Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH AGAMA

HUKUM MENINGGALKAN SHALAT 5


WAKTU

GINA AFRA ARDELIA


214017
XII MIPA 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ibadah SHALAT merupakan ibadah yang paling besar dalam
mendekatkan para ’abid (hamba) kepadaMa’budnya (Allah), dan seteguh shalih
(pertumbuhan) yang menghubungkan makhluk manusia dengan Khalid-nya,
namun keadaan sekarang di lingkungan kita ini pemahaman mengenai
kedudukan SHALAT semakin memudar masa demi masa. Sikap dan perilaku
orang yang mengaku beragama Islam terhadap SHALAT amat beragam. Ada
yang SHALAT, ada yang tidak SHALAT, ada pula yang kadang-kadang
SHALAT, dan tanpa merasa berdosa tidak mengerjakan SHALAT. Sekarang kita
dapat menerawang diri kita berada di posisi manah sebenarnya, apakah kita
komitmen akan SHALAT kita ataukah kita menganggap SHALAT itu ritual
formalitas belaka. Dari hal tersebut kita juga dapat menilai orang-orang yang
berada di sekitar kita, apakah mereka komitmen sama dengan kita ataukah sama
saja menganggap SHALAT adalah ritual formalitas saja.
Allah Ta’ala telah mengancam kepada orang yang meninggalkan
SHALAT, bahkan Rasulullah Sallallahi’laihi wa Sallam menggolongkannya
termaksud ke dalam orang yang kufur, sebagaimana Sabda
beliau “Sesungguhnya pembeda antara seorang Muslim dengan kesyirikan dan
kekufuran adalah meninggalkan SSHALAT”. Orang yang meninggalkan
SHALAT itu mempunyai dua kemungkinan: Pertama, mungkin ia meninggalkan
SHALAT karena menolak kewajibannya atau mengingkarinya. Kedua, mungkin
orang itu meninggalkan SHALAT karena enggan dan malas mengerjakannya
sementara ia masih mengakui kewajiban SHALAT itu baginya.
Sebagai umat Muslim khususnya para pemuda penerus perjuangan Islam
kedepannya, kita semua mesti sadar akan fenomena yang terjadi dimasa kita ini.
Bergaul dengan orang-orang Shalih adalah jalan yang dapat kita tempuh untuk
memperbaiki kekeliruan kita terhadap kedudukan SHALAT selama ini.
Sebagaimana hal yang dapat membentuk pola perilaku kehidupan kita melalui
pergaulan itu sendiri. Termaksud halnya dengan pergaulan yang membengkok,
pergaulan yang salah tersebut dapat menjerumuskan siapa saja dalam
kezaliman.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SHALAT
Secara bahasa SHALAT bermakna do’a, sedangkan secara
istilah, SHALAT merupakan suatu ibadah wajib yang terdiri dari ucapan dan
perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam
dengan rukun dan persyaratan tertentu.

Menurut hakekatnya, SHALAT ialah menghadapkan jiwa kepada Allah


SWT, yang bisa melahirkan rasa takut kepada Allah & bisa membangkitkan
kesadaran yang dalam pada setiap jiwa terhadap kebesaran & kekuasaan Allah
SWT.

Menurut Ash Shiddieqy, SHALAT ialah menggambarkan rukhus


shalat atau jiwa shalat; yakni berharap kepada Allah dengan sepenuh hati dan
jiwa raga, dengan segala kekhusyu’an dihadapan Allah dan ikhlas yang disertai
dengan hati yang selalu berzikir, berdo’a & memujiNya.

B. KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM


SHALAT memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Dengan
SHALAT kita menghambakan diri kita sepenuhnya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Adapun kedudukan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. SHALAT sangat ditekankan dalam Islam


Merupakan kewajiban yang paling ditekankan dan paling utama setelah
dua kalimat Syahadat, serta merupakan salah satu Rukun Islam. Ibnu Umar
meriwayatkan bahwa Rasulullah MuhammadSallallahi Alaihi wa
Sallam berSabda:
”Agama Islam itu dibangun atas lima perkara yaitu: Persaksian bahwasanya
tidak ada Illah yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan SHALAT, membayar Zakat, Shaum Ramadhan dan Haji”.
Perlu juga kita pahami bahwa kewajiban melaksanakan SHALAT sangat
berkaitan erat dengan Amalan di dalam Islam lainnya dimana bila seorang
tersebut giat berpuasa, ringan dalam berinfaq, bahkan sering berhaji namun ia
tak melaksanakan SHALAT maka Amalan yang ia kerjakan tersebut secara
tidak langsung maka akan tertolak karena ia tidak melaksanakan hal pokon atau
wajib sebelum melaksanakan yang ditekankan dalam beramal yaitu SHALAT.

2. Allah Sebhanahu wa Ta’ala mengancam orang-orang


yang meninggalkan SHALAT
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengemukakan ancaman berat
terhadap orang yang meninggalkan SHALAT. Rasulullah Sallahi’alaihi wa
Sallam telah menjelaskan ancaman tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
”Apakah yang memasukkan atau menjerumuskan kamu ke dalam neraka?,
mereka menjawab, kami tidak mengerjakan SHALAT.” (Q.S. Al- Mudatstsir
[74] : 42-43).
Rasulullah Sallahi’alaihi wa Sallam bahkan menggolongkan mereka
termasuk ke dalam perbuatan Kufur, sebagaimana Sabda beliau:
”Sesungguhnya pembeda antara seorang Muslim dengan kesyirikan dan
kekufuran adalah meninggalkan SHALAT”

3. SHALAT adalah tiang agama Islam


SHALAT merupakan tiang agama Islam dan ia tidak akan tegak kecuali
dengan SHALAT sebagaimana Sabda Rasulullah Shallahi’alaihi wa Sallam:
”Pokok perkara itu adalah Islam, tiangnya adalah SHALAT dan adapun
puncak ketinggiannya adalah Jihad di jalan Allah Ta’ala”.
4. Tidak SHALAT menyebabkan Amal kebajikan ditolak
Meninggalkan SHALAT dapat berakibat sangat fatal bagi Amalan kita
yang lain, dengan tidak mengerjakan SHALAT maka tidak diterima Amalan kita
satupun sebagaimana tidak diterimanya sesuatu karena ada Syirik.
Dipembahasan sebelumnya kita juga telah mengetahui bahwa SHALAT
adalah Imadul Islam, tiang Islam. Tidak melaksanakan SHALAT pada satu
waktu atau beberapa waktu, akan menggugurkan semua Amal ibadah yang lain
yang dilakukan pada waktu itu atau menyebabkan ditolaknya semua amal
kebajikan yang dikerjakan dalam waktu itu.
Apabila seseorang meninggalkan SHALAT Ashar pada suatu hari,
ditolaklah (tidaklah dipahalai) segala kebajikan yang dikerjakan pada hari itu.
Al- Bukhari meriwayatkan, bahwa Abu Malih mengatakan,
”Adalah kami bersama Buraidah dalam suatu peperangan dihari yang
mendung, maka Buraidah berkata: Bersegeralah mengerjakan SHALAT Ashar
karena sesungguhnya Nabi Sallallahi’alaihi wa Sallam berSabda: Barang
siapa meninggalkan SHALAT Ashar, maka sesungguhnya telah binasalah
Amalannya.” (HR. Al- Bukhari dan An- Nasa’i dari Abul Malih dari Buraidah).
C. AKIBAT BURUK MENINGGALKAN SHALAT
Kecelakaanlah bagi mereka yang meninggalkan Salat. Keburukan-
keburukan akan ia peroleh dari kesombongannya itu, murka Allah Subhanahu
wa Ta’ala tak henti-hentinya menghujam dirinya sekarang walau ia tak
menyadarinya secara langsung.
Ada beberapa penjelasan dari akibat buruk meninggalkan Salat yang di
antaranya sebagai berikut:
1. Hukum meninggalkan Salat Fardhu
Mengenai hukum meninggalkan Salat Fardhu, Rasulullah Shallahi’alaihi
wa Sallam telah mengingatkan kepada kita melalui Sabdanya,
”Antara seorang Islam dan kekafiran ialah meninggalkan Salat.” (HR. Ahmad
dan Muslim dari Jabir, At- Targhib I:342)
”Urusan yang memisahkan antara kita (para Muslimin) dengan mereka (orang
kafir) itu, ialah Salat. Maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh ia telah
menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Daud dari Buraidah, At Targhib I: 342)
An- Nawawi menerangkan, ”Orang yang meninggalkan Salat karena
mengingkari kewajibannya, dianggap telah menjadi kafir, keluar
dari millah (agama) Islam-dengan ijma’ ulama-, kecuali kalau ia baru memeluk
Islam dan belum mengetahui hukum tentang wajib Salat. Di buku lain
dinyatakan bahwa. barang siapa yang meninggalkan Salat karena mengingkari
kewajibannya, atau menolak kewajibannya dan tidak ada alasan lain, maka ia
dihukumi sebagai orang kafir dan telah Murtad menurut kesepakatan kaum
Muslimin. Imam (pemerintah Muslim) harus memintanya untuk bertaubat dari
keyakinannya, jika ia bertaubat (maka taubatnya diterima dan diberlakukan
sebagaimana kaum Muslimin lainnya) dan jika tidak mau bertaubat maka ia
dihukum mati karena sebab keMurtadannya (keluar dari agama Islam) dan
berlaku baginya semua hukum-hukum yang berkaitan dengan hukum
orang Murtad.
2. Orang yang meninggalkan Salat karena malas dan enggan tetapi ia tidak
mengingkari kewajibannya.
Tidak ada perbedaan di tengah-tengah kaum Muslimin, bahwa orang
yang meninggalkan Salat wajib dengan sengaja (tidak karena Udzur Syar’i)
merupakan dosa besar, bahkan dosa terbesar daripada dosa membunuh,
mengambil harta orang lain, dosa berzina, mencuri dan minum Khamr. Dan
orang itu berhak mendapatkan hukuman dari Allat Subhanahu wa
Ta’ala, kebencian-Nya, serta mendapatkan kerendahan dan kehinaan di dunia
dan di akhirat.
3. Keburukan menunda Salat dari waktunya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman,
”Maka mereka tinggalkan di belakang mereka sesuatu yang menyia-nyiakanm
Salat dan mengikuti Syahwat, mereka akan menjumpai Ghaiy (mala
petaka).” (QS. Maryam 19 : 59)
Ibnu Mas’ud mengatakan, dimaksud dengan menyia-nyiakan Salat ialah
menunda Salat dari waktunya, seperti mengerjakan Salat Dhuhur setelah tiba
waktu Ashar, mengerjakan Ashar setelah tiba waktu Magrib. Orang seperti itu,
kelak akan masuk ke dalam Ghaiy yaitu suatu alur di dalam neraka Jahannam.
Barangsiapa Salat tidak dalam waktunya lagi karena memudah-mudahkan,
karena harta atau anak, atau karena suatu urusan, maka orang tersebut
termaksuk dalam golongan orang-orang yang rugi sebagaimana termaktum pada
QS. Al- Munafiqun ayat ke-69.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan bahwa kita sebagai Muslim yang taat beragama
hendahnya kita menjaga Salat-salat kita dan tak lupa tentunya menambahnya
dengan Salat-salat lain yang disunnatkan oleh Nabi kita
MuhammadShallallahi’alaihi wa Sallam. Ketahuilah, salah satu hikmah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karunia-Nya atas hamba-hamba-Nya adalah
Dia mensyariatkan kepada mereka beberapa Amalan Sunnat untuk menutupi
kekurangan Salat-salat Fardhu dan untuk mengangkat derajar mereka.

Ada banyak sekali kedudukan Salat dalam Islam yang mesti kita ketahui
termaksud yang sempat kami sebutkan di atas yang mungkin hanya sedikit
sekali namun yang perlu kami tekankan kembali bahwa Salat adalah Ibadah
yang paling ditekankan dalam agama kita, selain hal tersebut kami juga telah
menerangkan bahwa AllahTa’ala secara tegas mengancam siapa saja yang tidak
mendirikan Salat, olehnya itu marilah kita memprioritaskan Salat itu dari
kegiatan-kegiatan kita yang lain agar kita kelak tidak merugi.

Meninggalkan Salat adalah suatu kezaliman yang sangat besar, sebuah


perbuatan yang sangat fatal bagi kita umat Muslim. Sebagaimana pembahasan
kami bahwa Imam An-Nawawi menyatakan mengenai hukum orang yang
meninggalkan Salat ialah bahwa mereka telah dianggap Kafir atau keluar
dari millah (agama) Islam.

Anda mungkin juga menyukai