangan dengan tujuan
pembelajaran itu sendiri, sebagai contoh
siswa disuruh menggunakan kaos kaki yang
berbeda warna, kegiatan yang sering tidak
masuk akal, seperti membawa benda-benda
yang aneh dan cenderung membuat waktu
terbuang percuma. Meskipun demikian saat ini
sudah banyak sekolah yang meniadakan
kegiatan tersebut dan menggantinya dengan
pengenalan sekolah.
Di Amerika, siswa baru hanya diberikan
penjelasan, seminar, dan pengenalan sekolah baru,
sehingga pengetahuan tentang sekolah dapat diterima
dengan baik, tanpa dipermalukan.Lain lagidi negara Jepang,
mereka di awal sekolah, Jepang mengenalkan
konsep“han” dengan membagi siswa menjadi kelompok
kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang. Kelompok
ini nantinya akan melakukan segala aktivitas (makan,
duduk, belajar) bersama selama satu bulan penuh.
Hasil Evaluasi adalah segalanya. Pemberlakuan
Ujian Nasional beberapa waktu lalu, merupakan hasil
penentuan kelulusan. Hal ini menimbulkan persepsi
bahwa ujian tersebut merupakan sesuatu yang sangat
menentukan. Padahal perlu penilaian aspek lain, seperti
moral, karakter atau penilaian langsung dari guru.
Meskipun demikian pada saat itu pemerintah juga
menyatakan bahwa ujian nasional berguna untuk
pemetaan kualitas pendidikan diseluruh daerah Indonesia,
di 34 provinsi.
3.2 Keadaan Mata Pelajaran Pancasila di Indonesia
Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila
yang berarti dasar, sendi, asas, ata peraturan tingkah laku yang
penting dan baik. dengan demikian pancasila merupakan lima dasar
yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting
dan baik.Pancasila dapat kita artikan sebagai lima dasar yang
dijadikan dasar negara serta pandangan hidup bangsa. Suatu bangsa
tidak akan dapat berdiri dengan kokoh tampa dasar negara yang
kuat dan tidak dapat mengetahui dengan jelas kemana arah tujuan
yang akan dicapai tampa pandangan hidup. Dengan adanya dasar
negara, suatu bangsa tidak akan terombang ambing dalam
menghadapi permasalahan baik yang dari dalam maupun dari luar.
Peranan dan funsi pancasila pada generation sekarang
masih relevan karena pancasila mencakup aspek –aspek dasar.
Selain itu, pancasila juga merupakan alat untuk keamana dan
kemakmuran bersama rakyat indonesia.hanya saja pelakanan sacara
konkrtinya belum bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena
keadilan dan kemakmuran bag seluruh rakyat indonesia belum juga
terwujud sampai saat ini. Pancasila juga merupakan kepribadian
seluruh rakyat indonesia. Akan tetapi, nilai-nilai luhur sudah sangat
pudar,terkikis oleh perilaku yang hanya mementingkan aspek
ekonomi gaya hidup globalisasi yang buruk. Mengingat sangat
pentingnya pancasila sebagai dasar negara, maka kita harus
meneruskan perjuagan serta memelihara, melestarikan menghayati,
dan mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sahari-hari
agar tujuan three dan pancasila dapat terpenuhi, sehigga akan
menjadi ketahanan jati diri bangsa.
Pancasila juga merupakan dasar negara dan ideologi
Indonesia yang menjadi landasan pada Pembangunan serta
kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu Pancasila menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila menjadi etos bangsa
atau way of life mengandung makna bahwa seluruh kegiatan
kehidupan bangsa Indonesia sehari-hari harus sinkron dengan sila-
sila Pancasila, karena Pancasila pula merupakan kristalisasi asal
nilai-nilai yang dimiliki dan asal dari kehidupan bangsa Indonesia
sendiri. Selain itu, Pancasila juga menjadi pemersatu bangsa
Indonesia yang pluralis dan daerah Nusantara yang terdiri dari
berbagai pulau-pulau, maka sangat tepat jika Pancasila dijadikan
pemersatu bangsa, hal ini dikarenakan Pancasila memiliki nilai-nilai
umum dan universal sebagai akibatnya memungkinkan bisa
mengakomodir seluruh peri kehidupan yang berbhineka serta bisa
diterima sang seluruh pihak.

3.2.1 Sarana pembelajaran mata Pelajaran Pancasila

Kualitas pembelajaran yang baik akan membuat


sesuatu yang baik juga. Peningkatan kualitas pembelajaran
yang baik akan membuat sesuatu yang baik juga.
Peningkatan kualitas pembelajaran dimulai dari hal yang
terkecil terlebih dahulu. Seperti aplikasi pembelajaran pada
kelas yang optimal sebagai akibatnya membentuk peserta
didik siswa yang cerdas dan dapat merampungkan segala
problem yang terjadi. Pendidikan ibarat wadah buat
membuat rakyat negara yang cerdas.
Pembelajaran adalah proses hubungan antara
peserta didik, pengajar serta lingkungan belajar (Hanum,
2020). Banyak sekali usaha telah dilakukan pemerintah buat
menaikkan mutu serta kualitas pembelajaran. Perjuangan
pemerintah dalam memajukan pendidikan diantaranya
memberikan Beasiswa bagi masyarakat berprestasi serta
kurang bisa, mengadakan tutorial serta training bagi guru
atau pengajar buat mempertinggi kompetensinya dan
memperbaiki Wahana prasarana menjadi penunjang
pembelajaran sebab infrastruktur yang semakin baik akan
menghasilkan pembelajaran yang baik. Pembelajaran yang
baik bukan dicermati asal seberapa usang kita belajar serta
seberapa penting ilmu yang kita dapat.
Didapat kabar bahwa guru Pendidikan Pancasila
serta kewarganegaraan memakai model pembelajaran
interaktif karena kebanyakan menggunakan metode
ceramah atau presentasi gerombolan itu membuat siswa
tersebut akan mengalami kebosanan hingga ia merasakan
malas untuk belajar. Padahal seorang pengajar dituntut buat
memiliki kemampuan memakai beragam contoh
pembelajaran Selain itu kemampuan serta kemauan
pengajaran untuk Mahir pada penggunaan aneka macam
contoh pembelajaran aktif masih kurang Selain itu fungsi
utama pengajar harus bisa menilai karakteristik asal
siswanya ilustrasi contoh pembelajaran yang bisa
dipergunakan. Guru wajib bisa tahu beberapa hal berasal
siswa seperti kemampuan potensi minat hobi, perilaku serta
kepribadian. Hal tersebut dapat diperoleh bila pengajar
memiliki kompetensi kepribadian serta Kompetensi sosial.
Selain itu seorang guru dibutuhkan mampu buat
bersikap fleksibel pada menghadapi situasi syarat modern
buat bersikap fleksibel dalam menghadapi situasi kondisi
terbaru (Nurgiansah, 2021). Guru sebagai pengelola
pembelajaran hendaknya mampu memilih dan menentukan
contoh metode, maupun media dalam menjalankan
pembelajaran pada kelasnya. Oleh karena itu seseorang
pengajar dituntut buat bisa berbicara pada depan kelas dan
Sebagai public speaking yang handal. Adapun hal-hal yang
harus diperhatikan masalah yang dihadapi siswa kelas
yaitu :
1. Kehilangan motivasi belajar.
Karena rendahnya penyampaian materi yang
disampaikan oleh guru tersebut semangat belajar dan
merasakan bosan hingga membuat nilainya rendah
dikarenakan rasa bosan dan tidak semangatnya membuat
siswa tersebut memiliki rasa malas belajar khususnya di
bagian membaca.
2. Memperhatikan minat dan bakat siswa.
Siswa akan terlihat sangat antusias terhadap semua
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah terkecuali dari
guru ataupun pemerintah dapat mengoptimalkan
penerapan sistem pendidikan yang membuat siswa
tersebut tidak merasa bosan terkhususnya lagi mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
yang materinya sangat banyak sehingga siswa tersebut
enggan berminat untuk mempelajarinya.
3. Menggunakan model pembelajaran.
Salah satu contoh model pembelajaran yaitu bermain
peran atau yang biasa disebut dengan role playing salah
satu pembelajaran ini merupakan sebuah drama yang
siswa ini diminta untuk bermain drama dan
memperagakan peran-perannya dalam berinteraksi mau
dari cerita sejarah buku maupun dari sebuah film-film
yang masih berhubungan dengan mata pelajaran yang
dipelajari terkhususnya mata pelajaran Pancasila.

3.2.2 Ranah kehidupan bermasyarakat pembelajaran Pancasila.


Pada zaman kini nilai-nilai Pancasila dalam
masyarakat masih belum bisa berjalan dengan baik, di mana
Masih banyak perilaku serta tindakan-tindakan warga yang
belum sinkron menggunakan nilai-nilai yang terkandung
pada Pancasila. Semua tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa serta bernegara menggunakan Pancasila menjadi
dasar moral atau istiadat dan tolak ukur tentang baik buruk
serta baik salahnya perilaku, serta tingkah laku bangsa
Indonesia. Oleh karena itu pada penerapan nilai-nilai
Pancasila warga wajib tahu hal-hal yang terkandung di
dalamnya sehingga tidak terjadi suatu kesalahpahaman yang
bisa menyebabkan perseteruan serta perpecahan hal tadi
berdasarkan Pancasila yang dijadikan sebagai pedoman dan
tuntutan dalam melaksanakan hidup pada tengah warga
yang beragam dan majemuk.
Penjelasan di atas sedikitnya telah dapat
menggambarkan syarat rakyat Indonesia dalam hal
penerapan nilai-nilai Pancasila di kehidupan bermasyarakat,
dimana nilai nilai Pancasila belum diterapkan dengan baik
oleh warga. Dalam penerapannya di raket ternyata nilai-
nilai yang terkandung pada Pancasila belum teterealisasi
dengan baik sehingga mengakibatkan penurunan moral dan
perilaku warga. Banyak sekali bentuk karakter manusia dan
majemuk konflik, ekonomi, politik, sosial, budaya dan
pendidikan membuat negara Indonesia semakin kehilangan
nilai moral pada dalam diri.
Nilai moral yang mulai menurun pada rakyat pula
turut memberikan andil merosotnya penerapan nilai-nilai
Pancasila bahkan asal pada lingkungan kecil mirip keluarga.
Yang mengakibatkan tatanan dalam warga pula sebagai tak
sesuai menggunakan adat istiadat tata cara yang ada.
Apabila pada masyarakat kurang menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat Maka akan
muncul kecurigaan, saling menjelekkan, saling memusuhi
dan bisa berakhir dengan peperangan yang memecah belah
suatu grup masyarakat.
Hal-hal yang mampu dilakukan oleh warga menjadi
wujud dari penerapan nilai Pancasila pada kehidupan
masyarakat yaitu menggunakan saling menghormati setiap
perbedaan yang ada pada warga baik itu dalam agama
ataupun pemahaman teori pada suatu agama sebagai
akibatnya keharmonisan pada warga bisa tercipta, mengakui
kecenderungan kedudukan Insan baik itu pada Global juga
pada mata aturan, saling membantu antar anggota
masyarakat, melaksanakan demokrasi pada masyarakat
seperti dalam pemilihan ketua warga, dan selalu berlaku
adil di masyarakat.
Dalam penerapan nilai-nilai Pancasila di
masyarakat dilakukan dengan berbagai cara mirip
penanaman nilai-nilai Pancasila di rakyat ada mendorong
sikap toleransi antar umat beragama,rakyat menjunjung
tinggi nilai-nilai humanisme pada rakyat, tidak
membedakan suku ras juga agama, menjaga persatuan serta
kesatuan warga, melaksanakan musyawarah dalam
mengatasi problem yang terjadi pada rakyat, melaksanakan
demokrasi pada pemilihan kepala masyarakat serta menjalin
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada kenyataannya penerapan nilai-nilai Pancasila
di rakyat memang semakin lemah yang berdampak di
penurunan moral serta mengakibatkan perilaku rakyat
sinkron dengan nilai-nilai yang terkandung pada dalam
Pancasila.

3.2.3 Pembelajaran Pancasila dalam berbangsa dan bernegara.


Pancasila artinya ideologi terbuka yang bersifat
spesial dan. Kelima sila dalam pancasila ini memang
bersifat universal sehingga bisa ditemukan dalam gagasan
aneka macam warga lain. Letak kekhasan dan
orisinalitasnya yaitu sebagai falsafah serta ideologi negara.
Pancasila merupakan dasar negara, ideologi, pandangan
serta falsafah hidup yang harus dipedomani bangsa
Indonesia dalam proses penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Pada mewujudkan
proklamasi kemerdekaan.
Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya
artinya nilai-nilai luhur yang digali berasal budaya bangsa
serta mempunyai nilai dasar yang diakui secara universal
dan tak akan berubah oleh perjalanan artinya Pancasila
merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi sebuah
panduan negara Indonesia yang terdiri atas lima sila yang
hakikatnya adalah sistem filsafat.
Pancasila ialah berpedoman negara Indonesia yang
memiliki nilai-nilai yang begitu penting untuk diterapkan.
Selain itu kedudukan Pancasila di negara Indonesia sudah
jelas yakni sebagai dasar negara, pandangan hidup rakyat
Indonesia dalam segala aspek kehidupan terutama dalam
bermasyarakat, berbangsa serta bernegara dan sebagai
ideologi nasional. Menjadi pandangan hidup berbangsa dan
bernegara tentu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
artinya akibat kristalisasi dan kebenarannya telah diakui
sehingga berakibat Pancasila sebagai etos negara Indonesia
dan tidak hanya itu nilai yang menjadi pandangan hayati
sepenuhnya harus senantiasa pada implementasikan dalam
kehidupan sehari-harinya.
Hal tersebut bertujuan agar makna yang terkandung
pada Pancasila dapat dilaksanakan menggunakan sebaik
mungkin semua tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara menggunakan Pancasila menjadi
dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk
salah satu perilaku perbuatan dan tingkah laku dari bangsa
Indonesia tersebut. Oleh sebab itu tahun nilai yang
terkandung pada Pancasila adalah hal yang perlu dilakukan
sang warga Indonesia, tidak hanya menggunakan tahu
namun harus diungkapkan sebelumnya nilai Tadi pula harus
diamalkan dalam kehidupan berbangsa serta bernegara
dengan begitu tujuan bangsa bisa tercapai.
Sudah dapat diungkapkan keadaan masyarakat
Indonesia bahwa belum bisa memahami mengenai apa
Pancasila itu sendiri serta pengamalan yang belum
terlaksana kan dengan baik Adapun dampak dari tidak
diterapkannya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara artinya banyak kasus yang terjadi
di Indonesia yang berlatar belakang SARA (suku ras dan
antargolongan), Adanya pelecehan serta pengingkaran
terhadap hak asasi manusia, adanya gerakan separatis,
lunturnya toleransi antar umat insan, lunturnya budaya
musyawarah pada masyarakat dan ketidakadilan yang
dirasakan oleh rakyat kaum menengah hingga ke bawah.
3.2.4 Pendidikan Pancasila sebagai upaya pembentukan karakter
Pancasila sebenarnya dijadikan sebagai dasar dalam
pengembangan pendidikan karakter. Pancasila yang
bertujuan sebagai pembangunan nasional akan menciptakan
masyarakat yang beretika, bermoral, berakhlak mulia,
berbudaya serta beradab. Dan sekolah dasar artinya tempat
yang paling sempurna buat memulai pembentukan karakter
suatu individu. Pembentukan karakter diartikan sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada
diri siswa sebagai akibatnya mereka mempunyai nilai serta
karakter sebagai dirinya sendiri.
Menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan sebagai
warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan
kreatif, pendidikan Pancasila menjadi bentuk yang berasal
dari sebuah Pendidikan karakter yang telah diberikan pada
sekolah artinya hal yang sangat penting dan diperlukan agar
tidak terjadinya hal-hal yang menghasilkan semakin
rendahnya kualitas dari bangsa Indonesia akan tetapi masih
banyaknya khususnya para generasi muda yang memiliki
kemerosotan moral moral atau kemerosotan moral yang ada
di dalam dirinya. Beberapa bentuk dekadensi Moral ini
seperti penyalahgunaan narkoba, pornografi, seks bebas,
aborsi, prostitusi, tawuran antar pelajar, geng motor,
minimnya sopan santun pada orang tua, serta berkurangnya
kejujuran yang diutarakan. Hal ini bisa terjadi karena salah
satu penyebabnya yakni Pendidikan karakter yang diberikan
masih minim sebagai akibatnya efek nilai-nilai budaya dari
luar dengan sangat simpel dapat masuk masyarakat
Indonesia terkhususnya generasi muda. Maka dengan itu
pemerintah merancang kurikulum baru.
Karakter juga menjadi bagian penting karena
karakter bisa menjadi pemicu keadaan bangsa Indonesia
yang dipenuhi dengan banyak sekali macam kasus sosial
yang mengarah pada hilangnya bentuk moral Insan dapat
diartikan pendidikan karakter merupakan sebuah proses
pembelajaran yang memungkinkan siswa dan orang dewasa
di lingkungan sekolah dapat memahami merawat dan
bertindak atas dasar nilai-nilai etikarasa hormat, keadilan,
kebijakan masyarakat dan Kewarganegaraan yang bisa
bertanggung jawab atas diri nya sendiri maupun orang lain.
Pendidikan karakter pada hakikatnya dilaksanakan
di semua jenjang pendidikan di sekolah namun di jenjang
pendidikan sekolah dasar pendidikan karakter wajib
diprioritaskan karena Pendidikan karakter harus dimulai
dari Sekolah Dasar karena bila karakter tidak terbentuk
sejak dini maka akan sulit buat memperbarui karakter yang
telah ada. Anak-anak yang berada pada jenjang pendidikan
sekolah dasar harus diutamakan pada penerapan nilai-nilai
karakter yang baik dalam global pendidikan dan
berlandaskan Pancasila hal ini agar mereka tidak menjadi
generasi hilangnya semua moral baik dalam beretika baik di
ruang lingkup sekolah maupun di lingkungan rakyat
3.2.5 Pembentukan karakter pada siswa
Karakter artinya totalitas dari watak terkendali yang
alami serta stabil yang memilih individu dalam tatanan
umum perilaku psikologis yang membuatnya spesial pada
cara berpikir serta bertindak.
Pertama, pada sistem Pembelajaran mata pelajaran
Pancasila senantiasa dibangun perspektif pemantapan
materi yang didalamnya memuat nilai-nilai pembelajaran
Pendidikan karakter diantaranya merupakan nilai-nilai
ketuhanan, toleransi, nasionalisme serta lain-lain.
Kedua, adanya komitmen bersama bagi para guru
bahwa mata pelajaran yang diampu memiliki relevansi
dengan nilai-nilai pendidikan karakter siswa. Terlebih
dengan mata pelajaran yang bekerja sama langsung
menggunakan pendidikan karakter siswa seperti mata
pelajaran agama mata pelajaran Pancasila pengantar nilai
serta kepribadian serta pendidikan karakter.
Ketiga, penyelenggaraan pembelajaran mata
pelajaran Pendidikan Pancasila tidak lagi memakai
kebiasaan usang yang lebih terkonsentrasi dalam
penyampaian materi kognitif dengan penjelasan yang
terbatas, namun dikembangkan menggunakan format
pembelajaran yang lebih terbuka serta memberi peluang
bagi peserta didik buat bisa berinteraksi berdiskusi atau
berdialog dengan guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila.
3.2.6 Implementasi Pendidikan Pancasila dalam Pendidikan
karakter siswa.
Untuk mewujudkan peserta didik yang berkarakter
baik perlu juga dukungan lingkungan sekitar baik sekolah
maupun forum-forum lain pada luar sekolah untuk
memperkokoh kepribadian siswa. Nilai-nilai karakter yang
dikembangkan adalah nilai-nilai yang menjadi pembiasaan
dalam kehidupan sehari-hari.
1. Pertama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Di dalamnya terkandung nilai-nilai bahwa
NKRI bukan menjadi negara agama dan bukan pula
menjadi negara sekuler tetapi NKRI ingin
dikembangkan menjadi negara beragama. Maksud
dari bukan menjadi negara kepercayaan bahwa NKRI
tidak menerapkan hukum agama eksklusif menjadi
aturan positif ialah :
 Ideologi
negara tidak berasal dari ideologi
kepercayaan eksklusif
 Ketua
negara tidak harus berasal dari penganut
kepercayaan eksklusif
 Konstitusi
negara tidak berasal kitab suci agama
eksklusif.

Jadi, dengan ini sila pertama menjadi sebuah


contoh penerapannya pada siswa yang memeluk
agama Islam tak jarang melakukan salat berjamaah,
serta setiap hari Jumat akan diadakan pengajian atau
program keagamaan lainnya.

2. Kedua, Kemanusiaan yang adil serta beradab


Di dalamnya terkandung nilai-nilai bahwa
NKRI adalah negara berdasarkan hak asasi manusia
(berkemanusiaan), berdasarkan hukum (yang
berkeadilan) dan negara berbudaya (yang beradab).
Maksud berasal negara sesuai hak asasi manusia
yaitu Bahwa NKRI melindungi dan menegakkan
HAM bagi warga negaranya. Maksud asal negara
berbudaya yaitu Bahwa NKRI ingin
mengembangkan :
 Cipta
yang bisa melahirkan ilmu
pengetahuan serta teknologi
 Yang
dapat melahirkan moral dan etika
 Rasa
yang dapat melahirkan seni dan
estetika serta,
 Karya
yang dapat melahirkan karya-karya
monumental pada arti yang seluas-
luasnya.
Sebagaimana diketahui keempatnya itu
adalah unsur berasal budaya, maksud berasal dari
sila kedua itu yang terjadi pada sekolah ialah
siswa yang bisa bersikap adil dalam menempatkan
perilaku serta tindakan mereka, mereka
mengetahui mana yang harus bersikap adil di saat
serta situasi yang sedang mereka hadapi.

3. Ketiga, persatuan Indonesia


Yang didalamnya terkandung nilai-nilai
bahwa NKRI menyatakan diri sebagai negara yang
diikat oleh persatuan dan kesatuan. Penerapan sila
ketiga yang terjadi di lingkungan sekolah adalah
siswa mampu bersikap dan bertindak baik, tidak
membeda-bedakan teman, tidak membuat keributan
yang nantinya akan memecahkan kekompakan
mereka saat di kelas. Mereka akan selalu menjaga
persatuan dan kesatuan mereka di dalam kelas
khususnya dan juga di lingkungan masyarakat pada
umumnya.
4. Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
serta kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
Di dalamnya terkandung makna bahwa
NKRI menerapkan asas kerakyatan yang
berlandaskan atas kedaulatan rakyat. Kedaulatan
rakyat berbasis demokratis dan prinsip-prinsip
demokratis bersifat commonplace. Penerapan sikap
pada sila ke-4 ini yang dilakukan siswa adalah
dengan bersikap demokrasi, bebas mengeluarkan
pendapat serta menerima apapun keputusan dalam
suatu keadaan, dengan mengedepankan asas
kerakyatan pada setiap kondisi yang dialami setiap
siswa baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan luar sekolah sebagai contohnya dalam
bersikap menerima suatu keputusan yang sudah
ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan secara adil
dan bermusyawarah.
5. Kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Di dalamnya terkandung makna bahwa
keadilan sosial atau pemerataan bersama bagi
seluruh komponen rakyat Indonesia bukan keadilan
bagi segolongan atau pemerintah atau penguasa.
Tetapi penerapan sikap siswa pada sila ke-5 ini
adalah dengan bersikap adil pada tempatnya, tidak
membenarkan yang salah, menyukai hanya sebab
sama. Selain itu siswa juga mampu bersikap adil
kepada siapapun jika memang dengan situasi yang
sahih. Sama melihat yang kaya dan miskin, sama
dalam berteman, itulah sikap-sikap yang seharusnya
diterapkan peserta didik Pada sekolah khususnya
serta pula di lingkungan masyarakat di umumnya.
Jadi Pendidikan Pancasila ini sebagai
pembentukan karakter siswa sedikit terbengkalai
sehingga mengakibatkan siswa lupa terhadap norma
yang sering diterapkan tadi tapi sebab telah mulai
masuk kembali penerapan pendidikan Pancasila
sebagai pembentukan karakter peserta didik yang
umumnya seringkali diterapkan menggunakan baik
di sekolah, akan diterapkan kembali lagi serta juga
ditingkatkan lagi agar siswa tetap mendapatkan
pendidikan karakter yang layak dan sebagai siswa
dengan karakter yang berlandaskan nilai-nilai yang
terdapat di dalam pendidikan Pancasila.
Pendidikan Pancasila adanya hubungan dengan
pendidikan karakter berarti untuk menumbuhkan karakter-
karakter utama pada diri peserta didik yang sejalan atau
relevan dengan nilai-nilai Pancasila. Tujuannya adalah agar
peserta didik benar-benar memahami makna karakter,
menghayati alasan perlunya karakter dimiliki, dan dalam
interaksi, posisi dan peran sosial yang mereka jalankan di
sekolah maupun di luar sekolah. Sekurang-kurangnya
terdapat 5 karakter pribadi Pancasila yang harus dimiliki,
dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan suatu
individu. Kelima karakter pribadi Pancasila itu adalah
sebagai perwujudan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan
serta mampu menunjukkan sikap religius toleran
berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban
berdasarkan Pancasila berperan sebagai warga negara yang
bangga cinta tanah air memiliki nasionalisme serta rasa
tanggung jawab terhadap negara dan bangsa internalisasi
semangat kemandirian, kejuangan dan kewirausahaan.
Pembangunan karakter tadi dapat dilakukan melalui
proses pendidikan Pancasila yang bisa diintegrasikan
dengan mata pelajaran yang terdapat pada sekolah melalui
pembiasaan yang diterapkan guru di aktivitas
pembelajarannya karena dasar Pancasila artinya pondasi
awal pada menciptakan karakter pribadi penyayang, cerdas,
kreatif serta berakhlak mulia.

3.3 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai filsafat memuat pandangan, nilai, dan
gagasan yang dapat menjadi isi dan substansi pembentukan
ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat dengan mudah diartikan
sebagai pencerminan Pancasila yang kritis dan rasional sebagai
dasar realitas bangsa dan kebudayaan nasional, dengan tujuan
memperoleh titik pemahaman yang mendasar dan komprehensif
Pancasila dikatakan sebagai filsafat. Sebab Pancasila merupakan
hasil renungan jiwa mendalam para founding father yang berlatar
belakang sistem . Filsafat Pancasila memberikan pengetahuan
ilmiah dan pemahaman tentang hakikat Pancasila. Berikut ini
adalah pengertian filsafat menurut para ahli :

1. Socrates (469-399 s.M.)


Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang
bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas
dari kehidupan yang adil dan bahagia. Berdasarkan pemikiran
tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan
kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau
melakukan peninjauan diri atau refleksi diri sehingga muncul
koreksi terhadap diri secara obyektif.
2. Plato (472-347 sM)
Dalam karya tulisnya "Republik" Plato menegaskan
bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang
kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap
pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam
konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat
spekulatif atau terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran.
Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat
spekulatif.
Pancasila adalah falsafah nasional Indonesia yang dipahami
sebagai hasil renungan mendalam para Founding Fathers dalam
upaya menggali nilai-nilai inti dan menjadi landasan bangsa yang
menjadi landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasil musyawarah tersebut, bersama dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI), secara resmi
disahkan sebagai prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal
18 Agustus 1945

Kelima asas atau asas yang terkandung dalam Sila Pancasila


merupakan suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan
sehingga dapat disebut suatu sistem dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut,
Pancasila memuat lima sila yaitu asas keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, asas kemanusiaan yang adil dan beradab, asas persatuan
Indonesia, asas demokrasi yang berpedoman pada kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan asas-asas sebagai berikut:
Keadilan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia saling
berhubungan, membentuk suatu kesatuan sistem yang saling
melengkapi untuk mencapai tujuan dalam proses kerja.

Setiap peraturan pada dasarnya mempunyai prinsip-prinsip


dan ciri-ciri uniknya masing-masing, namun memiliki tujuan
spesifik yang sama: implementasi Terwujudnya masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila. Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat memuat pemikiran manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan, diri sendiri, sesamanya, dan masyarakat nasional, yang
kesemuanya dianut oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Pancasila sebagai sistem filsafat mempunyai ciri yang berbeda
dengan sistem filsafat lainnya. Materialisme, idealisme,
rasionalisme, liberalisme, komunisme, dan lain sebagainya yang ada
di dunia

Nilai-nilai filosofis unik yang terkandung dalam Pancasila


telah berkembang dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia,
khususnya sebagai ruh dan prinsip spiritual bangsa dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya nilai falsafah
Pancasila adalah memberikan jati diri, keutuhan, dan harkat dan
martabat suatu bangsa dalam menghadapi dunia, sebagai pandangan
hidup bangsa atau filsafat hidup (worldview), dan sebagai jiwa
bangsa atau jati diri bangsa (Volksgeist) budaya dan peradaban

Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil


pertimbangan mendalam terhadap citra bangsa Indonesia, hasil
refleksi ini pada mulanya bertujuan untuk merumuskan prinsip-
prinsip negara merdeka. Selain itu, hasil refleksi tersebut
merupakan suatu sistem filsafat karena memenuhi ciri-ciri
pemikiran filsafat. Ciri-ciri filsafat adalah:

1. Sebuah sistem filosofis harus konsisten artinya, mereka


harus saling berhubungan secara teratur Pancasila
merupakan suatu sistem filsafat yang meskipun
berbeda bagian-bagiannya, namun tidak saling
bertentangan
2. Sebuah sistem filosofis harus komprehensif. Dengan
kata lain, sistem filsafat mencakup segala sesuatu yang
ada dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai
falsafah hidup bangsa merupakan suatu pola yang
dapat memperhitungkan seluruh dinamika kehidupan
dan sosial masyarakat Indonesia
3. Sistem filosofis harus menjadi fundamental artinya,
harus menjadi bentuk refleksi menyeluruh untuk
sampai pada inti permasalahan yang mutlak dan
menemukan aspek yang paling mendasar Pancasila
sebagai sistem filsafat dirumuskan atas dasar inti
mutlak sistem kehidupan manusia itu sendiri, sesama
manusia dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa
4. Sistem filosofis bersifat spekulatif, artinya pemikiran
yang diperoleh melalui refleksi berfungsi sebagai
asumsi awal, yang menjadi prototipe berdasarkan
penalaran logis dan menjadi titik tolak untuk
memikirkan sesuatu

3.3.1 Filsafat Pancasila


Filsafat Pancasila berarti pertimbangan filosofis
Pancasila sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Pentingnya filsafat Pancasila dapat ditelusuri
dari pendapat Sastrapratiya yang dijelaskannya dalam
empat poin. Pertama, sila Pancasila memuat tanggung
jawab rasional dan mendasar sebagai asas politik. zKedua,
nilai-nilai Pancasila dapat dikatakan sebagai landasan
operasional dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa.
Ketiga, nilai-nilai Pancasila dapat mewakili dialog dalam
berbagai cara pandang baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Keempat nilai Pancasila tersebut dapat
menjadi kerangka penilaian terhadap berbagai kegiatan
yang berkaitan dengan bernegara, berbangsa, dan
kehidupan bermasyarakat, serta pada akhirnya
memberikan solusi terhadap permasalahan bangsa

Penjelasan di atas mengarah pada hakikat


Pancasila sebagai sistem filsafat sebagai berikut :

1. Hakikat prinsip tersebut terletak pada keyakinan bahwa


Tuhan adalah prinsip utama yang ada dalam kehidupan
semua makhluk hidup. Bangsa ini membawa
kebebasan yang bertanggung jawab bagi semua orang
2. Hakikat asas kemanusiaan terletak pada susunan
kodrat kesatuan manusia, yaitu kodrat (jiwa, badan),
kodrat kodrat (individu, eksistensi sosial), dan
kedudukan kodrat (keberadaan individu yang otonom
dan ciptaan Tuhan) akan menjadi
3. Hakikat asas persatuan terletak pada adanya semangat
kebangsaa. Semangat kebangsaan ini diwujudkan
dalam perasaan cinta tanah air, baik tanah air yang
sejati, formal maupun spiritual. Rumah sejati berarti
bumi fisik sebagai tempat manusia tinggal, dilahirkan,
tumbuh, dan menikmati suka dan duka. Tanah air
formal adalah negara-bangsa dengan ciri-ciri
konstitusional yang menetapkan dan menyusun
peraturan hukum serta menetapkan hak dan kewajiban
lainnya. Rumah rohani tidak bersifat teritorial karena
tidak mempunyai batasan ruang dan waktu.
Sebaliknya, ini adalah imajinasi yang dibentuk dan
dipelihara oleh suatu ideologi atau serangkaian ide
4. Hakikat asas kerakyatan terletak pada asas
musyawarah, yang bertujuan untuk membangun
konsensus dengan semangat musyawarah, bukan
mengabaikan pendapat kelompok minoritas dan
membenarkan pendapat mayoritas
5. Hakikat asas keadilan diwujudkan dalam tiga aspek,
yaitu keadilan distributif, keadilan hukum, dan
keadilan timbal balik.
Keadilan distributif adalah suatu bentuk keadilan
yang disalurkan suatu negara kepada warganya. Keadilan
hukum mengacu pada kewajiban warga negara terhadap
negara atau menaati keadilan. Keadilan komutatif
mengacu pada keadilan yang dibangun antara orang-orang
dari negara yang sama

3.3.2 Hakikat Sila – Sila Pancasila


Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari sudah sangat baik, dan penerapannya
baik karena asas-asas Pancasila sebagai sistem filsafat
merupakan kesatuan organik yang sifatnya. Prinsip-prinsip
Pancasila saling berkaitan, berkaitan, dan bermutu, oleh
karena itu Pancasila pada hakekatnya dapat dikatakan suatu
sistem dalam arti bagian-bagian atau asas-asasnya saling
berkaitan erat sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh. Kesatuan sila Pancasila merupakan kesatuan
yang mempunyai hubungan berlapis dan berbentuk
piramidal (kesatuan yang berbentuk hirarki dan piramidal),
sehingga menghasilkan kesatuan yang saling memenuhi
syarat :

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa


memperkuat dan mewujudkan prinsip-prinsip kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan bangsa Indonesia yang
berpedoman pada kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hal ini didasarkan pada hakikat
bahwa penopang utama negara adalah manusia, karena
negara merupakan lembaga kehidupan kolektif organisasi-
organisasi kemanusiaan, sedangkan manusia adalah
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi, keberadaan
manusia adalah hasil dari keberadaan Tuhan Yang Maha Esa
adalah penyebab pertama sumber segalanya. Keberadaan
Tuhan bersifat mutlak, sempurna dan berkuasa, tidak
berubah, tidak terbatas dan sekaligus pengatur tatanan alam.
Dengan demikian, Sila Pertama mendasari, mencakup dan
memajukan keempat sila lainnya

Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradap di


dasari dan dijiwai dengan akhlak Ketuhanan Yang Maha
Esa serta landasan dan penjiwaan akhlak perkumpulan
Indonesia, akhlak masyarakat yang berpedoman pada
hikmah hikmah dalam musyawarah/perwakilan, serta
akhlak tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Negara


adalah lembaga kemanusiaan yang diciptakan oleh manusia
atau orang merupakan subyek utama yang ditopang oleh
negara; Negara ini diciptakan oleh, oleh dan untuk rakyat.
Oleh karena itu, terdapat hubungan sebab dan akibat
langsung antara negara dan populasi. Bagi manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, Sila Kedua berlandaskan
dan diilhami oleh Sila Pertama. Sila Kedua merupakan
konsolidasi dan perwujudan dari Sila Ketiga (Persatuan
Indonesia), Sila Keempat (Kerakyatan) dan Sila Kelima
(Keadilan Sosial) yang dapat dipahami oleh rakyat sebagai
komponen utama negara sebagai jalan yang utuh dari
perseorangan bekerja sama untuk menciptakan keadilan
dalam kehidupan bersama. Masyarakat yang bersama-sama
membentuk suatu negara atau biasa disebut rakyat
merupakan unsur pokok suatu negara dan adanya keadilan
bersama merupakan wujud keadilan dalam kehidupan
manusia sebagai individu, kemanusiaan, dan masyarakat

Sila ketiga Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai


dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan prinsip
kemanusiaan yang adil dan beradab, serta landasan dan
berjalannya prinsip demokrasi yang berpedoman pada
kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat sila ketiga
dapat dijelaskan sebagai berikut: manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa harus mencapai kesatuan dalam
suatu kesatuan hidup yang disebut Negara. Persatuan karena
itu merupakan hasil eksistensi manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa hasil kesatuan individu-individu
dalam suatu wilayah disebut rakyat dan menjadi
komponen utama negara. Persatuan dan hidup
berdampingan dengan manusia terjadi untuk mencapai
tujuan bersama, yaitu keadilan dalam hidup berdampingan
(keadilan sosial), sehingga sila ketiga mendasari dan
mengedepankan sila keempat dan kelima oleh Pancasila

Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh


hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
di dasari arti utama dari perintah keempat adalah populisme,
yaitu kesatuan dengan kodrat masyarakat. Sila keempat ini
didasarkan oleh perintah Tuhan Yang Maha Esa,
kemanusiaan, dan kesatuan. Mengenai kesatuan bertingkat,
inti dari sila keempat adalah: Secara ontologis keberadaan
manusia ditentukan dan dipersatukan dalam suatu wilayah
nasional tertentu sebagai akibat keberadaannya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sila keempat mendasari
dan menjiwai prinsip keadilan sosial artinya negara ada
untuk mensejahterakan rakyatnya, dan tujuan negara adalah
membangun masyarakat yang hidup berdampingan secara
adil dan merata (keadilan sosial)

Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat


Indonesia didasari Makna utama keadilan : hakikat
kesesuaian dengan hakikat keadilan. Berbeda dengan
perintah lainnya, perintah kelima ini didasarkan dan
diilhami oleh empat perintah lainnya: Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, dan Demokrasi. Hal ini
mempunyai implikasi inti bahwa keadilan adalah hasil dari
keberadaan negara-bangsa yang beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan Mahakuasa. Prinsip keadilan sosial
merupakan tujuan dari empat prinsip lainnya. Secara
ontologis, hakikat keadilan sosial juga ditentukan oleh
hakikat yang terkandung dalam sila kedua: adanya
kemanusiaan yang adil dan beradab

3.3.3 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sesuatu yang ada dapat dikaji
secara filosofis (ingat bahwa objek filsafat adalah segala
sesuatu yang ada) dan mengetahui bahwa Pancasila.
Sebagai suatu sistem filsafat, perlu dijelaskan syarat-syarat
filosofis Pancasila. Apabila persyaratan suatu sistem filsafat
sesuai dengan Pancasila, maka Pancasila adalah sistem
filsafat, sebaliknya ia bukan sistem filsafat emas dianggap
logam jika persyaratan emas dalam logam terpenuhi.
Penjabaran filsafat terhadap pancasila :

1.) Objek filosofis yang pertama, objek material, adalah


segala sesuatu yang ada dan dapat eksis. Objek tersebut
dapat dibagi menjadi tiga kategori: Tuhan ada, manusia
ada, dan alam semesta ada Pancasila ada sebagai dasar
negara dan rumusannya jelas yaitu :
1. Ke-Tuhanan Y.M.E
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan ini menghasilkan objek sebagai berikut:
Tuhan, Manusia, satu, rakyat, dan Keadilan. Kemudian
kelima objek tersebut dipersempit menjadi tiga: Tuhan,
manusia, dan alam semesta, dan alasan mengapa satu
objek dapat direpresentasikan, yaitu manusia dan
keadilan, adalah karena manusia dan keadilan merupakan
satu objek di alam semesta itu sendiri. Oleh karena itu,
Pancasila dapat diterima berkenaan dengan objek

Kedua, objek formal filsafat adalah hakikat segala


sesuatu yang ada. Apakah Pancasila juga merupakan ilmu
yang mempelajari hakikat. Kalau dilihat dari kelima objek
sila Pancasila, semuanya terdiri dari kata dasar dengan
awalan ke atau per dan akhiran an. Menurut ilmu
linguistik, menambahkan awalan ke atau per dan akhiran
an pada kata dasar menjadikannya kata benda abstrak.
Landasan ini juga menunjukkan hakikat benda tersebut
misalnya, makna kemanusiaan adalah hakikat abstrak
manusia itu sendiri, yang bersifat mutlak, tetap, dan tidak
dapat diubah, begitu pula dengan sila-sila Pancasila
lainnya: ketuhanan, persatuan, demokrasi, dan keadilan.
Khusus untuk satuan, awalan per menandakan suatu
proses menuju ke awalan to yang nantinya juga
diharapkan menjadi satuan, dengan analisis penjabaran
tersebut, Pancasila juga memenuhi syarat objek
formalnya

1. Metode Filsafat
Metode filsafat adalah refleksi, kontemplasi,
dan berpikir untuk menemukan hakikat. Jadi ini
bukan cerita tentang berpikir, tapi cerita tentang
bagaimana menemukan apa yang esensial, atau
bagaimana menemukan apa yang esensial. Secara
umum, ada dua dan tiga jenis metode campuran:
analitik, sintetik, dan analitik-sintetik (analitis-
sintetis).Demikian pula Pancasila menggunakan
teknik analitis dan sintetik untuk menemukan nilai-
nilainya yang digali dengan cara tertentu dari tanah
Indonesia
2. Sistem Filsafat
Setiap ilmu pengetahuan atau filsafat itu
sendiri adalah suatu sistem. Artinya, ia mempunyai
kelengkapan dan keutuhan tersendiri serta terpisah
dari sistem lain, misalnya psikologi merupakan satu
kesatuan yang utuh dan terpisah dari ilmu-ilmu dan
filsafat lain seperti antropologi
Pancasila merupakan kesatuan dasar negara
ini terdiri dari lima perintah, yang saling
berhubungan secara keseluruhan, dan tidak ada
perintah yang independen satu sama lain. Oleh karena
itu, dapat disebut 'Eka Pancasila', yaitu lima sila yang
merupakan satu kesatuan yang utuh
Setiap perintah berisi, dibatasi oleh, dan
dicirikan oleh empat perintah lainnya. Perintah yang
berada di latar depan mendasari dan menjiwai
perintah-perintah yang ada dibelakangnya, namun
perintah yang dibelakangnya merupakan suatu bentuk
spesialisasi atau realisasi dari perintah yang ada di
depannya, dan dalam keluasannya; Perintah yang
dibelakangnya lebih sempit dari perintah tersebut.
Dipahami dengan cara ini, perintah Tuhan yang
pertama adalah Y.M.E, merupakan dasar yang paling
umum dari seluruh perintah, mendasari dan menjiwai
seluruh perintah, maka perintah kelima merupakan
perintah yang khusus, mewakili tujuan dari semua
perintah sebelumnya (Jadi, kesimpulan redaksi
adalah) untuk memberikan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
3. Sifat universal filsafat
Hakikat ilmu pengetahuan bersifat universal,
dan sifat penelitian filsafat juga bersifat universal.
Pemahaman umum mencakup berbagai tingkatan,
mulai dari jumlah kecil (kolektif) dari sekumpulan
bilangan tertentu, hingga bilangan yang lebih besar
dan lebih luas, hingga bilangan umum (universal)
Bagaimana jika di terapkan di pancasila ? Misalnya
saja kajian tentang hakikat manusia sebagaimana tertuang
dalam sila kedua Pancasila. Hakikat manusia adalah bahwa
unsur-unsur dasar yang mutlak dalam diri manusia adalah
sama bagi semua jenis makhluk yang disebut manusia, hadir
dimana saja dan kapan saja, sehingga pemahaman
(universal) ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, di mana
dan kapan manusia berada di sana. Prinsip keadilan juga
menyatakan bahwa arti “adil” pada dasarnya sama di mana
pun dan kapan pun, dan hal ini juga berlaku pada prinsip-
prinsip lainnya
Dengan pernyataan-pernyataan yang merupakan
penjabaran syarat-syarat filosofis yang dianggap layak
untuk diterapkan pada Pancasila, hal ini menunjukkan dan
menegaskan bahwa Pancasila adalah sistem filsafat yang
sejati, yaitu sistem filsafat bangsa Indonesia. Nama
Indonesia diberikan karena sebagaimana telah disebutkan,
menunjuk pada bangsa Indonesia itu sendiri, tanah
Indonesia, asal usul materi nenek moyang kita, dari
khazanah kehidupan, dari adat istiadat, adaptasi budaya, dan
keyakinan serta agamanya.

3.3.4 Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat. Artinya
Pancasila merupakan cerminan para pendiri atas konsep
suatu gagasan atau pemikiran sebagai dasar berdirinya
bangsa, atau yang dikenal dengan istilah filosofis Gronslag.
Konsep yang diperkenalkan merupakan nilai-nilai filosofis
yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dilihat dari sejarahnya,
Pancasila sebagai sistem filsafat di Indonesia bermula dari
rumusan Pancasila pada konferensi BPUPKI tentang
rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Sukarno.
Selanjutnya lahirlah Piagam Jakarta Komite Kesembilan
tentang Konsepsi dan Pembenahan Pancasila diluncurkan
pada tanggal 18 Agustus dengan disahkannya UUD
Indonesia oleh PPKI. Pemikiran merupakan sesuatu yang
konstan dalam filsafat, namun kontemplasi dan refleksi
terhadap rumusan Pancasila oleh para founding fathers terus
menerus dan terus berlanjut dalam kajian Pancasila hingga
saat ini

3.3.5 Dasar Axiologis Sila – sila Pancasila


Bidang aksiologi merupakan salah satu cabang ilmu
filsafat yang mempelajari tentang makna nilai, sumber nilai,
jenis dan kadar nilai, serta hakikat nilai seperti nilai alam,
nilai fisik, tanah subur, udara bersih, air bersih, cahaya,
nilai, dll itu adalah bidang panas dari sinar matahari.
Menurut nilai maksimum dan minimumnya, nilai tersebut
dapat dibagi menjadi empat tingkatan sebagai berikut:

1. Nilai kebenaran, yaitu nilai bersumber pada akal,


rasio, budi atau cipta manusia.
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yaitu yang
bersumber pada perasaan manusia.
3. Nilai kebaikan atau moral, yaitu nilai yang bersumber
pada unsur kehendak manusia.
4. Nilai religius yang merupakan nilai keharmonian
tertinggi dan bersifat mutlak.
Nilai-nilai tersebut berkaitan dengan keimanan dan
keyakinan manusia serta berlandaskan wahyu dari Tuhan
Yang Maha Esa. Sistem filsafat Pancasila mengandung
gambaran-gambaran terbaik, terbukti dari perbedaan sistem
filsafat Pancasila dengan sistem filsafat lainnya. Berikut
ciri-ciri yang membedakan sistem filsafat Pancasila dengan
sistem filsafat lainnya :

1. Prinsip-prinsip Pancasila (secara keseluruhan)


merupakan suatu kesatuan sistem yang bulat dan
utuh. Dengan kata lain, kalau tidak bulat dan utuh,
atau prinsip yang satu terpisah dengan prinsip yang
lain, maka itu bukan Pancasila
2. Prinsip – prinsip filsafat Pancasila
3. Susunan Pancasila dengan suatu system yang bulat
dan utuh :
 Sila 1, meliputi, mendasari, menjiwa sila 2,3,4 dan
5
 Sila 2, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, serta
mendasari dan menjiwai sila 3, 4, dan 5
 Sila 3, meliputi, mendasari, dan menjiwai sila 1,2
serta mendasari jiwa; sila 4 dan 5
 Sila 4, meliputi, didasari, dan dijiwai sila 1,2, dan
3, serta mendasari dan menjiwai sila 5
 Sila 5,meliputi didasari, dan dijiwai sila 1,2,3 dan
4
 Pancasila sebagai suatu substansi. Artinya unsur
asli atau permanen Pancasila sebagai suatu yang
ada mandiri, yaitu unsure-unsurnya berasal dari
dirinya sendiri.
Pancasila sebagai sistem filsafat mempunyai nilai
ganda: obyektif dan subyektif. Nilai-nilai sistem filsafat
Pancasila adalah :

1. Nilai Pancasila timbur sendiri dari bangsa


Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila merupakan hasil pemikiran, penilaian
dan renungan filosofis masyarakat Indonesia sendiri,
dan ideologi Pancasila berbeda dengan ideologi
lainnya. Jiwa Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia
sendiri, sedangkan ideologi lain seperti liberalisme,
sosialisme, dan komunisme merupakan hasil
pemikiran filosofis orang
2. Nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa
Indonesia. Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa
Indonesia merupakan asas-asas negara yang mengatur
segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, serta
merupakan karakter bangsa yang dianggap sebagai
sumber nilai-nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, dan
kebijaksanaan di masyarakat, itu adalah sebuah refleksi
kehidupan berbangsa dan bernegara
3. Pancasila merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan
hati nurani bangsa Indonesia. Sebab, hal itu berasal
dari karakter masyarakatnya konsisten dengan nilai-
nilai Pancasila sepanjang perjalanan
Dalam kehidupan bernegara, nilai-nilai inti
Pancasila harus tercermin dalam produk peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan kata lain,
undang-undang dan peraturan dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila, sehingga tidak boleh bertentangan denagn nilai-
nilai Pancasila.
3.4 Budaya dan Karater Indonesia di Era Globalisasai.
Indonesia adalah negeri yang sangat kaya akan budaya, terd
apat ratusan bahkan lebih suku bangsa dan bahasa yang ada dalam
wilayah nusantara dengan ribuan budayanya yang beraneka ragam.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yait
u buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia, dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture yang ber
asal dari kata latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan dapat di
artikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani, kata culture juga
kadang sering diterjemahkan sebagai “Kultur” dalam bahasa Indone
sia.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, budaya (culture) diart
ikan sebagai; pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang,
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Dalam pe
makaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan pengertian bud
aya dengan tradisi (tradition). Dalam hal ini tradisi diartikan sebagai
kebiasaan masyarakat yang tampak.
Budaya atau culture merupakan istilah yang datang dari disi
plin antropologi sosial. Dalam dunia pendidikan budaya dapat digun
akan sebagai salah satu transmisi pengetahuan, karena sebenarnya y
ang tercakup dalam budaya sangatlah luas. Budaya laksana software
yang berada dalam otak manusia, yang menuntun persepsi, mengide
ntifikasi apa yang dilihat, mengarahkan fokus pada suatu hal, serta
menghindar dari yang lain.
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan
ditentukan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan me
nguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah
bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan
karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsi
kan, berpikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan
masalah tersebut.
Jerald G and Rober menyatakan bahwa budaya terdiri dari
mental program bersama yang mensyaratkan respons individual pad
a lingkungannya. Definisi tersebut mengandung makna bahwa kita
melihat budaya dalam perilaku sehari-hari, tetapi dikontrol oleh me
ntal program yang ditanamkan sangat dalam. Budaya bukan hanya p
erilaku di permukaan, tetapi sangat dalam ditanamkan dalam diri kit
a.
Webster’s New Collegiate Dictionary mendefinisikan, buda
ya sebagai pola terintegrasi dari perilaku manusia termasuk pikiran,
pembicaraan, tindakan, dan artifak serta tergantung pada kapasitas o
rang untuk menyimak, dan meneruskan pengetahuan kepada genera
si penerus. Dalam pandangan Jeff Carttwright budaya adalah penent
u yang kuat dari keyakinan, sikap dan perilaku orang, dan pengaruh
nya dapat diukur melalui bagaimana orang termotivasi untuk meres
pons pada lingkungan budaya mereka. Atas dasar itu, Carttwright m
endefinisikan budaya sebagai sebuah kumpulan orang yang terorgan
isasi yang berbagi tujuan, keyakinan dan nilai-nilai yang sama, dan
dapat diukur dalam bentuk pengaruhnya pada motivasi.
Jadi dapat diartikan bahwa budaya adalah merupakan pola a
sumsi dasar sekelompok masyarakat atau cara hidup orang banyak/p
ola kegiatan manusia yang secara sistematis diturunkan dari generas
i ke generasi melalui berbagai proses pembelajaran untuk menciptak
an cara hidup tertentu yang paling cocok dengan lingkungannya.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkit minat dan b
erkenaan dengan cara manusia hidup, belajar berpikir, merasa, mem
percayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budanya dala
m arti kata merupakan tingkah laku dan gejala sosial yang menggam
barkan identitas dan citra suatu masyarakat.
Budaya didefinisikan sebagai cara hidup orang yang dipind
ahkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses pembelajara
n untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok dengan l
ingkungannya. Budaya merupakan pola asumsi dasar bersama yang
dipelajari kelompok melalui pemecahan masalah adaptasi eksternal
dan integrasi internal. Sekelompok orang terorganisasi yang mempu
nyai tujuan, keyakinan dan nilai-nilai yang sama, dan dapat diukur
melalui pengaruhnya pada motivasi.
Geertz dalam bukunya “Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah
Kota di Jawa”, mengatakan bahwa budaya adalah suatu sistem mak
na dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu-indi
vidu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memb
erikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisika
n secara historis, diwujudkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalu
i sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabdikan, da
n mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan merupakan sua
tu sistem simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan diinter
pretasikan.
Seorang antropolog Inggris Edward B. Taylor (1832-1917)1
1 mengatakan bahwa kultur adalah keseluruhan yang kompleks term
asuk di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, huku
m adat dan segala kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh m
anusia sebagai seorang anggota masyarakat.
Ralph Linton yang memberikan definisi kebudayaan yang b
erbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tida
k hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih
tinggi dan lebih diinginkan.”
Salah seorang guru besar antropologi Indonesia Koentjarani
ngrat berpendapat bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta
buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, se
hingga menurutnya kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yan
g bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga yang berpendapat se
bagai suatu perkembangan dari majemuk budi daya yang artinya da
ya dari budi atau kekuatan dari akal.
Masih menurut koenjtaraningrat berpendapat bahwa unsur k
ebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu pertama sebagai suatu ide,
gagasan, nilai-nilai normanorma peraturan dan sebagainya, kedua se
bagai suatu aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam sebuah k
omunitas masyarakat, ketiga benda-benda hasil karya manusia.
Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi meru
muskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masy
arakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusi
a untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dap
at diabadikan untuk keperluan masyarakat.
3.4.1 Pengertian Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2015: 146)
kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan gagasan dan
karya manusia yang harus dibiasakannya dengan
belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan
karyanya itu. Bila dilihat dari bahasa inggris kata
kebudayaan berasal darikata latincolera yang berarti
mengolah atau mengerjakan, yang kemudian
berkembang menjadi kata culture yang diartikan
sebagai daya dan usaha manusia untuk merubah
alam.Banyak berbagai definisi dari kebudayaan,
namun terlepas dari itu semua kebudayaan pada
hekekatnya mempunyai jiwa yang akan terus hidup,
karena kebudayaan terus mengalir pada diri manusia
dalam kehidupannya. Kebudayaan akan terus tercipta,
dari tempat ketempat, dari individu keindividu dan dari
masa ke masa. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat
diatas menggambarkan bahwa kebudayaan selalu akan
mengalami perubahan-perubahan dari waktu ke waktu
sehingga masyarakat yang memiliki kebudayaan itu
harus tetap mengenal, memelihara dan melestarikan
kebudayaan yang dimiliki agar setiap perubahan yang
terjadi tidak menghilangkan karakter asli dari
kebudayaan itu sendiri.
3.4.2 Perkembangan Kebudayaan di Indonesia
Kebudayaan dan masyarakat adalah ibarat dua
sisi mata uang, satu sama lain tidakdapat
dipisahkan.Disamping itu, Indonesia merupakan
negara yang kaya akan berbagai macam budaya sosial
masyarakat yang unik dan indah serta sangat cocok
bagi para pelancong yang ingin melihat pesona sosial
budaya Indonesia. Oleh karena itu, para wisatawan
sangat antusias untuk memenuhi kerinduannya dalam
menyaksikan langsung akanNatural Wonderful
cultureyang sulit ditemui pada bagian bumi yang lain
di dunia ini. Pada tahun 2018, semua orang dari semua
penjuru di dunia berbondong-bondong datang ke
Labuanbajo NTT, hanya untuk mau menyaksikan
langsung kebudayaan lokal dan komodo-komodo yang
ada disana. Teori Sinkronisasi Budaya (Hamelink
dalam Liliweri, 1983: 23) menyatakan “lalu lintas
produk budaya masih berjalan satu arah dan pada
dasarnya mempunyai mode yang sinkronik. Negara-
negara Metropolis terutama Amerika Serikat
menawarkan suatu model yang diikuti negara-negara
satelit yang membuat seluruh proses budaya lokal
menjadi kacau atau bahkan menghadapi jurang
kepunahan. Dimensi-dimensi yang unik dari budaya
Nusantara dalam spektrum nilai kemanusiaan yang
telah berevolusi berabad-abad secara cepat tergulung
oleh budaya mancanegara yang tidak jelas
manfaatnya.Ironisnya hal tersebut justru terjadi ketika
teknologi komunikasi telah mencapai tataran yang
tinggi, sehingga kita mudah melakukan pertukaran
budaya. (Dalam sumber yang sama) Hamelink juga
menyatakan, bahwa dalam sejarah budaya manusia
belum pernah terjadi lalu lintas satu arah dalam suatu
konfrontasi budaya seperti yang kita alami saat ini.
Karena sebenarnya konfrontasi budaya dua arah di
mana budaya yang satu dengan budaya yang lainnya
saling pengaruh mempengaruhi akan menghasilkan
budaya yang lebih kaya (kompilasi). Sedangkan
konfrontasi budaya searah akan memusnahkan budaya
yang pasif dan lebih lemah. Menurut Hamelink, bila
otonomi budaya didefinisikan sebagai kapasitas
masyarakat untuk memutuskan alokasi sumber-sumber
dayanya sendiri demi suatu penyesuaian diri yang
memadai terhadap lingkungan, maka sinkronisasi
budaya tersebut jelas merupakan ancaman bagi
otonomi budaya masyarakatnya. Hal ini terjadi pada
masyarakat Indonesia dimana, jaman sekarang
masyarakat lebih suka merayakan Ulang tahun di
tempat-tempat yang identik dengan budaya Barat
sehingga dinilai tidak kuno lebih modern. Misalnya;
KFC, Dunkin Donuts Pizza Hut.

Pada awalnya, Indonesia mempunyai banyak


peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal
seperti itulah yang harus dibanggakan oleh penduduk
Indonesia sendiri, tetapi saat ini budaya Indonesia sedikit
menurun dari sosialisasi di tingkat nasional,sehingga
masyarakat kini banyak yang melupakan dan tidak
mengetahui apa itu budaya Indonesia. Semakin majunya
arus globalisasi rasa cinta terhadap budaya semakin
berkurang, dan hal ini sangat berpengaruh terhadap
keberadaan budaya lokal dan bagi masyarakat asli
Indonesia.

Saat ini Indonesia lebih gencar mempromosikan


budaya Indonesia dalam kancah Internasional, buktinya
masyarakat luar lebih mengenal budaya Indonesia
dibandingkan masyarakat Indonesia. Sebagai contoh adalah
batik hasil dari budaya Indonesia, batik tersebut belakangan
ini termasuk salah satu budaya yang diminati oleh
masyarakat luar.Muncul trend ini dikarenakan batik telah
ditetapkan oleh UNESCO pada hari jumat tanggal 02
oktober 2009 sebagai warisan budaya Indonesia, dan hari
itulah ditetapkannya sebagai hari batik nasional.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya
perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia.Secara
kategorikal ada 2 kekuatan yang menyebabkan terjadinya
perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam
masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian
generasi dan berbagai penemuan dan modifikasi setempat.
Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat(external
factor), seperti pengaruh kontakkontak antar budaya
(culture contact) secara langsung maupun persebaran
(unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang
pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan
kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali
kehidupan mereka (Koentjaraningrat, 2015: 191).

3.4.3 Pembelajaran tentang Budaya Lokal


Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya
lokal sekarang ini terbilang masih sangat
minim.Masyarakat lebih memilih budaya asing yang
lebih praktis dan sesuaidengan perkembangan
zaman.Hal ini bukan berarti bahwa tidak boleh
mengadopsi budaya asing, namun banyak budaya asing
yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Seperti
masuknya budaya asing yaitu budaya berpakaian yang
lebih mini dan terbuka yang sering dikenal istilah” you
can see” dimana tidak sesuai dengan budaya Indonesia
yang menganut nilai sopan santun dan ditunjang
dengan mayoritas penduduknya beragama islam yag
menjunjung tinggi cara berpakaian yang dapat
menutup aurat. Budaya lokal juga dapat disesuaikan
dengan perkembangan zaman, selagi tidak
meninggalkan ciri khas dari budaya aslinya.
Kurangnya pembelajaran budaya merupakan salah satu
sebab dari memudarnya budaya lokal bagi generasi
muda. Oleh karena itu, Pembelajaran tentang budaya,
harus ditanamkan sejak dini. Namun sekarang ini
banyak yang sudah tidak menganggap penting
mempelajari budaya lokal. Hal ini dibuktikan dengan
dalam setiap rencana pembangunan pemerintah,
bidang sosial budaya masih mendapat porsi yang
sangat minim. Padahal melalui pembelajaran budaya,
kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal dalam
membangun budaya bangsa serta bagaiman cara
mengadaptasikan budaya lokal di tengah
perkembangan zaman yaitu era globalisasi (Sedyawati:
2006: 28).

3.4.4 Upaya-upaya dalam Melestarikan Budaya Indonesia


Pelestarian sebagai kegiatan atau yang
dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu
guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan
adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis,
luwes, dan selektif.Pelestarian budaya adalah upaya
untuk mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai
tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang
bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu
berubah dan berkembang. Widjaja (1986) mengartikan
pelestarian sebagai kegiatan atau yang dilakukan
secara terus menerus, terarah dan terpadu guna
mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan
adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis,
luwes dan selektif (Widjaja dalam Ranjabar, 2006:56).

Menjaga dan melestarikan budaya Indonesia


dapatdilakukan dengan berbagai cara. Ada dua cara
yang dapat dilakukan masyarakat khususnya sebagai
generasi muda dalam mendukung kelestarian budaya
dan ikut menjaga budaya lokal (Sendjaja, 1994: 286).
yaitu:

1. Culture Experience

Culture Experience Merupakan pelestarian


budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung
kedalam sebuah pengalaman kultural. contohnya,
jika kebudayaan tersebutberbentuk tarian, maka
masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih
dalammenguasai tarian tersebut, dan dapat
dipentaskan setiap tahun dalam acara-acara tertentu
atau diadakannya festival-festival. Dengan demikian
kebudayaan lokal selalu dapat dijaga kelestariannya.

2. Culture Knowledge

Culture Knowledge Merupakan pelestarian


budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu
pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat
difungsionalisasi ke dalam banyak bentuk.
Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk
kepentingan pengembangan kebudayaan itu sendiri
dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan
demikian para Generasi Muda dapat memperkaya
pengetahuannya tentang kebudayaanya sendiri.
Selain dilestarikan dalam dua bentuk diatas,
kebudayaan lokal juga dapat dilestarikan dengan
cara mengenal budaya itu sendiri. Dengan
demikian, setidaknya dapat diantisipasi pembajakan
kebudayaan yang dilakukan oleh negara-negara
lain. Persoalan yang sering terjadi dalam
masyarakaat adalah terkadang tidak merasa bangga
terhadap produk atau kebudayaannya sendiri. Kita
lebih bangga terhadap budaya-budaya impor yang
sebenarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
sebagai orang Timur. Budaya lokal mulai hilang
dikikis zaman, Oleh sebab masyarakat khususnya
generasi muda yang kurang memiliki kesadaran
untuk melestarikannya. Akibatnya kita baru
bersuara ketika negara lain sukses dan terkenal,
dengan budaya yang mereka ambil secara diam-
diam. Oleh karaena itu peran pemerintah dalam
melestarikan budaya bangsa juga sangatlah penting.
Bagaimanapun juga pemerintah memiliki peran
yang sangat besar dalam upaya pelestarian
kebudayaan lokal di tanah air.

Pemerintah harus mengimplementasikan


kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya
pelestarian kebudayaan nasional. Salah satu kebijakan
pemerintah yang pantas didukung adalah penampilan
kebudayaan-kebudayaan daerah disetiap eventevent
akbar nasional, misalnya tari-tarian, lagu daerah dan
pertunjukkan sarung ikat dan sebagainya. Lebih
konkrit lagi pada akhir-akhir ini Presiden Joko Widodo
mewajibkan semua jajarannya agar setiap event
penting nasional seperti pada HUT RI tanggal 17
Agsutus setiap tahun mengenakan pakaian tradisional
masing-masing berdasarkan daerah asalnya. Hal ini
perlu diapresiasi karena merupakan salah satu upaya
dalam melestarikan budaya Indonesia. Semua itu
dilakukan sebagai upaya pengenalan kebudayaan lokal
kepada generasi muda, bahwa budaya yang
ditampilkan itu adalah warisan dari leluhurnya,bukan
berasal dari negara tetangga, demikian juga upaya-
upaya melalui jalur formal pendidikan (Ranjabar :
2006: 34).

Masyarakat wajib memahami dan mengetahui


berbagai macam kebudayaan yang dimiliki.Pemerintah
juga dapat lebih memusatkan perhatian pada
Pendidikan muatan lokal kebudayaan daerah.Selain
hal-hal tersebut diatas, masih ada cara lain dalam
melestarikan budaya lokal ( Yunus: 2014: 123) yaitu:

a. Meningkatkan kualitas sumber


daya manusia dalam memajukan budaya local
b. Mendorong masyarakat untuk
memaksimalkan potensi budaya lokal beserta
pemberdayaan dan pelestariannya
c. Berusaha menghidupkan kembali
semangat toleransi, kekeluargaan,
keramahtamahan dan solidaritas yang tinggi
d. Selalu mempertahankan budaya
Indonesia agar tidak punah. Mengusahakan agar
masyarakat mampu mengelola keanekaragaman
budaya lokal.

Kebudayaan Indonesia adalah


kebudayaanyang ada hanya dimiliki oleh bangsa
Indonesia dan setiapkebudayaan daerah mempunyai
ciri khas masing–masing. Bangsa Indonesia juga
mempunyai kebudayaan lokalyang sangat kaya dan
beraneka ragam. Oleh sebab itu, sebagai generasi
penerus, kita wajib menjaganya karena eksistensi dan
ketahanankebudayaan lokal berada pada generasi
mudanya, dan jangan sampai kita terbuai apalagi
terjerumus pada budayaasing karena tidak semua
budaya asing sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia bahkan banyak kebudayaan asing membawa
dampak negatif. Sebagai negara kepulauan pasti sulit
untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan antara
masyarakat.Namun, hal itu bisa diminimalisir jika kita
memiliki kepedulian dan kesadaran untuk menjaga,
mempelajari, serta melestarikan, sehinggakebudayaan
lokal yang sangat kaya di Indonesia ini tetap utuh dan
tidak punah apalagi sampai dibajak ataudicuri oleh
negara lain karena kebudayaan merupakan identitas
suatu bangsa dan negara.
3.4.5 Karakter Generasi Muda
Globalisasi merupakan era yang tidak dapat
kita hindari. Semakin lama manusia akan semakin
berkembang, hal tersebut sudah menjadi insting
manusia yang selalu ingin sesuatu yang lebih.
Terutama bagi para generasi muda yang memiliki
kewajiban untuk meneruskan dan melakukan inovasi.
Generasi muda dari sebuah bangsa merupakan young
citizen (Widiyono,2019). Generasi muda adalah
sekelompok individu usia muda yang sedang dalam
proses membentuk karakter atau jati diri mereka.
Dalam hal ini para generasi muda masih sangat rentan
untuk terpengaruh segala sesuatu yang kadang kurang
baik bagi diri mereka. Generasi muda memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi. Para generasi muda bangsa
Indonesia di era globalisasi ini harus mampu
mengambil sisi positifnya dan sebisa mungkin tidak
terbawa ke dalam pengaruh negatif dari globalisasi.

Karakter sendiri adalah suatu hal yang


membedakan antara satu dengan yang lainnya atau bisa
disebut dengan ciri khas yang identik dari sebuah
individu. Kondisi karakter generasi muda sangat
berkaitan erat dengan situasi lingkungan mereka.
Karena lingkungan merupakan tempat belajar mereka
secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat.
Pembinaan karakter yang baik dan mulia harus
dilakukan serta diterapkan sejak usia muda agar dapat
membentuk jati diri sebuah generasi bangsa yang maju
dan mulia.

Indonesia merupakan negara dengan filosofi


Pancasila sebagai pedoman dan pandangan dalam
hidup. Karakter generasi muda bangsa Indonesia jelas
tidak boleh melenceng dari filosofi Pancasila juga.
Para generasi muda negeri ini harus memiliki karakter
yang menjunjung tinggi Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Permusyawaratan, serta Keadilan Sosial.
Namun, karena pesatnya kemajuan globalisasi
sekarang ini membuat banyak generasi muda yang
melupakan karakter Pancasila tersebut. Hilangnya
filosofi Pancasila pada generasi muda mengakibatkan
krisis moral dan krisis karakter yang akan menjadi
tantangan besar bagi bangsa ini.

3.4.6 Globalisasi Terhadap Budaya


Globalisasi banyak membawa pengaruh asing
masuk ke negara Indonesia. Dari banyaknya pengaruh
asing yang masuk ke Indonesia, tidak sedikit juga yang
bertentangan dengan Pancasila dan budaya kita namun
malah menjadi tren. Salah satu akibatnya adalah
terjadinya degradasi pada adat dan budaya bangsa kita.
Degradasi sendiri dapat diartikan sebagai kemunduran,
kemerosotan, penurunan nilai pada suatu hal. Semakin
modernnya teknologi informasi dan komunikasi
menjadi jalan utama masuknya budaya asing ke
Indonesia. Hal ini dapat membuat budaya lokal lama
kelamaan ditinggalkan dan tergantikan oleh budaya-
budaya luar jika karakter para generasi muda tidak
memiliki kesadaran untuk menyaring budaya asing
yang masuk dan melestarikan budaya lokal.

Akibat era globalisasi ini banyak anak muda


yang lebih menyukai budaya kebarat-baratan. Padahal
budaya barat banyak yang tidak sesuai dengan budaya
dari bangsa kita. Sebagai generasi muda seharusnya
lebih bersemangat dan tertarik untuk ikut melestarikan
budaya ke jenjang internasional. Karena didukung oleh
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
saat ini sehingga publikasi dan sosialisasi budaya ke
tingkat internasional lebih mudah dilakukan. Generasi
muda harus memiliki karakter cinta budaya bangsa dan
bisa memanfaatkan teknologi tersebut untuk
menduniakan budaya bangsa kita, tidak hanya menjadi
penikmat dari budaya asing yang kemudian malah
melupakan budaya bangsa sendiri.
3.4.7 Globalisasi Terhadap Kehidupan
Globalisasi juga memberikan banyak pengaruh
bagi karakter kehidupan generasi muda Indonesia.
Bangsa Indonesia sejak memiliki karakter persatuan
dan gotong royong dalam setiap individu. Generasi
muda yang sudah terbawa arus kemudahan globalisasi
perlahan-lahan meninggalkan karakter tersebut, karena
hampir segala sesuatu pada era ini dapat dilakukan
menggunakan teknologi tanpa harus berpindah tempat.
Misalnya saja, saat ingin bertemu dengan seseorang
kita hanya perlu menggunakan teknologi disebut
dengan video call, lalu saat ingin membeli sesuatu
dengan mudahnya hanya perlu membelinya lewat
online shop, kemudian teknologi yang semakin maju
juga membuat generasi muda berpikir dapat
menyelesaikan segala permasalahan dengan bantuan
internet saja tanpa perlu bantuan orang lain, dan masih
banyak lagi.

Semua contoh perilaku para generasi muda di


atas dapat menimbulkan sikap individualistik, pola
hidup konsumtif, sampai kesenjangan sosial jika terus
menerus dilakukan tanpa adanya pagar pembatas.
Segala kemudahan yang diberikan oleh teknologi
modern saat ini berpeluang besar memunculkan sifat
malas pada diri generasi muda. Para generasi muda
dengan majunya teknologi harus bisa
memanfaatkannya secukupnya dan mengambil efek
positifnya.

Segala kemajuan teknologi pasti bertujuan


untuk membantu manusia dalam kehidupan. Beberapa
contoh aktivitas yang dapat dilakukan oleh para
generasi muda dalam memanfaatkan teknologi yakni
sebagai berikut:

1. Tersedianya banyak platform jual


beli online dapat menjadi peluang besar bagi para
generasi muda untuk belajar dan memulai bisnis
dalam berdagang sejak usia dini. Hal ini tentunya
akan memberikan banyak manfaat baik dari segi
pengalaman maupun ekonomi bagi mereka.
2. Mudahnya mengakses informasi dari
seluruh dunia dapat dimanfaatkan untuk mencari
ilmu yang dengan sumber yang lebih luas secara
mudah dan cepat dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang ada. Sehingga
tidak hanya menggunakan kemajuan teknologi ini
untuk mencari hiburan dari negara asing.
3. Memanfaatkan teknologi komunikasi
untuk menambah kenalan dan koneksi hingga
mancanegara. Dengan begitu kita juga akan
belajar banyak hal baru dari mereka. Agar tidak
terjadi kesenjangan sosial, melakukan aktivitas
yang seimbang antara di dunia nyata dengan di
dunia maya tentu sangat diperlukan.

3.4.8 Pembangunan Karakter di Era Globalisasi


Terdapat lima poin utama dalam membangun
karakter generasi muda Indonesia yang patut
diperhatikan menurut Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-
2025 yang juga merupakan pelaksanaan dari arahan
Presiden Republik Indonesia (2010). Kelima poin
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Filosofis.
........................................................................Secara fil
serta tangguh dapat tetap berjaya menghadapi
tantangan perubahan zaman yang sangat cepat.
Secara filosofis hal tersebut menunjukkan bahwa
karakter sangat diperlukan oleh sebuah bangsa.

2. Ideologis.

Secara ideologis pembangunan karakter


harus berpegang teguh terhadap ideologi
Pancasila. Kelima sila Pancasila harus ditanamkan
secara matang kepada setiap individu generasi
muda bangsa, karena asas Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Permusyawaratan, dan
keadilan sosial sudah menjadi darah daging
identitas bangsa Indonesia sejak zaman awal
kemerdekaan dahulu.

3. Normatif.

Secara normatif pembangunan karakter bagi


generasi muda dapat diaktakan sebagai wujud
serta tujuan bangsa Indonesia yang telah
tercantum dalam pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 pada alinea keempat yang berbunyi
“melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan
kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial”.

4. Historis.

Secara historis pembangunan karakter


bangsa telah berlangsung sejak zaman
penjajahan sampai sekarang ini. Proses ini akan
terus berlanjut selama bangsa Indonesia masih
berdiri. Dari setiap generasi, pembangunan
karakter generasi muda pasti mengalami tantang
yang berbeda-beda. Tantangan tersebut akan
terus bertambah seiring dengan perkembangan
globalisasi ini, oleh karena itu upaya-upaya yang
dilakukan dalam membentuk karakter juga harus
berkembang. Namun generasi muda bangsa
Indonesia tetap harus berpegang teguh pada
Pancasila sebagai dasar pembentukan karakter
mereka.

5. Sosiokultural.

Indonesia merupakan bangsa yang


multikultural dengan berbagai macam adat dan
budayanya. Bagi bangsa multikultural secara
sosiokultural pembangunan karakter merupakan
suatu hal yang wajib dilakukan pula untuk
menjaga keberlangsungan keberagaman yang ada
pada bangsa Indonesia ini.

Era globalisasi memberikan berbagai macam


tantang terhadap pembangunan karakter generasi muda
bangsa Indonesia. Karakter sangat perlu untuk
dipertahankan sebagai hal yang menjadi pembeda serta
ciri khas dari bangsa kita. Eksistensi tersebut penting
untuk dijaga oleh para generasi muda bangsa
Indonesia, guna memperkuat jati diri bangsa
pembangunan karakter diperlukan sebagai upaya
perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD
1946 (Rachmah, 2013).

Pembangunan Karakter generasi muda


Indonesia di era globalisasi ini dapat dimulai dari
lingkungan terdekat para anak muda itu sendiri, yakni
lingkungan keluarga mereka masing-masing.
Lingkungan keluarga merupakan awal bagi anak muda
untuk mempelajari sesuatu. Keluarga memiliki hak dan
kewajiban memberikan bimbingan karakter dasar
untuk menjaga generasi muda agar tidak terjerumus ke
dampak negatif dari globalisasi yang semakin hari
semakin berkembang ini. Lingkungan keluarga harus
menunjukkan keteladanan serta kebaikan dalam
berbagai aspek kehidupan dan mendukung serta
memfasilitasi generasi muda untuk berinteraksi secara
luas dalam kehidupan bermasyarakat.

Setelah lingkungan keluarga, lingkungan


pendidikan menjadi pengaruh besar untuk membentuk
karakter para generasi muda. Di lingkungan
pendidikan inilah para generasi muda bangsa
mendapatkan ilmu serta pengalaman baik secara
teoritis maupun praktik langsung yang sangat
berpengaruh dalam membentuk karakter diri mereka
untuk menghadapi perkembangan era globalisasi ini.
Mulai dari aspek spiritual, kecerdasan, pengendalian
diri, dan keterampilan harus diberikan pada lingkungan
pendidikan sejak usia dini.

Kemudian lingkungan masyarakat menjadi


langkah akhir dalam pembentukan karakter generasi
muda untuk menghadapi globalisasi. Di lingkungan
masyarakat ini para generasi muda bertanggung jawab
atas segala perilaku yang diperbuatnya secara mandiri.
Moral dan karakter generasi muda terbentuk melalui
bagaimana mereka menjalani kehidupan setiap
harinya. Di lingkungan ini mereka dididik secara
langsung oleh kerasnya kehidupan di era globalisasi.
Mereka harus siap akan segala permasalahan yang
menghampiri.
DAFTAR PUSTAKA

Fajar, Abdul, Roudhotul Jannah, and Cecep Hilman. 2022.


“Komparasi Tentang Manajemen Satuan Pendidikan Di Negara
Selandia Baru.” Jurnal Inovasi, Evaluasi dan Pengembangan
Pembelajaran (JIEPP) 2(2): 96–104.
Fathurrochman, Irwan et al. 2021. “Analisis Sistem
Pendidikan Negara Federasi Rusia Dalam Meningkatkan Mutu
Pendiidkan Indonesia.” Seminar Nasional Pendidikan Program
Pacarjana Universitas PGRI Palembang: 336–43.
Teori, K., Hasil, D., Pendidikan, P., Dasar, S., Absawati,
H., & Artikel, R. (2020). Jurnal Elementary TELAAH SISTEM
PENDIDIKAN di FINLANDIA : PENERAPAN SISTEM
PENDIDIKAN TERBAIK DI DUNIA JENJANG SEKOLAH
DASAR INFO ARTIKEL ABSTRAK. 3(2), 64–70.
https://doi.org/10.31764/elementary.v3i2.2136
Wahab Syakrani Sekolah Tinggi Agama Islam Rasyidiyah
Khalidiyah, Abdul et al. 2022. “Sistem Pendidikan Di Negara
Singapura.” Adiba: Journal of Education 2(4): 517–27.
http://www.ef.co.id/upa/education-systems/education-system-
singapore.
Pratiwi, N. T. (2021). Analisis implementasi pendidikan pancasila
sebagai pendidikan karakter di SD negeri 002 Tanjungpinang
Barat. Indonesian Journal of Educational Development (IJED), 2(3), 439-
449.

Nurgiansah, T. H., Hendri, H., & Khoerudin, C. M. (2021). Role


Playing dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan. Jurnal Kewarganegaraan, 18(1), 56-64.
Jannah, A. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila
dalam Kehidupan Sosial Budaya di Masayarakat Abad-21. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 5(1), 931-936.

Nurafifah, W., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi nilai-nilai


Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. De
Cive: Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan, 1(4), 98-104.

Dr. Rahmanuddin Tomalili, S. H., M.H. 2019. Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan. Yogyakarta : Deepublish Publisher ( CV Budi
Utama )

Dr. Rio Christiawan, S.H., M.Hum.,M.Kn. 2021. Pendidikan Pancasila


dan Pluralisme. Jakarta : Kencana

Drs. Sutoyo, M.Pd. 2020. Filsafat dan Ideologi Pancasila : Teori, Kajian
dan Isu Kontemporer. Surakarta : Unisris Press

Abdi Waruwu. Bella, I. H. Yunita . P. (2023). Pancasila sebagai Sistem


Filsafat. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7 (3), 22035

Ujang Permana, S. Sos, M.Si. 2019. Pendidikan Pancasila. Cirebon :


LovRinz Publishing

Liliweri. Alo, 2007, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar


Budaya, Yogyakarta, LkiS.
Koendjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi, Sejarah Teori
Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta, 2015.
Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,
Bandung, Remaja Rosdakarya
Ranjabar. Jacobus, 2006, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Suatu
Pengatar, Bandung, Ghalia Indonesia.
Sendjaja, S. Djuarsa, 1994, Teori Komunikasi, Jakarta, Universitas
Terbuka
Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni,
dan Sejarah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2003.
Tobroni.2012. Relasi Kemanusiaan dalam Keberagaman
(Mengembangkan Etika Sosial Melalui Pendidikan).
Bandung: Karya Putra Darwati.
Yunus. Rasid, 2014, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius)
Sebagai Penguat Karakter Bangsa, Studi Empiris Tentang
Hayula, Yogyakarta, Budi Utama.
Dini Palupi Putri. (2018). Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah
Dasar di Era Digital.AR-RIAYAH :Jurnal Pendidikan
Dasar, 2, (1), 38-48.
Sukiman, dkk. (2016). Seri Pendidikan Orang Tua: Mendidik
Anak di Era Digital. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Suyata. 2011. “Pendidikan Karakter: Dimensi Filosofis”, dalam
Darmiyati Zuchdi (ed.). 2011. Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
Sudrajat, Ajat. 2011. “Mengapa Pendidikan Karakter ?” dalam
Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun 1, Nomor 1.
Huckle, J., & Sterling, S. (1996). Education for Sustainability.
London: Earthscan.
Rachmah, H. (2013). Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter
Bangsa yang Berdasarkan Pancasila dan UUD1945. E-
Journal WIDYA Non-Eksakta, 1(1), 7-14.
Widiyono, S. (2019). Pengembangan Nasionalisme Generasi Muda
di Era Globalisasi. Jurnal Populika, 7(1), 12–21.
Sumarto. (2019). Budaya, Pemahaman dan
Penerapannya “Aspek Sistem Religi, Bahasa,
Pengetahuan, Sosial, Keseninan dan Teknologi. Jurnal
Literasiologi, Vol 1 (No.2) Hal 144-159.

Referensi Online:
http://iindramawan.blogspot.com/2013/03/upaya-melestarikan-
budayabangsa.html
http://lorentfebrian.wordpress.com/perkembangan-budaya-di-
indonesia/
https://www.academia.edu/5448812/
Melestarikan_Budaya_Lokal_sebagai_Aset_Kekayaan_Na
sional
http://www.academia.edu/3721187/makalah_isbd_kebudayaan
https://media.neliti.com/media/publications/243158-none-
98ba8711.doc, Tantangan Pelestarian Budaya Nasional di
Era Globalisasi.
Dikutip dari artikel bertajuk Pemertahanan Nilai-Nilai Budaya
Lokal dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah, diakses
melalui
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel
FISIPOL UMA.2022.” Pentingnya Pendidikan Bagi Generasi
Muda”, https://fisipol.uma.ac.id/pentingnya-pendidikan-
bagi-generasi-muda/ , diakses pada 30 November 2022.
BIOGRAFI PENULIS

Dr. Titin Sunaryati, S.Pd.I., M.Pd, Tempat dan


Tanggal Lahir, Pendidikan S1, Pendidikan
Magister (S2), Pendidikan Study Doktoral (S3).
Bekerja sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (PGSD) merangkap Dosen
Pengampu di Universitas Pelita Bangsa, Cikarang
pada Fakultas Ilmu Pendidikan dan Humaniora,
Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Siti Muthi'ah, Tempat dan Tanggal Lahir, 13


September 1999, Saat ini sedang menyelesaikan
Studi S1 pada Universitas Pelita Bangsa, Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Bekerja
sebagai Tenaga Kependidikan di BIMBA
AIUEO Unit Purwasari

Siska Nur Fadillah, Tempat dan Tanggal Lahir,


Bandung 18 Januari 1997, Pendidikan saat ini
sedang menyelesaikan Program Study Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari sebagai
Elsih Yulian Nisah, Tempat dan Tanggal Lahir,
Jakarta 5 Juni 2003, Pendidikan saat ini sedang
menyelesaikan Program Study Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari bekerja di salah
satu perusahaan yang berada di kawasan KIIC.

Nida Ul' Husna Rabbani, Tempat dan Tanggal


Lahir, 10 April 2003, Pendidikan saat ini sedang
menyelesaikan Program Study Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa (PGSD).

Nijma Adzkiya Ramadhani, Tempat dan


Tanggal Lahir, 09 November 2004, Saat ini
sedang menyelesaikan Studi S1 pada Universitas
Pelita Bangsa, Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. Bekerja sebagai guru pendamping
di taman kanak-kanak.

Senja Pertiwi, Tempat dan Tanggal Lahir, 28 Juli


2003, Saat ini sedang menyelesaikan Studi S1
pada Universitas Pelita Bangsa, Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Bekerja sebagai
Tenaga Kependidikan di Sekolah Dasar Negeri
Taman Rahayu 04 Setu.
Reinald Fahrezzi, Tempat dan Tanggal Lahir, 01
Januari 2004, Saat ini sedang menyelesaikan
Studi S1 pada Universitas Pelita Bangsa, Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Bekerja
sebagai Tenaga Kependidikan di SDIT
MUMTAZ MULIA.

Menila Wati Zalukhu, Tempat dan Tanggal


Lahir, Hayo 17 Maret 2002, Saat ini sedang
menyelesaikan study pendidikan strata 1 (S1) di
Universitas Pelita Bangsa, Program study
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Rizal Nugraha, Tempat dan Tanggal Lahir,


Ciamis, 17 Oktober 2003, Saat ini sedang
menyelesaikan Study (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD). Kesibukan sehari-hari sebagai
Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.

Putri Ayu Wandira, Tempat dan Tanggal Lahir,


Karawang, 24 Januari 2001, Pendidikan saat ini
sedang menyelesaikan Program Study Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari sebagai
Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.
Yessa Afrilia, Tempat Tanggal Lahir, Bekasi 08
April 2003, sedang menempuh Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (S1), pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari sebagai
Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.

Holifah, Tempat dan Tanggal Lahir, Lampung,


16 Oktober 2003, Saat ini sedang menyelesaikan
Study (S1), pada Universitas Pelita Bangsa,
Program Study Pendidikan Guru sekolah Dasar
(PGSD). Bekerja sebagai Admin toko cake dapur
bariklana.

Dania Isnaeni Zahrah, Tempat dan Tanggal


Lahir, Bekasi, 6 agustus 2001, Pendidikan saat ini
sedang menyelesaikan Program Study Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari sebagai
Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.

Warti Sri Ariani, Tempat dan Tanggal Lahir, 12


February 2004, Pendidikan saat ini sedang
menyelesaikan Program Study Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari sebagai
Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.

Citra Cahyani, Tempat dan Tanggal Lahir,


Bekasi, 1 Januari 2002, Pendidikan saat ini
sedang menyelesaikan Program Study Pendidikan
Sarah Nahilla Zaini, Tempat tanggal lahir
Bekasi, 20 Desember 2002, Pendidikan saat ini
sedang menyelesaikan Program Study Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari sebagai
Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.

Nasya Eka Kurniawan, Tempat dan Tanggal


Lahir, Bekasi, 21 Juli 2000, Pendidikan saat ini
sedang menyelesaikan Program Study Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (S1) pada Universitas Pelita
Bangsa. Kesibukan sehari-hari sebagai
Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.

Tiara Nur Shafa, Tempat dan Tanggal Lahir,


Lahir di Jakarta, 13 September 2000, Pendidikan
saat ini sedang menyelesaikan Program Study
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (S1) pada
Universitas Pelita Bangsa. Kesibukan sehari-hari
sebagai Mahasiswa di Universitas Pelita Bangsa.

Anda mungkin juga menyukai