Anda di halaman 1dari 93

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN PAI

PADA MASA PUBERTAS SISWA DI SMPN 1 IV KOTO KECAMATAN


IV KOTO KABUPATEN AGAM
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam

SKRIPSI

WAHYU SRI BULAN


2115.177

Pembimbing I Pembimbing II

Pendi Hasibuan, M.Ag Dodi Pasila Putra, A.Ag, M.Pd


NIP. 197002062000031002 NIP. 197105312006041001

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BUKITTINGGI
1440/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah, Dzat yang menguasai semua makhluk dengan

kebesaraa-Nya, yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inaya-Nya

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam

semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai

penuntun terbaik ummat dalam mencari Ridha Allah SWT. Untuk mencapai

kebahagian Dunia dan Akhirat. Dalam penulisan ini yang berjudul “Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI pada Masa Pubertas

Siswa di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam.”

Tidak lepas dari peran serta bantuan dari orang lain. Untuk itu dengan

segala kerendahan hati penulis sampaikan terimakasih pada dua insan yang

sangan kucintai, kusayangi dan kubanggakan setelah Allah dan Rasul-Nya

Ayahku tercinta (Edwar) dan Ibuku Tersayang (Erniati), yang tanpa kenal

lelah memberikan kasih sayang, motivasi, dorongan, air mata yang mengucur

tak terhingga dalam rintihan dan tangisan yang mengiringi do’a-do’anya,

dalam setiap hantaman fitnah yang menerpa, ayah dan ibu tahan hantaman itu

hanya demi senyuman anak-anaknya, demi kebahagian anak-anaknya, surga

Allah SWT telah menanti ayah dan ibu dengan pintu yang selebar-lebarnya.

Penulis ucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga atas

terselesaikannya skripsi ini kepada:

1. Ibu Rektor Dr. Ridha Ahida, M.Hum dan Wakil Rektor I Bapak Dr.

Asyari, S.Ag, M.Si dan Wakil Rektor II Bapak Dr. Novi Hendri, M.Ag
dan Wakil Rektor III Bapak Dr. Miswardi, M.Hum IAIN Bukittinngi,

yang telah menerima saya dikampus ini.

2. Ibu Dekan Fakultas Tarbiyah Ilmu Keguruan Dr. Zulfani Sasmiarni,

M.Pd, Wakil Dekan I Dr. Iswantir, M, M.Ag, Wakil Dekan II Charles,

S.Ag, M.PdI, dan Wakil Dekan III Dr. Supratman, M.Pd, M.Kom

yang telah membantu saya dalam setiap keperluan dalam melaksanakan

skripsi ini.

3. Ibu Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Salmi Wati, M.Ag

di IAIN Bukittinngi yang telah membantu dalam setiap urusan dan

kepentingan kami.

4. Bapak Pendi Hasibuan, M.Ag dan Bapak Dodi Pasilaputra, M.Pd,

selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibuk Dra. Hj. Mona Eliza, M.Ag, selaku PA yang telah memberikan

motivasi dan semangat untuk saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibuk Dosen serta karyawan/ti Institut Agama Islam Negri (IAIN)

Bukittinggi, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu

pengetahuan diperguruan tinggi ini.

7. Bapak pimpinan serta karyawan/ti perpustakaan IAIN Bukittinggi.

8. Bapak Sabri, S.Pd selaku Kepala sekolah yang telah membantu saya

untuk menyelesaikan skripsi di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab.

Agam.
9. Ibu Khairiyah, M.A selaku guru Pendidikan Agama Islam, yang telah

membantu saya untuk mendapatkan data dan menyelasaikan skripsi ini.

10. Siswa-siswi khususnya kelas VII dan kelas VIII yang telah membantu

saya untuk menyelasaikan skripsi ini.

Kemudian juga penulis sampaikan kepada abang saya (Muhammad

Fauzi dan Nasputra) yang telah memberikan semangat untuk adiknya dalam

berjuang menuntut ilmu, Dan tak lupa juga penulis sampaikan kepada kakak

saya (Mimi Fitriyenti) yang telah menyayangiku yang telah memberikan

bantuan materil, dan terima kasih juga kepada adik saya (M. Hafif) yang telah

memberikan semangat pada kakaknya untuk menuntul ilmu, dan terimakasih

juga kepada keluarga besar saya yang telah memberikan motivasi dan

dorongan untuk saya, yang lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Terhadap semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT memberikan balasan

yang berlipat ganda atas semua jasa dan kebaikan yang telah diberikan kepada

penulis Aamiin.

Bukittinggi, 2019

WAHYU SRI BULAN

NIM. 2115171
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN SURAT PERNYATAAN
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 7

C. Batasan dan Rumusan Masalah........................................................... 8

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 8

E. Penjelasan Judul .................................................................................. 9

F. Sistematika Penulisan........................................................................ 10

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Pembelajaran ..................................................................................... 12

1. Pengertian Pembelajaran ............................................................. 12

2. Bentuk-Bentuk Pembelajaran...................................................... 14

3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran ...................................................... 17

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran..................... 18

B. Pendidikan Agama Islam .................................................................. 28

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam .......................................... 28

2. Tujuan Pendidikan AgamaIslam ................................................. 29

3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Agama Islam ................................... 31


C. Pubertas ............................................................................................. 34

1. Pengertian Pubertas..................................................................... 34

2. Tahap-Tahap Pubertas................................................................. 40

3. Ciri-Ciri Usia Pubertas................................................................ 41

4. Akibat Perubahan Pada Masa Pubertas....................................... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.................................................................................. 51

B. Lokasi Penelitian............................................................................... 52

C. Informan............................................................................................ 52

D. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 53

E. Teknik Analisa Data.......................................................................... 55

F. Triangulasi Data ................................................................................ 56

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI .................... 58

1. Faktor Internal Siswa................................................................... 58

a. Motivasi ................................................................................ 58

b. Bakat ..................................................................................... 60

c. Minat..................................................................................... 62

2. Faktor Eksternal Siswa ................................................................ 64

a. Faktor Keluarga .................................................................... 64

b. Faktor Sekolah ...................................................................... 66

c. Faktor Masyarakat ................................................................ 67


B. Ciri-Ciri Psikologis Anak Usia Pubertas .......................................... 69

C. Akibat Perubahan Pada Usia Pubertas .............................................. 70

D. Akibat Perubahan Sikap dan Perilaku............................................... 73

1. Ingin Menyendiri ......................................................................... 73

2. Bosan ........................................................................................... 75

3. Hilang Kepercayaan Diri ............................................................. 76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 79

B. Saran.................................................................................................. 80

DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN
ABSTRAK

Skripsi atas nama WAHYU SRI BULAN, NIM: 2115. 177 dengan
judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI Pada
Masa Pubertas Siswa di SMPN 1 IV Koto Kecamatan IV Koto
Kabupaten Agam”.
Latar Belakang Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembelajaran PAI Pada Masa Pubertas Siswa di SMPN 1 IV Koto adalah,
Karena dengan mudah dijumpai sekarang banyak terlihat siswa-siswi
menunjukkan sikap pubertasnya seperti mulai tertarik dengan lawan jenisnya,
kurang membatasi layaknya etika pergaulan laki-laki dan perempuan,
merokok, dan juga sudah mengenal yang namanya pacaran. Sehingga
berpengaruh terhadap proses pembelajaran PAI seperti mereka malas-
malasan, melamun, kurang bersemangat, kurang percaya diri, dan suka
melawan kepada personil atau pihak sekolah.
Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah Apa saja
faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran PAI pada masa pubertas
siswa di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam. Adapun yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui apa saja faktor- faktor yang
mempengaruhi pembelajaran PAI pada masa pubertas siswa di SMPN 1 IV
Koto Kec. IV Koto Kab. Agam.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif kualitatif, yaitu
metode yang menggambarkan keadaan yang terjadi dilapangan secara
sistematis. Sumber data dalam penelitian ini adalah Guru yang mengajar di
kelas VII dan kelas VIII dan siswa-siswi yang berjumlah 30 orang. Dalam
mengumpulkan data yang dibutuhkan, penulis melakukan observasi di SMPN
1 Iv Koto. Kemudian data yang diperoleh diolah dengan teknik analisis data
deskriftif analitik dan dilakukan triangulasi data dengan membandingkan
data yang diperoleh dari hasil observasi dan hasil wawancara.
Hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelajaran PAI pada masa pubertas siswa, ada 2 faktor,
yang pertama, yaitu faktor internal yaitu suatu hal asalnya dari dalam diri
seseorang atau individu itu sendiri. Yang termasuk dalam faktor internal
antara lain faktor kesehatan, cacat tubuh, motivasi, perhatian, bakat,
intelegensi, minat dan kesiapan siswa. Kedua yaitu faktor eksternal yaitu,
suatu hal yang asalnya dari luar diri seseorang atau individu itu sendiri. yang
termasuk faktor eksternal yaitu faktor keluarga, keluarga sangat berpengaruh
terhadap proses belajar anak seperti pola asuh atau keadaan di keluarga anak
tersebut. Kemudian faktor sekolah yaitu, sekolah sangat penting untuk
mendidik seorang anak, sekolah harus berperan aktif dalam mendidik
siswanya di sekolah karena siswa lebih banyak meghabiskan waktunya di
sekolah dibandingkan di rumah. Faktor yang terakhir yaitu dari lingkungan
masyarakat, keadaan masyarakat yang baik maka akan baik pula pengaruhnya
terhadap si anak tersebut. Jika keadaan lingkungan tempat si anak tersebut
tidak baik maka akan berpengaruh buruk pula terhadap perkembangan
tingkah laku si anak terutama bagi yang sedang mengalami masa pubertas.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk dapat

mendidik dan didik, sehingga manusia tersebut mampu menjadi khalifah di

muka bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Manusia juga di

ciptakan oleh Allah SWT dengan membawa potensi (fitrah), sesuai dengan

hadist Nabi Muhammad SAW:

ْ‫ﻮ‬
‫ٍد ﯾُﻮْ ﻟَ ُﺪ َﻋﻠَﻰ اﻟﻔِﻄْﺮَ ِة ﻓَﺎ َ ﺑَﻮَ ا هُ ﯾُﮭَ ﱠﻮ دَا ﻧِ ِﮫ اَوْ ﯾُﻨَﺼﱠﺮَ ا ﻧِ ِﮫ اَوْ ﯾُ َﻤ ﱠﺠﺴَﺎ ﻧِ ِﮫ رواه اﻟﺒﺨﺎ ري‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata:Rasulullah SAW
bersabda, setiap anak di lahirkan dalam keadaan suci (
fitrah). Maka kedua orang tua nya lah yang menjadikan
anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (H.R.
Al-Bukhari)1
Allah menciptakan sesuatu secara bertahap, yaitu dengan melalui

suatu proses yang berkesinambungan. Manusia diciptakan tidak langsung

dewasa, tetapi melalui proses yang bermulai dari bentuk air.

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Insan ayat 2 :

          
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu
Kami jadikan Dia mendengar dan melihat’’.2

1
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, ( Beirut: Dar al-Fikr), Juz. V, hal. 325
2
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1995), Juz XXV, Cet. Ke-1
Dari ayat diatas jelas bahwa manusia diciptakan melalui suatu proses

yang bermula dari setetes air, lalu menjadi janin, kemudian menjadi bayi, lalu

menjadi anak remaja dan akhirnya menjadi dewasa.3 Manusia tidak pernah

statis semenjak dari pembuahan hingga ajal selalu terjadi perubahan, baik

dalam kemampuan fisik maupun kemamppuan psikologi. Piaget menjelaskan

bahwa struktur itu tidak pernah statis dan sudah ada semenjak awal.4

Berbagai perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk

memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup.

Namun tujuan ini tidak pernah statis. Tujuan dapat dianggap sebagai suatu

dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat untuk dilakukan, untuk

menjadi manusia yang diinginkan baik secara fisik maupun psikologis.

Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-

anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makluk seksual. Seperti yang

diterangkan oleh Rool,”Masa Puber adalah suatu tahap dalam perkembangan

dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan

reproduksi”. 5

Masa pubertas ditandai dengan berkembangannya sikap dependen

kepada orang tua ke arah independen, minat seksualitas, dan kecenderungan

untuk merenung dan memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika, dan isu-isu

moral.6 Masa puber atau pubertas adalah salah satu dari dua periode dalam

rentang kehidupan yang ditandai oleh pertumbuhan yang mencolok dalam

3
Permadi Ali Basyar, Bahan Renungan Kalbu,(Bandung: Cahaya Makrifat, 2005), hal. 2
4
Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga,1980), hal. 3
5
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 184
6
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000), hal. 71
proporsi tubuh. Selain masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat masa

puber adalah periode yang singkat dibandingkan dengan banyaknya

perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar tubuh.

Perubahan-perubahan pesat yang terjadi selama masa puber

menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu atau tidak aman, dan dalam

banyak kasus mengakibatkan prilaku yang kurang baik. Pesatnya

pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi selama masa puber pada

umumnya disebut sebagai “Remaja tumbuh pesat”. lebih tepat lagi, ini adalah

“Pubertas tumbuh pesat” karena agak mendahului atau terjadi bersamaan

dengan perubahan-perubahan masa puber lainnya.7

Masa puber adalah periode yang unik dan khusus yang ditandai oleh

perubahan-perubahan perkembangan tertentu yang terjadi dalam rentang

kehidupan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan fisik, akibat dari

perubahan fisik dapat membawa dampak psikologis yang paling umum

terjadi ialah kecendrungan untuk mengembangkan konsep diri yang kurang

baik, berprestasi rendah dan tidak mudah menerima perubahan fisik.8 Pada

masa puber ini, anak mulai memperhatikan penampilan teman yang sebaya

dengan nya. Apabila ia berbeda dengan temannya, ia mulai rendah diri

dengan banyak bermenung, akibatnay presstasi menurun. Contoh: teman-

temannya berpostur tinggi, sedangkan ia pendek, maka ia akan rendah diri.

Selama masa pubertas banyak masalah yang dihadapi dalam masa

pencarian jati diri (identitas). Di dalam menemukan jati diri sering kali anak
7
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 185
8
M. Ali Yusuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet.
Ke-1, hal.25
usia pubertas bertingkah aneh-aneh. Pencarian jati diri anak usia ini mencari

teman-teman yang sama menghadapi masalah dengannya. Banyak masalah

yang dihadapi anak usia pubertas ini sangat mempengaruhi terhadap

pencapaian hasil belajarnya atau pendidikan nya.9

Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas

hidup manusia melalui pengembangan potensi yang mereka miliki.10 Akan

tetapi perkembangan pengetahuan dan karena berbagai keterbatasan orang tua

maka orang tua membutuhkan orang lain untu melaksanakan tanggung jawab

terhadap pendidikan nya. Oleh Karena itu perkembangan lembaga-lembaga

pendidikan yang kemudian dikenal dengan sekolah. Sekolah dimaksudkan

untuk membimbing dan mengarahkan dan membimbing remaja.

Pendidikan agama di sekolah sangat penting, dimana pendidikan

agama merupakan kebutuhan bagi umat manusia dalam mengembangkan

potensi agamanya. Oleh sebab itu pendidikan agama diberikan disetiap

jenjang pendidikan dan dimasukkaan ke dalam kurikulum sekolah mulai dari

Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan tinggi, baik sekolah agama maupun

sekolah umum.11

Guru agama bertanggung jawab dalam memberikan nasehat atau

pembelajaran terhadap peserta didik yang mengalami masa pubertas. Agar

peserta didik benar-benar mengetahui dan memahami nilai-nilai ajaran agama

dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat

9
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 185
10
Badrudin, Manajemen Peserta Dididik, (Jakarta: Permata Putri Media, 2014), hal. 1
11
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Aagma dan Watak Bangsa, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), hal. 15-26
melahirkan peserta didik yang memiliki perilaku keberagamaan yang baik

dan hidup sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem

pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga

laboratorium.12

Proses pembelajaran pendidikan agam di sekolah umum hanya sedikit

dibandingkan dengan sekolah agama. Dan disamping itu waktu peserta didik

di sekolah hanya sedikit dan waktunya lebih banyak diluar sekolah.jadi

lingkungan luar / mayarakat lebih banyak berpengaruh terhadap mereka.13

Pembelajaran pendidikan agam Islam sangat dibutuhkan dalam hal ini,

karena pendidikan agama sangat berperan sekali dalam kehidupan seseorang.

Disini akan tampak perbedaan antara anak yang mendapatkan pendidikan

agama dan bimbingan baik terutama dari orang tua.

Anak sebagai dambaan setiap orang tua dan diberikan anak

kemampuan tumpuan yang sekaligus amanah dan anugerah dari Allah SWT,

anak lahir dari pemeliharaan orang tua dan di besarkan dalam lingkungan

keluarga, maka disinilah terpikul di pundak orang tua untuk mengasuh,

memelihara serta membina dan mengarahkan nya sejak kecil, bahkan sejak

12
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013) Cet. Ke-
13, hal. 57
13
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 16
anak itu masih dalam kandungan yang semua itu tidak terlepas dari tanggung

jawab orang tua.14

Berdasarkan observasi awal di SMPN 1 IV Koto pada tanggal 8

februari 2019 terlihat siswa menunjukkan sikap pubertas seperti mulai tertarik

dengan lawan jenisnya, kurang membatasi layaknya etika pergaulan laki-laki

dan perempuan, suka berbohong, suka berkelahi, cara berpakaian yang tidak

pantas, banyaknya siswa yang merokok, dan juga sudah mengenal yang

namanya mabuk-mabukan. Pada saat inilah sangat dituntut guru terutama

guru pendidikan agama Islam untuk mengarahkan dan membimbing peserta

didik menjaga diri dalam pergaulannya.

Hasil observasi yang penulis lakukan dengan salah seorang tenaga

pendidik di SMPN 1 IV Koto dengan ibu Khairiyah bahwa pada saat siswa

mengalami masa pubertas mereka sering bolos sekolah, merokok, dan juga

sudah mengenal yang namanya pacaran. Dan pada saat proses pembelajaran

berlangsung mereka sering malas-malasan, melamun, kurang bersemangat,

kurang percaya diri, suka melawan kepada guru dan personil sekolah dan lain

sebagainya.

Penulis juga melakukan observasi kepada salah seorang siswa di

SMPN 1 IV Koto tersebut (Hafif) bahwa: saya berperilaku demikian, karena

sebagian guru kurang memperhatikan perbuatan tersebut sehingga kami

melakukan perbuatan yang dilarang untuk mendapatkan perhatian dari guru-

guru tersebut.

14
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2010), Cet. Ke-III, hal 202
Dari observasi yang penulis lakukan dengan guru dan siswa tersebut,

bahwa guru dan siswa kurangnya interaksi sehingga anak tersebut melakukan

perbuatan-perbuatan yang menyimpang guna untuk mendapatkan perhatian

dari guru-gurunya.

Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam

lagi yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “FAKTOR-

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN PAI PADA

MASA PUBERTAS SISWA DI SMPN 1 IV KOTO KECAMATAN IV

KOTO KABUPATEN AGAM”.

B. Identifikasi Masalah

1. Masih adanya siswa yang malas-malasan dalam kegiatan proses belajar

mengajar.

2. Adanya siswa yang kurang bersemangat atau kurang percaya diri ketika

proses belajar mengajar berlangsung.

3. Adanya siswa yang sudah mengenal yang namanya pacaran, sehingga

berpengaruh kepada proses pembelajaran.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini tidak keluar terlau jauh dari pokok

permasalahan, maka dipandang perlu untuk membatasi masalah yaitu


Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Pembelajaran PAI Pada Masa

Pubertas Siswa di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat penulis rumuskan

masalah dari penelitian ini yaitu: Apa saja Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pembelajaran PAI Pada Masa Pubertas Siswa di SMPN 1

IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam?

D. Tujuan dan kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Apa saja Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI Pada Masa Pubertas Siswa

di SMPN 1 IV Koto.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk melengkapi persyaratan guna mendapatkan gelar sarjana S1 pada

IAIN Bukittinggi.

b. Hasilnya merupakan suatu sumbangan karya ilmiah untuk SMPN 1 IV

Koto.

c. Bisa diteliti lebih lanjut oleh peneliti lainnya.

d. Hasilnya merupakan sumbangan karya ilmiah untuk jurusan Tarbiyah.

Program studi Pendidikan Agama Islam pada IAIN Bukittinggi..


e. Untuk memperluas cakrawala pemikiran penulis terhadap masalah yang

sedang dibahas dan memperdalam ilmu pengetahuan penulis di bidang

penulisan ilmiah.

E. Penjelasan Judul

Untuk lebih memudahkan dan menghindari penafsiran yang berbeda

dalam memehami judul penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan

beberapa kata penting dari judul diatas:

Faktor-Faktor : Keadaan peristiwa yang ikut menyebabkan terjadinya sesuatu.

Penulis maksud adalah faktor-faktor penyebab terjadinya

sesuatu pada siswa-siswi di SMP.

Pembelajaran : pembelajaran adalah suatu proses usaha yang harus dilakukan

seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya.15

PAI : Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar dan terencana

dalam mempersiapkan peserta didik untuk mengenal,

memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam,

dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut

agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat

beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.16

15
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyo, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
hal.116
16
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2010), Cet. Ke-III, hal. 191-192
Pubertas : Pubertas merupakan masa transisi dan tumpang tindih.

Dikatakan transisi karena pubertas berada dalam peralihan

antara masa kanak-kanak dengan masa remaja. Disebutkan

kanak-kanak tidak tepat, sementara ia belum dikatakan sebagai

remaja. Dikatakan tumpang tindih, karena beberapa ciri remaja

dimilikinya pula.17

Siswa :Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi

diri melalui proses pembelajaran.18 Yang menjalankan

aktivitas pendidikan yang penulis maksud adalah siswa yang

melakukan aktivitas pendidikan sekolah.

Berdasarkan penjelasan judul diatas, maka dapat dipahami bahwa

maksud secara umum dari judul penelitian ini adalah suatu penelitian yang

berusaha mengungkap tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pembelajaran PAI Pada Masa Pubertas Siswa di SMPN 1 IV Koto kecamatan

IV Koto Kabupaten Agam.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih jelas dan memudahkan pemahaman para pembaca dan

agar lebih terarahnya pembahasan penelitian ini, maka dapat dilihat pada

sistematikanya yang dibagi kepada 5 (lima) bab, pada tiap-tiap bab dirinci

kedalam beberapa sub bab, sebagai berikut:

17
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hal.
12
18
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), hal. 115
Bab I membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah

dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul dan

sistematika penulisan.

Bab II merupakan landasan teoritis yang membahas tentang belajar

yang meliputi pengertian belajar, bentuk-bentuk belajar, dan faktor-faktor

yang mempengaruhi belajar. Pada bab ini juga membahas tentang masa

pubertas: pengertian masa pubertas, cirri-ciri masa pubertas.

Bab III Metodolgi penelitian, terdiri dari lokasi penelitian, jenis penelitian,

informan, metode dan teknik pengumpulan data, pengolahan data, teknik analisis

data bab triangulasi data.

Bab IV membahas tentang Bab IV, Merupakan hasil penelitian yang terdiri

dari faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran PAI pada masa pubertas siswa

di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam.

Bab V Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dari isi skripsi tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi pembelajaran PAI pada masa pubertas siswa di SMPN 1

IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam dan saran penulis terhadap guru dan siswa yang

ada di SMPN 1 IV Koto Kec. Iv Koto Kab. Agam khususnya kelas VII dan kelas

VIII.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Terjadinya Pembelajaran, maka bersama itu pula terjadinya proses

mengajar, karena ada yang belajar sudah tentu ada yang mengajar, sebab

masalah belajar dari dahulu sampai sekarang terus menerus mendapat

perhatian, baik dari pakar ilmu pendidikan maupun pakar psikologi, yang

masing-masing melihat dari sisi pedagogis dan psikologisnya, karena

pembelajaran itu merupakan suatu proses perubahan tingkah laku pada diri

individu yang dipengaruhi, baik itu kecerdasan, bakat, minat, serta

kemampuan yang dimilikinya, yang mana melibatkan komponen yang saling

berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan perubahan tingkah laku

itu.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem

pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga

laboratorium.19

Agar lebih jelasnya, maka perlu dikemukakan pengertian

pembelajaran menurut para ahli, yaitu:

19
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013) Cet. Ke-
13, hal. 57
a. Menurut pengertian psikologisnya, pembelajaran adalah suatu proses

usaha yang harus dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.20

b. Oemar Hamalik menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu bentuk

perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara-cara

beringkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.21

c. Slameto dan Ali menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu usaha

yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.22

a. Menurut Chaplin pembelajaran adalah perolehan perubahan tingkah laku

yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.23

Dari beberapa pengertian, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran

adalah suatu perubahan-perubahan dalam perbuatan seseorang melalui

berbagai aktivitas dan pengalamannya. Perubahan-perubahan tersebut

dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku, dengan adanya preoses

pembelajaran akan terjadilah perkembangan dalam tingkah laku seseorang.

20
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyo, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
hal.116
21
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-
1, hal. 27
22
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008), hal. 8
23
Dwi Prasetia Danarjati, dkk, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014),
hal. 41
2. Bentuk-Bentuk Pembelajaran

Ada beberapa bentuk belajar diantaranya:

a. Pembelajaran Isyarat (signal learning)

Pembelajaran tanda disebut pembelajaran stimulus-respon, karena

penguasaannya dengan jalan menciptakan kondisi (conditioning). Dalam

kondisi tersebut, pelajar memberi jawaban (response) terhadap

rangsangan-rangsangan tertentu.24

Pembelajaran isyarat merupakan pembelajaran yang relative

sederhana dengan syarat pelajar mau menggunakan jumlah waktu dan

usaha yang dibutuhkan. taktik belajar ini menempuh langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Menetapkan hubungan, pelajar diberi rangsangan yang dibutuhkan lalu

disuruh memberikan respon secara langsung.

2) Latihan secara terus menerus

3) Menguatkan respon yang benar25

b. Pembelajaran berantai (chaining learning)

Pembelajaran dapat terjadi dalam bentuk prilaku yang berantai,

merupakan cara belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik,

sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.26

Penetapan hubungan antara satu mata rantai berikutnya dapat dilakukan

dengan menggunakan salah satu dari 3 taktik dibawah ini:

24
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hal. 7
25
H. M. Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta:
Amisco, 2003), Cet. Ke-2, hal. 31
26
Eveline Siregar dan Hartani Nara, Teori Belajar dan PembelajaranI,..., hal. 7
1) Mata rantai beruntun (progressive-chaining), rantai dapat dikuasai

dengan menguasai mata rantai terakhir.

2) Menghafal diluar kepala (rote learning), menghafal sesuatu diluar

kepala dapat dilakukan dengan memanfaatkan contoh-contoh yang telah

dikuasai sebelumnya atau mengasosiasikannya dengan sesuatu yang

telah dikenal.

3) Mempelajari mata rantai dari belakang (retrogressive chaining), rantai

dapat dikuasai dengan memulai dari aktifitas yang terakhir, kemudian

mundur sampai kepada mata rantai yang pertama.27

c. Pembelajaran diskriminasi ganda (multiple discrimination)

Pembelajaran diskriminasi ganda berarti belajar membedakan satu

kategori gejala-gejala dan kategori gejala-gejala lain, misalnya

membedakan apa yang termasuk dalam kategori syarat shalat dan apa yang

termasuk dalam kategori rukunnya.28

Pembelajaran dengan diskriminasi ganda dapat ditempuh dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Kondisi-kondisi yang berbeda, kesulitan yang utama dalam

diskriminasi ganda ialah membedakan mana stimulus dan mana

responnya.

2) Penyajian secara serentak, objek-objek yang akan dibedakan harus

disajikan serentak pada waktu yang bersamaan.29

27
H. M. Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,..., hal. 33
28
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hal. 7
29
H. M. Suparta dan Herry Noer Aly, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,..., hal. 34
d. Pembelajaran konsep (concept learning)

Pembelajaran konsep adalah melakukan generalisasi terhadap suatu

kelompok gejala yang mungkin memiliki bentuk luar berbeda, tetapi

mempunyai satu hal yang sama, dengan kata lain, dalam belajar konsep,

pelajar berusaha mencari titik temu di antara perbedaan-perbedaan yang

ada.30

Terdapat dua taktik yang dapat digunakan oleh pelajar untuk

mempelajari konsep, yaitu:

1) Membuat generalisasi didalam suatu kelas, pelajar diberi seperangkat

stimulus yang berbeda bentuk luarnya, tetapi memiliki titik sama yang

membuatnya saling berhubungan.

2) Membeda-bedakan diantara kelas, jika generalisasi telah dibuat, pelajar

harus belajar membedakan konsep itu dari konsep-konsep lain.31

e. Pembelajaran prinsip (principle learning)

Prinsip terdiri dari rangkaian konsep-konsep. Dalam pembelajaran

prinsip, rantai yang menghubungkan tiap-tiap konsep yang berbeda dari

rantai yang dipelajari sebelumnya.32

Pembelajaran prinsip dapat dilakukan dengan taktik sebagai berikut:

1) Mengingat kembali konsep-konsep, pelajar harus mengingat konsep-

konsep yang akan digunakan untuk membentuk prinsip.

2) Meragkaikan konsep-konsep, konsep-konsep yang telah diingat harus

dirangkaikan, baik secara retrogosif maupun progresif.33


30
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hal. 7
31
H. M. Suparta dan Harry Noer, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,..., hal. 36
32
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hal. 8
3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Prinsip pembelajaran apabila diterapkan dalam proses pengembangan

pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan diperoleh hasil yang lebih

optimal.34 Ada beberapa prinsip pembelajaran sebagai berikut:

a. Respons-respons baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respons

yang terjadi sebelumnya.

b. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga

dibawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa.

c. Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau

berkurang frekuensinya apabila tidak diperkuat dengan akibat yang

menyenangkan.

d. Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan

ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.

e. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar

sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan

masalah.35

f. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi

perhatian dan ketekunan siswa dalam proses belajar mengajar.

g. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai

umpan balik menyelesaikan tiap langkah akan membantu siswa.

33
H. M. Suparta dan Harry Noer, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,..., hal. 37
34
Eveline Siregar dan Hartani Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hal. 14
35
Mohammad Syarif Sumanti, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2015), Cet. Ke-1, hal. 3
h. Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan

kecil dapat dikurangi dengan mewujudkan dalam suatu model.

i. Keterampilan tingkat tinggi terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih

sederhana.

j. Belajar akan lebih cepat, efesien dan menyenangkan apabila siswa diberi

informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.

k. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang

maju dengan cepat dan ada yang lebih lambat.

l. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan

mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpa

balik bagi dirinya untuk membuat respons yang benar.36

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran

Para ahli telah mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar seseorang. Faktor-faktor yang mereka kemukakan cukup beragam,

namun pada dasarnya dapat di kategorikan ke dalam dua factor, yaitu:

a. Faktor luar, yaitu lingkungan baik alam maupun sosial dan instrumental

meliputi kurikulum/bahan pelajaran, guru/pengajar, sarana dan fasilitas,

administrasi atau manajemen.37

b. Faktor dalam, yaitu fisiologi meliputi kondisi fisik dan panca indera dan

psikologis meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan

kognitif.38

36
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hal. 14-16
37
Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hal.
233
Dalam pembahasan ini antara faktor yang mempengaruhi proses

pembelajran dengan faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sama.

Namun sebelum membahas lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar perlu diketahui terlebih dahulu tentang faktor yang

mempengaruhi sistem lingkungan belajar.

Adapun faktor yang mempengaruhi tersebut adalah tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru dan siswa

yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan

yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang berbeda.39

Menurut pendapat lain secara global ada 3 macam faktor yang

mempengaruhi belajar siswa yaitu:

a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa). yakni keadaan / kondisi

jasmani dan rohani siswa.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar

siswa.

c. Faktor pendekatan pembelajran (approach to learning), yakni jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan pembelajaran mteri pelajaran.40

Untuk lebih jelasnya, berikut ini penulis uraikan tantang secara lebih

rinci tentang faktor yang mempengaruhi pembelajaran tersebut, baik mulai

dari faktor internal maupun faktor eksternal:

38
Dwi Prasetia Danarjati, dkk, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014),
hal. 45
39
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo
Press, 2001), Cet. Ke-8, hal. 107
40
Dwi Prasetia, dkk, h. 45
a. Faktor Internal Siswa

1) Faktor jasmaniah

Merupakan kondisi umum jasmani dan tonus (tagangan otot)

yang menandai tingkat kebugaran organ tubuh dan sendi-sendinya

dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti

pelajaran.41

Faktor jasmaniah juga dibagi menjadi 2 macam yaitu:

a) Faktor kesehatan

Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang

memungkinkan seseorang untuk belajar secara aktif seseorang murid

yang sedang sakit biasanya mengalami kesulitan tertentu dalam

belajar misalnya cepat lelah, tidak bisa konsentrasi, malas dan

sebagainya.42

b) Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik

atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat itu dapat berupa

buta, tuli, patah kaki, lumpuh dan lain-lain. Cacat tubuh juga

mempengaruhi belajar siswa yang cacat belajarnya juga terganggu.43

41
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005), hal. 127
42
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), Cet.
Ke- 1 hal. 40
43
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
1995), Cet. Ke-3, hal. 55
2) Faktor Psikologis

a) Motivasi

Motivasi ini dibedakan ke dalam motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan keadaan yang

berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya

untuk belajar, misalnya perasaan menyenangi materi dan

kebutuhannya terhadap materi tersebut. Motivasi ekstrinsik

merupakan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga

mendorongnya untuk melakukan kegiatan pembelajaran.44

Terdapat dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 87:

          

         


Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita
tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari Rahmat Allah melainkan kaum yang
kafir”. (Qs. Yusuf: 87

b) Perhatian

Perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa

itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau benda-benada

atau sekumpulan objek. Untuk memperoleh hasil belajar yang baik,

siswa harus memberi perhatian penuh pada bahan yang

dipelajarinya, karena apabila bahan pelajaran tidak menjadi

perhatian bagi sisw, akan menimbulkan kebosanan, sehingga yang

44
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,..., hal. 133
bersangkutan tidak suka lagi belajar. Pemusatan energi psikis yang

tertuju pada satu objek pelaksanaan atau dapat dikatakan sebagai

banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar.45

c) Bakat

Bakat merupakan kemampuan bawaan yang merupakan

potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih. Pada dasarnya,

setiap manusia memiliki bakat pada suatu bidang tertentu dengan

kualitas yang berbeda-beda. Bakat yag dimiliki oleh seseorang dalam

bidang tertentu memungkinkan mencapai prestasi pada bidang ini.

Untuk itu diperlukan adanya latihan, pengetahuan, dorongan asosiasi

dan moral dari lingkungan yang terdekat. Bakat ada yang bersifat

akademik dan ada yang bersifat non akademik. Bersifat akademik

berhubungan dengan pelajaran dan yang bersifat non-akademik

berhubungan dengan bakat dalam bidang sosial, seni, olahraga, serta

kepemimpinan.46

Terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 84:

           

Artinya:“Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya


masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa
yang lebih benar jalan-Nya’’. (Qs. Al-Isra’: 84)

45
Tohirin, Psikologi Perkembangan Pendidikan Agama Islam,..., hal. 129-130
46
Mudjiran, Perkembangan Peserta Didik, (Padang, 2007),hal. 73
Ayat tersebut dapat dikaitkan dengan bakat yang dimiliki

oleh setiap manusia, bahwa manusia terlahir dengan kemampuan

atau bakat yang berbeda-beda.

d) Intelegensi

Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan dan hasil

belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat

intelegensi tinggi akan lebih berhasil dari siswa yang mempunyai

tingkat intelegensi yang rendah. Meskipun demikian, siswa yang

mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil

dalam belajar. hal ini disebabkan karena belajar merupakan proses

yang kompleks dengan faktor yang mempengaruhinya, sedangkan

intelegensi merupakan salah satu faktor yang lain.47

Terdapat dalam Al-Qur’an surat As-sajadah ayat 9:

          

     


Artinya:”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) sedikit
sekali bersyukur”. (Qs. As-Sajdah: 9)

Ayat di atas memberikan isyarat bahwa anusia terlahir

dengan dibekali kecerdasan yang terdiri dari lima bagian utama

kecerdasan yaitu kecerdasan rohaniah, kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan fisik.

47
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan AgamaIslam,..., hal. 129-130
e) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk

memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar

pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila bahan pelajaran yang

dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa atau tidak diminati siswa,

maka siswa yang bersangkutan tidak akan belajar dengan sebaik-

baiknya, karena tidak ada daya tarik lagi baginya.48

Terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 40:

           
Artinya:’’Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh
selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya
usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)

f) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atas

beraksi. Kesediaan itu datang dari dalam diri siswa juga

berhubungan dengan kematangan. Kesiapan amat perlu diperhatikan

dalam proses pembelajaran, karena jika siswa belajar dan padanya

sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.49

b. Faktor Eksternal Siswa

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi siswa yang

berasal dari luar diri siswa. Dalam kegiatan belajar ada 2 macam faktor

eksternal:

48
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,..., hal. 130-132
49
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,..., hal. 135-136
1) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sosial ini juga dibagi menjadi 3 faktor yaitu:

a) Faktor keluarga

Keluarga merupakan orang terdekat dengan siswa, keluarga

yang terdiri dari orang tua, kakak, adik, nenek, kakek dan lainnya.

Diantara keluarga tersebut yang paling berpengaruh adalah orang

tua atau ayah dan ibu. Orang tua merupakan penggerak utama

dalam kelangsungan proses belajar anak hal ini sesuai dengan

sabda Rasul SAW:

ْ‫ ﻛُﻞﱡ ﻣَﻮْ ﻟُﻮْ ٍد ﯾُﻮْ ﻟَ ُﺪ َﻋﻠَﻰ اﻟﻔِﻄْﺮَ ِة ﻓَﺎ َ ﺑَﻮَ ا هُ ﯾُﮭَ ﱠﻮ دَا ﻧِ ِﮫ اَوْ ﯾُﻨَﺼﱠﺮَ ا ﻧِ ِﮫ اَو‬:َ‫َﺳﻠَﻢ‬
(‫ﯾُ َﻤ ﱠﺠﺴَﺎ ﻧِ ِﮫ )رواه اﻟﺒﺨﺎ ري‬

Artinya: ’’Dari Abi Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW


bersabda: ’’Setiap manusia dilahirkan berdasarkan
fitrahnya, lalu kedua orang tuanyalah yang
mempengaruhinya menjadi Yahudi, Majusi, dan
Nasrani.’’50 (HR. Bukhari)

Orang tualah yang membelajarkan anaknya terlebih dahulu

kemudian baru sianak dapat melakukan belajar dengan sendirinya.

Keluarga mempunyai pengaruh baik terhadap keberhasilan belajar

murid, apabila keluarga khususnya orang tua bersifat merangsang,

mendorong dan membimbimng terhadap aktivitas belajar anaknya.

Hal ini memungkinkan diri anak untuk mencapai prestasi belajar

yang tinggi. Sebaliknya bila orang tua acuh tak acuh terhadap

50
Imam Bukhari, Terjemah Hadist Shahih Bukhari, Terjemah Zainuddi Hamidy, Dkk,
Judul Asli “Shahih Bukhari”, (Jakarta: Widjaya, 1986), Cet. Ke-4, hal. 82
pembelajaran, biasanya anak kurang atau tidak memiliki semangat

belajar, sehingga sulit diharapkan ia dapat mencapai prestasi

maksimal.51

b) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang berhubungan dengan lingkungan

sosialnya hanya ada dua macam:

a. Relasi guru dengan siswa

Sikap guru terhadap siswa sikap siswa terhadap guru

amat besar pengaruhnya terhadap proses dan prestasi belajar

siswa. Jika siswa benci terhadap pengaruh gurunya maka

pembelajarannya tidak akan bagus, sebaliknya jika siswa suka

terhadap gurunya tentu akan membantu sekali dalam

belajarnya. Sikap guru yang baik, ramah terhadap murid akan

menjadi dorongan dalam belajar.52

b. Relasi siswa dengan siswa

Salah satu akibat dari kurang dekatnya guru dengan

siswa adalah guru tidak mengetahui bahwa adanya

pengelompokan atau guru dalam kelas. Hal ini menyebabkan

ada siswa yang tersisih dan menyisihkan diri. Bagi siswa yang

merasa tersisih akan mengakibatkan proses belajarnya jadi

51
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999),
Cet. Ke-2, h. 63-64
52
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
1995), hal 62
kurang nyaman atau kurang lancar. Bahkan kadang-kadang hal

tersebut dapat menyebabkan siswa malas sekolah.

c) Faktor Masyarakat

Diantara faktor sosial dari masyarakat yang

mempengaruhi prestasi belajar adalah kegiatan siswa dalam

masyarakat dan teman bergaul.

Kegiatan dalam masyarakat dapat menguntungkan

terhadap perkembangan pribadi siswa, namun jika ia terlalu banyak

mengikuti kegiatan dalam masyarakat hal ini akan mengganggu

belajarnya, lebih-lebih jika ia tidak bijaksana dalam mengatur

waktu. Begitupun dengan teman bergaul jika siswa bergaul dengan

teman yang kurang baik atau tidak baik seperti: merokok, minum-

minuman dan lainnya akan berdampak buruk sekali pada sikapnya

dan ini akan mengakibatkan belajarnya akan berantakan.53

Sehubungan dengan faktor masyarakat ini sesuai dengan

ayat Al-Qur’an surat At-Thur ayat 21:

        

           
Artinya: ’’ Dan orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka
mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan
anak cucu mereka dengan mereka dan kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amat mereka. Tiap-
tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya’’.
(Q.S At-Thur: 21)

53
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2010), Cet. Ke-3, h. 202-208
Jadi, salah satu perbuatan dalam bergaul dengan orang

lain, dan diantara orang lain itu adalah orang yang belajar (siswa).

Maka dengan begitu secara tidak langsung masyarakat

mempengaruhi belajar dan prestasi belajar.

2) Lingkungan non-sosial

Lingkungan non sosial juga terdapat di dalam keluarga,

sekolah dan masyarakat. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi

belajar dalam lingkungan non sosial adalah: gedung sekolah dan

letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat

belajar, cuaca dan waktu belajar yang digunakan, metode belajar,

ekonomi, media dan bentuk kehidupan masyarakat.54

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Kata pendidikan dalam bahasa Arab adalah tarbiyah, dengan kata

kerja rabba, sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arab adalah

tarbiyatul Islamiyah. Untuk memahami pengertian pendidikan agama Islam,

terlebih dahulu dipahami pengertian pendidikan agama dan pendidikan Islam.

Secara umum pendidikan agama termasuk dalam ruang lingkup pendidikan

Islam. Karena pendidikan Islam meliputi semua aspek dari ajaran Islam,

dalam konteks kekayaan khazanah keilmuan Islam.55

54
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,..., hal. 62
55
Nasrul, Pendidikan Agama Islam, (Padang: UNP Press, 2011), Cet. Ke-4, hal. 1
Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam

mempersiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,

hingga mengimani ajaran Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk

menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan

antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.56

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan agama Islam pada hakikatnya sama dan sesuai

dengan tujuan yang diturunkan oleh agama Islam, yaitu untuk membentuk

manusia yang beriman dan bertaqwa hanya kepada Allah Swt.57

Tujuan pendidikan agama Islam dapat dibagi kedalam beberapa

bagian yaitu:

a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdah.

Terdapat dalam Al-Qur’an Surah Adz-dzariyat ayat 56:

      


Artinya: ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku’’. (Qs. Adz-Dzariyat: 56)

b. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah muamalah

dan kedudukannya sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan

tertentu. Dalam surah Al-An’am ayat 152:

            

           

56
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2010), Cet. Ke-III, hal. 191-192
57
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi perkembangan ,..., hal. 192
            

  


Artinya: ‘’Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
sekedar kesanggupannya, dan apabila kamu berkata,maka
hendaklah kamu berlaku adil meskipun ia adalah kerabatmu,
dan penuhilah janji Allah yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat’’.(Qs. Adz-Dzariyat: 56)

c. Membentuk warga Negara yang bertanggung jawab kepada masyarakat

dan bangsanya dan tanggung jawab kepada Allah sebagai penciptanya.

d. Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan

terampil untuk memungkinkan memasuki teknostruktur masyarakat.

e. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu (agama dan ilmu-ilmu Islam

lainnya).58

Dari tujuan-tujuan pendidikan agama tersebut, terlihat bahwa tujuan

agama merupakan suatu upaya untuk membangkitkan intuisi agama dan

kesiapan ruhani dalam mencapai pengalaman transcendental. Artinya, tujuan

utama pendidikan agama bukan sekadar mengalihkan pengetahuan dan

keterampilan, melainkan lebih merupakan suatu iktiar untuk menggugah

fitrah insaniyah sehingga peserta didik bisa menjadi penganut atau pemeluk

agama yang taat dan baik.59

Tujuan akhir dari pendidikan agama Islam tersebut terdapat pada

waktu hidup manusia telah berakhir pula. Orang yang sudah bertaqwa masih

58
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan,..., hal. 192-193
59
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan,..., hal. 193
perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan

penyempurnaan, setudaknya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang,

meskipun pendidikan oleh diri sendiri, bukan formal. Tujuan akhir

pendidikan agama Islam dapat dilihat dalam firman Allah swt, (Qs.Ali Imran:

102)

            

Artinya: “Hai orang0orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah


swt sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam”. (Qs. Ali Imran: 102)

Oleh karena itu, pendidikan agama Islam sangat penting

keberadaannya karena pendidikan agama Islam merupakan suatu upaya atau

proses, pencarian, pembentukan, dan pengembangan sikap dan perilaku untuk

mencari, mengembangkan, memelihara, serta mengunakan ilmu dan

perangkat teknologi atau keterampilan demi kepentingan manusia sesuai

dengan ajaran Islam.60

3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Agama Islam

Dalam memimpin proses pembelajaran, pendidik perlu

memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dan senantiasa

mempedomaninya, bahkan sejauh mungkin merealisasikannya bersama-sama

dengan peserta didiknya. Adapun yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan

islam diantaranya adalah:

a. Prinsip Integral

60
Baharuddin, Pendidik dan Psikologi Perkembangan,..., hal. 193
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan

agama, keduanya harus terintegrasi secara harmonis. Dalam ajaran Islam,

Allah adalah maha pencipta alam semesta termasuk manusia. Allah pula

yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya.61

Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, Allah

memerintahkan agar manusia untuk membaca yaitu dalam Qs. Al-‘Alaq

ayat 1-5:

            

           

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah. Yang
mengajarkan manusia dengan perantara kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya’’. (Qs. Al-‘Alaq:
1-5)

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan

agar manusia membaca Al-Qur’an dan fenomena alam tanpa memberikan

tanpa memberikan tekanan terhadap salah satu jenis ayat yang dimaksud.

b. Prinsip Terbuka

Dalam Islam diakui adanya perbedaan manusia. Akan tetapi

perbedaan hakiki ditentukan oleh amal perbuatan manusia, dalam Qs. Al-

Mulk ayat 2:

            

61
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hal 64
Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengui
kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun’’. (Qs. Al-
Mulk:2)

Oleh karena itu, pendidikan islam pada dasarnya bersifat terbuka,

demokratis, dan universal. Menurut Jalaluddin yang dikutip oleh Bukhari

Umar menjelaskan bahwa keterbukaan pendidikan Islam ditandai dengan

kelenturan untuk mengadopsi unsur-unsur positif dari luar, sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dengan tetap menjaga

dasar-dasarnya yang original yang bersumber pada Al-Qur’an dan

Hadist.62

c. Prinsip menjaga perbedaan Individual

Perbedaan individual antara seorang manusia dengan orang lain

dikemukakan oleh Al-Qur’an sebagai contoh, dalam Qs. Ar-Ruum ayat

22:

         

    


Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan
bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi-bagi orang yang mengetahui”. (Qs. Ar-
Ruum: 22)

Perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia melaperbedaan-

perbedaan tingkah laku karena setiap orang akan berbuat sesuai dengan

keadaannya masing-masing. Ramayulis menjelaskan bahwa pendidikan

62
Ahmad Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999) hal. 28
Islam sepanjang sejarahnya telah memelihara perbedaan individual yang

dimiliki oleh peserta didik.63

B. Pubertas

1. Pengertian Pubertas

Kata pubertas berdasar dari bahasa latin yang berarti “usia

kedewasaan”. Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik dari pada

perubahan prilaku yang terjadi pada saatindividu secara seksual menjadi

matang dan mampu memberikan keturunan.64

Banyak pendapat ahli dalam mengemukakan pengertian dari pubertas.

a. Andi Mappiere mendefenisikan masa pubertas sebagai berikut:

Pubertas merupakan masa transisi dan tumpang tindih. Dikatakan

transisi karena pubertas berada dalam peralihan antara masa kanak-kanak

dengan masa remaja. Disebutkan kanak-kanak tidak tepat, sementara ia

belum dikatakan sebagai remaja. Dikatakan tumpang tindih, karena

beberapa ciri remaja dimilikinya pula.65

b. Menurut Sudarsono pubertas adalah:

Periode terjadinya perubahan yang sangat cepat, yakni terjadinya

perubahan bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya kearah bentuk tubuh

dewasa, serta perubahan sikap dan sifat yang menonjol, terutama terhadap

teman sebaya, lawan jenis,terhadap permainan dan anggota keluarga.

63
Muhammad Qutub, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: Alma’rif, 1984), hal. 60
64
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 184
65
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hal.
12
Periode pubertas biasanya berlangsung sangat cepat antara 10 sampai 12

atau 14 tahun, yang berarti periode tersebut akan berlangsung paling lama

kurang lebih 4 tahun. Jika seorang anak berhasil melewati periode

pubertas, maka selanjutnya ia akan memasuki masa remaja.66

c. Mursal H. M Taher mendefenisikan pubertas sebagai berikut:

Fase perkembangan anak antara 13/14 sampai 21-1-24 tahun yang

ditandai perubahan jasmani dan rohani. Usia ini disebut juga masa

pancaroba, masa remaja/akhir baligh.67

d. Kartini Kartono mendefenisikan pubertas sebagai berikut:

Pubertas adalah suatu fase perkembangan anak yang ditandai

dengan perkembangannya tenaga fisik yang melimpah-limpah. Keadaan

tersebut menyebabkan tingkah laku kelihatan kasar, canggung, berandalan,

kurang sopan dan lain-lain.pada masa ini pertumbuhan jasmani anak

sangat cepat. Anak jadi cepat besar, bobot badannya naik dengan cepat.

Periode ini berlangsung pada usia 11-15 tahun bagi anak perempuan dan

usia 13-18 tahun bagi anak laki-laki.68

Sebagian besar orang-orang primitif selama berabad-abad

mengenal masa pubertas sebagai masa yang penting dalam rentang

kehidupan setiap orang. Mereka sudah terbiasa mengamati macam

upacara sehubungan dengan pernyataan bahwa dengan terjadinya

perubahan-perubahan tubuh, anak yang melangkah dari masa kanak-kanak

66
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja,..., hal. 12
67
A. Mursal H. M Taher, Ilmu Jiwa dan Pendidikan, (Bandung: Almarif, 1987), hal. 12-
13
68
Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Mandar Maju,
1995), h. 150
ke masa dewasa. Setelah berhasil melampaui ujian-ujian yang merupakan

bagian penting dari semua upacara pubertas, anak laki-laki dan anak

perempuan memperoleh hak dan keistimewaan sebagai orang yang dewasa

dan diharapkan memikul tanggung jawab yang mengiringi status orang

dewasa.69

Berdasarkan pengetahuan saat ini, harapan sosial berkembang

dalam bentuk tugas perkembangan yang merupakan pedoman bagi para

orang tua dan guru untuk mengetahui harapan anak-anak yang memasuki

periode metamorfosis ini. Anak-anak juga sadar bahwa mereka memasuki

tahap baru dalam kehidupan, dan seperti halnya dalam semua penyesuaian

dari dengan harapan sosial yang baru, sebagian besar menganggap masa

pubertas sebagai periode yang sulit dalam kehidupan mereka.70

Masa pubertas dibagi dalam tahap-tahap sebagai berikut:

a. Masa pubertas merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat,

karena pada saat anak-anak proporsi tubuh mereka kecil baik itu tinggi

badan dan tidak ada perubahan tbuh mencolok. Disaat usia pubertas

proporsi tubuh mereka mulai besar baik itu tinggi badan dan perubahan

tubuh. Bagi anak perempuan dengan tubuhnya, payudara dan haid. Anak

laki-laki ditandai dengan suara menjadi besar dan keluar mani

menandakan mereka sudah baligh.

Perubahan-perubahan pesat yang terjadi selama masa puber

menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman serta

69
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, hal. 184
70
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, hal. 184
didalam banyak kasusu mengakibatkan perilaku yang tidak baik. Selama

periode ini anak yang sedang berkembang mengalami perubahan dalam

tubuh, perubahan dalam status termasuk penampilan, pakaian jangkauan

pilihan dan perubahan dalam sikap seks dan lawan jenis.71

b. Masa puber merupakan masa negatif

Menurut Charlotte Buhler masa puber adalah masa negatif karena

periode yang berlangsung singkat dan individu mengambil sikap anti

kehidupan atau kehilangan sifat baik yang sebelumnya sudah

berkembang. Anak mulai memasukiusia pubertas menjauh dari

lingkungannya.karena mereka malu akan perubahan tubuh yang

mencolok.72

Perubahan pada masa pubertas mempengaruhi keadaan fisik,

sikap dan perilaku. Karena perubahannya cenderung buruk terutama

selama masa puber sering disebut masa negatif. Negatifnya diekspresikan

dalam hal sebagai berikut:

1) Negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental.

2) Negatif dalam sikap sosial baik dalam bentuk menarik diri dari

masyarakat.

Di dalam menentukan kapan usia pubertas itu para ahli berbeda

pendapat dalam menetapkannya, diantaranya adalah:

a. Masa pubertas menurut Aristoteles

1) Pra puber, wanita umur 13 tahun dan laki-laki umur 14 tahun

71
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 185
72
Yudrik JahjaPsikologi Perkembangan,..., h.223
2) Puber, wanita berumur 13-18 tahun dan laki-laki berumur 14-19

tahun.

3) Pasca puber, wanita berumur 18-21 tahun dan laki-laki berumur

19-23 tahun.73

b. Masa pubertas menurut Konopka

1) Remaja awal (pubertas), 12-15 tahun

2) Remaja Madya 15-18 tahun

3) Remaja akhir 19-22 tahun.74

Pertumbuhan pesat pubertas bagi anak perempuan mulai antara

usia 8,5 dan 11,5 tahun, dengan puncak rata-rata pada 12,5 tahun. Sejak

itu tingkat pertumbuhan menurun dan berangsur-angsur berhenti antara

17 dan 18 tahun. Anak laki-laki biasanya mengalami pola pertumbuhan

pesat yang sama, kecuali bahwa pertumbuhan mulai lebih lambat dan

berlangsung lebih lama. Bagi anak laki-laki, pertumbuhan pesat mulai

antara 10,5 dan 14,5 tahun dan kemudian diikuti oleh penurunan secara

berangsur-angsur sampai 20 tahun atau 21 tahun.75

Kriteria yang paling sering digunakan untuk menentukan

timbulnya pubertas untuk memastikan tahap pubertas tertentu yang telah

dicapai adalah haid dan basah malam, bukti yang diperoleh dari analisis

kimia terhadap air seni dan foto sinar x dari perkembangan tulang.

73
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), Cet. Ke-7, hal.
239
74
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 36
75
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 187
Haid pertama sering digunakan sebagai kriteria kematangan

seksual anak perempuan, tetapi ini bukanlah perubahan fisik pertama dan

terakhir yang terjadi selama puber. Bilahaid terjadi, organ-organ seks

semua sudah berkembang, tetapi belum ada yang matang. Haid lebih

tepat dianggap sebagai titik tengah dalam masa pubertas.76

Bagi anak laki-laki, kriteria yang dipakai adalah basah malam,

selama tidur penis kadang-kadang menjadi tegang, dan bibit atau cairan

yang mengandung sperma dipancarkan. Ini merupakan cara yang normal

bagi organ reproduksi pria untuk membebaskan diri dari jumlah bibit

yang berlebihan.77

Pada saat ini diketahui bahwa sekitar lima tahun sebelum anak

seksual menjadi matang, pengeluaran hormon-hormon seks baik pada

anak laki-laki maupun pada anak perempuan jarang terjadi. Jumlah

hormon yang dikeluarkan semakin meningkat dan ini mengakibatkan

matangnya struktur dan fungsi dari organ-organ seks.

2. Tahap-tahap pubertas:

a. Tahap prapuber

Tahap ini bertumpang-tindih dengan satu atau dua tahun terakhir

masa kanak-kanak pada saat anak dianggap sebagai prapuber yaitu bukan

seorang anak-anak tetapi belum juga seorang remaja.78

76
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,…,hal. 185
77
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 186
78
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan,..., hal. 222
b. Tahap pubertas

Tahap ini terjadi pada garis pembagi antara masa kanak-kanak

dan masa remaja, selama tahap remaja ciri-ciri seks sekunder terus

berkembang.79

c. Tahap pasca puber

Tahap ini bertumpang tindih dengan tahun pertama atau kedua

masa remaja. Selama tahap ini, ciri-ciri seks sekunder telah berkembang

baik dan organ-organ seks mulai berfungsi dengan matang. Perubahan-

perubahan pesat yang terjadi selama masa puber menimbulkan keraguan,

perasaan tidak mampu, dan tidak aman.80

Terjadinya pubertas dalam waktu yang diperlukan untuk proses

ini menimbulkan banyak masalah pribadi maupun sosial bagi anak laki-

laki maupun perempuan. Perbedaan dalam saat dimulainya masa puber

inilah yang menjadikan periode ini merupakan salah satu merupakan

periode yang sangat sulit, sekalipun periode ini sangat singkat. 81

3. Ciri-Ciri Anak Usia Dini

Ciri-ciri anak usia pubertas terbagi pada empat: ciri-ciri fisik, ciri-ciri

psikologi, perkembangan seks primer dan perkembangan seks sekunder.

Berikut ini akan dijelaskan satu persatu:

79
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 185
80
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan,..., h. 222
81
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), Cet. ke-7, h.
239
a. Ciri fisik anak usia pubertas

Menurut Andi Mappiare, cirri-ciri fisik pada anak usia pubertas ini

dapat dilihat dari empat bentuk perubahan fisik:

1) Perubahan dalam ukuran badan

2) Perubahan dalam perbandingan bagian-bagian badan

3) perkembangan ciri-ciri seks primer

4) perkembangan ciri-ciri seks sekunder82

b. Ciri-ciri psikologis

Disamping ciri-ciri fisik sebagaimana telah disebutkan diatas, anak

usia pubertas juga memperlihatkan cirri-ciri yang bersifat psikologis.

Menurut Agus Sujanto cirri psikologis yang terlihat pada masa pubertas

adalah:

1) Terhadap segala sesuatu si anak bersifat ragu, tidak pasti, tidak senang,

tidak setuju dan sebagainya.

2) Anak sering murung, sedih tetapi ia sendiri tidak tahu penyebabnya.

3) Sering melakukan tidak menentu dan kadang putus asa.83

Berdasarkan pada dua kutipan diatas dapat dipahami bahwa pada

usia pubertas dalam anak terjadi perubahan-perubahan psikologis yang

tidak mudah dipahami oleh anak itu sndiri. Anak terlihat canggung dan

gelisah. Kegelisahan dan kecanggungan ini sering kali dinyatakan dengan

sikap keras kepala menentang dan berbuat kenakalan. Oleh sebab itu masa

pubertas disebut juga dengan fase negative.

82
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 188-189
83
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan,…, h.239
c. Perkembangn ciri-ciri seks primer

Ciri-ciri seks primer adalah mulai berfungsi organ-organ genital

yang ada, baik didalam maupun diluar badan atau menunjukkan pada

organ badan yang langsung berhubungan dengan persetubuhan dan proses

reproduksi.84 Dengan demikian seiring dengan seiring dengan

perkembangan dan pertumbuhan fisik, pada anak usia pubertas terjadi pula

perkembangan organ-organ seks. Pada anak wanita perkembangan organ

seks dinyatakan dengan timbulnya haid pertama. Anak wanita yang

mengalami haid pertama ini sering kali merasakan sakit kepala, pinggang,

perut dan sebagainya yang menyebabkan anak cepat letih dan lekas marah.

Sementara pada pria perkembangan organ seks dinyatakan dengan mimpi

basah.85

d. Perkembangan ciri-ciri seks sekunder

Di samping ciri-ciri seks primer sebagaimana telah disebutkan,

masa pubertas ditandai pula dengan ciri-ciri .seks sekunder, yaitu tanda-

tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses

produksi.86

Secara rinci Ahmad Azhari Miqad menyebutkan cirri-ciri seks

tersebut sebagai berikut:

Pada anak laki-laki:

a) Suara membesar dan dalam

b) Biang bahu melebar


84
Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: Ruhama, 1994), h. 13-14
85
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 189
86
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 190-191
c) Sering mimpi basah

Pada anak perempuan:

a) Suara merdu, kulit bertambah halus

b) Bidang bahu mengecil dan pinggul melebar

c) Buah dada mulai membesar

d) Alat kelamin mulai membesar dan mulai berfungsi mengahsilkan

telur.87

Selain ciri-ciri yang berbeda perbedaan sikap hidup pada anak usia

pubertas juga berbeda antara anak laki-laki dengan anak perempuan.

1) Laki-laki

a) Aktif memberi

b) Cenderung untuk memberikan perlindungan

c) Minatnya tertuju pada hal-hal intelektual abstrak

d) Berusaha menentukan diri sendiri

e) Sifat objektif

2) Perempuan

a) Pasif dan menerima

b) Cenderung menerima perlindungan

c) Minat tertuju pada yang bersifat emosional dan kognitif

d) Berusaha mengikuti dan menyenangkan orang tua

e) Sifat subjektif.88

87
Ahmad Azhari Abu Miqad, Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2000), hal. 35-36
88
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:Rineka Cipta, 1991), Cet. Ke-1, h. 89
4. Akibat Perubahan Pada Masa Pubertas

Perubahan fisik pada masa puber mempengaruhi semua bagian

tubuh, baik eksternal maupun internal, sehingga mempengaruhi keadaan fisik

dan psikologis remaja. Meskipun akibat biasanya sementara, namun cukup

menimbulkan perubahan dalam pola perilaku, sikap dan kepribadian.

a. Akibat terhadap keadaan fisik

Pertumbuhan yang pesat dan perubahan-perubahan cenderung

disertai kelelahan, kelesuan dan gejala-gejala buruk lainnya. Keadaan ini

sering kali memburuk dengan meningkatnya tugas dan tanggung jawab.89

b. Akibat sikap dan prilaku

Perubahan dalam sikap dan Perilaku yang terjadi pada saat ini

merupakan akibat dari perubahan sosial dari pada perubahan kelenjar yang

berpengaruh pada keseimbangan tubuh. Semakin sedikit simpati dan

pengertian yang diterima anak puber dari orang tua, kakak, adik, guru dan

teman-temannya. Semakin besar akibat psikologis dari perubahan fisik.90

Anak dalam usia pubertas juga mengalami pada perubahan sikap

dan perilaku. semua ini disebabkan karena perubahan fisik yang terlampau

cepat. Bentuk-bentuk perubahan pada sikap dan perilaku adalah:

a. Ingin menyendiri

Kalau perubahan pada masa puber mulai terjdi, anak mulai

menarik diri dari pergaulannya baik dari teman-temannya dan dari

89
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan,..., hal. 89
90
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 191-192
kegiatan keluarga. Gejala ingin menarik diri mencakup ketidak

inginan berkomunikasi dengan orag lain.

b. Bosan

Anak puber bosan dengan permainan sebelumnya, amat

digemari, tugas sekolah, dan kegiatan sosial, akibatnya anak sering

sedikit sekalibekerja sehingga prestasinya diberbagai bidang mulai

menurun.

c. Antagonisme sosial

Anak puber sering sekali tidak mau bekerjasama, sering

membantah dan menentang. Permusuhan antara anak laki-laki dan

perempuan diungkapkan dalam kritik dan komentar-komentar yang

merendahkan.

d. Inkoordinasi

Pertumbuhan yang pesat dan tidak seimbang mempengaruhi

pola koordinasi gerakan dan anak akan merasa kikuk dan janggal

selang beberapa waktu.

e. Emosi yang meninggi

Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan

untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri

bagian awal pada masa puber. pada masa ini anak merasa khawatir,

gelisah dan cepat marah.


f. Hilangnya kepercayaan diri

Anak remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri

sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan

karena daya fisik menurun dan kritik yang bertubi-tubi dating dari

orang tua dan teman-temannya. Banyak anak perempuanmaupun laki-

laki memiliki perasaan rendah diri.

g. Terlalu sederhana

Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menjadikan

anak menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena

takut orang-orang akan memperhatikan perubahan yang dialaminya

dan memberikan komentar yang buruk.91

Banyak sekali problem yang dihadapi anak pada usia pubertas,

karena terjadi perubahan jasmani yang cepat sehingga memungkinkan

terjadinya emosi, kecemasan dan kekhawatiran. Anak mulai menginjak

awal masa remaja adalah masa transisi. Dalam periode ini anak menjadi

Bengal, perkataan kasar menjadi perkataan harinya. Sikap yang terlalu

emosional mendorong anak-anak untuk bersikap keras. Mereka

dihadapkan pada krisis baru yaitu masa pancaroba. Masa peralihan dari

masa kanak-kanak ke masa pubertas (remaja).92

Demikian hebatnya krisis yang dihadapi itu hingga anak

perempuan yang lebih pemalu sekalipun terkesan berubah menjadi cepat

91
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, hal. 192
92
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja,..., hal. 126
marah, merenggut dan kehendaknya selalu berubah-ubah. sebaliknya seikit

saja ada yang ganjil mereka sudah tertawa sambil menutup mulutnya.

Perubahan yang terjadi pada diri remaja tersebut akan

menimbulkan semacam gejolak dalam kehidupan remaja. Gejolak batin ini

diungkapkan Charlotte Buhler dengan kata-kata: “ Saya ingin sesuatu tapi

tidak tahu apa”.93 Keadaan kehidupan batin yang penuh gejolak ini

menyebabkan para remaja jadi cepat tersinggung, sulit diatur dan memiliki

rasa solidaritas tinggi terhadap teman sebayanya.

Sikap seperti ini jika tidak diarahkan cenderung menjurus ke

tindakan negative. Bahkan jika dibiarkan sama sekali, tidak jarang

meningkat menjadi tindakan criminal seperti mencuri, berkelahi,

merampok, bahkan membunuh.

Dalam masa pubertas banyak bahaya-bahaya yang harus

diperhatikan. Diantaranya bahaya-bahaya puberti:

b. Bahaya Fisik

Bahaya fisik utama puber disebabkan kesalahan fungsi

kelenjar indokrin yang mengendalikan pertumbuhan pesat dan

perubahan yang terjadi pada periode ini.94

c. Bahaya Psikologis, diantaranya :

1) Konsep diri yang kurang baik

Hampir semua anak puber mempunyai konsep diri yang

tidak realistic mengenai penampilan dan kemauannya kelak apabila

93
Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja,..., hal. 126
94
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal 196-197
telah dewasa. Anak mengawasi perubahan pada tubuhnya yang

semakin gemuk dan perilakunya menjadi canggung. Akibat jangka

panjang dari konsep diri yang buruk lebih serius, anak

mengembangkan konsep diri yang baik pada masa remaja.95

Anak puber cenderung tidak sosial bahkan mungkin

berperilaku anti sosial, sehingga mempengaruhi perlakuan orang

lain terhadap dirinya. Akibatnya, anak puber tidak menikmati

dukungan sosial yang pada waktu-waktu lalu diperoleh, dan hal ini

juga tidak diharapkan. perilaku orang lain sangat mempengaruhi

konsep diri, yang menimbulkan sikap negatif terhadap diri

sendiri.96

Anak yang mengembangkan konsep diri pada masa remaja

cenderung menguatkan konsep tersebut dengan perilaku yang tidak

sosial dan bukan memperhatikannya. Akibatnya, dasar-dasar untuk

kompleks rendah diri semakin tertanam.

2) Prestasi rendah

Dengan cepatnya pertumbuhan fisik, maka tenaga menjadi

lemah dan mengakibatkan keseganan untuk bekerja dan bosan pada

setiap kegiatan yang melibatkan usaha individu. Prestasi rendah

yang biasanya mulai disekitar kelas empat atau kelas lima. Pada

95
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 196
96
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,...,hal. 196
saat gairah bersekolah berubah menjadi tidak bergairah, pada

umumnya mencapai puncak pada masa puber.97

3) Kurangnya persiapan untuk menghadapi perubahan masa puber

Anak puber yang tidak diberi tahu atau secara psikologis

tidak dipersiapkan tentang perubahan fisik dan psikologis yang

terjadi pada masa puber, pengalaman akan perubahan itu dapat

merupakan pengalaman traumatis. Akhirnya, anak cenderung

mengembangkan sikap yang kurang yang baik terhadap perubahan

sikap-sikap yang lebih cenderung menetap daripada menghilang.

Terdapat banyak alasan mengapa anak sering tidak dipersiapkan

untuk menghadapi masa puber. Misalnya, orang tua kurang

memiliki wawasan atau terhambat oleh sopan santun dan rasa malu.

Atau, kesenjangan yang sering berkembang antara anak untuk

bertanya mengenai perubahan yang terjadi pada tubuhnya.98

4) Menerima tubuh berubah

Salah satu tugas perkembangan pada masa puber yang

penting adalah menerima kenyataan bahwa tubuhnya mengalami

perubahan. Hanya sedikit anak puber yang mampu menerima

kenyataan ini, sehingga mereka tidak puas dengan penampilannya,

karena mengerti betapa pentingnya penampilan untuk memperoleh

dukungan sosial, mereka sering menyalahkan penampilan sebagai

97
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 197
98
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 198
penyebab kurang sesuainya dukungan yang mereka peroleh dengan

apa yang mereka harapkan.99

5) Penyimpangan dalam pematangan seksual

Salah satu bahaya psikologis selama masa puber yang

paling serius adalah penyimpangan dalam usia terjadinya

kematangan seksual atau waktu yang diperlukan untuk

kematangan.100

99
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 199
100
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,..., hal. 200
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pembahasan proposal ini, penulis menggunakan jenis penelitian

kualitatif yang bersifat field research (lapangan) yang berusaha untuk

menuturkan pemecahan masalah berdasarkan menyajikan data dan

menganalisa data. Sedangkan menunjang keberhasilan suatu kasus adalah

dengan menggunakan metode yang relavan, yang mana untuk kasus adalah

dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, sebagaiman Suharmi

Arikunto mengatakan: “Penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk

menggambarkan apa adanya tentang sesuatu atau keadaan.”101

Penelitian berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,

kejadian yang terjadi pada saat melakukan penelitian di lokasi apa adanya

tanpa ada campur tangan dari pihak lain, maka dalam penelitian ini penulis

melakukan penelitian di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto tentang Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI Pada Masa Pubertas Siswa

di SMPN 1 IV Koto. Untuk membahas Apa saja Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pembelajaran PAI Pada Masa Pubertas Siswa di SMP N 1

IV Koto, penulis melakukan penelitian lapangan dengan jenis penelitian

kualitatif melalui menggambarkan secara sistematis, fakta dan akurat

mengenai fakta-fakta dilapangan serta menganalisis sesuai dengan teori

yang ada.

101
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), Cet-2, Hal.
310
B. Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi dipilih di tempat akan melaksanakan proses

penelitian, tempatnya di Koto Tuo Kec. IV Koto, Kab. Agam, Provinsi

Sumatara Barat, Adapun alasan mengambil lokasi ini, karena penulis

menemukan permasalahan yang perlu untuk dibahas dan perlu pemecahan

masalahnya secara ilmiah.

C. Informan

Informan adalah yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian.102 Jadi, dia mempunyai banyak

pengalaman tentang latar penelitian, dia berkewajiban secara suka rela

menjadi anggota tim penelitian, walaupun hanya bersifat informal. Sebagai

anggota tim dengan kebaikan dan kesuka relaannya, dia dapat memberikan

pandangan tentang nilai-nilai sikap, bangunan, proses dan kebudayaan

yang menjadi latar penelitian setempat.103 Informan penelitian ini terdiri

dari dua macam yaitu:

1. Informan Kunci

Informan kunci adalah guru PAI yang mengajar di kelas VII dan kelas

VIII. Adapun proses pengambilan informan kunci tersebut

dilakukan dengan purposive sampling (sampling bertujuan), yaitu

teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti

mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam


102
LexyJ. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bnadung: PT. Remaja Rosdakarya),
hal. 90
103
Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,..., hal. 3
pengambilan sampelnya. Lebih lanjut Suharsimi Arikunto

menjelaskan bahwasanya penggunaan purposive sampling

bertujuan agar banyaknya subjek dari jenis-jenis populasi yang

diteliti dapat sama.

2. Informan Pendukung

Adapun informan pendukung dalam penelitian ini adalah beberapa

siswa-siswi SMPN 1 IV Koto kelas VII dan kelas VIII, juga guru

mata pelajaran Bimbingan Konseling, Kepala Sekolah, dan guru

mata pelajaran lainnya yang mengajar di SMP N 1 IV Koto. Hal ini

bertujuan untuk melengkapi data yang berhubungan dengan bahan

penelitian yang penulis lakukan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis

terhadap gejala-gejala yang, diteliti.104 Observasi menjadi salah satu

teknik pengumpulan data apabila: (1) sesuai dengan tujuan penelitian,

(2) direncanakan dan dicatat secara sistematis, (3) dapat dikontrol

keandalannya (reabilitasnya) dan kesahihannya (validitasnya). 105

Observasi merupakan proses yang kompleks, yang tersususn

dari proses biologis dan psikologis. Dalam menggunakan teknik

104
Suwirman, Metodologi Penelitian, (Padang: UNP Pres Padang. 2011), hal. 61
105
Suwirman, Metodologi Peneltian,(Padang:UNP Pres Padang, 2011), hal. 61
observasi yang terpenting ialah mengandalkan pengamatan dan ingatan

si peneliti.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukn untuk

mendapatkan informasi secara langsung dengan menggunakan

pertanyaan-pertanyaan secara lisan kepada responden. Wawancara ialah

tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.

Pewawancara disebut interviewer, sedangkan orang yang sedanag

diwawancarai disebut interviewee. Kegunaan wawancara berguna

untuk (1) mendapatkan data langsung dari orang yang pertama (primer),

(2) pelengkap teknik pengumpulan lainnya, (3) menguji hasil

pengumpulan data lainnya.106

Dalam melaksanakan wawancara, penulis menggunakan

snowball sampling, yaitu wawancara berdasarkan petunjuk pertama,

selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung pewawancara

mengarahkan yang diwawancarai, bila responden menyimpang

pedoman wawancara berfungsi sebagai pengendali, agar proses

wawancara tidak kehilangan arah.107 Adapun yang menjadi responden

dalam penelitian ini adalah siswa-siawi kelas VII dan kelas VIII. Dan

penulis juga melakukan wawancara kepada Tenaga pendidik dan

karyawan yang ada di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto.

106
Suwirman, Metodologi Peneltian,(Padang: UNP Press Padang, 2011), hal. 65
107
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
1997), cet-1, hal. 83
E. Teknik Analisis Data

Untuk menaganilisis data yang telah terkumpul maka penulis

menggunakan analisi deskriftif analitik, maksudnya data yang telah

diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik,

melainkan dalam bentuk kualitatif. Terdapat tiga alur kegiatan yang akan

dilakukan dalam analisis data ini yaitu: reduksi data, display data dan

verifikasi.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Reduksi data

Yaitu proses penyeleksian, penyederhana, pengabstrakan dan

pemindahan data mentah yang diperoleh dari matrik catatan lapangan

sebagai wahana perangkum data.

Data yang terkumpul dari lokasi penelitian dan dipilah-pilah hal

yang pokok sesuai dengan fokus penelitian yaitu Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pembelajaran PAI Pada Masa Pubertas Siswa di SMPN

1 IV Koto kec. IV Koto Kab. Agam.

2. Display Data atau Penyajian Data

Dimaksudkan agar lebih mempermudah peneliti untuk melihat

gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data.

3. Verifikasi Data atau Penarikan Kesimpulan

Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus

menerus sepanjang proses penelitian dilakukan sampai mendapat data


yang pasti sehingga dapat diambil skesimpulan akhir yang didukung

oleh bukti-bukti yang valid.108

F. Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang

paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. 109

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh baik melalui waktu

dan alat yang berbeda dan metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan

jalan:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

Hal ini dilakukan untuk melihat kefalidan data yang diperoleh,

karena ada kalanya apa yang diucapakan atau dikatakan oleh informan

ketika sendirian dan pada ketika di depan orang banyak berbeda dengan

108
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit ALFABETA, 2010), hal.
412
109
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya),
hal. 178
hasil pengamatan, dokumen setempat. Jadi, untuk melihat keabsahan dan

kevalidan data maka hal ini dilakukan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Ditemukan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

pembelajaran PAI pada masa pubertas siswa di SMPN 1 IV koto kecamatan

IV koto kabupaten Agam. Hasil penelitian ini dituangkan dalam bentuk analisa

kualitatif yaitu tidak berbentuk bilangan atau angka-angka melainkan bentuk

kualitatif. Mengawali dideskripsikan data yang diperoleh di lapangan,

diperoleh dalam bentuk observasi dan wawancara, berikut diuraikan hasil

temuannya:

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI

1. Faktor Internal Siswa

Faktor internal adalah suatu hal asalnya dari dalam diri

seseorang atau individu itu sendiri. Yang termasuk dalam faktor

internal antara lain faktor kesehatan, cacat tubuh, motivasi, perhatian,

bakat, intelegensi, minat dan kesiapan siswa.

a. Motivasi

Motivasi ini dibedakan ke dalam motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan keadaan yang

berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya untuk

belajar, misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya

terhadap materi tersebut. Motivasi ekstrinsik merupakan keadaan yang


datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk

melakukan kegiatan pembelajaran.

Wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV

koto pada hari kamis 9 Mei 2019 beliau mengatakan:

‘‘Salah satu faktor internal yang berpengaruh ketika proses


pembelajaran PAI berlangsung adalah dorongan atau motivasi
dari diri saya, sebelum hendak memulai proses pembelajaran
saya selalu memberi motivasi kepada peserta didik atau saya
selalu menjelaskan tujuan dari materi yang akan saya
sampaikan. Akan tetapi ketika saya menyampaikan dorongan
atau motivasi tersebut, siswa ada yang sering keluar masuk
kelas, kurang memperhatikan ketika saya menyampaikan
motivasi dan tujuan pembelajaran, bahkan ada yang bermain
atau bersenda gurau dengan teman sebelahnya’’.110

Dan wawancara dengan kepala sekolah beliau juga sering

menggantikan ibu Khairiyah, bapak Sabri pada hari Kamis 9 Mei 2019

beliau mengatakan:

‘‘Peran guru dalam membangun semangat belajar siswa (motivasi)


sangatlah penting. Motivasi tersebut dapat memberikan
dorongan bagi siswa dalam melakukan suatu hal. Jadi jika
tidak ada motivasi maka siswa tidak akan memiliki arahan
yang baik serta dorongan yang nantinya akan menghasilkan
sebuah bakat dan minat’’.111

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa dengan M.Hafif

Kamis 9 Mei 2019 dia mengatakan:

“Terkadang guru tersebut memberikan motivasi kepada kami


seakan-akan guru itu tidak memberikan nasehat kepada kami,
seolah-olah guru itu membanding-bandingkan kemampuan
kami antara yang satu dengan yang lainnya. Disinilah
terkadang kami merasa bosan ketika guru tersebut

110
Khairiyah, Salah Satu Guru di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam,
Wawancara Pribadi, 9 Mei 2019
111
Sabri, Kepala Sekolah di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam, Wawancara
Pribadi,...9 Mei 2019
menyampaikan motivasi atau nasehatnya kepada kami yang
hanya itu-itu saja’’.112

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, dorongan

atau motivasi dari seorang guru tersebut sangatlah penting bagi siswa.

Kita sebagai seorang guru ketika memberikan motivasi kita tidak

boleh menyebut-nyebut atau membandingkan karena hanya sebagian

siswa yang suka dibanding-bandingkan dan sebagiannya lagi merasa

terkucilkan.

b. Bakat

Bakat merupakan kemampuan bawaan yang merupakan

potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih. Pada dasarnya,

setiap manusia memiliki bakat pada suatu bidang tertentu dengan

kualitas yang berbeda-beda. Bakat yag dimiliki oleh seseorang dalam

bidang tertentu memungkinkan mencapai prestasi pada bidang ini.

Bersifat akademik berhubungan dengan pelajaran dan yang bersifat

non-akademik berhubungan dengan bakat dalam bidang sosial, seni,

olahraga, serta kepemimpinan.

Wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV

koto pada hari Jum’at 10 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Ketika proses pembelajaran berlangsung, saya melihat ada


sebagian siswa yang mempunyai bakat di dalam pembelajaran
PAI. Misalnya ketika hafalan ayat ada sebagian siswa dengan
cepat dia bisa menghafal ayat tersebut. Berbeda dengan siswa
yang lain, mereka tidak berbakat dalam hafalan ayat, tetapi dia

112
M. Hafif, salah satu siswa kelas VII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab. Agam,
Wawancara Pribadi, 9 Mei 2019
berbakat dari segi materi pembelajaran PAI yang mereka
pelajari’’.113

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa dengan Nadia

Septiani pada hari Jum’at 10 Mei 2019 dia mengatakan:

’’Saya pribadi sangat menyukai dan senang belajar pelajaran


PAI, karena Alhamdulillah di dalam pelajaran agama tersebut
ada hafalan al-quran nya dan saya bisa dengan mudah
menghafal ayat ttersebut, ayat apa-apa saja yang ditentukan
oleh guru. Dan saya juga merasakan indahnya belajar agama
tersebut. Tetapi sayangnya pelajaran PAI atau pelajaran agama
di sekolah kami hanya 1X dalam seminggu. Saya pribadi
merasa kekurangan waktu untuk belajar agama tersebut,
alangkah baiknya jika pelajaran agama itu ditambah bukan
hanya 1X dalam seminggu’’.114

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa dengan

Muhammad Kibril pada Kamis 9 Mei 2019 dia mengatakan bahwa:

’’Saya tidak menyukai mata pelajaran PAI karena di dalam


mata pelajaran tersebut ada materinya yaitu tentang hafalan
ayat, disinilah saya tidak menyukainya. Karena memang dari
awal saya tidak suka dengan yang namanya hafalan, bagi saya
hafalan ayat itu adalah hal yang menjadi beban bagi saya.
Kemudian jika dikaitkan dengan materi pembelajaran agama
yang lainnya saya sedikit menyukai, akan tetapi akan lebih
baik jika guru tersebut mampu menciptakan cara mengajarnya
yang bisa menarik perhatian siswanya. Tidak hanya sekedar
menerangkan pelajaran did epan kelas saja tetapi mampu
member masukan, nasehat dan membimbing kami kearah yang
lebih baik lagi’’.115

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa sebagian

siswa di SMPN 1 IV koto tersebut ada yang suka atau berbakat dalam

pelajaran PAI dan sebagian yang lainnya tidak menyukai pelajaran

113
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2019
114
Nadia Septiani, salah satu siswa kelas VII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab.
Agam, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2019
115
Muhammad Kibril, salah satu siswa kelas VII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab.
Agam, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2019
PAI tersebut. Jadi sebagai seorang guru kita harus membangkitkan

semangat belajar anak didik kita, apa lagi dalam pelajaran pendidikan

agama Islam. Karena inilah bekal yang akan mereka bawa ke akhirat

kelak.

sebagian siswa tidak menyukai pelajaran agama tersebut, kita

harus bisa membangkitkan atau menciptakan suasana belajar yang

nyaman. Atau kita menggunakan sebuah media yang bervariasi dalam

penyampaian materi tersebut agar peserta didik lebih semangat lagi

dalam belajarnya.

c. Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan

dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap

belajar, karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai

dengan minat siswa atau tidak diminati siswa, maka siswa yang

bersangkutan tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak

ada daya tarik lagi baginya.

Wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV

koto pada hari kamis 10 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Ada siswa yang berminat pada mata pelajaran pendidikan


agama Islam ada juga yang tidak. Sebagian dari mereka ada
keinginannya yang kuat dalam mempelajari agama lebih dalam
lagi kemudian ada juga minatnya dalam hafalan Al-qur’an.
Salah seorang siswa yang ahli dalam hafalan ayat adalah Nadia
septiani. Dia sangat berkeinginan sekali untuk bisa menghafal
al-quran dan ketika dikasih tugas hafalan dia sangat cepat
menghafal dan dia yang pertama kali setoran kepada saya.
Ketika proses belajar mengajar berlangsung pada mata
pelajaran pendidikan agama Islam, dia dengan aktifnya
mengajukan pertanyaan kepada saya, walaupun pertanyaannya
diluar materi yang diajarkan, tetapi dia dengan percaya dirinya
dengan pertanyaan yang diajukannya tersebut. Siswa yang
berminat terhadap pelajaran agama Islam, maka ia akan
memiliki rasa keinginan yang tinggi untuk terus belajar
pendidikan agama Islam dan berusaha lebih giat lagi untuk
dapat menguasai dan memahami materi pelajaran agama Islam.
Siswa yang berminat dalam pelajaran agama, ia akan senang
mempelajarinya dan mengikuti pelajaran tersebut dengan
penuh antusias tanpa ada beban ataupun paksaan dalam
dirinya’’.116

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa Nadia Septiani

pada Jum’at 10 Mei 2019 dia mengatakan bahwa:

’’Saya sangat berminat dalam pelajaran agam Islam, karena


saya ingin mengetahui bagaimana yang Islam itu sebenarnya.
Dan saya juga ingin menjadi penghafal Al-quran. Saya sangat
senang ketika pembelajaran yang materi hafalan ayat. Saya
ingin mempelajari agama dengan lebih mendalam lagi,
bagaimana shalat yang sebenarnya, puasa, dan yang termasuk
kedalam rukun Islam. Ketika ibu menerangkan atau
menjelaskan materi pelajaran agama saya suka sekali bertanya
kepada guru yang mengajar, walaupun pertanyaan saya diluar
materi dan saya ditertawakan oleh teman sekelas tetapi saya
tetap yakin dan percaya diri dengan pertanyaan saya
tersebut’’.117

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa sebagian

siswa ada yang berminat pada pelajaran pendidikan agama Islam dan

ada yang tidak. Sebagai seorang guru jika ada siswa yang memiliki

keinginan yang besar untuk belajar khususnya pelajaran pendidikan

agama Islam maka kita harus memotivasi dan member dukungan yang

besar untuk siswa tersebut. Untuk mengetahui minat siswa pada suatu

pelajaran tertentu maka dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya.

116
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2019
117
Nadia Septiani, salah satu siswa kelas VII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab.
Agam, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2019
Siswa yang berminat pada pelajaran pendidikan agama Islam,

maka pengetahuan tentang pelajaran tersebut akan lebih luas

dibanding siswa yang kurang atau tidak berminat terhadap pelajaran

agama Islam, karena siswa tersebut mengetahui manfaat yang ia

dapati dari belajar pendidikan agama Islam itu sendiri serta ia dapat lebih

memahami materi-materi yang disampaikan oleh gurunya.

2. Faktor Eksternal Siswa

Faktor eksternal adalah suatu hal yang asalnya dari luar diri

seseorang atau individu itu sendiri. Yang termasuk dalam faktor

eksternal antara lain faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor

eksternal yang paling besar pengaruhnya terhadap belajar siswa yaitu

pada faktor keadaan keluarga pada aspek pola asuh orang tua.

a. Keluarga

Wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV koto

pada hari Senin 13 Mei 2019 beliau mengatakan:

‘‘Salah satu faktor yang menurut saya paling mempengaruhi


belajar siswa selain motivasi dari diri sendiri yakni keadaan
keluarga terutama pola asuh orang tua. Orang tua adalah faktor
lainnya yang paling berpengaruh sebab orang tua adalah sumber
utama seorang anak belajar. Ketika anak telah selesai belajar
disekolah, anak akan langsung bertemu dengan orang tuanya
dan ketika komunikasi orang tua dan anak terjadi maka anak
akan menerima motivasi dari orang tuanya yang akan
berpengaruh pada respon sikap dan langkah apa yang akan
dilakukan oleh anaknya kemudian’’.118

118
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 13 Mei 2019
Peran yang dilakukan oleh orang tua siswa dalam proses

kegiatan belajar anak dapat kita ketahui dari hasil wawancara salah

satu orang tua siswa yaitu Ibu Erniati. Beliau adalah Ibunda dari M.

Hafif. Berikut adalah ucapan beliau yang begitu jujur dan bijak

mengenai cara mendidik anaknya ketika dirumah:

‘‘Kalau saya hanya sekedar menasehati anak untuk belajar, tidak


terlalu menekan anak untuk belajar ini dan itu. Kita harus
memberikan kepercayaan kepada anak agar ia juga memiliki
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Untuk pendidikan
agama, saya sangat menekankan shalat. Anak boleh kita pukul
jika tidak mau shalat ketika ia sudah baligh. Bapaknya juga
menekankan hal seperti itu. Pendidikan agama itu sangat
penting, sebab untuk bekal anak juga dalam pergaulan terlebih
untuk anak laki-laki’’.119

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa, motivasi

dari lingkungan keluarga tersebut sangatlah penting bagi siswa.

Karena keluarga merupakan madrasah utama bagi seorang anak.

Potensi yang dimiliki bagi seorang anak akan tergantung dari didikan

orang tuanya. Anak akan merasa memiliki semangat dalam belajar

karena merasa didukung dan diperhatikan oleh orang tuanya.

Jika keadaan keluarganya tidak baik contohnya saja keluarga

yang broken home maka akan bepengaruh buruk terhadap anaknya.

Misalnya kedua orang tua sianak tersebut bercerai atau berpisah, maka

itu akan menjadi beban fikiran bagi sianak tersebut dan

mengakibatkan dia tidak focus atau konsentrasi ketika di dalam proses

pembelajaran.

119
Salah satu orang tua siswa dari M. Hafif siswa kelas VII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV
Koto Kab. Agam, wawancara pribadi, 13 Mei 2019
b. Sekolah

Sikap guru terhadap siswa sikap siswa terhadap guru amat besar

pengaruhnya terhadap proses dan prestasi belajar siswa. Jika siswa

benci terhadap pengaruh gurunya maka pembelajarannya tidak akan

bagus, sebaliknya jika siswa suka terhadap gurunya tentu akan

membantu sekali dalam belajarnya. Sikap guru yang baik, ramah

terhadap murid akan menjadi dorongan dalam belajar

wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV

koto pada hari Senin 13 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Pihak sekolah selalu memperhatikan tingkah laku siswa-siswi


selama berada di lingkungan sekolah. Apabila siswa tersebut
berperilaku yang melanggar aturan sekolah atau yang
menyimpang dari ajaran Islam, maka pihak sekolah menegur
siswa tersebut dan mencarikan solusi dari permasalahan yang di
hadapi siswa tersebut. Atau pihak sekolah memanggil orang tua
dari siswa yang bermasalah itu kemudian di bawa ke ruang BK,
dan guru BK lah nanti yang memberikan layanan-layanan atau
nasehat-nasehat terhadap anak yang bermasalah tersebut’’.120

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa Muhammad

Rayhan pada hari Senin 13 Mei 2019 dia mengatakan bahwa:

’’Iya selama kami berada di lingkungan sekolah pihak sekolah


selalu memperhatikan kami dan menegur ketika kami salah
atau melanggar peraturan di sekolah tersebut. Jika kami sudah
diberi peringatan selama dua kali, kami masih melanggar
aturan di sekolah maka kali yang ke tiga orang tua kami
dipanggil ke sekolah, kemudian kami di bawa ke guru BK
untuk diberi layanan-layanan terhadap anak yang
bermasalah’’.121

120
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 13 Mei 2019
121
Muhammad Rayhan, salah satu siswa kelas VIII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto
Kab. Agam, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2019
Wawancara dengan guru dan siswa tersebut dapat dikatakan

bahwa pihak sekolah selalu memberikan perhatian kepada siswa-siswi

tersebut. Dan memberikan peringatan bagi yang melanggar sebanyak

3 kali, kali yang ketiga adalah orang tua siswa dipanggil. Sekolah

merupakan sarana bagi siswa untuk menuntut ilmu, siswa lebih

banyak menghabiskan waktu belajarnya di sekolah dibandingkan di

rumah yang biasanya berlangsung 6 hari yaitu dari hari senin sampai

sabtu. Jadi pihak sekolah harus tegas mengawasi anak atau siswa-

siswi selama berada di lingkungan sekolah.

c. Masyarakat

Faktor lain yang berpengaruh terhadap belajar siswa yaitu faktor

dari masyarakat atau lingkungan sekitar. Diantara faktor sosial dari

masyarakat yang mempengaruhi prestasi belajar adalah kegiatan siswa

dalam masyarakat dan teman bergaul.

Kegiatan dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap

perkembangan pribadi siswa, namun jika ia terlalu banyak mengikuti

kegiatan dalam masyarakat hal ini akan mengganggu belajarnya,

lebih-lebih jika ia tidak bijaksana dalam mengatur waktu. Begitupun

dengan teman bergaul jika siswa bergaul dengan teman yang kurang

baik atau tidak baik seperti: merokok, minum-minuman dan lainnya

akan berdampak buruk sekali pada sikapnya dan ini akan

mengakibatkan belajarnya akan berantakan.


wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV

koto pada hari Senin 13 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Lingkungan dan teman bergaul siswa juga berpengaruh terhadap proses


pembelajaran siswa tersebut. Jika siswa berada di lingkungan
masyarakat yang baik tetapi bergaul dengan teman yang tidak baik
maka proses belajar anak tersebut juga akan buruk. Begitupun
sebaliknya jika siswa bergaul dengan teman yang baik namun keadaan
lingkungan tidak baik maka juga akan berpengaruh terhadap proses
pembelajaran siswa tersebut. Contohnya saja jika siswa tersebut
bergaul dengan teman yang suka merokok, maka anak tersebut ikut-
ikutan untuk merokok. Di sekitar lingkunagn sekolah masyarakat
kurang mendukung atau kurang memperhatikan tingkah laku siswa
tersebut, Masyarakat itu juga memfasilitasi siswa tersebut contohnya
masyarakat menyediakan atau menjual rokok kepada siswa-siswa
tersebut. Sehingga siswa-siswa itu karena ada yang memfasilitasi
mereka contohnya rokok maka sisawa sering kali keluar di jam
pelajaran untuk membeli rokok dan masyarakat pun bukannya
menolak memberikan malah dengan santainya saja dia memberikan
rokok tersebut kepada peserta didik’’.122

Dari hasil wawancara dengan guru tersebut maka dapat

diketahui bahwa sebagai guru jika ada peserta didik yang meminta

izin di jam pelajaran dan izinnya itu sangat lama, maka perlu kita

selidiki atau minta tolong kepada satpam atau penjaga sekolah untuk

mencari tau keberadaan anak tersebut. Jika ditemukan di kantin atau d

warung maka pihak sekolah langsung menindak lanjuti prilaku anak

tersebut agar dia merasa takut untuk mengulanginya perbuatan itu

lagi.

122
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 13 Mei 2019
B. Ciri Psikologis Anak Usia Pubertas

Anak usia pubertas memperlihatkan ciri-ciri yang bersifat

psikologis. Menurut Agus Sujanto ciri psikologis yang terlihat pada masa

pubertas adalah:

1. Terhadap segala sesuatu si anak bersifat ragu, tidak pasti, tidak senang,

tidak setuju dan sebagainya.

2. Anak sering murung, sedih tetapi ia sendiri tidak tahu penyebabnya.

3. Sering melakukan tidak menentu dan kadang putus asa.

Berdasarkan pada dua kutipan diatas dapat dipahami bahwa pada

usia pubertas dalam anak terjadi perubahan-perubahan psikologis yang

tidak mudah dipahami oleh anak itu sndiri. Anak terlihat canggung dan

gelisah. Kegelisahan dan kecanggungan ini sering kali dinyatakan dengan

sikap keras kepala menentang dan berbuat kenakalan. Oleh sebab itu masa

pubertas disebut juga dengan fase negative.

Wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV koto

pada hari Rabu 15 Mei 2019 beliau mengatakan:

‘‘Ketika proses belajar mengajar berlangsung anak-anak sering kali


melamun, apalagi dalam pembelajaran yang bersifat listening. Ini
disebabkan karena kegiatan belajar yang kurang menyenangkan.
Namun, melamun saat belajar itu baik. Pada saat kegiatan belajar di
kelas terfokus hanya untuk merespon otak kiri, maka otak kanan
kita mencoba untuk bekerja mengambil perannya atau bahkan
memaksa untuk bekerja’’.123

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa dengan Bunga

Avrilia pada Rabu 15 Mei 2019 dia mengatakan:

123
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 15 Mei 2019
’’Ketika sedang tidak mampu berkonsentrasi atau tidak ada
ketertarikan terhadap materi yang diajarkan oleh guru tersebut,
kadang-kadang kami merasa jenuh dengan penyampaian guru
tersebut. Atau penyampaian guru yang membosankan. Maka
disinilah kami merasa jenuh atau kami sering melamun di dalam
kelas karena tidak adanya ketertarikan dari penyampaian materi
dari guru tersebut’’.124

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa ketika proses

belajar mengajar berlangsung seorang guru hendaklah menyampaikan

materi pembelajaran dengan sebaik mungkin. Jika materi yang diajarkan

kurang menarik maka seorang guru haruslah menggunakan daya tarik

dalam penyampaian materi tersebut, agar peserta didik tidak merasa jenuh

yang mengakibatkan anak tersebut sering melamun ketika proses belajar

mengajar berlangsung.

C. Akibat Perubahan Pada Masa Pubertas

Perubahan fisik pada masa puber mempengaruhi semua bagian

tubuh, baik eksternal maupun internal, sehingga mempengaruhi keadaan

fisik dan psikologis remaja. Meskipun akibat biasanya sementara, namun

cukup menimbulkan perubahan dalam pola perilaku, sikap dan

kepribadian.

Wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV koto

pada hari Kamis 16 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Kalau melihat perilaku siswa yang mengalami masa pubertas, yaitu


siswa kelas VIII dengan siswa kelas VII. Mereka sudah mengenal
yang namanya pacaran dan mulai suka atau tertarik dengan lawan
jenisnya. Ketika jam sekolah sudah berakhir dan siswa yang

124
Bunga Avrilia, salah satu siswa kelas VII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab.
Agam, Wawancara Pribadi, 15 Mei 2019
lainnya sudah pulang kerumah masing-masing. Tetapi mereka tidak
langsung pulang, akan tetapi mereka janjian dan duduk-duduk di
belakang sekolah atau yang sering disebut dengan mojok. Perilaku
mereka tersebut mengakibatkan mereka terlambat pulang sekolah.
Kemudian mayarakat melihat mereka dan melaporkannya ke
sekolah karena masyarakat tersebut sudah sering kali melihat
perlakuan anak tersebut’’.125

Dan wawancara dengan kepala sekolah beliau juga sering

menggantikan ibuk Khairiyah, bapak Sabri pada hari Kamis 16 Mei 2019

beliau mengatakan:

’’Pada usia pubertas ini, sering terjadi perilaku yang menyimpang


dari ajaran agama Islam. Anak-anak sudah mulai mengenal yang
namanya pacaran, mulai melirik-lirik lawan jenisnya baik itu laki-
laki melirik perempuan maupun perempuan melirik laki-laki.
Contohnya saja yaitu kelas IX dengan sesama kelas IX. Mereka
pacaran satu kelas, kemudian ketika proses pembelajaran
berlangsung, mereka bukannya mendengarkan guru menerangkan
materi pelajaran, malahan mereka saling lirik melirik atau tatapan-
tatapan. Sehingga membuat teman sekelasnya yang lagi konsentrasi
belajar merasa terganggu dengan perilaku kedua remaja
tersebut’’.126

Hasil wawancara dengan salah seorang guru Bimbingan Konseling

pada Kamis 16 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Pada masa pubertas ini anak-anak cenderung berperilaku ke ararh


negative contohnya saja jika mereka berpacaran. Pacaran anak-
anak ini pada kenyataannya merekan akan melakukan apa saja
yang ingin ia ketahui tentang kematangan seksual yang di
alaminya, bahkan anak-anak tersebut tidak memikirkan baik atau
buruk bagi agama serta kehidupannya. Dimana pada masa pubertas
ini anak-anak memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap
kematangan seksual yang dialaminya, sehingga akan besar
pengaruhnya terhadaap proses pembelajaran. Anak yang sedang
dalam masa pubertas ini sangat susah untuk mengontrol dirinya.
Jika dia menyukai lawan jenisnya maka apapun akan mereka
lakukan demi untuk mendapat perhatian dari lawan jenisnya’’.127

125
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 16 Mei 2019
126
Sabri, Wawancara Pribadi, 16 Mei 2019
127
Yanti, Salah Satu Guru Bimbingan Konseling di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab.
Agam, Wawancara Pribadi, 16 Mei 2019
Hasil wawancara dengan salah seorang siswa dengan Muhammad

Kibril pada Kamis 17 Mei 2019 dia mengatakan:

’’Saya menyadari perubahan perilaku saya ketika sedang mengalami


masa pubertas, namun saya masih belum bisa mengendalikan diri
saya ketika melihat lawan jenis saya, saya susah untuk mengontrol
diri saya ketika di dalam masa pubertas ini. Menurut saya pacaran
itu tidak hanya memberikan dampak negative saja kepada kami,
akan tetapi juga memberikan dampak positif bagi kami. Misalnya
saja kami terpacu untuk belajar lebih giat lagi, karena ada yang
memberi semangat pada kami. Dan juga dikalangan kami ini
sebagai remaja muncul trend yang menyatakan bahwa jika
seseorang remaja berpacaran berarti remaja tersebut modern dan
tidak kampungan’’.128

Kemudian perkataan yang senada juga dikatakan oleh salah

seorang siswa perempuan yang bernama Khalishatul ukhty pada Jum’at

17 Mei 2019 dia mengatakan:

’’Ketika dalam masa pubertas tersebut saya merasakan ada


perubahan dari perilaku saya yang saya alami. Pada masa
pubertas ini saya merasakan adanya ketertarikan saya kepada
lawan jenis saya. Tetapi saya malu untuk mengatakan kepada
siapapun termasuk kepada teman dekat saya sendiri, lebih saya
menyimpan sendiri perasaan yang saya alami tersebut. Akan
tetapi ketika melihat lawan jenis saya tadi, saya mulai
bertingkah laku aneh yang membuat menarik perhatian dari
lawan jenis saya itu. Itulah yang saya rasakan ketika masa
pubertas ini, saya masih belum bisa mengontrol dan
mengendalikan diri saya ketika melihat lawan jenis saya’’.129

Wawancara dengan guru dan siswa tersebut dapat saya simpulkan

bahwa ketika dalam masa pubertas tersebut siswa-siswi tidak bisa

mengontrol dirinya untuk menahan hawa nafsunya. Mereka tidak bisa

mengendalikan diri mereka agar tidak terjatuh kedalam dunia pacaran.


128
Muhammad Kibril, Wawancara Pribadi, 17 Mei 2019
129
Khalisatul Ukhty, salah satu siswa kelas VII Idi SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto Kab.
Agam, Wawancara Pribadi, 17 Mei 2019
Mereka terus berusaha untuk mencari perhatian dari lawan jenis mereka.

terkadang mereka berbuat sesuatu yang berlebihan agar lawan jenisnya

tertarik kepadanya.

Jadi sebagai seorang guru atau sebagai seorang tenaga pendidik

kita harus membekali peserta didik kita dengan ilmu, membekali diri

dengan kesabaran, memposisikan diri sebagai teman dan pendengar yang

baik bagi peserta didik kita, menghindari menjadi overprotective,

memberika pilihan tapi ada batasannya dan memberika hukuman dan

reward sesuai dengan tinfakan peserta didik tersebut.

D. Akibat Perubahan Sikap dan Perilaku

Anak dalam usia pubertas juga mengalami pada perubahan sikap

dan perilaku. semua ini disebabkan karena perubahan fisik yang terlampau

cepat. Bentuk-bentuk perubahan pada sikap dan perilaku adalah antara lain

ingin menyendiri, bosan, antagonisme sosial, inkoordinasi, emosi yang

tinggi, hilangnya kepercayaan diri dan terlalu sederhana.

1. Ingin menyendiri

Kalau perubahan pada masa puber mulai terjdi, anak mulai

menarik diri dari pergaulannya baik dari teman-temannya dan dari

kegiatan keluarga. Gejala ingin menarik diri mencakup ketidak inginan

berkomunikasi dengan orag lain.

Wawancara dengan salah seorang siswa dengan Giska Septiani

Amanda pada Sabtu 18 Mei 2019 dia mengatakan:


’’Iya, ketika di luar jam pelajaran saya sering menyendiri dan
menjauh dari teman-teman saya. Karena saya tidak suka atau
malas saja bergaul atau bergabung dengan teman-teman sekelas
ataupun teman-teman yang lain. Mereka tidak hanya bersenda
gurau di kelas, akan tetapi mereka juga bersama-sama di kantin.
Berbeda dengan saya, saya tidak suka dengan kegiatan seperti
itu, Lebih baik saya ketika jam istirahat saya memilih untuk
menjauh dari mereka dan tidak suka bergaul dengan teman-
teman, saya lebih suka diam daripada berkomunikasi dengn
mereka’’.130

Kemudian perkataan yang senada juga dikatakan oleh salah

seorang siswa perempuan yang bernama Khalishatul ukhty pada Sabtu

18 Mei 2019 dia mengatakan:

’’Saya merasakan ketika saya sedang mengalami masa puber


ini, saya lebih suka sendiri-sendiri dripada bergaul dengan
teman-teman saya, baik itu teman sekelas maupun teman saya
yang lain. Karena jika saya bergaul dengan teman-teman yang
lain saya merasa kurang nyaman saja dengan keadaan sekitar,
saya merasa tidak adanya keccokan saya dengan teman yang
lain. Dan saya juga kurang ingin untuk bebrbicara atau
berkomunikasi dengan mereka. Saya merasakan kalau saya lebih
suka sendiri daripada bergaul dan bersenda gurau dengan teman-
teman saya yang lain’’.131

Dari hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan, bahwa

anak yang sedang mengalami masa pubertas lebih sering atau lebih

menyukai kehidupan yang sendiri-sendiri saja dan tidak mau bergaul

dengan teman-temannya. Mereka menarik diri mereka untuk tidak ingin

melakukan komunikasi dengan orang lain. Sebagai seorang guru atau

tenaga pendidik untuk mengatasi anak yang suka menyendiri pada usia

pubertas ini adalah kita harus menjalin komunikasi secara individual

dengan anak tersebut, dan juga kita juga menjalin kerja sama dengan orang
130
Giska Septiani Amanda, salah satu siswa kelas VIII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto
Kab. Agam, Wawancara Pribadi, 18 Mei 2019
131
Khalishatul Ukhty, Wawancara Pribadi, 18 Mei 2019
tua peserta didik. Karena ketika berada di rumah yang menjadi tanggung

jawabnya adalah orang tua, Dan ketika anak tersebut berada di sekolah

maka yang menjada tanggung jawabnya adalah sekolah.

2. Bosan

Anak puber bosan dengan permainan sebelumnya, amat

digemari, tugas sekolah, dan kegiatan sosial, akibatnya anak sering

sedikit sekali bekerja sehingga prestasinya diberbagai bidang mulai

menurun.

Wawancara dengan Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV koto

pada hari Senin 20 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Ketika proses pembelajaran berlangsung, ketika ada sebagian


siswa yang kelihatannya bosan kemudian mereka mengganggu
teman yang lain yang lagi konsentrasi mendengarkan penjelasan
dari saya, kemudian saya menegurnya ada sebagian siswa yang
menanggapi dengan baik teguran dari saya, dan juga ada yang
membangkang. Secara real tidak diperlihatkan, mereka seolah-olah
menjawab teguran tersebut dari dalam hati mereka. Untuk sebagian
lokl ada yang membangkang ketika saya tegur, tetapi lebih banyak
yang diam. Umumnya yang membangkang itu adalah laki-laki dan
perempuan mereka hanya diam ketika mendapat teguran dari
saya’’.132

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa dengan

Muhammad Rayhan pada Senin 20 Mei 2019 dia mengatakan:

’’Iya, kami sering bosan ketika proses pembelajaran berlangsung.


Karena guru mata pelajaran pendidikan agama Islam itu
pemarah, setiap kali mengajar ibu itu marah-marah terus kepada
kami tanpa ada sebab dan akibatnya itulah yang menyebabkan
kami bosan belajar tersebut. Apalagi gurunya tidak bisa
mencairkan Susana, kami merasa tambah bosan bahkan sedikit
ngantuk ketika guru menjelaskan pelajaran di depan kelas’.
Ketika guru menerangkan di depan kami di belakang kadang ada
yang tidur atau sebagian ada yang mein lempar-lempar kertas.
132
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 20 Mei 2019
Itu kami lakukan untuk menghilangkan rasa bosan kami di
dalam kelas’.133

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ketika sedang

menjelaskan pelajaran kepada peserta didik, seorang guru haruslah bisa

membuat suasana di dalam kelas tersebut nyaman. Dan ketika pemberian

materi ajar yang membuat peserta didik bosan maka guru membuat atau

mengubah gaya mengajarnya agar peserta didik tersebut mendapatkan

daya tarik dari cara kita mengajar tersebut.

Kemudian jangan itu-itu saja cara mengajar yang kita

gunakan,alngkah baiknya kita membuat cara mengajar kita lebih bervariasi

lagi. Sehingga siswa tersebut tidak ada yang merasa bosan ketika

pembelajaran berlangsung.

3. Hilangnya Kepercayaan Diri

Anak remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri

sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena

daya fisik menurun dan kritik yang bertubi-tubi dating dari orang tua

dan teman-temannya. Banyak anak perempuanmaupun laki-laki

memiliki perasaan rendah diri.

Wawancara denga Ibu Khairiyah salah satu guru di SMPN 1 IV

koto pada hari Selasa 22 Mei 2019 beliau mengatakan:

’’Tergantung kepada siapa pertanyaan yang kita berikan. Jika


pertanyaan tersebut kita berikan kepada siswa yang berperestasi
bagus, mereka dengan percaya diri menjawab pertanyaan yang
kita berikan tersebut walaupun jawaban mereka tidak 100%
133
Muhammad Rayhan, salah satu siswa kelas VIII di SMPN 1 IV Koto Kec. IV Koto
Kab. Agam, Wawancara Pribadi, 20 Mei 2019
benar. Nah mayoriyas dari siswa memilih untuk diam ketika
diajukan sebuah pertanyaan. Ini disebabkan karena tidak adanya
rasa percaya diri mereka ketika menjawab pertanyaan lalu
jawaban mereka salah kemudian ditertawakan oleh siswa yang
lain. Namun, disini kita melatih rasa percaya diri siswa, kita
melatih agar siswa aktif dalam menanggapi guru. Sebagian
siswa ada yang mau menjawab pertanyaan tersebut dan
sebagiannya hanya diam saja. Ini dikarenakan karena mereka
tidak dapat atau tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang
diajukan tersebut. Bisa jadi karena dia tidak menyimak ketika
kita menjelaskan pelajaran dan ketika diberi pertanyaan mereka
tidak bisa menjawabnya, dan bisa jadi juga karena dia
mengkhayal ketika ditanya mereka tidak tahu jawabannya’’.134

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa dengan Nadia

Septiani pada Selasa 22 Mei 2019 dia mengatakan:

’’Saya pribadi berpendapat bahwa saya merasa kurang percaya diri


ketika di ajukan pertanyaan oleh guru kepada siswa kemudian
disuruh menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini karena saya
merasa jawaban saya tersebut nanti salah dan kemudian
ditertawakan oleh teman sekelas. Inilah yang membuat saya
malu untuk mengeluarkan pendapat saya. Terkadang saya
merasa mempermalukan diri saya sendiri ketika mencoba
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru tersebut. Hal ini
juga bersumber dari pengalaman saya masa lalu, ketika itu saya
selalu salah dalam mengucapkan kata-kata atau jawaban
tersebut. Saya mencoba berbicara didepan orang lain tetapi saya
ditertawakan, akhirnya ini membekas dalam diri saya. Itulah
yang menyebabkan ketika proses pembelajaran berlangsung
seorang guru bertanya kemudian saya tidak mau menjawab
karena takut jawaban saya itu salah dan nanti ditertawakan oleh
teman-teman., itulah yang membuat saya kurang percaya diri
ketika mau menjawab pertanyaan’’.135

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa sebagai seorang

guru kita harus bisa membangkitkan rasa percaya diri peserta didik kita

Keberanian adalah keadaan berani, kegagahan mempunyai hati yang

mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya dan

134
Khairiyah, Wawancara Pribadi, 20 Mei 2019
135
Giska Septiani, Wawancara Pribadi, 20 Mei 2019
kesulitan. Karena dengan membangkitkan rasa percaya diri peserta didik

tersebut akan membuat dia tidak takut salah lagi dalam menjawab

pertanyaan yang di berikan oleh seorang guru deikelas.

Peserta didik tersebut beranggapan bahwa jika dia menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh guru kemudian jawaban mereka tersebut

salah sehingga teman-teman yang lain menertawakan mereka. Inilah yang

perlu kita bangkitkan dari peserta didik kita untuk menghilangkan rasa

kurang percaya diri mereka, baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun

di lingkungan masyarakat.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembelajaran PAI pada

masa pubertas siswa tersebut adalah antara lain:

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah suatu hal asalnya dari dalam diri seseorang atau

individu itu sendiri. Yang termasuk dalam faktor internal antara lain

faktor kesehatan, cacat tubuh, motivasi, perhatian, bakat, intelegensi,

minat dan kesiapan siswa. Dan yang termasuk ke dalam faktor internal

psikologis antara lain motivasi, bakat, perhatian, intelegensi, minat dan

kesiapan siswa.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah suatu hal yang asalnya dari luar diri seseorang

atau individu itu sendiri. Yang termasuk dalam faktor eksternal antara

lain faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.

a. Faktor keluarga: keluarga sangat berpengaruh terhadap proses

belajar anak seperti pola asuh atau keadaan di keluarga anak

tersebut.

b. Faktor sekolah: sekolah sangat penting untuk mendidik seorang

anak, sekolah harus berperan aktif dalam mendidik siswanya di

sekolah karena siswa lebih banyak meghabiskan waktunya di

sekolah dibandingkan di rumah.


c. Faktor masyarakat: keadaan masyarakat yang baik maka akan baik

pula pengaruhnya terhadap si anak tersebut. Jika keadaan lingkungan

tempat si anak tersebut tidak baik maka akan berpengaruh buruk

pula terhadap perkembangan tingkah laku si anak terutama bagi yang

sedang mengalami masa pubertas.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka penulis akan mengemukakan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Diharapkan bagi siswa dapat mengendalikan dirinya dalam melakukan

pergaulan sehari-hari dan mampu bersemangat dalam menjalani aktivitas

dalam hidupnya, dengan menghindari segala bentuk perilaku yang

menyimpang atau kenakalan remaja. Agar perkembangan kepribadian

terutama nilai moral yang akan berkembang secara optimal.

2. Bagi sekolah

Diharapkan kepada pihak sekolah untuk bisa bekerja sama dengan guru

mata pelajaran dan guru bimbingan konseling, sehingga guru dapat

membimbing dan mengarahkan siswa dengan optimal. Karena

kepedulian serta dukungan yang diberikan pihak-pihak sekolah akan

sangat membantu dalam melaksanakan pembelajaran dalam

menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh siswa.


3. Bagi orang tua

Diharapkan kepada orang tua untuk dapat memotivasi dan memberikan

dukungan penuh kepada anak-anaknya dan memberikan perhatian yang

cukup agar anak tersebut mampu meningkatkan sikap kematangannya

dalam kehidupan yang jauh dari perilaku kenakalan remaja.

4. Bagi peneliti lainnya

Dengan adanya penelitian ini saya dapat memperluas wawasan ,

pengetahuan saya dan bahan tambahan bekal di kemudian hari.

Selanjutnya bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai dasar penelitian

lanjut dengan memperluas variabel dan subjek penelitian.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmadi, Abu,1991. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta

Ali, Abdullah Yusuf, 1995. Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya. Jakarta: Pustaka
Firdaus

Arikunto, Suharsini, 1993. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Abbas, Fauzi Afifi, 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Adelina Bersaudara

Darajat, Zakiyah, 1994. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhamah

Danar Jati Dwi Prasetia, Dkk, 2014. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Efelin, 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesis

Fathurrahman, Pupuh, 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka


Setia

Hamalik, Oemar, 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara

Haidar Putra Daulay, 2016. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat. Jakarta:
Prenadamedia Group

Hurlock, Elizabeth B, 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr

Jahja, Yudrik ,2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenada Media Gruop

Kartono, Kartini, 1995. Psikologi Anak, Psikologi Perkembangan. Jakarta:


Mandar Maju

Mudjiran, Dkk. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press


Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya

Narbuko, Cholid dan Abu Ahmadi, 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT


Bumi Aksaara

Nasrul, Dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam. Padang: UNP Press

Sardiman AM, 2001. Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Gravindo Press

Shaleh, Rachman Abdul, 2006. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak


Bangsa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhimya. Jakarta:


Rineka Cipta

Sudarsono, 1992. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta

Sujanto, Agus, 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta

Suryabrata, Sumadi, 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Wali Press

Sujanto, Ulwan Nasih Abdillah Abdillah, 1999. Tarbiyah Aulad Fil Islam.
Jakarta: Pustaka Amani

Tohirin, 2008. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada

A. Mursal H. M Taher, 1987. Ilmu Jiwa dan Pendidikan, Bandung: Almarif

Yusuf Syamsu, 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai