Oleh
Oleh
Aceng Fuad Hasim Ikbal
NIM: 1110011000145
Di Bawah Bimbingan
Dosen Pembimbing Skripsi
KATA PENGANTAR
5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pemahaman yang
baik kepada mahasiswa dan mahasiswinya.
6. Adik-adikku, Miftah Muhajir Salim, Muhammad Bahar Zamzami dan Solihat
Samrotul Fuadah yang selalu menanyakan Kapan wisuda?.
7. Ka Asep Eka Mulayanuddin, S. Pd.I sebagai Ketua Komisariat Tarbiyah
(KOMTAR) HMI Ciputat, Periode 2011-2012 yang selalu meluangkan waktu
untuk bertukar pikiran dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Pengurus BEM FITK Periode 2013-2014 yang selalu mensuport
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman pengurus FK2i (Forum Kajian dan Komunikasi Mahasiswa
PAI) Periode 2012-2013.
10. Teman-teman Dhe Community.
11. Keluarga besar Kahfi Bagus Brain Communication (BBC) Motivator School.
Terlebih pada guru sehat Dr. Tubagus Wahyudi, ST., Msi., MCHt., CHi.
12. Seluruh Guru dan staf SD Islam Al-Hidayah Pamulang, Tangsel.
13. Serta pihak yang tidak bisa penulis satu persatu sebutkan.
Sekecil apa pun sumbangan yang mungkin dapat diberikan, mudah-mudahan
skripsi ini dapat memberikan manfaat dan diridhai Allah Swt. Amiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5
C. Batasan Masalah ................................................................................. 6
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORITIK ...................................................................... 8
A. Pendidikan Islam ............................................................................... 10
1. Pengertian Pendidikan Islam ....................................................... 10
2. Dasar-dasar Pendidikan Islam ..................................................... 12
3. Unsur-unsur Pendidikan Islam .................................................... 15
B. Pemikiran Tokoh dan Pembaharu Pendidikan Indonesia .................. 18
1. Ki Hajar Dewantara ..................................................................... 18
2. K.H. Hasyim Asyari ................................................................... 19
3. K.H. Ahmad Dahlan .................................................................... 20
4. Prof. Dr. Harun Nasution ............................................................ 21
C. Pengertian Fakta sosial ...................................................................... 22
1. Karl Marx .................................................................................... 23
2. Talcott Parsons ............................................................................ 24
3. Robert King Merton .................................................................... 25
D. Lingkungan Sosial ............................................................................. 26
E. Kerangka Berpikir ............................................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 29
B. Jenis Data .......................................................................................... 29
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................. 30
1. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 30
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah modal utama bagi setiap individu dalam menjalani
kehidupan. Kebutuhan akan pendidikan dirasakan oleh setiap bangsa, termasuk
Indonesia. Oleh sebab itu, sejak awal kemerdekaan, Indonesia banyak melakukan
pembenahan pendidikan, setelah sekian lama terkurung dalam kebiadaban para
penjajah.
Pembenahan dalam pendidikan terus dilakukan, dalam konteks kurikulum
pendidikan misalnya, Indonesia sudah banyak melakukan perubahan, mulai dari
penerapan kurikulum 1947, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga saat ini yaitu penerapan kurikulum
2013 (K13). Tujuan utamanya adalah membentuk Sumber Daya Manusia yang
mempunyai nilai (value) dari ilmu pengetahuan (knowledge). Untuk itu, dalam
pengaplikasian Kurikulum yang terbaru ini, yakni K13 lebih mengedepankan nilai
afektif atau yang terfokus pada ranah emosi, seperti perasaan, penghargaan,
semangat, minat, sikap dan motivasi.
Perubahan kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia merupakan suatu
gagasan baru dari konsep pendidikan yang awalnya tertuju pada aspek kognitif
semata sekarang lebih tertuju kepada aspek afektif tanpa menghilangkan aspek
kognitif dan psikomotorinya. Perubahan konsep tersebut menurut Everett M.
Rogers yang dikutip oleh Andi Ridwan Makkulawu, disebut inovasi. Yaitu suatu
ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang didasari dan diterima sebagai sesuatu
hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.1 sedangkan, proses
penjelasan bagaimana suatu inovasi itu disampaikan (dikomunikasikan) melalui
saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem
sosial dinamakan teori difusi inovasi.2 Yang artinya bahwa, dengan adanya
1
Andi Ridwan Makkulawu, Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu Sterilisasi
Nonthermal, Jurnal Teknik Industri, h. 47.
2
Ibid.
kurikulum yang mengutamakan aspek afektif yang lebih terfokus pada dimensi
sosial
dan
spiritual,
memberikan
jawaban
terhadap
bagaimana
Ibid.
Ibid., h. 48.
7
Ibid.
6
Syarif Hidayat, Toeri dan Prinsip Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2013). h. 6.
Ibid.
10
Ibid., h. 7.
11
Ibid.
9
para
tokoh
lingkungan
atau
sosialis
dalam
melihat
suatu
Fuad Ardlin, Waktu Sosial Emile Durkheim, (Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2013), h. 56.
LINGKUNGAN
SOSIAL
PENDIDIKAN
ISLAM
INDONESIA
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1.
Degradasi moral yang terjadi dikalangan manusia terdidik dan sedang dididik,
yang disebabkan tidak bisa menyeimbangi pengetahuan intelektual dengan
pengaplikasian nilai moralitasnya.
2.
3.
4.
Pendidikan memiliki peran penting untuk perkembangan peahaman nilainilai moral dalam membentuk suatu mayarakat, termasuk pendidikan Islam
di Indonesia. Karna dalam penanaman moral membutuhkan teknik
penyampaian yang baik dan pengaplikasian moral yang baik pula dari si
pendidik ke peserta didik untuk dapat dicontoh.
5.
C. Batasan Masalah
Dalam membahas pemikiran Durkheim tentang masalah sosial akan
menimbulkan banyak permasalahan. Agar penelitaian ini tidak meluas, maka
penulis membatasi masalah dalam penelitian ini pada 2 hal, yaitu:
1. Pemikiran Fakta Sosial Emile Durkheim
2. Relevansinya terhadap lingkungan sosial pendidikan Islam Indonesia.
D. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah tersebut, maka penulis membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
dalam
masalah
yaitu untuk
mengetahui
b.
c.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pendidikan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa, Pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengejaran dan
latihan, proses, perbuatan, cara mendidik.1
Adapun menurut Drs. H. M. Alisuf Sabri dalam bukunya Ilmu
Pendidikan memaparkan, bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan
adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk membantu atau membimbing
pertumbuhan dan perkembangan anak/peserta didik secara teratur dan
sistematis ke arah kedewasaan.2 Dr. Ramayulis, mendefinisikan
pendidikan melalui pendekatan etimologis. Dalam bahasa Inggris
education yang berarti
menurut
Ngalim
Purwanto,
menjelaskan
bahwa
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Cet. I, h. 263.
2
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. I, h.5.
3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. I, h.1.
4
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1993), Cet. VI, h. 11.
10
11
perhatian
bersama
sebagai
mahluk
sosial
yang
selalu
mampu
mengembangkan
potensi
yang
dimilikinya
untuk
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
(Jakarta: Ogos Wacana Ilmu, 2002), h. 3-4.
6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2010), Cet. IX, h.32.
7
Armai Arief, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2010), h. 5-6.
12
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), Cet. I, h. 40-41.
9
M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h.
150.
13
.
. .
.
)- :(.
didaya
gunakan
untuk
kemanfaatan,
motivasi
dalam
10
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, h. 19.
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), h. 597.
12
M. Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, (Jakarta: Bulan Bintang,
1993), Cet. XI, h. 25.
11
14
hukum
syara
berdasarkan
dalil-dalil
syara
secara
terperinci.16
Ijtihad di bidang pendidikan sangat penting karena ajaran Islam yang
terdapat dalam al-Quran dan Sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan
prinsip-prinsipnya saja. Walaupun ada yang agak terperinci, perincian itu
adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip tersebut. Sejak
13
15
17
18
h. 37.
19
Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya,
1990), h. 168.
16
Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Tahun 2005), (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), Cet. I, h. 3.
21
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), h. 223-224.
17
sebagai objek pendidikan, namun di lain pihak peserta didik bisa dikatakan
sebagai subjek pendidikan, karena secara tidak langsung si pendidik akan
mempelajari hal-hal baru dari peserta didik untuk memaksimalkan dalam
menjalankan fungsinya sebagai pendidik.
Secara umum, peserta didik adalah setiap orang yang menerima
perubahan, perkembangan dari seseorang atau sekelompok orang yang
menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam UUSPN, peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.22
c. Kurikulum
Kurikulum merupakan komponen yang tak kalah penting dari unsur
pendidikan Islam, sebuah sistem dan juga merupakan acuan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran yang biasanya harus ada, yang berfungsi
sebagai tolak ukur dan batasan serta bahan evaluasi dalam meningkatkan
taraf pendidikan yang diterapkan.
Terdapat banyak rumusan pengertian kurikulum dari para ahli,
diantaranya Zakiah Daradjat menyatakan kurikulum adalah suatu
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.23
Sedangkan Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty dalam bukunya
"Reorganizing The High School Curriculum" yang dikutip oleh Zuhairini,
mengartikan kurikulum dengan aktivitas/kegiatan yang dilakukan murid
sesuai dengan peraturan-peraturan sekolah.24
Oleh karena itu, kurikulum bukanlah suatu dokumen yang berisi
program periodik pembelajaran yang tertulis dalam suatu instasnsi
pendidikan. Tapi lebih dari itu, kurikulum juga melihat proses pendidikan
anak didik yang didapat disekolah maupun luar sekolah.
22
58.
18
25
19
Muhamad Ilzam Syah Almutaqi, Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Hasyim Asyari
Dalam Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Mutaallim, Skripsi Pada Progran Studi Pendidikan Agama
Islam STAI Salatiga, Salatiga, 2013, h. 32-33, tidak dipublikasikan.
20
H/1194 M); dan kitab Tadkhirat al-Shaml wa al-Mutakallim fi Adab alAlim wa al-Mutaallim (pengingat: memuat pembicaraan mengenai
akhlak pengajar dan pelajar).27 Fokus pada pembahasan dari pemikiran
KH. Hasyim Asyari yaitu terletak pada penanaman nilai akhlak dengan
pedoman kitab, hasil karyanya yaitu kitab Adab al-Alim wa alMutaallim.
3. K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 dan meninggal pada 22
Februari 1923. Nama kecil beliau adalah Muhammad Darwis yang
merupakan anak keempat dari KH. Abu Bakar. Sementara ibunya adalah
putri dari H. Ibrahim, yang juga menjabat penghulu Kesultanan
Yogyakarta saat itu.28
Dalam buku KH. AR. Fahruddin (Ketua Muhammadiyah 1968)
berjudul Menuju Muhammadiyah yang dikutip oleh Muh. Dahlan,
menyatakan
bahwa
yang
dikerjakan
Ahmad
Dahlan
sepanjang
Ibid., h. 20.
Muh. Dahlan, K.H. Ahmad Dahlan sebagai Tokoh Pembaharu Jurnal Adabiyah Vol.
XIV, No. 2, 2014, h. 123.
29
Ibid., h. 124.
30
Ibid., h. 127.
28
21
31
Achmad Ruslan Afendi "Peranan Harun Nasution dalam Pembaharuan Pendidikan Tinggi
Islam di Indonesia", Disertasi pada IAIN Suanan Ampel Surabaya, Surabaya, 2010, h. 27, tidak
dipublikasikan.
32
Ibid., h. 29.
33
Ibid.
22
34
tersebut beliau dijuluki sebagai Bapak Rasional, bahkan oleh para pakar
beliau mendapat gelar sebagai Abduhisme.
5.
6.
Ibid., h. 37.
Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, Edisi I
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. III. h. 49-50.
36
Ibid.
35
23
Ibid., h. 27.
Ibid.,
39
I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan
Perilaku Sosial), Edisi I, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 12.
38
24
40
Ibid., h. 13.
25
41
42
Ibid., h. 26-27.
Ibid., h. 27.
26
D. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Tiga
2002, merupakan kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma di sekitar
individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka
dan interaksi antara mereka.44 Jadi masyarakat mempunyai peranan dalam
membentuk kekuatan bersama dalam mencapai tujuan yang ada di dalam
masyarakat itu sendiri. Sedangkan pengertian masyarakat adalah sekumpulan
manusia seperti halnya dengan kelompok dengan jumlah yang lebih besar.
Masyarakat itu terdiri atas masyarakat internationality, nationality, society,
dan community.45 Dilihat dari peranannya, masyarakat merupakan bagian
dasar setelah individu dari pembentukan lingkungan sosial, sehingga cakupan
antara lingkungan sosial lebih luas daripada masyarakat itu sendiri.
E. Kerangka Berpikir
Corak sosial memberikan gambaran umum terhadap sebuah perilaku
yang berada di dalam masyarakat. Masyarakat yang tersusun dari berbagai
elemen di dalamnya yang mempunyai peranan dalam segala tindak-tanduk
terhadap individu di lingkungannya.
Tindakan kelompok individu menjelaskan bagaimana pembelajaran
mereka terhadap komunikasi yang tersusun di dalamnya. Peranan masyarakat
dalam menanamkan nilai-nilai etika dan estetika mempunyai kedudukan yang
tinggi dalam proses pentransformasiannya. Maka dianggap penting, menurut
penulis melihat realitas sosial atau fakta sosial sebagaimana yang dijelaskan
oleh Emile Durkheim bahwasanya;
43
Ibid., h. 37.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op.cit., h. 675.
45
Ikhwan Luthfi dkk, Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
Cet. I, h. 95.
44
27
Social facts differ not only in quality from psychical facts; they have a
different substratum, they do not evolve in the same environment or depend
on the same conditions. This does not mean that they are not in some sense
psychical, since they all consist of ways of thinking and acting.46
Fakta sosial berbeda tidak hanya dalam kualitas dari fakta-fakta psikis;
mereka memiliki lapisan yang berbeda, mereka tidak berkembang dalam
lingkungan yang sama atau tergantung pada kondisi yang sama . Ini tidak
berarti bahwa mereka tidak dalam arti psikis, karena mereka semua terdiri
dari cara berpikir dan bertindak.
Untuk menjadikan lingkungan sosial sebagai salah satu faktor penunjang
yang harus diperhatikan dalam proses penanaman pendidikan setelah
keluarga dan sekolah. Bahkan lingkungan keluarga dan sekolah merupakan
satu kesatuan dari interaksi sosial.
Dari segi realitas sosial ini memberi gambaran bahwa lingkungan
memberikan pengaruh terhadap tingkah laku individu yang ada di dalamnya,
masyarakat memahami dirinya sebagai anggota masyarakat yang ditanamkan
oleh anggota masyarakat lain ketika mereka masih kecil, seperti yang ada
dalam Q.S. An Nahl ayat 78 yang berbunyi;
Artinya: dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Dalam surat tersebut Allah memberikan modal dalam mencari
pengetahuan manusia semenjak mereka dilahirkan kemuka bumi dari rahim
seorang ibu. Allah dalam firmannya menyebutkan modal awal alat penerima
informasi manusia sama artinya pendengaran, abshara artinya penglihatan
dan af idah yaitu hati. Yang secara tidak langsung memberikan gambaran
46
Emile Durkheim, The Rule of Sosiological Method, (New York: The Free Perss,1982), Cet.
I, h. 40.
28
bahwasanya hal yang didengar dan hal yang dilihat merupakan komponen
dasar dari pengetahuan awal manusia dan semuanya berada pada aspek yang
ada di sekitar mereka (lingkungan) serta semuanya itu serangkaian yang
diteriama oleh akal.
BAB III
METODE PENELITIAN
mengenai
(Fakta
Sosial
Emile
Durkheim
dalam
Bagong Suyanto dan Sutinah (ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan, Edisi Revisi xviii, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet.VI, h. 178.
2
Ibid.
29
30
karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun
fenomena tertentu.3
Dengan kedua metode tersebut, penulis akan mencoba memahami
biografi dan maksud dari pemikiran fakta sosial Emile Durkheim dalam
membentuk cita-cita pendidikan Islam Indonesia seutuhnya. Kemudian
penulis akan melihat pemikiran Emile Durkheim sebagai media untuk
menganalisis fakta sosial dalam memikirkan bagaimana pendidikan Islam
berproses dalam kehidupan.
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1.
Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 62-63.
4
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
Cet. I, h. 1-2.
31
D. Analisa Data
Tekhnik analisis data yang dilakukan penulis adalah teknik analisis isi
(content analysis), dalam bentuk deskriptif, yaitu mencatat informasi yang
faktual yang menggambarkan sesuatu apa adanya juga menggambarkan
secara rinci dan akurat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan segala
bentuk yang diteliti. Oleh karena itu, penulis dalam penelitian ini
mendeskripsikan permasalahan yang dibahas dengan menggali materi-materi
yang sesuai dengan pembahasan atau penelitian, kemudian dilakukan
pengkajian dengan persepektif pendidikan Islam dengan cara berpikir induktif
dan deduktif, lalu dipadukan sehingga membuahkan suatu kesimpulan.
32
E. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan Penulis dalam penelitian kali
ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2013, sebagai buku pedoman yang ditawarkan kepada Mahasiswa FITK.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Biografi Emile Durkheim
Lahir dengan nama lengkap David Emile Durkheim pada tanggal
15 April 1858 di Epinal ibu kota bagian Vosges, Lorraine, Perancis
bagian Timur dari keluarga Yahudi. Ayahnya seorang Rabi, imam
agama Yahudi yang bekerja di Perancis sejak tahun 1784. Ibunya
seorang wanita sederhana dan ahli dalam sulam-menyulam. Latar
belakang keluarga Yahudi menyebabkan ia dididik dan dipersiapkan
menjadi seorang Rabi, tetapi karena pengaruh seorang guru wanita
Katolik, ia cendrung ke arah bentuk mistik katolisisme. Seiring
perkembangan intelektualnya, Emile Durkheim kemudian cendrung
menganut agnotisme.
Tahun 1870, saat Emile Durkheim berumur 12 tahun, zaman
Eropa sedang mengalami proses transformasi sosial. Di Perancis,
kaisar Napoleon III dikalahkan oleh Bismark, Kanselir Besi dari
Prussia, yang sedang dalam usaha menyingkirkan segala halangan
politik dan militer yang dapat mengahalangi proses penyatuan Jerman.
Kekalahan keponakan Napoleon Bonaparte ini, yang bercita-cita
mengembalikan kebesaran pamannya, menimbulkan kegoncangan
politik di Perancis. Pengalaman ini sangat mengesankan dan
menimbulkan rasa prihatin dalam diri Durkheim, karena ia melihat
dan merasakan terjadinya dekadensi moral yang melanda negara dan
bangsa Perancis, khususnya pada bidang moral.
Setelah menamatkan pendidikan dasar dan lulus dengan gemilang,
Durkheim beranjak ke Paris untuk melanjutkan studinya ke Ecole
Normale Superier. Namun, upayanya melanjutkan studi ke sekolah
yang elit dan terkenal di Perancis ini tidak berjalan mulus, setelah
mencoba dua kali dan tidak lulus, akhirnya pada kesempatan ketiga,
33
34
modern
Perancis.
Sang
guru
pernah
mengatakan,
minatnya
untuk
berdiskusi
dan
mengajukan
Fuad Ardlin, Waktu Sosial Emile Durkheim, (Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2013), h. 45 47.
35
menjadi profesor
pertumbuhan
penduduk,
urbanisasi
dan
lahirnya
Soedjono Dirdjosiswono. Sosiologi dan Filsafat, (Jakarta: Erlangga, 1991), hal. xliii-xliv.
36
pada
masanya,
terutama
dalam
masalah
sosial.
15,
Paris:
Presses
Universitaires
de
France,1963.
37
38
penelusuran
pengalaman
bersama,
cukuplah
kalau
Ibid.,h. 50-51.
Taufik Abdullah, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1986), h. 32.
6
Ibid., h. 32.
5
39
40
perpaduan
yang
timbul
dari
unsur-unsur
yang
yang berlainan
K. J. Veeger, REALITAS SOSIAL: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan IndividuMasyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi., (Jakarta: PT. Gramedia, 1985), h. 146-147.
10
Ibid., h. 147.
41
Desy Afrianti dan Siti Ruqoyah, Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi Foke, 2015,
(www.vivanews.com).
42
12
Ibid.
43
13
Whayu Tri Laksono, Bentrokan Kembali Pecah di Manggarai, Polisi Tembakkan Gas Air
Mata,2015, (www.kompasiana.com).
14
Ibid.
44
mutu
kehidupan
yang
lebih
baik,
dengan
cara
Miras,
Sembilan
Pelajar
Terjaring
Razia,
2015,
45
membentengi
pribadinya,
sebaliknya
dalam
pendidikan
dengan
semuanya
untuk
secara
serius
mengembangkan
dan
Retno Listyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif, (Jakarta:
Esensi, 2008), h. 30.
19
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrasah,
dan perguruan Tinggi, Edisi III, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 6.
20
Ibid., h. 6.
21
Ibid.
46
47
dan kapitalisme saat itu membuat fakta sosial adanya perubahan moral
yang tertuju pada materi semata dan memudarkan nilai-nilai moralnya.
Tentang ilmu moralitas Durkheim pernah menulis bahwa karena
ketentuan moral dan hukum pada dasarnya memantulkan keperluan
sosial yang hanya bisa dimasukkan oleh masyarakat itu sendiri
sesuatu yang berdasarkan pada Pandangan Kolektif maka bukanlah
tugas kita mendapatkan (ketentuan) etika dari ilmu pengetahuan,
melainkan membentuk suatu ilmu tentang etika.24 Jadi pantulan dari
keperluan sosial akan industrialisasi dan kapitalisme membentuk moral
dan hukum seputar bagaimana mereka bisa menghasilkan suatu
keuntungan sebesar-besarnya, yang sangat boleh jadi merugikan orang
lain atau tidak.
Etika merupakan tata nilai yang terkandung dalam suatu
lingkungan sosial yang sering dikenal dengan istilah norma. Norma
inilah yang menjadi acuan bersosialisasi dalam bermasyarakat.
Pembagian norma ada beberapa macamnya, seperti norma agama,
norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum. Semuanya
menjadi satu rangkaian dalam kegiatan bermasyarakat.
Dalam model penelitian yang Durkheim lakukan, ia memandang
diriya sebagai rasionalis karna ia yakin dapat menemukan hubungan
sebab-akibat dalam tingkah laku sosial, dan ia memandang posisinya
sebagai spiritualis dalam arti bahwa ia menjelaskan keseluruhan
melalui bagian-bagian yang merupakan ciri khas keseluruhan itu.25 Ia
menolak dalam mempelajari sosial disamakan dengan mempelajari
benda-benda material yang hanya dapat dipahami dengan mempelajari
sebagian benda dari keseluruhan, karna untuk memahami masyarakat
akan sangat berbeda dengan memahami material.
Dalam
artikel
yang
dipublikasikan
oleh
kompasiana.com
Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi
Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), h. 2-3.
25
Soejono Dirdjosisworo, op.cit., h. xxii.
48
26
Joko Ade Nursiono, Tindak Pidana di Indonesia Masih Tinggi ini Penyebabnya, 2015,
(www.kompasiana.com).
27
Emile Durkheim, Sociology and Philosophy, (London: Cohen & West LTD, 1953), h. xviii.
49
era
globalisasi
yang
dihadapi,
bagaimana
bangsa
ini
50
harus
mengedepankan
national
character
berbangsa,
dan
bernegara
diutamakan
adalah
51
32
:
32
Muhammad Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Al Mugirah Al Bukhari Abu Ubaid, Al Adab
Al Mufrad, Bairut: Daarul Bashaair Al Islamiyah, 1989, Juz 1, h. 104.
33
Emile Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, (Jogjakarta: Ircisod, 2011),
Cet. I, h. 49.
34
Ibid., h. 305-306.
52
Durkheim
mengemukakan
pandangannya
terhadap
Emile Durkheim, Durkheim on Morality and Society Selected Writings, (Chicago: The
University of Chicago Press, 1973), h. xlix.
36
Emile Durkheim, Sociologist and Moralist, (London: The Taylor & Francis e-Library,
2005), h. 116-117.
53
Keselamatan
meliputi
bidang
yang
luas
adalah
Jalaluddin, Psikologi Agama, Edisi Revisi XI, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005 ),
h. 261.
38
39
Ibid.
Ibid., h. 262.
54
40
Ibid.
Ibid., h. 263.
42
Ibid.
41
55
g. Berfungsi kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk
bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri,
tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan
saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan
tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.43
Berkreasi dan berinovasi memberikan pandangan bahwa agama
tersebut mempunyai nilai lebih, selain agama itu dipandang sebagai
hal yang sakral dalam nilai-nilai religius saja.
h. Berfungsi sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja
yang bersifat agama ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi.
Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan normanorma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk
Allah merupakan ibadah.44 Keselarasan antara aturan agama
dengan tata norma yang ada dalam masyarakat memberikan suatu
keharmonisan dalam menjalankan kedua aturan tersebut, supaya
bisa saling beriringan dan saling bersinergi di antara keduanya .
Maka agama pun memberikan peran utama dalam menjaga
ketertiaban sosial yang berada di masyarakat. Selain nilai ketaatan
yang didapat, ada nilai ibadah juga akan kita dapatkan. Ketika nilai
ibadah atau amal ini diutamakan dalam lingkungan masyarakat, maka
besar kemungkinannya akan mempengaruhi nilai moralitas individu
yang ada di dalamnya, seperti yang dituturkan Durkheim berikut;
While Durkheim could see no ready social or political solution to
this moral problem, he believed that only a special type of
consciousness based on charity and human sympathy may overcome
43
44
Ibid.
Ibid.
56
unsur-unsur
tertentu
bergabung
dan
dengan
demikian
45
Emile Durkheim, Professional Ethics and Civic Morals, (London:, The Taylor & Francis eLibrary, 2003), h. xxviii.
46
Lukas Ginting, Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan
oleh Emile Durkheim, (Jakarta: Erlangga, 1990), h. xxi.
47
Ibid., h. xxii.
48
Syaiful Sagala, Etika & Moralitas Pendidikan; Peluang dan Tantangan, (Jakarta: Kencana,
2013), Cet. I, h. 1.
57
(diberi akal dan nafsu) berasal dari nenek moyang kita yaitu Nabi
Adam dan Hawa, maka tepatlah Buah jatuh tak akan jauh dari dari
pohonnya sebagai pribahasa yang tepat yang mendasari unsur
ideologi terbentuknya moralitas sosial yang paling terkecil. Walaupun,
tak semua proses moralitas menyerupai hukum pemantulan cahaya
dalam cermin (sinar datang = sinar pantul), tetapi secara normalnya
proses interaksi individu saat pertama kali menjadi bagian anggota
keluarga, baik setelah lahir maupun masih dalam kandungan yaitu
kedua orang tuanya sendiri.
Unsur lain yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan
moralitas
Ayah
Ayah
Anak
A
n
a
k
Ibu
Ayah
Alur
Pembentukan Moralitas
Ibu
Anak
Ibu
Ayah
A
n
a
k
Ibu
Dari skema di atas, kita bisa melihat perputaran dari suatu proses
pembentukan moralitas dalam masyarakat. Siapa yang paling kuat,
siapa yang paling mempunyai kekuasaan, siapa yang sering memberi
dan siapa yang paling masuk akal untuk mempengaruhi akan
58
berinteraksi.
Pendidikan
Islam
sangatlah universal
49
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Persepektif Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. I, h. 58.
50
Ibid.
59
utama dalam Islam sebagai imam dalam bersosial skala kecil yaitu
orang tua.
4. Fakta Sosial dan Pembentukan Karakter dalam Islam
a. Pembentukan karakter Emile Durkheim dalam fakta sosial
Fakta sosial menurut Emile Durkheim merupakan suatu
rangkaian kegiatan dan interaksi individu dalam suatu masyarakat
dalam kurun waktu tertentu, sehingga mendapatkan suatu pola
kegiatan yang disepakati bersama dalam lingkungan masyarakat
tersebut yang nantinya membentuk sebuah kebiasaan, peraturan,
norma dan lain sebagainya. Pola tersebut menjadi sebuah ciri khas
dari adanya masyarakat tersebut dan hal itu akan diwariskan secara
turun-temurun kepada para calon anggota masyarakat yang berada
disana nantinya.
Pembentukan karakter berawal dari sebuah interaksi kehidupan
beberapa individu yang berada dalam suatu tempat. Karakter juga
merupakan hasil dari berbagai keragaman kelakuan yang disepakati
bersama. Sehingga dasar dari adanya karakteristik berasal dari
adanya kehidupan. Durkheim pernah mendefinisikan dasar dari
kehidupan.
"Its life is uniform, languishing and dull." But when the tribe
gathers together and "a corrobbori takes place, everything
changes."51
"Hidup adalah seragam, mendekam dan membosankan."
Tetapi ketika suku berkumpul bersama-sama dan "corrobbori
mengambil tempat, semuanya berubah.
Jadi, menurut penulis bentuk sederhana alur sebuah kehidupan
seseorang menurut Durkheim yang seragam yaitu, dikandung,
dilahirkan, tumbuh menjadi anak-anak, tumbuh dewasa, menikah,
mencari tempat tinggal, punya keturunan dan meninggal.
51
Emile Durkheim, On Morality and Society, (London: The University of Chicago Press,
1973), h. xlv.
60
adalah
untuk
melakukan
penelitian
tanpa
Ibid,. h. xxxvii.
61
:
54
kalian
berdusta
atas
namaku
karena
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), Cet II,
h. 21.
54
Majid Khon dkk, Ulumul Hadits, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2005), h. 132.
62
,
,
56
.
,
Samiallahu liman
hamidah, rabbanaa
63
,
,
58
.
(bawang
.
:
:
.) (
Dari Abdullah Ibn Abbas, ia berkata, ketika Nabi Saw
berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat
untuk berpuasa, mereka berkata,Ya Rasulullah, hari ini hari
yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani. Rasul Saw
kemudian bersabda,Tuhan yang akan datang insya Allah aku
akan berpuasa pada hari yang kesembilan. (HR. Abu
Daud).59
5) Hadits ahwali
Yaitu hadits yang berupa halikhwal Nabi Saw yang tidak
termasuk kedalam kategori keempat bentuk hadits di atas.
57
64
) (
Islam
merupakan
langkah
menuju
terciptanya
Secara
horizontal
artinya
pendidikan
dalam
Islam
vertikal
artinya
bagaimana
mereka
mengaplikasikan
Ibid,. h. 24.
Ibid., h. 24-25.
65
Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka
kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Allah yang disucikan oleh semua yang wujud di langit dan di
bumi. Ini karena semua makhluk memiliki kekurangan dan
kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali
Allah Swt, sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi
kebutuhan siapapun Dia lah Yang Berhak disucikan dari segala
kekurangan dan kebutuhan. Selanjutnya karena hanya Dia yang
memenuhi semua kebutuhan semua makhluk, maka hanya Dia pula
yang berwewenang menetapkan dan mengatur dan mengendalikan
segala sesuatu, dengan kata lain hanya Dia al Malik/Maha Raja.
Salah satu bentuk pengaturan-Nya adalah menetapkan agama.
Ketetapan itu bukan karena Dia butuh atau adanya kekurangan
pada diri-Nya yang hendak Dia sempurnakan. Sama sekali tidak,
karena Dia al- Quddus/Maha Suci dari segala kekurangan dan
kebutuhan.62
Manusia
merupakan
makhluk
sosial
yang
pastinya
66
setelah
melahirkan,
anak
tersebut
bisa
mencari
Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.
Beberapa dari kaum Nabi Musa as itu melanjutkan nasihatnya
kepada Qorun bahwa nasihat itu bukan berarti engkau hanya boleh
beribadah murni dan melarangmu memperhatikan dunia. Tidak !
berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu dalam batas yang
dibenarkan Allah untuk memperoleh harta dan hiasan duniawi dan
67
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
63
68
figur
utama
dalam
proses
pentransformasian
ini
merupakan
hal
penting
dalam
merealisasikan
Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal.
Kendati demikian, sebagaimana terbaca pada ayat 189, di sana
ditegaskan kepemilikan Allah Swt atas alam raya, maka di sini
Allah menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta
memerintahkan agar memikirkannya, apalagi seperti dikemukakan
64
69
pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surah Al Imran
adalah membuktikan tentang Tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah
Swt. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan,
pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Maha
Hidup lagi Qoyyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola Segala
Sesuatu). Hakikat ini kembali ditegaskan pada ayat ini dan ayat
mendatag, dan salah satu bukti kebenaran hal tersebut adalah
mengundang manusia untuk berpikir, karena sesungguhnya dalam
penciptaan,
yakni
kejadian
benda-benda
angkasa
seperti
70
berperan
dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
bagi
setiap
pemeluknya,
hanya
bagaimana
mereka
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan di atas, maka bisa diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemikiran fakta sosial Emile Durkheim bagi individu terdiri dari
faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
merupakan semua rangkaian stimulus dari berbagai macam kegiatan
yang ada di luar individu yang diterima melalui panca indranya.
Sedang faktor internal merupakan segala respon/tindakan individu
yang dihasilkan dari berbagai informasi yang didapatkan oleh individu
tersebut. Ketika kedua faktor ini terus beriringan dalam kurun waktu
tertentu, maka dalam faktor eksternal akan memberikan daya paksa
kepada individu atas segala tindakannya terhadap ketentuan yang
sudah berlaku di lingkungannya dan faktor internal akan memberikan
perasaan tidak enak bahkan takut untuk melanggar ketetentuan
tersebut, seperti melaksanakan shalat lima waktu.
2. Pemikiran fakta sosial Emile Durkheim memiliki relevansi dengan
pendidikan Islam Indonesia. Titik relevansinya bukan pada lembaga
pendidikan Islam, tetapi lebih pada konsep pendidikan Islam. Minimal
titik relevansi itu bisa dilihat dari 3 kategori, yaitu: pendidikan karakter
(Charackter Building), Pendidikan pendidikan menjadi orang tua yang
baik (Parenting), dan pendidikan suritauladan yang baik.
B. Saran
Setelah diselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis menyarankan
beberapa hal terkait dengan materi yang telah penulis bahas yaitu:
1.
71
72
supaya
mengarahkan
dan
menenamkan
nilai-nilai
kebaikan
kepadanya.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik . dan Van Der Leeden, A. C. Durkheim dan Pengantar Sosiologi
Moralitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986.
Ade Nursiono, Joko. Tindak Pidana di Indonesia Masih Tinggi ini
Penyebabnya, www.kompasiana.com, 19 Januari 2015.
Afrianti, Desy dan Ruqoyah, Siti. Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi
Foke, www.vivanews.com, 08 Januari 2015.
Alisuf Sabri, M. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I,
2005.
Amin Nurddin, M. dan Abrori, Ahmad. Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk
Memahami Konsep-konsep Dasar. Ciputat Jakarta Selatan: UIN Jakarta
Press, Cet. I. 2006.
Ardlin, Fuad. Waktu Sosial Emile Durkheim. Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2013.
Arief, Armai. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Wahana Kardofa, 2010.
-----. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press,
Cet. I, 2002.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta: Ogos Wacana Ilmu, 2002.
bin Anas, Malik. Al Muwaththa Imam Malik, (Jakarta: Pustaka Azzam Anggota
IKAPI DKI, 2006).
D. Marimba, Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif,
1989.
Dahlan, Muh. K.H. Ahmad Dahlan sebagai Tokoh Pembaharu Jurnal Adabiyah
Vol. XIV, No. 2, 2014.
Daradjat, Zakiah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Cet.
III, 1996.
Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahannya. Bandung: PT.
Sygma Examedia Arkanleema, 2009.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: 2006.
Dirdjosiswono, Soedjono. Sosiologi dan Filsafat. Jakarta: Erlangga, 1991.
73
74
Terjaring
Razia,
Khon, Majid dkk. Ulumul Hadits. Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2005.
Listyarti, Retno. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif.
Jakarta: Esensi, 2008.
75
Luthfi, Ikhwan .dkk. Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,
Cet. I. 2009.
Majid, Abdul, dan Andayani, Dian. Pendidikan Karakter Persepektif Islam. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, Cet. I, 2011.
76
Solahudin dan Suyadi, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, Cet II.
2011.
Soyomukti, Nurani. Teori-teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, MarxisSosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2010.
Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Edisi I. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. III, 2011.
Suyanto, Bagong dan Sutinah (ed.). Metode Penelitian Sosial: Berbagai
Alternatif Pendekatan. Edisi Revisi xviii. Jakarta: Kencana, Cet.VI. 2011.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda
Karya, Cet. IX, 2010.
Tim Peneliti Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan
dalam Persepektif Sunah Nabi (Suatu Kajian Hadis Tematik), 2001. Tidak
dipublikasikan.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, Cet. I. 2002.
Tri Laksono, Whayu. Bentrokan Kembali Pecah di Manggarai, Polisi
Tembakkan Gas Air Mata, www.kompasiana.com, 09 Januari 2014.
Umiarso dan Zamroni. Pendidikan Pembebasan dalam Persepektif Barat dan
Timur. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Tahun 2005). Jakarta: Sinar
Grafika, Cet. I. 2008,
Veeger, K.J. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan IndividuMasyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT. Gramedia,
1985.
Wahab Kallaf, Abdul. Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994.
Wirawan, I.B. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi
Sosial, dan Perilaku Sosial). Edisi I. Jakarta: Kencana, 2012.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
Cet. I. 2008.
Zuhairini, dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional,
1983.
Nama
Nim
: 1110011000145
Jurusan/Prodi
Judul Skripsi
: Fakta Sosial Emile Durkheim dalam Membentuk Lingkungan Sosial Pendidikan Islam Indonesia
BAB I
No
1.
Pengarang
Andi
Ridwan
Makkulawu
Judul Buku
Hal. Skripsi
Hal. Buku
1, 2, 3.
47, 48.
8-9
6, 7.
325
Direktorat
Jendral
2.
Agama RI Tahun
2006
3.
Syarif Hidayat
4.
Nurani
Paraf
Soyomukti
5.
6.
Umiarso
Zamroni
Fuad Ardlin
11
56
BAB II
No
Pengarang
Tim
1.
Judul Buku
Hal. Skripsi
Hal. Buku
10, 26
263, 675
10
10
10
11
11
3-4
11
32
11
5-6
12, 14.
40-41, 39.
12
150
Penyusun
Kamus
Bahasa,
2.
Alisuf Sabri
3.
Ramayulis
4.
Ngalim Purwanto
5.
Azyumardi Azra
6.
Ahmad Tafsir
7.
Armai Arief
8.
Armai Arief
9.
M. Alisuf Sabri
Cet. I.
Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet.
I.
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. I.
Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1993), Cet. VI.
Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru, (Jakarta: Ogos Wacana Ilmu, 2002).
Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2010), Cet. IX.
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2010).
Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), Cet. I.
Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
Cet. I.
Paraf
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Zakiah Daradjat,
dkk.
Departemen
Agama RI
Arkanleema, 2009).
M.
Hasbi
13
597
13
25
14
100
14
359
15
37
15
168
16
16
223-224
Shiddieqy
Samsul Nizar
Abdul
Kallaf
Persada, 1994).
Ahmad
Marimba
Muhaimin
1989).
dan
Abdul Majid
17.
18.
Muhibbin Syah
19.
Ara Hidayah
20.
Zuhairini, dkk
21.
Haryanto
17
43
17
58
18
19, 20.
32-33, 20.
20
123, 124,
127.
21, 22.
22, 23.
49-50, 27.
22.
Muhamad
Syah Almutaqi
23.
24.
Muh. Dahlan
Achmad
Ruslan
Afendi
25.
Dadang Supardan
26.
27.
28.
I.B. Wirawan
Ikhwan
26
95
27
40
dkk
Emile Durkheim
2009), Cet. I.
The Rule of Sosiological Method, (New York: The Free
Perss,1982), Cet. I.
BAB III
No
1.
Pengarang
Hal. Skripsi
Hal. Buku
29
178
30
62-63
30
1-2
2.
3.
Judul Buku
Paraf
BAB IV
No
1.
2.
Pengarang
Judul Buku
Hal. Skripsi
Hal. Buku
Fuad Ardlin
2013).
Soedjono
Dirdjosiswono
xliii-xliv,
xxii, xvii.
39
9, 17.
40
146-147, 147.
dan
Abrori
2006), Cet. I.
REALITAS SOSIAL: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan
4.
K. J. Veeger
5.
6.
Desy Afrianti dan Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi Foke, 2015,
(www.vivanews.com).
Siti Ruqoyah
Whayu
41, 42
Laksono
43
Miras,
Sembilan
Pelajar
Terjaring
Razia,
2015,
7.
Akhmad Kholil
8.
Desy Afrianti dan Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi Foke, 2015,
(http://nasional.rimanews.com).
44
Paraf
Siti Ruqoyah
9.
(www.vivanews.com).
Retno Listyarti
45
30
45
46
47
2-3
Muhaimin
11.
12.
Maswardi
13.
dan A. C. Van
Der Leeden
14.
15.
Joko
Nursiono
2015, (www.kompasiana.com).
Emile Durkheim
Muhaammad Ibnu
16.
Cet. II.
Ismail
Ibnu
Ibrahim Ibnu Al
48
48
xviii
51
104
Mugirah
Al
Bukhari
Abu
Ubaid
17.
Emile Durkheim
18.
Emile Durkheim
19.
Emile Durkheim
20.
Jalaluddin
21.
Emile Durkheim
22.
Lukas Ginting
23.
Syaiful Sagala
49, 305-306.
52
xlix
52
116-117
261, 262,
263.
56
xxviii
56
xxi, xxii.
56
24.
Abdul Majid dan Pendidikan Karakter Persepektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Dian Andayani
Rosdakarya, 2011), Cet. I.
25.
Emile Durkheim
M.
26.
58
58
59, 60.
xlv, xxxvii.
61
132
62, 63.
100, 19.
65, 68.
218, 327.
67
405
Agus
Solahudin
Agus Suyadi
27.
28.
29.
30.
M.
Shihab
M.
Shihab
31.
M.
Shihab
69
306-307
70
36
70
12
Direktorat Jendral
32.
dan
Peraturan
Pemerintah
RI
Tentang
Pendidikan, (2006).
Agama RI
Tim
Peneliti
Fakultas Tarbiyah
33.
IAIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta