Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahan
kepada Nabi kita Muhammad Shallallahi’alaihi wa Sallam beserta sahabat dan pengikutnya yang
senantiasa berpegang teguh pada ajaran beliau hingga akhir zaman. Beliaulah pembawa Rahmat
bagi alam semesta, sebagai seorang guru dan pembawa nasehat bagi makhluk.
Kami dari kelompok pertama telah diberikan sebuah tugas yang sangan bermanfaat oleh
dosen kami, yaitu membuat sebuah makalah dengan judul “Hukum Meninggalkan Salat Fardhu”
dimana pembuatannya harus sesuai pedoman yang dibuat oleh otoritas kampus yang kemudian akan
dipresentasekan di depan kelas dan akan dikoreksi bersama.
Salat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada kaum muslimin yang telah ditentukan
waktu-waktunya. Kewajiban ini harus dilakukan dalam setiap keadaan jika waktunya telah tiba,
baik dalam keadaan sakit, dalam perjalanan, bahkan dalam peperangan. Kewajiban melaksanakan
Salat berakhir ketika ajal telah tiba.
Salat menjadi barometer atau tolak ukur dari amalan-amalan yang telah dikerjakan,
sebagaimana Nabi Shallallahi’alaihi wa Sallam Bersabda bahwa permulaan amalan seseorang yang
diperiksa pada hari kiamat ialah Salatnya. Jika benar urusan Salatnya, maka dia mendapatkan
kemenangan. Jika tidak benar Salatnya-Salatnya, rugi dan sia-sialah usahanya. (Al-Hadits).
Makalah ini, berupaya mengingatkan kembali kepada kita betapa pentingnya Salat dalam
hidup kita. Di dalamnya diuraikan bagaimana kedudukan Salat dalam rangka pembinaan iman serta
konsekuensi orang yang meninggalkan Salat Fardhu. Sebanarnya masih banyak lagi pembahasan
sekitar Salat yang sangat penting untuk diketahui dan sering kita jumpai dalam kehidupan kita
sendiri, seperti Khusu’nya Salat, keutamaan Salat berjama’ah, Salat Safar, Salat hari raya, dan
Salat-Salat Sunnat lainnya.
Makalah kami ini disusun berpegang teguh pada ayat-ayat Allah dalam Al-Quran dan
sunnah Nabi yang berasal dari sahabatnya yang shahih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya dalam upaya memperbaiki kembali kehidupan kita. Adapun
kekeliruan dari makalah ini, itu tidak lain datangnya dari kami dan dari syaithan sementara
kebaikan datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makassar, 10 Jumadil Ula 1435

Kelompok I

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1-3
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 4-11
A. Pengertian Salat ................................................................. 4
B. Kedudukan Salat Dalam Islam .......................................... 5
C. Akibat Buruk Meninggalkan Salat Fardhu ........................ 8
BAB III PENUTUP .................................................................................. 12-14
A. Kesimpulan ........................................................................ 12
B. Saran .................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 15

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah Salat merupakan ibadah yang paling besar dalam mendekatkan para ’abid (hamba)
kepada Ma’budnya (Allah), dan seteguh shalih (pertumbuhan) yang menghubungkan makhluk
manusia dengan Khalid-nya[1], namun keadaan sekarang di lingkungan kita ini pemahaman
mengenai kedudukan salat semakin memudar masa demi masa. Sikap dan perilaku orang yang
mengaku beragama Islam terhadap Salat amat beragam. Ada yang Salat, ada yang tidak Salat, ada
pula yang kadang-kadang Salat, dan tanpa merasa berdosa tidak mengerjakan Salat[2]. Sekarang
kita dapat menerawang diri kita berada di posisi manah sebenarnya, apakah kita komitmen akan
Salat kita ataukah kita menganggap Salat itu ritual formalitas belaka. Dari hal tersebut kita juga
dapat menilai orang-orang yang berada di sekitar kita, apakah mereka komitmen sama dengan kita
ataukah sama saja menganggap Salat adalah ritual formalitas saja.
Allah Ta’ala telah mengancam kepada orang yang meninggalkan Salat, bahkan
Rasulullah Sallallahi’laihi wa Sallam menggolongkannya termaksud ke dalam orang yang kufur,
sebagaimana Sabda beliau “Sesungguhnya pembeda antara seorang Muslim dengan kesyirikan dan
kekufuran adalah meninggalkan Salat”[3]. Orang yang meninggalkan Salat itu mempunyai dua
kemungkinan: Pertama, mungkin ia meninggalkan Salat karena menolak kewajibannya atau
mengingkarinya. Kedua, mungkin orang itu meninggalkan Salat karena enggan dan malas
mengerjakannya sementara ia masih mengakui kewajiban Salat itu baginya[4].
Sebagai umat Muslim khususnya para pemuda penerus perjuangan Islam kedepannya, kita
semua mesti sadar akan fenomena yang terjadi dimasa kita ini. Bergaul dengan orang-orang Shalih
adalah jalan yang dapat kita tempuh untuk memperbaiki kekeliruan kita terhadap kedudukan salat
selama ini. Sebagaimana hal yang dapat membentuk pola perilaku kehidupan kita melalui pergaulan
itu sendiri. Termaksud halnya dengan pergaulan yang membengkok, pergaulan yang salah tersebut
dapat menjerumuskan siapa saja dalam kezaliman.
B. Rumusan Masalah
Ketika kita adalah seorang yang beragama Islam, berakal dan telah memasuki
usia baligh maka telah wajib bagi kita untuk melaksanakan Salat secara keseluruhan. Problematika
Ummat Islam kita sekarang ini tidak sedikit diantara mereka yang menghiraukan hal tersebut. Pada
kesempatan ini kami akan membahas mengenai permasalahan tersebut dalam beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa pengertian Salat?
2. Bagaimana kedudukan Salat dalam Islam?
3. Apa akibat buruk meninggalkan Salat Fardhu?

C. Tujuan Penulisan
1. Memperluas wawasan agama khusunya yang bersangkutan dengan Salat,
2. Mengetahui keutamaan Salat yang disampaikan oleh Rasulullah Shallahi’alaihi wa Sallam,
3. Meningkatkan kedisiplinan dalam melaksanakan Salat,
4. Mengetahui konsekuensi meninggalkan Salat.

BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM MENINGGALKAN SALAT FARDHU
A. Pengertian Salat
Pengertian Salat telah banyak dikutip dalam banyak buku yang membahas mengenai
permasalahan Salat. Adapun dari hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Salat Dalam Pengertian Bahasa
Salat adalah bentuk tunggal dari Salawat. Salat adalah kata yang diletakkan sebagai akar
kata (mashdar)[5]. Sementara dalam pengertian bahasa Arab ialah, ”Doa memohon kebajikan dan
pujian”[6].
2. Salat menurut termininologi Syar’i
Salat adalah rangkaian dari rukun-rukun dan Dzikir-dzikir tertentu dengan syarat-syarat dan
waktu pelaksanaan tertentu pula. Salat merupakan kumpulan perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam desertai niat.[7]

B. Kedudukan Salat dalam Islam


Salat memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Dengan Salat kita menghambakan diri
kita sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun kedudukan yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
1. Salat sangat ditekankan dalam Islam
Merupakan kewajiban yang paling ditekankan dan paling utama setelah dua kalimat
Syahadat, serta merupakan salah satu Rukun Islam[8]. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah
Muhammad Sallallahi Alaihi wa Sallam berSabda:
”Agama Islam itu dibangun atas lima perkara yaitu: Persaksian bahwasanya tidak ada Illah yang
haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan Salat, membayar Zakat, Shaum
Ramadhan dan Haji”[9].
Perlu juga kita pahami bahwa kewajiban melaksanakan Salat sangat berkaitan erat dengan
Amalan di dalam Islam lainnya dimana bila seorang tersebut giat berpuasa, ringan dalam berinfaq,
bahkan sering berhaji namun ia tak melaksanakan Salat maka Amalan yang ia kerjakan tersebut
secara tidak langsung maka akan tertolak karena ia tidak melaksanakan hal pokon atau wajib
sebelum melaksanakan yang ditekankan dalam beramal yaitu Salat.
2. Allah Sebhanahu wa Ta’ala mengancam orang-orang yang meninggalkan Salat
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengemukakan ancaman berat terhadap orang yang
meninggalkan Salat[10]. Rasulullah Sallahi’alaihi wa Sallam telah menjelaskan ancaman tersebut
dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
”Apakah yang memasukkan atau menjerumuskan kamu ke dalam neraka?, mereka menjawab, kami
tidak mengerjakan Salat.” (Q.S. Al- Mudatstsir [74] : 42-43).
Rasulullah Sallahi’alaihi wa Sallam bahkan menggolongkan mereka termasuk ke dalam
perbuatan Kufur, sebagaimana Sabda beliau:
”Sesungguhnya pembeda antara seorang Muslim dengan kesyirikan dan kekufuran adalah
meninggalkan Salat”
3. Salat adalah tiang agama Islam
Salat merupakan tiang agama Islam dan ia tidak akan tegak kecuali dengan Salat
sebagaimana Sabda Rasulullah Shallahi’alaihi wa Sallam:
”Pokok perkara itu adalah Islam, tiangnya adalah Salat dan adapun puncak ketinggiannya adalah
Jihad di jalan Allah Ta’ala”[11].
4. Tidak Salat menyebabkan Amal kebajikan ditolak
Meninggalkan Salat dapat berakibat sangat fatal bagi Amalan kita yang lain, dengan tidak
mengerjakan Salat maka tidak diterima Amalan kita satupun sebagaimana tidak diterimanya sesuatu
karena ada Syirik. Dipembahasan sebelumnya kita juga telah mengetahui bahwa Salat
adalah Imadul Islam, tiang Islam. Tidak melaksanakan Salat pada satu waktu atau beberapa waktu,
akan menggugurkan semua Amal ibadah yang lain yang dilakukan pada waktu itu atau
menyebabkan ditolaknya semua amal kebajikan yang dikerjakan dalam waktu itu[12].
Apabila seseorang meninggalkan Salat Ashar pada suatu hari, ditolaklah (tidaklah dipahalai)
segala kebajikan yang dikerjakan pada hari itu[13]. Al- Bukhari meriwayatkan, bahwa Abu Malih
mengatakan,
”Adalah kami bersama Buraidah dalam suatu peperangan dihari yang mendung, maka Buraidah
berkata: Bersegeralah mengerjakan Salat Ashar karena sesungguhnya Nabi Sallallahi’alaihi wa
Sallam berSabda: Barang siapa meninggalkan Salat Ashar, maka sesungguhnya telah binasalah
Amalannya.” (HR. Al- Bukhari dan An- Nasa’i dari Abul Malih dari Buraidah).
C. Akibat Buruk Meninggalkan Salat
Kecelakaanlah bagi mereka yang meninggalkan Salat. Keburukan-keburukan akan ia
peroleh dari kesombongannya itu, murka Allah Subhanahu wa Ta’ala tak henti-hentinya
menghujam dirinya sekarang walau ia tak menyadarinya secara langsung.
Ada beberapa penjelasan dari akibat buruk meninggalkan Salat yang di antaranya sebagai
berikut:
1. Hukum meninggalkan Salat Fardhu
Mengenai hukum meninggalkan Salat Fardhu, Rasulullah Shallahi’alaihi wa Sallam telah
mengingatkan kepada kita melalui Sabdanya,
”Antara seorang Islam dan kekafiran ialah meninggalkan Salat.” (HR. Ahmad dan Muslim dari
Jabir, At- Targhib I:342)
”Urusan yang memisahkan antara kita (para Muslimin) dengan mereka (orang kafir) itu, ialah
Salat. Maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan
Daud dari Buraidah, At Targhib I: 342)
An- Nawawi menerangkan, ”Orang yang meninggalkan Salat karena mengingkari
kewajibannya, dianggap telah menjadi kafir, keluar dari millah (agama) Islam-dengan ijma’ ulama-,
kecuali kalau ia baru memeluk Islam dan belum mengetahui hukum tentang wajib Salat[14]. Di
buku lain dinyatakan bahwa. barang siapa yang meninggalkan Salat karena mengingkari
kewajibannya, atau menolak kewajibannya dan tidak ada alasan lain, maka ia dihukumi sebagai
orang kafir dan telah Murtad menurut kesepakatan kaum Muslimin[15]. Imam (pemerintah Muslim)
harus memintanya untuk bertaubat dari keyakinannya, jika ia bertaubat (maka taubatnya diterima
dan diberlakukan sebagaimana kaum Muslimin lainnya) dan jika tidak mau bertaubat maka ia
dihukum mati karena sebab keMurtadannya (keluar dari agama Islam) dan berlaku baginya semua
hukum-hukum yang berkaitan dengan hukum orang Murtad[16].
2. Orang yang meninggalkan Salat karena malas dan enggan tetapi ia tidak mengingkari
kewajibannya.
Tidak ada perbedaan di tengah-tengah kaum Muslimin, bahwa orang yang meninggalkan
Salat wajib dengan sengaja (tidak karena Udzur Syar’i) merupakan dosa besar, bahkan dosa terbesar
daripada dosa membunuh, mengambil harta orang lain, dosa berzina, mencuri dan minum Khamr.
Dan orang itu berhak mendapatkan hukuman dari Allat Subhanahu wa Ta’ala, kebencian-Nya, serta
mendapatkan kerendahan dan kehinaan di dunia dan di akhirat[17].
3. Keburukan menunda Salat dari waktunya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman,
”Maka mereka tinggalkan di belakang mereka sesuatu yang menyia-nyiakanm Salat dan mengikuti
Syahwat, mereka akan menjumpai Ghaiy (mala petaka).” (QS. Maryam 19 : 59)
Ibnu Mas’ud mengatakan, dimaksud dengan menyia-nyiakan Salat ialah menunda Salat dari
waktunya, seperti mengerjakan Salat Dhuhur setelah tiba waktu Ashar, mengerjakan Ashar setelah
tiba waktu Magrib. Orang seperti itu, kelak akan masuk ke dalam Ghaiy yaitu suatu alur di dalam
neraka Jahannam[18]. Barangsiapa Salat tidak dalam waktunya lagi karena memudah-mudahkan,
karena harta atau anak, atau karena suatu urusan, maka orang tersebut termaksuk dalam golongan
orang-orang yang rugi sebagaimana termaktum pada QS. Al- Munafiqun ayat ke-69.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan bahwa kita sebagai Muslim yang taat beragama hendahnya kita
menjaga Salat-salat kita dan tak lupa tentunya menambahnya dengan Salat-salat lain yang
disunnatkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahi’alaihi wa Sallam. Ketahuilah, salah satu hikmah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karunia-Nya atas hamba-hamba-Nya adalah Dia mensyariatkan
kepada mereka beberapa Amalan Sunnat untuk menutupi kekurangan Salat-salat Fardhu dan untuk
mengangkat derajar mereka[19].
Ada banyak sekali kedudukan Salat dalam Islam yang mesti kita ketahui termaksud yang
sempat kami sebutkan di atas yang mungkin hanya sedikit sekali namun yang perlu kami tekankan
kembali bahwa Salat adalah Ibadah yang paling ditekankan dalam agama kita, selain hal tersebut
kami juga telah menerangkan bahwa Allah Ta’ala secara tegas mengancam siapa saja yang tidak
mendirikan Salat, olehnya itu marilah kita memprioritaskan Salat itu dari kegiatan-kegiatan kita
yang lain agar kita kelak tidak merugi.
Meninggalkan Salat adalah suatu kezaliman yang sangat besar, sebuah perbuatan yang
sangat fatal bagi kita umat Muslim. Sebagaimana pembahasan kami bahwa Imam An-Nawawi
menyatakan mengenai hukum orang yang meninggalkan Salat ialah bahwa mereka telah dianggap
Kafir atau keluar dari millah (agama) Islam.
B. Saran
Allah Ta’ala Berfirman:
”Dan dirikanlah Salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan
dari malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-
perbuatan buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yan ingat. (QS. Hud [11]: 114)
Tidak ada yang menghalangi untuk mengakui kesalahan. Bukankah kita ketahui bahwa
kezalima yang benar adalah kezaliman yang ditutup dengan taubat yang sesungguhnya dan
bersungguh-sungguh, bukankah kita ketahui bahwa taubat tidak punya batasan waktu kecuali kita
telah meninggal dunia, dan sebenarnya kita tahu bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala maha menerima taubat hamba-Nya.
Seandainya kita ketahui betapa pedihnya siksaan kita akibat perbuatan kita meninggalkan
Salat, maka tak ada waktu untuk kita berdiam diri untuk menunda keterlambatan kita itu. Umur kita
semakin berkurang tahun demi tahun dan tak terasa sekarang menginjak 20 tahun, esok bertambah
lagi satu tahun, dan tak terasa kita masih enggan melaksanakan Salat dengan bersungguh-sungguh.
Jangan tunggu sampai rambut beruban, kulit keriput, dan mata tak lagi jelas melihat. Bukankah kita
tahu tujuan Allah menciptakan kita di dunia ini semata-mata untuk beribadah kepada-Nya, taat serta
tunduk akan perintah-Nya. Sahabatku yang kucintai karena Allah Ta’ala, jagalah baik-baik Salatmu
dan mudah-mudahan kita dapat berjumpa kembali di Surga Allah Ta’ala setelah salah satu dari kita
meninggal. Aamiin...

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy ,M. Hasbi, Pedoman Salat. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
Kamal, Abu Malik, Ensiklopedia Halat. Solo: Cordova Mediatama, 2009.
As-Sadlan, Shahih bin Ghanim, Bimbingan Lengkap Salat Berjama’ah. Solo: At-Tabyan, 2003.
Muhammad, Shalih bin Al-Khazim, Panduan Salat Lengkap, Solo: At- Tibyan, 2007.

[1] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. ix.
[2] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 1.
[3] Hadits sahih diriwayatkan oleh Muslim (987), Abu Dawud (1658), An-Nasa’I (1/231) dan lain-lain.
[4] Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Ensiklopedia Salat (Solo, Cordova Mediatama, 2009), h 46.
[5] Shahih bin Ghanim As-Sadlan, Bimbingan Lengkap Salat Berjama’ah (Cet. II; Solo: At-Tabyan, 2003), hal. 18.
[6] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 32.
[7] Shahih bin Ghanim As-Sadlan, Bimbingan Lengkap Salat Berjama’ah (Cet. II; Solo: At-Tabyan, 2003), hal. 18.
[8] Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Ensiklopedia Salat (Solo, Cordova Mediatama, 2009), h 41.
[9] Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Ensiklopedia Salat (Solo, Cordova Mediatama, 2009), h 41.
[10] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 30.
[11] Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Ensiklopedia Salat(Solo, Cordova Mediatama, 2009), h. 42.
[12] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 32.
[13] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 32.
[14] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 369.
[15] Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Ensiklopedia Salat (Solo, Cordova Mediatama, 2009), h. 46.
[16] Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Ensiklopedia Salat (Solo, Cordova Mediatama, 2009), h. 47.
[17] Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Ensiklopedia Salat (Solo, Cordova Mediatama, 2009), h. 47.
[18] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Salat (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 375.
[19] Muhammad bin Shalih bin Al-Khazim, Panduan Salat Lengkap (Solo, At- Tibyan, 2007), h. 165.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
Setiap manusia yang diciptakan Allah Ta’ala di muka bumi ini dituntut untuk beriman kepadaNya dan mempunyai satu kewajiban yang paling utama dalam
ibadah adalah Sholat. Kelak di akhirat, amalan yang pertama kali akan diperhitungkan adalah Sholat dan Sholat juga yang akan menentukan tempat manusia ini akan
berakhir, Jahannam atau Surga. Bukankah jin dan manusia diciptakan hanya untuk sujud menyembah kepada sang Khalik… Sholat pula yang membedakan
antara orang yang mu’min (beriman) dan kafir (ingkar) kepada Allah Ta’ala.
Ibnu Abbas, berkata, “Aku dengar Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadits: “Awalnya orang yang meninggalkan Sholat itu, bukanlah dia termasuk
golongan Islam. Allah tidak terima tauhid dan imannya dan tidak ada faedah shadakah, puasa dan syahadatnya”. Al-Hadits.
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, bukan saja diperlihatkan tentang macam-macam orang yang beramal baik, tetapi juga diperlihatkan sejumlah
orang yang berbuat munkar, diantaranya siksaan bagi yang MENINGGALKAN SHOLAT FARDHU.

2. Rumusan Masalah.
1) Pengertian khitan.
2) Khitan bagi laki-laki.
3) Khitan bagi perempuan.
4) Hukum-hukum khitan.

ANCAMAN ALLAH BAGI YANG MENINGGALKAN SHALAT

A. Pengertian
Barang siapa melalaikan sholat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di
alam kubur, tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SWT.
1. DALAM DUNIA
Rasulullah bersabda ” sesungguhnya antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah sholat”, sehingga makna hadits ini adalah, orang yang tidak sholat
adalah KAFIR, dan beliau juga bersabda” perjanjian antara kita dan mereka(orang musyrik) adalah sholat, barangsiapa yang tidak sholat, berarti KAFIR”, Rasulullah
bersabda ” pokok perkaranya adalah islam, tiang2nya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad” jadi kalau kita tidak sholat maka robohlah islam kita
karena itu rasulullah saat ALLAH ingin memfardhukan sholat, dengan langsung dipanggil kelangit dengan ALLAH, melalui peristiwa isra’ mi’raj
Rasulullah juga bersabda “yang pertama yang dihisab pada hari kiamat kelak adalah sholat, kalau sholatnya baik, maka seluruh amalnya baik, dan apabila sholatnya
rusak maka seluruh amalnya rusak”
Allah SWT berfirman “….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar…. (QS Al-‘ankabuut : 45)
maksudnya adalah, kalau sholat kita dengan benar, baik waktu, cara, dan niatnya. insyaALLAH kita akan tercegah dari perbuataan keji dan mungkar.
orang yang sukses yang disebutkan yang pertama kali adalah orang yang khusu’ dalam sholatnya, sebagaimana didalam surat Al-Mukminuun ayat 1-2
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya".
hukumannya didunia orang yang tidak sholat adalah:
1. Dia tidak berhak jadi wali bagi anak perempuannya, karena dia adalah KAFIR, pernikahannya tidak syah. (maka bapak2 wanita muslimah yang tidak sholat, sudah
jatuh perwaliaannya)
2. warisannya jatuh dari kerabatnya, karena tidak ada waris2 sesama orang kafir.
3. haram masuk Mekkah dan tanah suci, karena sudah kafir.
4. sembelihannya tidak syah, akan menjadi bangkai
5. kita haram, mensholati jenazahnya, karena kafir
6. haram nikah dengan perempuan muslimah, bagaimana kalau sudah terlanjur nikah, solusinya adalah harus cerai, atau disuruh bertaubat untuk melakukan shola

a. Dicabut keberkahan hidupnya


b. Dihapus amal sholehnya
c. Dicabut keislamannya
d. Rizkinya tidak mendapat berkah
e. Amalnya tidak mendapat pahala
f. Do’anya ditolak Allah SWT

2. SAAT SAKARATUL MAUT


Orang yang meninggalkan Shalat dan mati dalam keadaan belum bertaubat, maka ia wajib menerima azab Allah Ta’ala!.. Orang yang meninggalkan
Shalat, tidak akan mendapat Syafa’at Nabi Muhammad SAW, karena mereka telah menjadi kafir dan orang kafir tidak berhak mendapat Syafa’at Nabi Muhammad
SAW.
Kematian itu datang sesuai dengan ajal yang telah ditetapkan ke atas mereka (manusia). Kemana saja manusia pergi/berlari kematian tetap akan
mengejarnya. Kematian datang tanpa pilih umur, tanpa pilih waktu dan tempat.

َ‫ت َ ْع َملُون‬ ‫ُكنت ُ ْم‬ ‫ِّب َما‬ ‫فَيُن َِّبئ ُ ُكم‬ َّ ‫َوال‬
‫ش َها َد ِّة‬ ِّ ‫ْالغَ ْي‬
‫ب‬ ‫َعال ِِّّم‬ ‫ِّإلَى‬ َ‫تُ َردُّون‬ ‫ثُ َّم‬ ‫ُم ََلقِّي ُك ْم‬ ُ‫فَإِّنَّه‬ ُ‫مِّ ْنه‬ َ‫تَفِّرُّ ون‬ ‫الَّذِّي‬ َ‫ْال َم ْوت‬ َّ‫ِّإن‬ ْ‫قُل‬
(Qs Al-Jum’ah ayat 62:8) “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
َ‫ت َ ْع َملُون‬ ‫بِّ َما‬ ٌ‫َخبِّير‬ ‫َّللا‬
ُ َّ ‫َو‬ ‫أ َ َجلُ َها‬ ‫َجاء‬ ‫إِّذَا‬ ً ‫نَ ْفسا‬ ‫َّللا‬
ُ َّ ‫يُ َؤ ِّخ َر‬ ‫َولَن‬
(Qs Al-Munafiqun ayat 63:11) “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
َ‫تُرْ َجعُون‬ ‫َوإِّلَ ْي ِّه‬ ٍ‫يء‬
ْ ‫ش‬
َ ‫ُك ِّل‬ ُ‫َملَ ُكوت‬ ‫بِّيَ ِّد ِّه‬ ‫الَّ ِّذي‬ ُ َ‫ف‬
َ‫س ْب َحان‬
(Qs Ya-Sin 36:83) Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Rasulullah SAW, bersabda, Maksud Hadits: “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera.
Apakah batang pohon duri itu bisa diambil tanpa menyertakan bahagian kain sutera yang tersobek ?” (HR.Bukhari)
Ka’b Al-Ahbar (Shahabi) berpendapat : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki
menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bahagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.
Imam Ghazali berpendapat: “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga
bahagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit
kepala hingga kaki”.
Sungguh kematian adalah guncangan jiwa yang dahsyat, paling menakutkan dan paling mengerikan. Satu kejadian yang pasti akan dihadapi dan dialami
oleh setiap manusia, atau kejadian yang tak dapat dihindari dengan cara bagaimana pun juga. Para Nabi dan Rasul,malaikat,jin,binatang serta Iblis sekali pun tidak
dapat menghindari diri dari kematian ini.
Betapa dahsyatnya dan menakutkan keadaan sakaratul maut yang digambarkan oleh Rasullullah SAW, Maksud Hadist: “Sakitnya sakaratul maut itu kira-
kira tiga ratus sakitnya pukulan pedang”. Sesungguhnya Nabi SAW. mempunyai segelas air ketika hendak meninggal dunia. Baginda memasukkan tangannya ke
dalam air, kemudian menghusap wajahnya dengan air itu dan berkata : “Ya Allah, semoga Tuhan mempermudah kepada saya terhadap sakaratul maut ini.”
(HR.Bukhari & Muslim)
Riwayat lain, “Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka
dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil
A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas” (HR.Bukhari)
PROSES SAKARATUL MAUT. Imam Ghazali meriwayatkan sebuah kisah tentang keinginan Nabi Ibrahim As untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika
mencabut nyawa orang zalim. Allah Ta’ala pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut tersebut sebagai seorang pria besar berkulit hitam legam,
rambutnya berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu di depan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar
jilatan api, ketika melihatnya Nabi Ibrahim As pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Nabi Ibrahim As pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul
Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari
itu.
Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut sangat menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik
paksa ruh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar ruh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita
ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.
Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan ruh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam
mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.
‫ون بِّ َما‬ ِّ ‫اب ْال ُه‬ َ َ‫عذ‬ َ َ‫س ُك ُم ْالي َْو َم تُجْ زَ ْون‬
َ ُ‫طواْ أ َ ْيدِّي ِّه ْم أ َ ْخ ِّرجُواْ أَنف‬
ُ ‫ت َو ْال َمآلئِّكَةُ بَا ِّس‬ ِّ ‫ت ْال َم ْو‬ َّ ‫نز ُل مِّ ثْ َل َما أَنَز َل َّللاُ َولَ ْو ت ََرى إِّ ِّذ‬
َ ‫الظا ِّلمُونَ فِّي‬
ِّ ‫غ َم َرا‬ ِّ ُ ‫سأ‬ َ ‫ش ْي ٌء َو َمن قَا َل‬ َ ‫ي َولَ ْم يُو َح إِّلَ ْي ِّه‬ َّ َ‫ي إِّل‬ ُ
َ ِّ‫َّللا َكذِّبا ً أ َ ْو قَا َل أ ْوح‬
ِّ ‫علَى‬ َ ‫ظلَ ُم مِّ م َِّّن ا ْفت ََرى‬ ْ َ ‫َو َمنْ أ‬
َ‫عنْ آيَا ِّت ِّه ت َ ْست َ ْكبِّرُ ون‬
َ ‫ق َو ُكنت ُ ْم‬ ِّ ‫َّللا َغي َْر ْال َح‬
ِّ ‫علَى‬َ َ‫ُكنت ُ ْم تَقُولُون‬
(Qs Al-An’am ayat 6:93) Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan
kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah
DAHSYATNYA sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan SAKRATUL MAUT, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap
Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.
Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zalim,malaikat akan berkata,
“Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir
menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik !” Ketika itulah orang yang
sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu. Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan ruh mulai merayap keluar dari jasad
mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat.
َ‫ْالكَاف ِِّّرين‬ ‫علَى‬ َ ‫َو ْالسُّو َء‬ ‫ْالي َْو َم‬ ‫ي‬َ ‫ْالخِّ ْز‬ َّ‫ِّإن‬ ‫ْالعِّ ْل َم‬ ‫أُوت ُو ْا‬ َ‫الَّذِّين‬ ‫قَا َل‬ ‫فِّي ِّه ْم‬ َ‫تُشَاقُّون‬ ‫ُكنتُ ْم‬ َ‫الَّذِّين‬ ‫ِّي‬
َ ‫ش َُركَآئ‬ َ‫أَيْن‬ ‫َويَقُو ُل‬ ِّ ‫ي ُْخ ِّز‬
‫يه ْم‬ ‫ْال ِّقيَا َم ِّة‬ ‫ي َْو َم‬ ‫ث ُ َّم‬
(Qs An-Nahl 16:27) Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: “Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu
memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mu’min) ?” Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu: “Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas
orang-orang yang kafir”,
َ‫ت َ ْع َملُون‬ ‫ُكنت ُ ْم‬ ‫بِّ َما‬ ‫علِّي ٌم‬
َ َ‫َّللا‬ َّ‫ِّإن‬ ‫بَلَى‬ ٍ‫سُوء‬ ‫مِّ ن‬ ‫نَ ْع َم ُل‬ ‫ُكنَّا‬ ‫َما‬ ‫سلَ َم‬
َّ ‫ال‬ ْ‫فَأ َ ْلق َُوا‬ ‫أَنفُسِّ ِّه ْم‬ ‫ظالِّمِّ ي‬َ ُ‫ْال َمَلئِّكَة‬ ‫تَت ََوفَّا ُه ُم‬ َ‫الَّذِّين‬
(Qs An-Nahl 16:28) (yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil
berkata); “Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatanpun”. (Malaikat menjawab): “Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu
kerjakan”.
َ‫ْال ُمتَك َِّب ِّرين‬ ‫َمثْ َوى‬ َ ْ‫فَلَ ِّبئ‬
‫س‬ ‫فِّي َها‬ َ‫خَا ِّلدِّين‬ ‫َج َهن ََّم‬ ‫اب‬َ ‫أَب َْو‬ ْ‫فَا ْد ُخلُوا‬
(Qs An-Nahl 16:29) Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu.
Rasulullah SAW, bersabda, Maksud Hadits: “Tak seorang pun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan kabar tempat
kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”….. Inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zalim di neraka,
“Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu Billah Min Dzalik!
Rasulullah SAW, bersabda, Maksud Hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika diletakkan di liang kubur dan para pengantar pulang maka ia
mendengar suara terompah mereka. Datanglah dua malaikat lalu mendudukkannya kemudian bertanya, Apa komentarmu tentang orang ini (Muhammad)?’ Adapun
orang mukmin menjawab, Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Lihat tempat tinggalmu dari api neraka telah
diganti oleh Allah dengan tempat tinggal dari surga.’ Maka ia bisa melihat keduanya. Dan adapun orang munafik dan orang kafir, maka ditanya, Apa komentarmu
tentang orang ini (Muhammad)?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak tahu. Aku mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Kamu tidak
mengerti dan tidak tahu.’ Dan dia dipukul dengan gadam yang terbuat dari besi sekali pukulan, maka ia berteriak kencang hingga didengar makhluk yang ada
disekitarnya kecuali manusia dan jin!” (HR. Bukhari).

a. Dicabut nyawanya dengan kasar


b. Merasakan haus yang amat sangat
c. Merasakan lapar yang amat sangat

3. DIDALAM KUBUR

Kuburnya akan dihimpitkan serapat mungkin sehingga meremukkan tulang-tulang dada.


Dinyalakan api di dalam kuburnya dan api itu akan membelit dan membakar tubuhnya siang dan malam tiada henti-henti.
Akan muncul seekor ular yang bernama “SUJA’UL AQRA” Ia akan berkata, kepada si mati dengan suaranya bagai halilintar: “Aku disuruh oleh Allah memukulmu
sebab meninggalkan Shalat dari Subuh hingga Dzuhur, kemudian dari Dzuhur ke Ashar, dari Ashar ke Maghrib dan dari Maghrib ke Isya’ hingga Shubuh”. Ia dipukul
dari waktu Shubuh hingga naik matahari, kemudian dipukul dan dibenturkan hingga terjungkal ke perut bumi karena meninggalkan Shalat Dzuhur. Kemudian dipukul
lagi karena meninggalkan Shalat Asar, begitulah seterusnya dari Ashar ke Maghrib, dari Maghrib ke waktu Isya’ hingga ke waktu Shubuh lagi. Demikianlah seterusnya
siksaan oleh “SAJA’UL AQRA” hingga hari Qiamat.
Maksud Hadits: “orang yang meninggalkan Shalat, akan Allah hantarkan kepadanya seekor ular besar bernama “SUJA’UL AQRA”, yang matanya
memancarkan api, mempunyai tangan dan berkuku besi, dengan membawa alat pemukul dari besi berat”.
Di dalam Neraka Jahanam terdapat wadi (lembah) yang didalamnya terdapat ular-ular berukuran sebesar guntung dan panjangnya sebulan perjalanan.
Kerjanya tiada lain kecuali menggigit orang-orang yang TIDAK MENGERJAKAN SHALAT semasa hidupnya. Bisa ular itu juga menggelegak di badan mereka selama
70 tahun sehingga hancur seluruh daging badan mereka. Kemudian tubuh kembali pulih, lalu digigit lagi dan begitulah seterusnya.

a. Badannya dihimpit bumi


b. Kuburnya gelap gulita
c. Dinyalakan api dalam kuburnya

4. DI PADANG MAHSYAR
a. ia akan merasa susah (untuk menjawab) terhadap pertanyaan (serta menerima hukuman) dari Malaikat Munkar dan Nankir yang sangat menakutkan.
b. Kuburnya akan menjadi sangat gelap.
c. Kuburnya akan menghimpit sehingga semua tulang-tulang rusuknya berkumpul (seperti jari bertemu jari).
d. Menerima Siksaan oleh binatang-binatang berbisa seperti ular, kala jengking dan lipan.
Malaikat Jibril as, telah menemui Nabi Muhammad SAW, dan berkata: “Ya Muhammad.. Tidaklah diterima bagi orang yang meninggalkan Shalat yaitu:
Puasanya, Shadaqahnya, Zakatnya, Hajinya dan Amal baiknya”. Orang yang meninggalkan Shalat akan diturunkan kepadanya tiap-tiap hari dan malam seribu laknat
dan seribu murka. Begitu juga Para Malaikat di langit ke-7 akan melaknatnya. Ya Muhammad..! Orang yang meninggalkan Shalat tidak akan mendapat syafa’atmu dan
ia tidak tergolong dari umatmu.. Tidak boleh diziarahi ketika ia sakit, tidak boleh mengiringi jenazahnya, tidak boleh beri salam pada nya, tidak boleh makan minum
dengan nya, tidak boleh bersahabat dengannya, tidak boleh duduk besertanya, tidak ada Agama baginya, tidak ada kepercayaan bagi nya, tidak ada baginya Rahmat
Allah dan ia dikumpulkan bersama dengan orang Munafiqiin pada lapisan Neraka yang paling bawah (diazab dengan amat dahsyat..).
Sabda Nabi Muhammad SAW, Maksud Hadits: “Perjanjian (perbedaan) diantara kita (orang islam) dengan mereka (orang kafir) ialah Shalat, dan
barangsiapa meninggalkan Shalat sesungguhnya ia telah menjadi seorang kafir”.
Wahai Saudara-Saudariku Umat Islam, mari kita merenung sejenak tentang ancaman azab dari Allah bagi orang-orang yang meninggalkan Shalat Fardhu.
Apa guna kita hidup di dunia dengan nikmat berlimpah harta jika kita termasuk golongan orang-orang yang meninggalkan Sholat..???

a. Menderita sengsara, panas, lapar dan dahaga


b. Mendapatkan marah dan laknat dari Allah SWT
c. Tangan dan kakinya dirantai dengan bara api dan dilempar ke dalam Neraka

B. Gambaran Azab Bagi Yang Meninggalkan Sholat.


Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, bukan saja diperlihatkan tentang balasan orang yang beramal baik, tetapi juga diperlihatkan balasan orang
yang berbuat mungkar, diantaranya siksaan bagi yang meninggalkan Sholat fardhu.
Mengenai balasan orang yang meninggalkan Sholat Fardu: “Rasulullah SAW, diperlihatkan pada suatu kaum yang membenturkan kepala mereka pada
batu, Setiap kali benturan itu menyebabkan kepala pecah, kemudian ia kembali kepada keadaan semula dan mereka tidak terus berhenti melakukannya. Lalu
Rasulullah bertanya: “Siapakah ini wahai Jibril”? Jibril menjawab: “Mereka ini orang yang berat kepalanya untuk menunaikan Sholat fardhu”. (Riwayat Tabrani).
Orang yang meninggalkan Sholat akan dimasukkan ke dalam Neraka Saqor. Maksud Firman Allah Ta’ala: “..Setelah melihat orang-orang yang bersalah
itu, mereka berkata: “Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam Neraka Saqor ?”. Orang-orang yang bersalah itu menjawab: “kami termasuk dalam kumpulan
orang-orang yang tidak mengerjakan Sholat” Al-ayat.
Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang yang melalaikan Sholat, maka jawab Baginda SAW, “yaitu mengakhirkan waktu
Sholat dari waktu asalnya hingga sampai waktu Sholat lain. Mereka telah menyia-nyiakan dan melewatkan waktu Sholat, maka mereka diancam dengan Neraka Wail”.
Ibn Abbas dan Said bin Al-Musaiyib turut menafsirkan hadist di atas “yaitu orang yang melengah-lengahkan Sholat mereka sehingga sampai kepada waktu
Sholat lain, maka bagi pelakunya jika mereka tidak bertaubat Allah menjanjikan mereka Neraka Jahannam tempat kembalinya”.
Maksud Hadist: “Siapa meninggalkan sholat dengan sengaja, maka sesungguhnya dia telah kafir dengan nyata”.
Berdasarkan hadist ini, Sebagaian besar ulama (termasuk Imam Syafi’i) berfatwa: Tidak wajib memandikan, mengkafankan dan mensholatkan jenazah
seseorang yang meninggal dunia dan mengaku Islam, tetapi tidak pernah mengerjakan sholat. Bahkan, ada yang mengatakan haram mensholatkanya.

C. Siksa Neraka Sangat Mengerikan


Mereka yang meninggalkan sholat akan menerima siksa di dunia dan di alam kubur yang terdiri dari tiga siksaan.
Tiga jenis siksa di dalam kubur yaitu:
1. Kuburnya akan berhimpit-himpit serapat mungkin sehingga meremukkan tulang-tulang dada.
2. Dinyalakan api di dalam kuburnya dan api itu akan membelit dan membakar tubuhnya siang dan malam tiada henti-henti.
3. Akan muncul seekor ular yang bernama “Sujaul Aqra”
Ia akan berkata, kepada si mati dengan suaranya bagai halilintar: “Aku disuruh oleh Allah memukulmu sebab meninggalkan sholat dari Subuh hingga
Dhuhur, kemudian dari Dhuhur ke Asar, dari Asar ke Maghrib dan dari Maghrib ke Isya’ hingga Subuh”. Ia dipukul dari waktu Subuh hingga naik matahari, kemudian
dipukul dan dibenturkan hingga terjungkal ke perut bumi karena meninggalkan Sholat Dhuhur. Kemudian dipukul lagi karena meninggalkan Sholat Asar, begitulah
seterusnya dari Asar ke Maghrib, dari Maghrib ke waktu Isya’ hingga ke waktu Subuh lagi. Demikianlah seterusnya siksaan oleh “Sajaul Aqra” hingga hari Qiamat.
Didalam Neraka Jahanam terdapat wadi (lembah) yang didalamnya terdapat ular-ular berukuran sebesar tengkuk unta dan panjangnya sebulan
perjalanan. Kerjanya tiada lain kecuali menggigit orang-orang yang tidak mengerjakan Sholat semasa hidup mereka. Bisa ular itu juga menggelegak di di badan
mereka selama 70 tahun sehingga hancur seluruh daging badan mereka. Kemudian tubuh kembali pulih, lalu digigit lagi dan begitulah seterusnya.
Maksud Hadist: “orang yang meninggalkan sholat, akan Allah hantarkan kepadanya seekor ular besar bernama “Suja’ul Akra”, yang matanya memancarkan api,
mempunyai tangan dan berkuku besi, dengan membawa alat pemukul dari besi berat”.

Siapakah orang yang sombong?


Orang yang sombong adalah orang yang diberi penghidupan tapi tidak mau sujud pada yang menjadikan kehidupan itu yaitu, Allah Rabbul Alaamin,
Tuhan sekalian alam. Maka bertasbihlah segala apa yang ada di bumi dan di langit pada TuhanNya kecuali Iblis dan manusia yang sombong diri.

Siapakah orang yang telah mati hatinya?


Orang yang telah mati hatinya adalah orang yang diberi petunjuk melalui ayat-ayat Qur’an, Hadits dan cerita-cerita kebaikan namun merasa tidak ada
kesan apa-apa di dalam jiwa untuk bertaubat.

Siapakah orang dungu kepala otaknya?


Orang yang dungu kepala otaknya adalah orang yang tidak mau melakukan ibadah tapi menyangka bahwa Allah tidak akan menyiksanya dengan
kelalaiannya itu dan sering merasa tenang dengan kemaksiatannya.

Siapakah orang yang bodoh?


Orang yang bodoh adalah orang yang bersungguh-sungguh berusaha sekuat tenaga untuk dunianya sedangkan akhiratnya diabaikan.

D. Bahaya Meninggalkan Sholat


Barang siapa yang (sengaja) meninggalkan solat fardhu lima waktu:
1. Subuh Allah Ta’ala akan menenggelamkannya kedalam neraka Jahannam selama 60 tahun hitungan akhirat. (1 tahun diakhirat=1000 tahun didunia=60,000 tahun).
2. Dhuhur Dosa sama seperti membunuh 1000 orang muslim.
3. Asar Dosa seperti menghacurkan Ka’bah.
4. Maghrib Dosa seperti berzina dengan ibu-bapak sendiri.
5. Isya’ Allah Ta’ala akan berseru kepada mereka: “Hai orang yang meninggalkan sholat Isya’, bahwa Aku tidak lagi ridha’ engkau tinggal dibumiKu dan menggunakan
nikmat-nikmatKu, segala yang digunakan dan dikerjakan adalah berdosa kepada Allah Ta’ala”.
Maksud Firman Allah Ta’ala: “Mereka yang menyia-nyiakan solat dan mengikuti hawa nafsu kepada kejahatan, maka tetaplah mereka jatuh ke dalam satu telaga
api neraka.” (Maryam : 59).

E. Kehinaan bagi yang meninggalkan sholat


1. Di dunia
a. Allah Ta’ala menghilangkan berkat dari usaha dan rezekinya.
b. Allah Ta’ala mencabut nur orang-orang mukmin (sholeh) dari pada (wajah) nya.
c. ia akan dibenci oleh orang-orang yang beriman.

2. Ketika Sakaratul Maut


a. Ruh dicabut ketika ia berada didalam keadaan yang sangat haus.
b. Dia akan merasa amat azab/pedih ketika ruh dicabut keluar.
c. Dia akan Mati Buruk (su’ul khatimah)
d. ia akan dirisaukan dan akan hilang imannya.

3. Ketika di Alam Barzakh (dialam kubur)


a. ia akan merasa susah (untuk menjawab) terhadap pertanyaan (serta menerima hukuman) dari Malaikat Mungkar dan Nakir yang sangat menakutkan.
b. Kuburnya akan menjadi sangat gelap.
c. Kuburnya akan menghimpit sehingga semua tulang-tulang rusuknya berkumpul (seperti jari bertemu jari).
d. Siksaan oleh binatang-binatang berbisa seperti ular, kala jengking dan lipan.
Malaikat Jibril as, telah menemui Nabi Muhammad SAW, dan berkata:
“Ya Muhammad.. Tidaklah diterima bagi orang yang meninggalkan sholat yaitu: Puasanya, Shodaqahnya, Zakatnya, Hajinya dan Amal baiknya”.
Orang yang meninggalkan Sholat akan diturunkan kepadanya tiap-tiap hari dan malam seribu laknat dan seribu murka. Begitu juga Para Malaikat di langit
ke-7 akan melaknatnya.
Ya Muhammad..! Orang yang meninggalkan Sholat tidak akan mendapat syafa’atmu dan ia tidak tergolong dari umatmu.. Tidak boleh diziarahi ketika ia
sakit, tidak boleh mengiringi jenazahnya, tidak boleh beri salam pada nya, tidak boleh makan minum dengan nya, tidak boleh bersahabat dengannya, tidak boleh
duduk besertanya, tidak ada Agama baginya, tidak ada kepercayaan bagi nya, tidak ada baginya Rahmat Allah dan ia dikumpulkan bersama dengan orang Munafiqiin
pada lapisan Neraka yang paling bawah (diazab dengan amat dahsyat..).
Sabda Nabi Muhammad SAW, Maksud Hadist: “Perjanjian (perbedaan) diantara kita (orang islam) dengan mereka (orang kafir) ialah Sholat, dan
barangsiapa meninggalkan Sholat sesungguhnya ia telah menjadi seorang kafir”. (Tirmizi).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.sman1ciasem.com/ada-15-ancaman-bagi-orang-yang-meninggalkan-sholat.html
https://www.facebook.com/notes/stop-fesbuk-saat-adzan/ancaman-meninggalkan-shalat-by-echi-sofwan/96009986712
http://kabarnet.wordpress.com/2012/11/13/azab-mengerikan-bagi-yang-meninggalkan-sholat/
Hukum Meninggalkan Shalat
HUKUM MENINGGALKAN SHALAT

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Banyak kaum Muslimin sekarang ini yang meremehkan masalah shalat, bahkan sebagian mereka berani meninggalkan shalat dan tidak
mengerjakannya sama sekali. Karena problem ini adalah problem besar yang menimpa umat ini, maka saya ikut membahasnya sesuai
kemampuan saya.

HUKUM MENINGGALKAN SHALAT


Masalah ini termasuk masalah besar yang diperdebatkan oleh para Ulama pada zaman dahulu dan masa sekarang.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan, “Orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dengan kekufuran yang
menyebabkan dia keluar dari Islam, dia diancam hukuman mati, jika tidak bertaubat dan tidak mengerjakan shalat.”

Imam Abu Hanifah rahimahullah, Mâlik rahimahullah dan Imam Syâfi’i rahimahullah mengatakan, “Orang yang meninggalkan shalat
adalah orang fasik dan tidak kafir”, namun, mereka berbeda pendapat mengenai hukumannya. Menurut Imam Mâlik rahimahullah dan
Syâfi’i rahimahullah, “Orang yang meninggalkan shalat diancam hukuman mati sebagai hadd”, sedangkan menurut Imam Abu Hanîfah
rahimahullah, “dia diancam hukuman sebagai ta’zîr (peringatan), bukan hukuman mati.”

Jika permasalahan ini termasuk masalah yang diperselisihkan, maka yang wajib bagi kita adalah mengembalikannya kepada kitâbullâh
dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ِ َ ‫ش ْيءٍ فَ ُح ْك ُمهُ ِإلَى‬


‫ّللا‬ َ ْ‫اختَلَ ْفت ُ ْم فِي ِه مِ ن‬
ْ ‫َو َما‬

Tentang sesuatu apapun yang kamu perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allâh. [As Syûrâ/42:10]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman, yang artinya, “Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh
(al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa/4:59]

Juga karena pendapat masing-masing pihak yang berselisih memiliki kedudukan yang sama, oleh karena itu masalah ini wajib
dikembali kepada al-Qur’ân dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Jika kita kembalikan permasalahan yang diperbedatkan ini kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah, kita akan dapati keduanya menunjukkan
kafirnya orang yang meninggalkan shalat dengan kufur akbar yang menyebabkan ia keluar (murtad) dari Islam.

Pertama : Dalil Dari Al-Qur’an:

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ِ ‫فَ ِإنْ تَابُوا َوأَقَا ُموا الص َََلةَ َوآت َُوا الزَ كَاةَ فَ ِإ ْخ َوانُ ُك ْم فِي الد‬
‫ِين‬

Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara saudaramu seagama.” [At-
Taubah/9:11]

Juga firman Allâh Azza wa Jalla :

َ َ‫َاب َوآ َمنَ َوعَمِ َل صَا ِلحًا فَأُو َٰلَئِكَ يَ ْد ُخلُونَ ا ْل َجنَةَ َو ََّل يُ ْظلَ ُمون‬
‫ش ْيئ ًا‬ َ ‫ت ۖ فَس َْو‬
َ َ‫ف يَ ْلقَ ْون‬
َ ‫﴾ إِ ََّل َمنْ ت‬٥٩﴿ ‫غيًّا‬ َ ‫ف أَضَاعُوا الص َََلةَ َواتَبَعُوا ال‬
ِ ‫شه ََوا‬ َ َ‫فَ َخل‬
ٌ ‫ف مِ نْ بَ ْع ِد ِه ْم َخ ْل‬

Lalu datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan
tidak akan dirugikan sedikitpun. [Maryam/19:59-60]

Sisi pendalilan pada ayat kedua, surat Maryam (yang menunjukkan orang yang meninggalkan shalat itu kafir) yaitu Allâh Azza wa Jalla
berfirman tentang orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, “kecuali orang yang bertaubat,
beriman …”. Ini menunjukkan bahwa mereka ketika menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, kondisi mereka tidak
beriman.

Pada ayat yang pertama, dalam surat at-Taubah, sisi pendalilannya yaitu Allâh Azza wa Jalla telah menentukan tiga syarat agar terjalin
ukhuwah antara kaum Muslimin dengan kaum musyrikin. Tiga syarat tersebut adalah:

 Mereka bertaubat dari syirik.


 Mereka mendirikan shalat
 Mereka menunaikan zakat.
Jika mereka bertaubat dari syirik, tetapi tidak mendirikan shalat dan tidak pula menunaikan zakat, maka mereka bukanlah saudara
seagama dengan kita. Begitu pula, jika mereka mendirikan shalat, tetapi tidak menunaikan zakat maka mereka pun bukan saudara
seagama kita.

Ikatan persaudaraan karena agama itu tidak dinyatakan hilang atau lepas kecuali jika seseorang itu keluar dari agama secara mutlak.
Persaudaraan ini tidak dinyatakan hilang karena perbuatan fasik dan perbuatan kufur yang tidak menyebabkan seseorang murtad.

Perhatikanlah firman Allâh Azza wa Jalla tentang hukuman qishâsh karena membunuh:

ٍ ‫ش ْي ٌء فَاتِبَاعٌ بِا ْل َمع ُْروفِ َوأَدَا ٌء إِلَ ْي ِه بِ ِإحْ س‬


‫َان‬ َ ‫ي لَهُ مِ نْ أَخِ ي ِه‬ ُ ْ‫فَ َمن‬
َ ‫ع ِف‬

Maka barangsiapa yang diberi maaf oleh saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula) .” [Al-Baqarah/2:178]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla masih menyebut orang yang membunuh dengan sengaja sebagai saudara dari orang yang
dibunuhnya, padahal pembunuhan dengan sengaja termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya, “Dan
barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allâh
murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” [An-Nisâ/4:93]

Kemudian cobalah kita perhatikan firman Allâh Azza wa Jalla tentang dua golongan dari kaum Mukminin yang berperang:

‫ّللا يُحِ ُّب‬ َ َ َ‫طوا ۖ ِإن‬ ُ ‫س‬ِ ‫ص ِلحُوا بَ ْينَ ُه َما ِبا ْلعَ ْد ِل َوأَ ْق‬
ْ َ ‫ّللا ۖ فَ ِإنْ َفا َءتْ فَأ‬
ِ َ ‫علَى ْاْل ُ ْخ َر َٰى فَقَاتِلُوا الَتِي تَ ْبغِي َحت ََٰى تَفِي َء إِلَ َٰى أَ ْم ِر‬ ْ َ ‫َان مِ نَ ا ْل ُمؤْ مِ نِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأ‬
َ ‫ص ِلحُوا بَ ْينَ ُه َما ۖ فَ ِإنْ بَغَتْ ِإحْ دَاهُ َما‬ ِ ‫َو ِإنْ َطائِفَت‬
‫ص ِلحُوا بَ ْينَ أَ َخ َو ْي ُك ْم‬
ْ َ ‫﴾إِنَ َما ا ْل ُمؤْ مِ نُونَ إِ ْخ َوةٌ فَأ‬٩﴿ َ‫ا ْل ُم ْقسِطِ ين‬

Dan jika ada dua golongan dari kaum Mukminin berperang, maka damaikanlah antara keduanya, jika salah satu dari dua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali (kepada
perintah Allâh), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah, sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang
berbuat adil. Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu”. [Al-
Hujurat/49:9-10]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla masih menetapkan ikatan persaudaraan antara pihak pendamai dan kedua pihak yang berperang,
padahal memerangi orang Mukmin termasuk kekufuran, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Imam al-Bukhâri dan
yang lainnya, dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ق َوقِتَالُهُ كُ ْف ٌر‬ ُ ُ‫سل ِِم ف‬


ٌ ‫س ْو‬ ْ ‫َاب ا ْل ُم‬
ُ ‫سب‬ِ

Mencela seorang Muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran

Namun kekufuran jenis ini tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Seandainya kekufuran ini menyebabkan keluar dari Islam
maka tentu tidak lagi dinyatakan sebagai saudara seiman, sementara ayat suci tadi telah menunjukkan bahwa kedua belah pihak meski
berperang mereka masih saudara seiman.

Dengan demikian jelas bahwa meninggalkan shalat adalah kekufuran yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, sebab jika
hanya merupakan kefasikan saja atau kekufuran yang tidak menyebabkan keluar dari Islam, maka tentu persaudaraan seagama tidak
dinyatakan hilang karenanya, sebagaimana tidak dinyatakan hilang karena membunuh dan memerangi orang Mukmin.

Jika ada pertanyaan: Apakah anda berpendapat bahwa orang yang tidak menunaikan zakat pun dianggap kafir, sebagaimana
pengertian yang tertera dalam surat at-Taubah tersebut ?

Jawabnya : Orang yang tidak menunaikan zakat adalah kafir, menurut pendapat sebagian Ulama, dan ini adalah salah satu pendapat
yang diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullah, akan tetapi pendapat yang kuat menurut kami ialah yang mengatakan bahwa ia
tidak kafir, namun terancam hukuman berat, sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Diantaranya
hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hukuman bagi orang yang tidak
mau membayar zakat, disebutkan di bagian akhir hadits:

َ ِ‫لى ا ْل َجنَ ِة َوإِ َما إ‬


‫لى النَ ِار‬ َ ‫ث ُ َم ي ََرى‬
َ ِ‫سبِ ْيلَهُ إِ َما إ‬

… Kemudian ia akan melihat jalannya, menuju ke surga atau ke neraka.

Hadits ini panjang diriwayatkan secara lengkap oleh Imam Muslim dalam bab, “Dosa Orang yang tidak mau Membayar Zakat.”

Ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak menunaikan zakat tidak menjadi kafir, sebab andaikata ia kafir, maka
tidak akan ada jalan baginya menuju surga.

Jadi, manthûq (yang tersurat) dari hadits ini harus lebih didahulukan daripada pemahaman (yang tersirat) dari ayat yang terdapat dalam
surat at-Taubah di atas, karena (dalam ilmu ushul fiqh dijelaskan) bahwa manthûq (kalimat yang tersurat atau tertulis) lebih didahulukan
dari pada mafhûm (pemahaman yang tersirat).

Kedua: Dalil Dari As Sunnah

 Diriwayatkan dari Jâbir bin Abdillah Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ص‬
‫َل ِة‬ َ ‫الر ُج ِل َو َب ْينَ الش ِْركِ َوا ْل ُك ْف ِر ت َْركُ ال‬
َ َ‫ِإنَ َب ْين‬

Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan juga kekafiran adalah meninggalkan shalat. [HR. Muslim, dalam
kitab: Al-Iman] .

 Diriwayatkan dari Buraidah bin al-Hushaib Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫صَلَةُ فَ َمنْ ت ََر َكهَا فَقَ ْد َكفَ َر‬ ْ ‫ا ْلعَ ْه ُد الَذ‬


َ ‫ِي بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُه ُم ال‬

Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka ia benar benar telah kafir.” [HR. Abu Daud,
Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Mâjah dan Imam Ahmad]

Kekufuran yang dimaksudkan di sini adalah kekufuran yang menyebabkan keluar dari Islam. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjadikan shalat sebagai pemisah antara orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir.

 Diriwayatkan dalam Shahîh Muslim, dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

َ ‫ َّلَ َما‬:َ‫ أَفََلَ نُقَاتِلُ ُه ْم ؟ قَال‬:‫ قَالُ ْوا‬،‫ي َوت َابَ َع‬
‫صلُّ ْوا‬ ِ ‫ َولَ ِكنْ َمنْ َر‬، ‫س ِل َم‬
َ ‫ض‬ َ ‫ َو َمنْ أَ ْنك‬، َ‫ف ب ََرئ‬
َ ‫َـر‬ َ ‫ِـر ْونَ فَ َمنْ ع ََر‬
ُ ‫ـرا ُء فَتَع ِْرفُ ْونَ َوت ُ ْنك‬
َ ‫ستَك ُْونُ أ ُ َم‬
َ

Akan ada para pemimpin, dan diantara kalian ada yang mengetahui dan menolak (kemungkaran kemungkaran yang dilakukannya).
Barangsiapa mengetahui bebaslah ia, dan barangsiapa menolaknya selamatlah ia, akan tetapi barangsiapa yang rela dan mengikuti,
(tidak akan selamat), para sahabat bertanya: bolehkah kita memerangi mereka? Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:”
Tidak, selama mereka mengerjakan shalat.”

 Diriwayatkan pula dalam Shahîh Muslim, dari Auf bin Mâlik Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫ َوش َِرا ُر‬، ‫علَي ِْه ْم‬َ َ‫ص ُّل ْون‬ َ ُ ‫علَ ْي ُك ْم َوت‬ َ ُ‫ َوي‬، ‫َار أَ ِئ َم ِت ُك ُم الَ ِذ ْينَ تُحِ ب ُّْونَ ُه ْم َويُحِ ب ُّْونَ ُك ْم‬
َ َ‫صلُّ ْون‬ َ ‫ أَفََلَ نُنَا ِبذُهُ ْم ِبال‬،ِ‫س ْـو َل هللا‬
ُ ‫سيْفِ ؟ قَا َل خِ ي‬ ُ ‫ يَا َر‬:َ‫ ِق ْيل‬، ‫ َوت َ ْل َعنُ ْونَ ُه ْم َو َي ْل َعنُ ْونَ ُك ْم‬، ‫أَ ِئ َم ِت ُك ُم الَ ِذ ْينَ ت ُ ْب ِغض ُْونَ ُه ْم َويُ ْب ِغض ُْونَ ُك ْم‬
: َ‫صَلَة‬ َ ‫ َما أَقَا ُم ْوا فِ ْي ُك ُم ال‬، َ‫َّل‬

‘Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian sukai dan merekapun menyukai kalian, mereka mendo’akan kalian dan kalian
pun mendoakan mereka, sedangkan pemimpin kalian yang paling jahat adalah mereka yang kalian benci dan merekapun membenci
kalian, kalian melaknati mereka dan merekapun melaknati kalian.’ Beliau n ditanya, ‘Ya Rasulullah! Bolehkan kita memusuhi mereka
dengan pedang?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, selama mereka mendirikan shalat dilingkungan kalian.”

Kedua hadits terakhir ini menunjukkan bahwa boleh memusuhi dan memerangi para pemimpin dengan mengangkat senjata bila
mereka tidak mendirikan shalat, dan tidak boleh memusuhi dan memerangi para pemimpin, kecuali jika mereka melakukan kekafiran
yang nyata, yang bisa kita jadikan bukti di hadapan Allâh Azza wa Jalla , berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ubâdah bin ash
Shâmit Radhiyallahu anhu :

َ‫ إَِّل‬: ‫ قَا َل‬، ُ‫ع ْاْل َ ْمـ َر أَ ْهلَه‬


َ ‫ َوأَنْ َّلَ نُنَ ِاز‬، ‫علَ ْينَا‬
َ ‫عس ِْرنا َ َويُس ِْرنَا َوأَثْ َر ٍة‬
ُ ‫ع ِة فَ ْي َم ْنشَطِ نا َ َو َمك َْر ِهنَا َو‬
َ ‫س ْمعِ َوال َطا‬ َ ‫علَ ْينَا أَنْ بَايَ ْعنَا‬
َ ‫علَى ال‬ َ َ‫ فَكَانَ فِ ْي َما أَ َخذ‬، ُ‫سلَ َم فَبَايَ ْعنَاه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَى هللا‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫َدعَانَا َر‬
ِ ‫س ْو ُل‬
ِ َ‫أَنْ ت ََر ْوا ُك ْف ًرا ب ََواحًا ِع ْن َد ُك ْم مِ ن‬
‫هللا فِ ْي ِه ب ُْرهَان‬

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil kami, dan kamipun membai’at Beliau, di antara bai’at yang diminta dari kami ialah
hendaklah kami membai’at untuk senantiasa patuh dan taat, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam kesulitan maupun
kemudahan, dan mendahulukannya di atas kepentingan kami, dan janganlah kami menentang orang yang telah terpilih dalam urusan
(kepemimpinan) ini, sabda beliau:” kecuali jika kamu melihat kekafiran yang terang- terangan yang ada buktinya bagi kalian dari Allâh.”

Atas dasar ini, maka perbuatan mereka yang meninggalkan shalat yang dijadikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
syarat bolehnya menentang dan memerangi mereka dengan pedang termasuk kufur bawwâh (kekafiran nyata) yang bisa kita jadikan
bukti dihadapan Allâh nanti.

Tidak ada satu nash pun dalam al-Qur’ân ataupun as-Sunnah yang menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir,
atau dia adalah Mukmin.

Jika ada pertanyaan: Apakah boleh nash-nash yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat itu dibawa
pengertiannya atau diberlakukan (khusus) pada orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari wajibnya shalat?

Jawab:
Tidak boleh, karena akan mengakibatkan dua masalah yang berbahaya:

Pertama: Menghapuskan ketentuan (sifat) yang telah ditetapkan oleh Allâh Azza wa Jalla dan dijadikan sebagai dasar hukum.

Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan hukum kafir dengan sebab meninggalkan shalat, bukan dengan sebab mengingkari
kewajibannya. Allâh Azza wa Jalla menetapkan persaudaraan seagama atas dasar pendirian shalat, bukan atas dasar pengakuan
terhadap wajibnya shalat. Allâh tidak berfirman: “Jika mereka bertaubat dan mengakui kewajiban shalat”, Nabi Muhammad n pun tidak
bersabda, “Batas pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah mengingkari kewajiban shalat”, atau “perjanjian
antara kita dan mereka ialah pengakuan terhadap kewajiban shalat, barang siapa yang mengingkari kewajibannya maka dia telah kafir”.
Kedua: Menjadikan ketentuan (sifat) yang tidak ditetapkan oleh Allâh sebagai landasan hukum.

Mengingkari kewajiban shalat lima waktu tentu menyebabkan kekafiran bagi pelakunya yang tidak memiliki udzur bil jahhl (artinya
pengingkaran dilakukan bukan karena tidak tahu hukumnya-red), baik dia masih mengerjakan shalat atau tidak mengerjakannya.

Jika ada seseorang yang mengerjakan shalat lima waktu dengan melengkapi segala syarat, rukun, dan hal-hal yang wajib dan sunnah,
namun dia mengingkari kewajiban shalat tersebut tanpa ada udzur (alas an), maka orang tersebut telah kafir, sekalipun dia tidak
meninggalkan shalat.

Dengan demikian, jelas bahwa membawa pengertian kafir akibat meninggalkan shalat kepada kafir akibat menentang wajibnya shalat
adalah sebuah kekeliruan. Dan yang benar ialah orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dengan kekafiran yang menyebabkan dia
keluar dari Islam, sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits riwayat Ibnu Abi Hâtim dalam kitab Sunan, dari Ubâdah bin Shâmit
Radhiyallahu anhu ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepada kita:

‫ فَ َمنْ ت ََر َكهَا ع َْمدًا ُمتَع َِمدًا فَقَ ْد‬،‫صَلَةَ ع َْمدًا‬


َ ‫ َوَّلَ تَتْ ُركُوا ال‬،‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ج َمنَ ا ْلمِ لَ ِة َّلَ تُش ِْرك ُْوا بِا‬
َ ‫هلل‬ َ ‫َخ َر‬

Janganlah kamu berbuat syirik kepada Allâh sedikitpun, dan janganlah kamu sengaja meninggalkan shalat, barangsiapa yang benar-
benar dengan sengaja meninggalkan shalat maka ia telah keluar dari Islam.

Jika ada pertanyaan: Apakah kekafiran bagi orang yang meninggalkan shalat tidak dapat diartikan sebagai kufur nikmat bukan
kufur millah (yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam), atau diartikan sebagai kekafiran yang tingkatannya
dibawah kufur akbar, seperti kekafiran yang disebutkan dalam hadits dibawah ini, yang mana Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersaba:

َ ُ‫ َوالنِيَاحَة‬، ‫ب‬
ِ ِ‫علَى ا ْل َمي‬
‫ت‬ َ َ‫ اَل َط ْعنُ فِي الن‬:‫اس هُ َما ِب ِه ْم ُك ْف ٌر‬
ِ ‫س‬ ِ َ‫اثْن‬
ِ َ‫ان ِبالن‬

Ada dua perkara terdapat pada manusia, yang keduanya merupakan suatu kekafiran bagi mereka, yaitu: mencela keturunan dan
meratapi orang yang telah mati.

Juga Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫ق َوقِتَالُهُ كُ ْف ٌر‬ ُ ُ‫سل ِِم ف‬


ٌ ‫س ْو‬ ْ ‫َاب ا ْل ُم‬
ُ ‫سب‬ِ

Menghina seorang muslim adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekafiran.”

Jawab:
Membawa pengertian kufur (akibat meninggalkan shalat) kepada kemungkinan-kemungkinan yang di atas tidak benar, karena
beberapa alasan:

Pertama: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara kekafiran dan keimanan, antara
orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir. Dan (yang namanya-red) batas tentu akan membedakan apa yang dibatasi serta
memisahkannya dari yang lain, sehingga kedua hal yang terpisahkan itu berbeda dan tidak bisa bercampur antara yang satu dengan
yang lain.

Kedua : Shalat adalah salah satu rukun Islam, maka penyematan gelar kafir terhadap orang yang meninggalkannya berarti kafir dan
keluar dari Islam, karena dia telah menghancurkan salah satu rukun Islam, berbeda halnya dengan penyebutan kafir terhadap orang
yang mengerjakan salah satu perbuatan-perbuatan kekafiran lainnya.

Ketiga: Keberadaan beberapa nash lain yang menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu kafir dengan kekafiran yang
menyebabkan ia keluar dari Islam.

Oleh karena itu kekafiran ini harus difahami sesuai dengan arti tertera padanya, sehingga nash-nash itu akan sinkron dan tidak saling
bertentangan.

Keempat : Penggunaan kata kufur berbeda-beda, tentang kufur akibat meninggalkan shalat, Beliau n bersabda:

َ ‫ص‬
‫َل ِة‬ َ ‫الر ُج ِل َوبَ ْينَ الش ِْركِ َوا ْل ُك ْف ِر ت َْركَ ال‬
َ َ‫إِنَ بَ ْين‬

Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. [HR. Muslim, dalam
kitab al Îmâ]

Dalam kalimat ini digunakan kata yang ada “al“nya, dalam bentuk ma’rifah (tertentu), yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan
kufur di sini adalah kekafiran yang sebenarnya, berbeda dengan penggunaan kata kufur secara nakirah (indefinite), atau “kafara”
sebagai kata kerja, maka itu menunjukkan bahwa dia telah melakukan suatu perbuatan kekufuran, tapi bukan kekufuran mutlak yang
menyebabkan keluar dari Islam.

Apabila sudah jelas bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, keluar dari Islam, berdasarkan dalil-dalil di atas, maka yang
benar adalah pendapat yang dianut oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang juga merupakan salah satu pendapat Imam asy-
Syâfi’i, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang firman Allâh Azza wa Jalla dalam surat Maryam, ayat ke-59
dan 60.
Juga disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah dalam Kitâb ash-Shalât bahwa pendapat ini merupakan salah satu dari dua
pendapat yang ada dalam madzhab Syâfi’i. Ath-Thahawi menukilkan demikian dari Imam Syâfii sendiri.

Pendapat inilah yang dipegangi oleh mayoritas Shahabat, bahkan banyak Ulama yang menyebutkan bahwa pendapat ini
merupakan ijma’ para Shahabat.

Abdullah bin Syaqîq mengatakan, ”Para sahabat Nabi g berpendapat bahwa tidak ada satupun amal yang bila ditinggalkan
menyebabkan kafir, kecuali shalat”. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lima Ulama perawi hadits lainnya. Beliau t menilai hadits ini shahih
menurut persyaratan Imam Bukhari dan Muslim).

Ishaq bin Rahawaih rahimahullah, seorang imam terkenal mengatakan, “Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.” Dan demikianlah pendapat yang dianut oleh para Ulama sejak zaman Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam sampai sekarang ini, bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat tanpa ada suatu halangan sehingga lewat
waktunya adalah kafir.”

Ibnu Hazm rahimahullah menuturkan bahwa pendapat ini datang dari Umar, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabal, Abu Hurairah, dan
para Shahabat lainnya Radhiyallahu anhum, dan ia berkata, “Dan sepengetahuan kami tidak ada seorang pun diantara Shahabat Nabi
yang menyelisihi pendapat mereka ini.”

Keterangan Ibnu Hazm rahimahullah ini telah dinukil oleh al-Mundziri dalam kitabnya at-Targhîb wat Tarhîb, dan beliau menyebutkan
tambahan nama Shahabat yaitu Abdullah bin Mas’ûd, Abdullah bin Abbâs, Jâbir bin Abdullah, Abu Darda’ Radhiyallahu anhum. Lalu al-
Mundziri rahimahullah mengatakan, “Dan diantara para Ulama yang bukan dari kalangan Shahabat adalah Ahmad bin Hanbal, Ishâq
bin Rahawaih, Abdullah bin al Mubârak, an Nakhâ’i, al Hakam bin Utaibah, Ayub as-Sikhtiyâni, Abu Daud at-Thayâlisi, Abu Bakar bin
Abi Syaibah, Zuhair bin Harb, dan lain-lainnya.”

Jika ada pertanyaan: Apa jawaban atau bantahan terhadap dalil-dalil yang dipergunakan oleh mereka yang berpendapat
bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir?

Jawabnya adalah:
Tidak disebutkan (secara gamblang-red) dalam dalil-dalil tersebut bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir, atau masih
Mukmin, atau tidak masuk neraka, atau masuk surga, dan yang semisalnya.

Siapapun orang yang memperhatikan dalil-dalil itu dengan seksama pasti akan menemukan bahwa dalil-dalil itu tidak keluar dari empat
bagian (kategori) dan kesemuanya tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang dipergunakan oleh mereka yang berpendapat bahwa
orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.

Kategori pertama: Dalam dalil-dalil yang mereka sebutkan tidak ada yang cocok menjadi pijakan pendapat yang mereka dalam
masalah ini, seperti dalil yang digunakan oleh sebagian orang, yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ّللاَ ََّل يَ ْغ ِف ُر أَنْ يُش َْركَ بِ ِه َويَ ْغ ِف ُر َما دُونَ َٰذَ ِلكَ ِل َمنْ يَشَا ُء‬
َ َ‫إِن‬

Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu yang Dia
kehendaki.” [An-Nisâ/4:48]

Firman Allâh “ َ‫ ” َما دُونَ َٰذَ ِلك‬maksudnya adalah dosa-dosa yang lebih kecil daripada syirik, bukan dosa-dosa yang selain dosa syirik,
berdasarkan dalil yang menunjukkan bahwa orang yang mendustakan apa yang diberitakan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya adalah
kafir dengan kekufuran yang tidak diampuni, padahal dosa akibat mendustakan ini tidak termasuk dosa syirik. (Ini menunjukkan ada
dosa lain yang tidak diampuni selain dosa syirik-red)

Andaikata kita menerima bahwa firman Allâh “ َ‫ ” َما دُونَ َٰذَ ِلك‬maksudnya adalah dosa-dosa selain syirik, ini pun masih masuk dalam
kategori al âmm al makhsûs (dalil umum yang sudah dikhususkan maknanya), dengan nash-nash lain yang menunjukkan adanya
kekufuran yang disebabkan oleh selain perbuatan syirik dan kekufuran yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam itu termasuk
dosa yang tidak diampuni, sekalipun tidak termasuk syirik.

Kategori kedua: Dalil umum yang sudah dikhususkan dengan hadits-hadits yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan
shalat. Misalnya: Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu :

‫علَى النَ ِار‬


َ ُ‫س ْولُهُ إَِّلَ ح ََر َمهُ هللا‬ َ ‫ش َه ُد أَنْ َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ َوأَنَ ُم َح َمدًا‬
ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬ َ ْ‫َما مِ ن‬
ْ َ‫ع ْب ٍد ي‬

Tidak ada seorang hamba pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allâh dan Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya, kecuali Allâh akan haramkan ia dari api neraka.

Inilah salah satu lafadznya, dan diriwayatkan pula dengan lafadz yang senada dengan ini dari Abu Hurairah, Ubâdah bin Shâmit dan
Itbân bin Mâlik Radhiyallahu anhum.

Kategori ketiga: Dalil umum yang muqayyad (sudah dibatasi) oleh suatu ikatan yang tidak mungkin baginya meninggalkan shalat.
Misalnya, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Itbân bin Mâlik Radhiyallahu anhu :

ِ َ‫علَى النَ ِار َمنْ قَا َل َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ يَ ْبتَغِي بِذَ ِلكَ َوجْ ه‬
‫هللا‬ َ َ‫فَ ِإن‬
َ ‫هللا ح ََر َم‬

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan LAA ILAHA ILLALLAH dalam rangka
mencari wajah Allâh [HR. Al-Bukhâri]
Juga dalam hadits Mu’âdz bin Jabal Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫علَى ال َن ِار‬ ِ ‫ش َه ُد أَنْ َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ َوأَنَ ُم َح َمدًا َرسُ ْو ُل‬
ِ ُ‫هللا ِص ْدقًا مِ نْ قَ ْلبِ ِه إَِّلَ ح ََر َمه‬
َ ‫هللا‬ ْ َ‫َما مِ نْ أ َ َح ٍد ي‬

Tidak ada seorang hamba pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allâh, dan Muhammad adalah utusan
Allâh, dengan ikhlas dari hatinya (semata-mata karena Allâh), kecuali Allâh haramkan ia dari api neraka. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Orang yang mengucapkan dua syahadat yang diharamkan masuk neraka yaitu yang terpenuhi syarat dua syarat ikhlas dan kejujuran
hati. Jika dua syarat ini terpenuhi, maka mustahil seseorang meninggalkan shalat. Karena siapapun yang jujur dan ikhlas dalam
syahadatnya niscaya dan pasti kejujuran dan keikhlasannya akan mendorongnya untuk melaksanakan shalat. Karena shalat
merupakan tiang agama Islam, serta media komunikasi antara hamba dengan Rabbnya.

Jika ia benar-benar mencari wajah Allâh, tentu ia akan melakukan apapun yang dapat menghantarkannya kepada tujuannya itu, dan
menjauhi segala apa yang menjadi penghalangnya.

Demikian pula orang yang mengucapkan kalimat dua syahadat secara jujur dari lubuk hatinya, tentu kejujurannya itu akan mendorong
dirinya untuk melaksanakan shalat dengan ikhlas semata-mata karena Allâh, dan mengikuti tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , karena hal itu termasuk syarat-syarat syahadat yang benar.

Kategori keempat: Dalilnya muqayyad (terbatasi maknanya) oleh suatu kondisi yang diperbolehkan dalam kondisi tersebut untuk
meninggalkan shalat. Misalnya hadits Ibnu Mâjah rahimahullah, dari Hudzaifah ibnul Yaman, ia mengatakan bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ أَد َْر ْكنَا آبَا َءنَا‬: َ‫ش ْي ُخ ا ْل َكبِي ُْر َوا ْلعَ ُج ْو ُز يَقُ ْولُ ْون‬
‫علَى َه ِذ ِه ا ْل َك ِل َم ِة َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ فَنَحْ نُ نَقُ ْولُهَا‬ َ ‫اس ال‬ ِ ‫ْي الثَ ْو‬
ُ ‫ب (وفيه) َوت َ ْبقَى َط َوائ‬
ِ َ‫ِف مِ نَ الن‬ ُ ‫س َوش‬ ْ ‫س اْ ِإل‬
ُ ‫سَلَ ُم َك َما يَد ُْر‬ ُ ‫يَد ُْر‬

Islam ini akan hilang sebagaimana hilangnya perhiasan yang ada pada pakaian (dalam hadits itu terdapat ungkapan) dan tinggallah
beberapa kelompok orang, yaitu kaum lelaki dan wanita yang tua renta, mereka berkata:”kami mendapatkan orang tua kami di atas
kalimat “LAA ILAHA ILLALLAH” ini, maka kamipun menyatakannya (seperti mereka)

Shilah bin Zufar berkata kepada Hudzaifah, “Tidak berguna bagi mereka kalimat “LAA ILAHA ILLALLAH”, bila mereka tidak tahu apa itu
shalat, puasa, haji, juga zakat.”, maka Hudzaifah Radhiyallahu anhu menoleh kearahnya seraya menjawab, ”Wahai Shilah, kalimat itu
akan menyelamatkan mereka dari api neraka.

Orang-orang di atas yang terselamat dari neraka dengan sebab kalimat syahadat saja adalah orang-orang yang memiliki udzur untuk
tidak melaksanakan syari’at Islam, karena mereka tidak mengenalnya. Apa yang mereka kerjakan hanyalah apa yang mereka dapatkan
saja. Kondisi mereka sama dengan kondisi orang yang meninggal dunia sebelum syari’at Islam diwajibkan, atau sebelum sempat
mengerjakan syari’at Islam, seperti orang yang meninggal dunia setelah mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum sempat
melaksanakan syari’at Islam yang lain, atau orang yang masuk Islam di negara kafir tetapi belum sempat mengenal syari’at ia
meninggal dunia.

Kesimpulannya, dalil-dalil yang dipergunakan oleh yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak kafir, tidak bisa
membantah dalil-dalil yang dipergunakan oleh yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir. Karena dalil-dalil
yang mereka pergunakan, adakalanya tidak mengandung sesuatu yang bisa dijadikan landasan dalam masalah ini; Atau adakalanya
terikat dengan suatu sifat yang jika sifat itu ada maka tidak mungkin dia akan meninggalkan shalat; Atau adakalanya dalil mereka
terbatasi oleh suatu kondisi yang bisa menjadi udzur bagi seseorang untuk tidak shalat; Atau adakalanya mereka bersifat umum tapi
sudah dikhususkan dengan nash-nash yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat.

Jika sudah terbukti kekufuran orang yang meninggalkan shalat berdasarkan dalil yang kuat yang tidak dapat disanggah dan disangkal
lagi, maka hukum kafir dan segala konsekuensinya dikenakan kepada orang yang meninggalkan shalat. Diantara konsekuensinya
adalah orang yang meninggalkan shalat tidak boleh dinikahkan dengan wanita Muslimah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792,
08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]

Read more https://almanhaj.or.id/5625-hukum-meninggalkan-shalat.html


Dalam Islam sholat memiliki keistimewaan dan ke-utamaan yang tidak dimiliki oleh ibadah lainnya, antara lain: 1.Merupakan tiang agama, jika ia tidak ada atau
diting-galkan maka agama akan runtuh. 2.Alloh menurunkan kewajiban sholat tersebut langsung dari atas langit kepada Rosul-Nya tanpa perantara malaikat.
3.Sholat adalah ibadah yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat. Rosululloh bersabda: (( ُ‫سبُ َما أ َ َّول‬ َ ‫علَيْهُ ي َحا‬ َ ُ‫صالَةُ ْالقيَا َمةُ ي َْو َُم ْالعَبْد‬
َّ ‫ال‬، ُْ‫صلَ َحتُْ فَإن‬ َ ‫ح‬ َُ َ‫صل‬َ ُ‫ع َملهُ َسائر‬ َ ، ُْ‫سدَتُْ َوإن‬ َ َ‫س َُد ف‬َ َ‫ف‬
ُ‫سائر‬ َ )) “Yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah sholat. Jika ia baik, maka baiklah seluruh amalnya dan jika ia rusak, maka
َ ُ‫ع َمله‬
rusaklah seluruh amalnya.” (HR. ath-Tho-broni dengan sanad hasan) 4.Ketika Rosululloh akan menghembuskan nafasnya yang terakhir, beliau sempat berpesan
dengan suara lirih, “Jagalah sholat, jagalah sholat dan hamba-hamba sahaya kalian.” 5.Sholat adalah unsur pencegah yang kuat dari perbu-atan keji (fāhisyah) dan
kemungkaran. Alloh berfirman: “Sesungguhnya sholat itu mencegah (pelakunya) dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. al-‘An-kabut [29]: 45) 6.Sholat adalah
kewajiban yang paling banyak disebut-kan dalam al-Qur’an. BACA JUGA : KEAGUNGAN SHALAT DALAM ISLAM Ancaman Bagi yang Meninggalkan Sholat Selain
keistimewaan dan keutamaannya tersebut, ancaman pun banyak disematkan kepada orang-orang yang meninggalkan sholat, di antaranya: style="text-align:
justify;"> 1.Barangisapa meninggalkan sholat dengan sengaja, maka ia telah kafir dan keluar dari Islam. Rosululloh bersabda: (( ُ‫ي ْالعَ ْهد‬ ُْ ‫صالَةُ َوبَ ْينَه ُْم بَ ْينَنَا الَّذ‬
َّ ‫َكف ََُر فَقَ ُْد ت ََر َك َها فَ َمنُْ ال‬
)) “Perjanjian antara kita dan mereka adalah sholat; barangsiapa yang meninggalkannya, maka benar-benar ia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-
Tirmidzi dan Ibnu Majah) ‘Abdulloh bin Syaqiq (seorang tabi’in) berkata: “Para sahabat Nabi berpendapat bahwa tidak ada satupun amal yang bila ditinggalkan
menyebabkan kekafiran, selain sholat.” 2.Tidak boleh disholatkan jenazahnya, dimintakan ampun dan rohmat untuknya serta tidak boleh diku-burkan di
pemakaman kaum Muslimin. 3.Pada hari kiamat, ia akan dikumpulkan bersama tokoh-tokoh kafir karena termasuk dari golongan mereka. Rosululloh bersabda
tentang sholat: (( ُْ‫ظ َمن‬َُ َ‫علَ ْي َها َحاف‬ ْ ُْ‫ظ لَ ُْم َو َمن‬
َ ُْ‫القيَا َمةُ ي َْو َُم َونَ َجاُة ً َوب ْرهَانًا ن ْورً ا لَهُ كَانَت‬، ُْ ‫علَ ْي َها ي َحاف‬
َ ‫لَ ن ْورً ا لَهُ تَكنُْ لَ ُْم‬ ُ ‫نَ َجاُة ً َو‬، َُ‫“ )) َخلَفُ بْنُ َوأبَيُ َو َهُا َمانَُ َوفرْ َع ْونَُ قَار ْونَُ َم َُع ْالقيَا َمةُ ي َْو َُم َوكَان‬Barangisapa yang
ُ ‫لَ برْ هَانًا َو‬
menjaganya, maka ia menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari Kiamat. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak akan mendapatkan
cahaya, bukti dan keselamatan, dan pada hari Kiamat ia akan bersama Qorun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Kholaf.” (HR. Ahmad, ath-Thobroni dan Ibnu Hibban
dengan sannad jayyid) 4. Dibakar di api neraka selama-lamanya. Saudaraku kaum Muslimin dan Muslimat.... Jagalah sholat kalian agar kalian selamat di dunia dan
akhirat. Tiada kebahagiaan tanpa sholat. Sholat adalah obat penenang yang ampuh sekali. Karena padanya ter-kumpul dzikir-dzikir luhur yang menjadi penenang
hati yang terampuh. Alloh berfirman: “Ketahuilah, hanya dengan mengingat Alloh-lah (ber-dzikir) hati menjadi tenang.” (QS. ar-Ro’d [13]: 28)

Sumber: https://makalahnih.blogspot.com/2017/03/dosa-besar-meninggalkan-shalat.html
Silahkan mengcopy paste dan menyebarkan artikel ini selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
Setiap manusia yang diciptakan Allah Ta’ala di muka bumi ini dituntut untuk beriman kepadaNya dan mempunyai satu kewajiban yang paling utama dalam
ibadah adalah Sholat. Kelak di akhirat, amalan yang pertama kali akan diperhitungkan adalah Sholat dan Sholat juga yang akan menentukan tempat manusia ini akan
berakhir, Jahannam atau Surga. Bukankah jin dan manusia diciptakan hanya untuk sujud menyembah kepada sang Khalik… Sholat pula yang membedakan
antara orang yang mu’min (beriman) dan kafir (ingkar) kepada Allah Ta’ala.
Ibnu Abbas, berkata, “Aku dengar Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadits: “Awalnya orang yang meninggalkan Sholat itu, bukanlah dia termasuk
golongan Islam. Allah tidak terima tauhid dan imannya dan tidak ada faedah shadakah, puasa dan syahadatnya”. Al-Hadits.
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, bukan saja diperlihatkan tentang macam-macam orang yang beramal baik, tetapi juga diperlihatkan sejumlah
orang yang berbuat munkar, diantaranya siksaan bagi yang MENINGGALKAN SHOLAT FARDHU.

2. Rumusan Masalah.
1) Pengertian khitan.
2) Khitan bagi laki-laki.
3) Khitan bagi perempuan.
4) Hukum-hukum khitan.

ANCAMAN ALLAH BAGI YANG MENINGGALKAN SHALAT

A. Pengertian
Barang siapa melalaikan sholat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di
alam kubur, tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SWT.
1. DALAM DUNIA
Rasulullah bersabda ” sesungguhnya antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah sholat”, sehingga makna hadits ini adalah, orang yang tidak sholat
adalah KAFIR, dan beliau juga bersabda” perjanjian antara kita dan mereka(orang musyrik) adalah sholat, barangsiapa yang tidak sholat, berarti KAFIR”, Rasulullah
bersabda ” pokok perkaranya adalah islam, tiang2nya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad” jadi kalau kita tidak sholat maka robohlah islam kita
karena itu rasulullah saat ALLAH ingin memfardhukan sholat, dengan langsung dipanggil kelangit dengan ALLAH, melalui peristiwa isra’ mi’raj
Rasulullah juga bersabda “yang pertama yang dihisab pada hari kiamat kelak adalah sholat, kalau sholatnya baik, maka seluruh amalnya baik, dan apabila sholatnya
rusak maka seluruh amalnya rusak”
Allah SWT berfirman “….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar…. (QS Al-‘ankabuut : 45)
maksudnya adalah, kalau sholat kita dengan benar, baik waktu, cara, dan niatnya. insyaALLAH kita akan tercegah dari perbuataan keji dan mungkar.
orang yang sukses yang disebutkan yang pertama kali adalah orang yang khusu’ dalam sholatnya, sebagaimana didalam surat Al-Mukminuun ayat 1-2
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya".
hukumannya didunia orang yang tidak sholat adalah:
1. Dia tidak berhak jadi wali bagi anak perempuannya, karena dia adalah KAFIR, pernikahannya tidak syah. (maka bapak2 wanita muslimah yang tidak sholat, sudah
jatuh perwaliaannya)
2. warisannya jatuh dari kerabatnya, karena tidak ada waris2 sesama orang kafir.
3. haram masuk Mekkah dan tanah suci, karena sudah kafir.
4. sembelihannya tidak syah, akan menjadi bangkai
5. kita haram, mensholati jenazahnya, karena kafir
6. haram nikah dengan perempuan muslimah, bagaimana kalau sudah terlanjur nikah, solusinya adalah harus cerai, atau disuruh bertaubat untuk melakukan shola

a. Dicabut keberkahan hidupnya


b. Dihapus amal sholehnya
c. Dicabut keislamannya
d. Rizkinya tidak mendapat berkah
e. Amalnya tidak mendapat pahala
f. Do’anya ditolak Allah SWT

2. SAAT SAKARATUL MAUT


Orang yang meninggalkan Shalat dan mati dalam keadaan belum bertaubat, maka ia wajib menerima azab Allah Ta’ala!.. Orang yang meninggalkan
Shalat, tidak akan mendapat Syafa’at Nabi Muhammad SAW, karena mereka telah menjadi kafir dan orang kafir tidak berhak mendapat Syafa’at Nabi Muhammad
SAW.
Kematian itu datang sesuai dengan ajal yang telah ditetapkan ke atas mereka (manusia). Kemana saja manusia pergi/berlari kematian tetap akan
mengejarnya. Kematian datang tanpa pilih umur, tanpa pilih waktu dan tempat.

َ‫ت َ ْع َملُون‬ ‫ُكنت ُ ْم‬ ‫ِّب َما‬ ‫فَيُن َِّبئ ُ ُكم‬ َّ ‫َوال‬
‫ش َها َد ِّة‬ ِّ ‫ْالغَ ْي‬
‫ب‬ ‫َعال ِِّّم‬ ‫ِّإلَى‬ َ‫تُ َردُّون‬ ‫ثُ َّم‬ ‫ُم ََلقِّي ُك ْم‬ ُ‫فَإِّنَّه‬ ُ‫مِّ ْنه‬ َ‫تَفِّرُّ ون‬ ‫الَّذِّي‬ َ‫ْال َم ْوت‬ َّ‫ِّإن‬ ْ‫قُل‬
(Qs Al-Jum’ah ayat 62:8) “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
َ‫ت َ ْع َملُون‬ ‫بِّ َما‬ ٌ‫َخبِّير‬ ‫َّللا‬
ُ َّ ‫َو‬ ‫أ َ َجلُ َها‬ ‫َجاء‬ ‫إِّذَا‬ ً ‫نَ ْفسا‬ ‫َّللا‬
ُ َّ ‫يُ َؤ ِّخ َر‬ ‫َولَن‬
(Qs Al-Munafiqun ayat 63:11) “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
َ‫تُرْ َجعُون‬ ‫َوإِّلَ ْي ِّه‬ ٍ‫يء‬
ْ ‫ش‬
َ ‫ُك ِّل‬ ُ‫َملَ ُكوت‬ ‫بِّيَ ِّد ِّه‬ ‫الَّ ِّذي‬ ُ َ‫ف‬
َ‫س ْب َحان‬
(Qs Ya-Sin 36:83) Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Rasulullah SAW, bersabda, Maksud Hadits: “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera.
Apakah batang pohon duri itu bisa diambil tanpa menyertakan bahagian kain sutera yang tersobek ?” (HR.Bukhari)
Ka’b Al-Ahbar (Shahabi) berpendapat : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki
menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bahagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.
Imam Ghazali berpendapat: “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga
bahagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit
kepala hingga kaki”.
Sungguh kematian adalah guncangan jiwa yang dahsyat, paling menakutkan dan paling mengerikan. Satu kejadian yang pasti akan dihadapi dan dialami
oleh setiap manusia, atau kejadian yang tak dapat dihindari dengan cara bagaimana pun juga. Para Nabi dan Rasul,malaikat,jin,binatang serta Iblis sekali pun tidak
dapat menghindari diri dari kematian ini.
Betapa dahsyatnya dan menakutkan keadaan sakaratul maut yang digambarkan oleh Rasullullah SAW, Maksud Hadist: “Sakitnya sakaratul maut itu kira-
kira tiga ratus sakitnya pukulan pedang”. Sesungguhnya Nabi SAW. mempunyai segelas air ketika hendak meninggal dunia. Baginda memasukkan tangannya ke
dalam air, kemudian menghusap wajahnya dengan air itu dan berkata : “Ya Allah, semoga Tuhan mempermudah kepada saya terhadap sakaratul maut ini.”
(HR.Bukhari & Muslim)
Riwayat lain, “Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka
dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil
A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas” (HR.Bukhari)
PROSES SAKARATUL MAUT. Imam Ghazali meriwayatkan sebuah kisah tentang keinginan Nabi Ibrahim As untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika
mencabut nyawa orang zalim. Allah Ta’ala pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut tersebut sebagai seorang pria besar berkulit hitam legam,
rambutnya berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu di depan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar
jilatan api, ketika melihatnya Nabi Ibrahim As pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Nabi Ibrahim As pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul
Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari
itu.
Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut sangat menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik
paksa ruh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar ruh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita
ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.
Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan ruh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam
mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.
‫ون بِّ َما‬ ِّ ‫اب ْال ُه‬ َ َ‫عذ‬ َ َ‫س ُك ُم ْالي َْو َم تُجْ زَ ْون‬
َ ُ‫طواْ أ َ ْيدِّي ِّه ْم أ َ ْخ ِّرجُواْ أَنف‬
ُ ‫ت َو ْال َمآلئِّكَةُ بَا ِّس‬ ِّ ‫ت ْال َم ْو‬ َّ ‫نز ُل مِّ ثْ َل َما أَنَز َل َّللاُ َولَ ْو ت ََرى إِّ ِّذ‬
َ ‫الظا ِّلمُونَ فِّي‬
ِّ ‫غ َم َرا‬ ِّ ُ ‫سأ‬ َ ‫ش ْي ٌء َو َمن قَا َل‬ َ ‫ي َولَ ْم يُو َح إِّلَ ْي ِّه‬ َّ َ‫ي إِّل‬ ُ
َ ِّ‫َّللا َكذِّبا ً أ َ ْو قَا َل أ ْوح‬
ِّ ‫علَى‬ َ ‫ظلَ ُم مِّ َّم ِّن ا ْفت ََرى‬ ْ َ ‫َو َمنْ أ‬
َ‫عنْ آيَا ِّت ِّه ت َ ْست َ ْكبِّرُ ون‬
َ ‫ق َو ُكنت ُ ْم‬ ِّ ‫َّللا َغي َْر ْال َح‬
ِّ ‫علَى‬َ َ‫ُكنت ُ ْم تَقُولُون‬
(Qs Al-An’am ayat 6:93) Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan
kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah
DAHSYATNYA sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan SAKRATUL MAUT, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap
Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.
Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zalim,malaikat akan berkata,
“Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir
menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik !” Ketika itulah orang yang
sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu. Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan ruh mulai merayap keluar dari jasad
mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat.
َ‫ْالكَاف ِِّّرين‬ ‫علَى‬ َ ‫َو ْالسُّو َء‬ ‫ْالي َْو َم‬ ‫ي‬َ ‫ْالخِّ ْز‬ َّ‫ِّإن‬ ‫ْالعِّ ْل َم‬ ‫أُوت ُو ْا‬ َ‫الَّذِّين‬ ‫قَا َل‬ ‫فِّي ِّه ْم‬ َ‫تُشَاقُّون‬ ‫ُكنتُ ْم‬ َ‫الَّذِّين‬ ‫ِّي‬
َ ‫ش َُركَآئ‬ َ‫أَيْن‬ ‫َويَقُو ُل‬ ِّ ‫ي ُْخ ِّز‬
‫يه ْم‬ ‫ْال ِّقيَا َم ِّة‬ ‫ي َْو َم‬ ‫ث ُ َّم‬
(Qs An-Nahl 16:27) Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: “Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu
memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mu’min) ?” Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu: “Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas
orang-orang yang kafir”,
َ‫ت َ ْع َملُون‬ ‫ُكنت ُ ْم‬ ‫بِّ َما‬ ‫علِّي ٌم‬
َ َ‫َّللا‬ َّ‫ِّإن‬ ‫بَلَى‬ ٍ‫سُوء‬ ‫مِّ ن‬ ‫نَ ْع َم ُل‬ ‫ُكنَّا‬ ‫َما‬ ‫سلَ َم‬
َّ ‫ال‬ ْ‫فَأ َ ْلق َُوا‬ ‫أَنفُسِّ ِّه ْم‬ ‫ظالِّمِّ ي‬َ ُ‫ْال َمَلئِّكَة‬ ‫تَت ََوفَّا ُه ُم‬ َ‫الَّذِّين‬
(Qs An-Nahl 16:28) (yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil
berkata); “Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatanpun”. (Malaikat menjawab): “Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu
kerjakan”.
َ‫ْال ُمتَك َِّب ِّرين‬ ‫َمثْ َوى‬ َ ْ‫فَلَ ِّبئ‬
‫س‬ ‫فِّي َها‬ َ‫خَا ِّلدِّين‬ ‫َج َهن ََّم‬ ‫اب‬َ ‫أَب َْو‬ ْ‫فَا ْد ُخلُوا‬
(Qs An-Nahl 16:29) Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu.
Rasulullah SAW, bersabda, Maksud Hadits: “Tak seorang pun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan kabar tempat
kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”….. Inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zalim di neraka,
“Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu Billah Min Dzalik!
Rasulullah SAW, bersabda, Maksud Hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika diletakkan di liang kubur dan para pengantar pulang maka ia
mendengar suara terompah mereka. Datanglah dua malaikat lalu mendudukkannya kemudian bertanya, Apa komentarmu tentang orang ini (Muhammad)?’ Adapun
orang mukmin menjawab, Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Lihat tempat tinggalmu dari api neraka telah
diganti oleh Allah dengan tempat tinggal dari surga.’ Maka ia bisa melihat keduanya. Dan adapun orang munafik dan orang kafir, maka ditanya, Apa komentarmu
tentang orang ini (Muhammad)?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak tahu. Aku mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Kamu tidak
mengerti dan tidak tahu.’ Dan dia dipukul dengan gadam yang terbuat dari besi sekali pukulan, maka ia berteriak kencang hingga didengar makhluk yang ada
disekitarnya kecuali manusia dan jin!” (HR. Bukhari).

a. Dicabut nyawanya dengan kasar


b. Merasakan haus yang amat sangat
c. Merasakan lapar yang amat sangat

3. DIDALAM KUBUR

Kuburnya akan dihimpitkan serapat mungkin sehingga meremukkan tulang-tulang dada.


Dinyalakan api di dalam kuburnya dan api itu akan membelit dan membakar tubuhnya siang dan malam tiada henti-henti.
Akan muncul seekor ular yang bernama “SUJA’UL AQRA” Ia akan berkata, kepada si mati dengan suaranya bagai halilintar: “Aku disuruh oleh Allah memukulmu
sebab meninggalkan Shalat dari Subuh hingga Dzuhur, kemudian dari Dzuhur ke Ashar, dari Ashar ke Maghrib dan dari Maghrib ke Isya’ hingga Shubuh”. Ia dipukul
dari waktu Shubuh hingga naik matahari, kemudian dipukul dan dibenturkan hingga terjungkal ke perut bumi karena meninggalkan Shalat Dzuhur. Kemudian dipukul
lagi karena meninggalkan Shalat Asar, begitulah seterusnya dari Ashar ke Maghrib, dari Maghrib ke waktu Isya’ hingga ke waktu Shubuh lagi. Demikianlah seterusnya
siksaan oleh “SAJA’UL AQRA” hingga hari Qiamat.
Maksud Hadits: “orang yang meninggalkan Shalat, akan Allah hantarkan kepadanya seekor ular besar bernama “SUJA’UL AQRA”, yang matanya
memancarkan api, mempunyai tangan dan berkuku besi, dengan membawa alat pemukul dari besi berat”.
Di dalam Neraka Jahanam terdapat wadi (lembah) yang didalamnya terdapat ular-ular berukuran sebesar guntung dan panjangnya sebulan perjalanan.
Kerjanya tiada lain kecuali menggigit orang-orang yang TIDAK MENGERJAKAN SHALAT semasa hidupnya. Bisa ular itu juga menggelegak di badan mereka selama
70 tahun sehingga hancur seluruh daging badan mereka. Kemudian tubuh kembali pulih, lalu digigit lagi dan begitulah seterusnya.

a. Badannya dihimpit bumi


b. Kuburnya gelap gulita
c. Dinyalakan api dalam kuburnya

4. DI PADANG MAHSYAR
a. ia akan merasa susah (untuk menjawab) terhadap pertanyaan (serta menerima hukuman) dari Malaikat Munkar dan Nankir yang sangat menakutkan.
b. Kuburnya akan menjadi sangat gelap.
c. Kuburnya akan menghimpit sehingga semua tulang-tulang rusuknya berkumpul (seperti jari bertemu jari).
d. Menerima Siksaan oleh binatang-binatang berbisa seperti ular, kala jengking dan lipan.
Malaikat Jibril as, telah menemui Nabi Muhammad SAW, dan berkata: “Ya Muhammad.. Tidaklah diterima bagi orang yang meninggalkan Shalat yaitu:
Puasanya, Shadaqahnya, Zakatnya, Hajinya dan Amal baiknya”. Orang yang meninggalkan Shalat akan diturunkan kepadanya tiap-tiap hari dan malam seribu laknat
dan seribu murka. Begitu juga Para Malaikat di langit ke-7 akan melaknatnya. Ya Muhammad..! Orang yang meninggalkan Shalat tidak akan mendapat syafa’atmu dan
ia tidak tergolong dari umatmu.. Tidak boleh diziarahi ketika ia sakit, tidak boleh mengiringi jenazahnya, tidak boleh beri salam pada nya, tidak boleh makan minum
dengan nya, tidak boleh bersahabat dengannya, tidak boleh duduk besertanya, tidak ada Agama baginya, tidak ada kepercayaan bagi nya, tidak ada baginya Rahmat
Allah dan ia dikumpulkan bersama dengan orang Munafiqiin pada lapisan Neraka yang paling bawah (diazab dengan amat dahsyat..).
Sabda Nabi Muhammad SAW, Maksud Hadits: “Perjanjian (perbedaan) diantara kita (orang islam) dengan mereka (orang kafir) ialah Shalat, dan
barangsiapa meninggalkan Shalat sesungguhnya ia telah menjadi seorang kafir”.
Wahai Saudara-Saudariku Umat Islam, mari kita merenung sejenak tentang ancaman azab dari Allah bagi orang-orang yang meninggalkan Shalat Fardhu.
Apa guna kita hidup di dunia dengan nikmat berlimpah harta jika kita termasuk golongan orang-orang yang meninggalkan Sholat..???

a. Menderita sengsara, panas, lapar dan dahaga


b. Mendapatkan marah dan laknat dari Allah SWT
c. Tangan dan kakinya dirantai dengan bara api dan dilempar ke dalam Neraka

B. Gambaran Azab Bagi Yang Meninggalkan Sholat.


Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, bukan saja diperlihatkan tentang balasan orang yang beramal baik, tetapi juga diperlihatkan balasan orang
yang berbuat mungkar, diantaranya siksaan bagi yang meninggalkan Sholat fardhu.
Mengenai balasan orang yang meninggalkan Sholat Fardu: “Rasulullah SAW, diperlihatkan pada suatu kaum yang membenturkan kepala mereka pada
batu, Setiap kali benturan itu menyebabkan kepala pecah, kemudian ia kembali kepada keadaan semula dan mereka tidak terus berhenti melakukannya. Lalu
Rasulullah bertanya: “Siapakah ini wahai Jibril”? Jibril menjawab: “Mereka ini orang yang berat kepalanya untuk menunaikan Sholat fardhu”. (Riwayat Tabrani).
Orang yang meninggalkan Sholat akan dimasukkan ke dalam Neraka Saqor. Maksud Firman Allah Ta’ala: “..Setelah melihat orang-orang yang bersalah
itu, mereka berkata: “Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam Neraka Saqor ?”. Orang-orang yang bersalah itu menjawab: “kami termasuk dalam kumpulan
orang-orang yang tidak mengerjakan Sholat” Al-ayat.
Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang yang melalaikan Sholat, maka jawab Baginda SAW, “yaitu mengakhirkan waktu
Sholat dari waktu asalnya hingga sampai waktu Sholat lain. Mereka telah menyia-nyiakan dan melewatkan waktu Sholat, maka mereka diancam dengan Neraka Wail”.
Ibn Abbas dan Said bin Al-Musaiyib turut menafsirkan hadist di atas “yaitu orang yang melengah-lengahkan Sholat mereka sehingga sampai kepada waktu
Sholat lain, maka bagi pelakunya jika mereka tidak bertaubat Allah menjanjikan mereka Neraka Jahannam tempat kembalinya”.
Maksud Hadist: “Siapa meninggalkan sholat dengan sengaja, maka sesungguhnya dia telah kafir dengan nyata”.
Berdasarkan hadist ini, Sebagaian besar ulama (termasuk Imam Syafi’i) berfatwa: Tidak wajib memandikan, mengkafankan dan mensholatkan jenazah
seseorang yang meninggal dunia dan mengaku Islam, tetapi tidak pernah mengerjakan sholat. Bahkan, ada yang mengatakan haram mensholatkanya.

C. Siksa Neraka Sangat Mengerikan


Mereka yang meninggalkan sholat akan menerima siksa di dunia dan di alam kubur yang terdiri dari tiga siksaan.
Tiga jenis siksa di dalam kubur yaitu:
1. Kuburnya akan berhimpit-himpit serapat mungkin sehingga meremukkan tulang-tulang dada.
2. Dinyalakan api di dalam kuburnya dan api itu akan membelit dan membakar tubuhnya siang dan malam tiada henti-henti.
3. Akan muncul seekor ular yang bernama “Sujaul Aqra”
Ia akan berkata, kepada si mati dengan suaranya bagai halilintar: “Aku disuruh oleh Allah memukulmu sebab meninggalkan sholat dari Subuh hingga
Dhuhur, kemudian dari Dhuhur ke Asar, dari Asar ke Maghrib dan dari Maghrib ke Isya’ hingga Subuh”. Ia dipukul dari waktu Subuh hingga naik matahari, kemudian
dipukul dan dibenturkan hingga terjungkal ke perut bumi karena meninggalkan Sholat Dhuhur. Kemudian dipukul lagi karena meninggalkan Sholat Asar, begitulah
seterusnya dari Asar ke Maghrib, dari Maghrib ke waktu Isya’ hingga ke waktu Subuh lagi. Demikianlah seterusnya siksaan oleh “Sajaul Aqra” hingga hari Qiamat.
Didalam Neraka Jahanam terdapat wadi (lembah) yang didalamnya terdapat ular-ular berukuran sebesar tengkuk unta dan panjangnya sebulan
perjalanan. Kerjanya tiada lain kecuali menggigit orang-orang yang tidak mengerjakan Sholat semasa hidup mereka. Bisa ular itu juga menggelegak di di badan
mereka selama 70 tahun sehingga hancur seluruh daging badan mereka. Kemudian tubuh kembali pulih, lalu digigit lagi dan begitulah seterusnya.
Maksud Hadist: “orang yang meninggalkan sholat, akan Allah hantarkan kepadanya seekor ular besar bernama “Suja’ul Akra”, yang matanya memancarkan api,
mempunyai tangan dan berkuku besi, dengan membawa alat pemukul dari besi berat”.

Siapakah orang yang sombong?


Orang yang sombong adalah orang yang diberi penghidupan tapi tidak mau sujud pada yang menjadikan kehidupan itu yaitu, Allah Rabbul Alaamin,
Tuhan sekalian alam. Maka bertasbihlah segala apa yang ada di bumi dan di langit pada TuhanNya kecuali Iblis dan manusia yang sombong diri.

Siapakah orang yang telah mati hatinya?


Orang yang telah mati hatinya adalah orang yang diberi petunjuk melalui ayat-ayat Qur’an, Hadits dan cerita-cerita kebaikan namun merasa tidak ada
kesan apa-apa di dalam jiwa untuk bertaubat.

Siapakah orang dungu kepala otaknya?


Orang yang dungu kepala otaknya adalah orang yang tidak mau melakukan ibadah tapi menyangka bahwa Allah tidak akan menyiksanya dengan
kelalaiannya itu dan sering merasa tenang dengan kemaksiatannya.

Siapakah orang yang bodoh?


Orang yang bodoh adalah orang yang bersungguh-sungguh berusaha sekuat tenaga untuk dunianya sedangkan akhiratnya diabaikan.

D. Bahaya Meninggalkan Sholat


Barang siapa yang (sengaja) meninggalkan solat fardhu lima waktu:
1. Subuh Allah Ta’ala akan menenggelamkannya kedalam neraka Jahannam selama 60 tahun hitungan akhirat. (1 tahun diakhirat=1000 tahun didunia=60,000 tahun).
2. Dhuhur Dosa sama seperti membunuh 1000 orang muslim.
3. Asar Dosa seperti menghacurkan Ka’bah.
4. Maghrib Dosa seperti berzina dengan ibu-bapak sendiri.
5. Isya’ Allah Ta’ala akan berseru kepada mereka: “Hai orang yang meninggalkan sholat Isya’, bahwa Aku tidak lagi ridha’ engkau tinggal dibumiKu dan menggunakan
nikmat-nikmatKu, segala yang digunakan dan dikerjakan adalah berdosa kepada Allah Ta’ala”.
Maksud Firman Allah Ta’ala: “Mereka yang menyia-nyiakan solat dan mengikuti hawa nafsu kepada kejahatan, maka tetaplah mereka jatuh ke dalam satu telaga
api neraka.” (Maryam : 59).

E. Kehinaan bagi yang meninggalkan sholat


1. Di dunia
a. Allah Ta’ala menghilangkan berkat dari usaha dan rezekinya.
b. Allah Ta’ala mencabut nur orang-orang mukmin (sholeh) dari pada (wajah) nya.
c. ia akan dibenci oleh orang-orang yang beriman.

2. Ketika Sakaratul Maut


a. Ruh dicabut ketika ia berada didalam keadaan yang sangat haus.
b. Dia akan merasa amat azab/pedih ketika ruh dicabut keluar.
c. Dia akan Mati Buruk (su’ul khatimah)
d. ia akan dirisaukan dan akan hilang imannya.

3. Ketika di Alam Barzakh (dialam kubur)


a. ia akan merasa susah (untuk menjawab) terhadap pertanyaan (serta menerima hukuman) dari Malaikat Mungkar dan Nakir yang sangat menakutkan.
b. Kuburnya akan menjadi sangat gelap.
c. Kuburnya akan menghimpit sehingga semua tulang-tulang rusuknya berkumpul (seperti jari bertemu jari).
d. Siksaan oleh binatang-binatang berbisa seperti ular, kala jengking dan lipan.
Malaikat Jibril as, telah menemui Nabi Muhammad SAW, dan berkata:
“Ya Muhammad.. Tidaklah diterima bagi orang yang meninggalkan sholat yaitu: Puasanya, Shodaqahnya, Zakatnya, Hajinya dan Amal baiknya”.
Orang yang meninggalkan Sholat akan diturunkan kepadanya tiap-tiap hari dan malam seribu laknat dan seribu murka. Begitu juga Para Malaikat di langit
ke-7 akan melaknatnya.
Ya Muhammad..! Orang yang meninggalkan Sholat tidak akan mendapat syafa’atmu dan ia tidak tergolong dari umatmu.. Tidak boleh diziarahi ketika ia
sakit, tidak boleh mengiringi jenazahnya, tidak boleh beri salam pada nya, tidak boleh makan minum dengan nya, tidak boleh bersahabat dengannya, tidak boleh
duduk besertanya, tidak ada Agama baginya, tidak ada kepercayaan bagi nya, tidak ada baginya Rahmat Allah dan ia dikumpulkan bersama dengan orang Munafiqiin
pada lapisan Neraka yang paling bawah (diazab dengan amat dahsyat..).
Sabda Nabi Muhammad SAW, Maksud Hadist: “Perjanjian (perbedaan) diantara kita (orang islam) dengan mereka (orang kafir) ialah Sholat, dan
barangsiapa meninggalkan Sholat sesungguhnya ia telah menjadi seorang kafir”. (Tirmizi).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.sman1ciasem.com/ada-15-ancaman-bagi-orang-yang-meninggalkan-sholat.html
https://www.facebook.com/notes/stop-fesbuk-saat-adzan/ancaman-meninggalkan-shalat-by-echi-sofwan/96009986712
http://kabarnet.wordpress.com/2012/11/13/azab-mengerikan-bagi-yang-meninggalkan-sholat/
Prolog
Indonesia merupakan negara yang mempunyai penduduk yang kebanyakan memeluk agama islam, sekaligus merupakan negara (pemeluk) islam terbesar didunia.
Secara kuantitatif, nilai ini patut dibanggakan oleh dunia islam pada umumnya, dan Indonesia sendiri khususnya. Akan tetapi, secara kualitatif, bila kita
mau memelekkan mata ini dengan pandangan obyektifitas penuh, maka sudah sepantasnya kita menundukkan kepala ini kebawah. Banyak dari mereka yang
menjadikan islam hanya sebagai hiasan KTP, sekaligus menjadi topeng sebagai kedok penutup malu ataupun gengsi dari keberadaan komunitas sekitar.
Banyak diantara mereka mengaku mempunyai pegangan Al Arkan al Islam, tetapi tidak merealisasikannya dengan tindakan nyata, hususnya rukun islam yang kedua,
yakni sholat, sehingga tak jarang dari mereka yang msaih meninggalkan sholat dengan berbagai motif yang menjadi alasan mereka, padahal mereka juga amat
sangat faham bahwa shoalt merupakan tiang agama.
Hal inilah yang seharusnya menjadi keprihatinan dan bahan renungan bagi kita umat islam, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana jalan keluar untuk
mengatasinya. Ataukah hal ini sudah merupakan manifestasi paten dari perkataan nabi, bahwa kelak islam akan hilang tinggal namanya saja? Naudzu billah…semoga
kita semua selalu diberikan kekuatan untuk continue mendirikan sholat lima waktu, hususnya dengan berjamaah.

Oleh karena itu, pada makalah kali ini akan dibahas mengenai ancaman-ancaman bagi orang yang meninggalkan sholat, dengan harapan dapat menumbuhkan
kesadaran bagi kita dan mereka pada umumnya akan urgensitas mendirikan sholat, sehingga keberadaannya tidak terbengkalaikan. Semoga bermanfaat.

1. Hukum Orang Yang Meninggalkan Sholat

Sebelum masuk pada pembahasan mengenai ancaman orang yang meninggalkan sholat, mungkin dipandang cukup perlu untuk disertakan sedikit uraian mengenai
status orang tersebut terlebih dahulu. Karena, setidaknya eksistensi status ini bisa menjadi suplemen pendukung pada inti pembahsan selanjutnya.

Kaitannya dengan sholat, apakah dosa sebab meninggalkannya sampai menyebabkan seseorang menjadi kafir?

Dalam hal ini, ada banyak pendapat yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan Asy Syaukani –rahimahullah– dalam kitab Nailul
Author, bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya. Namun
apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka
dalam hal ini ada perbedaan pendapat.[1]

Mengenai meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal ini. Pendapat
pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir, sehingga masih harus disholatkan dan
dimakamkan pada pemakaman orang muslim. Inilah pendapat Maliki dan Syafi’i.

. As-Shomiry menjelaskan bahwa keberadaan sholat menyerupai dengan iman, jika ditinggalkan, maka ia berhak untuk dibunuh.[2]
Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai
mati, kecuali jika dia mau (bertaubat) menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah.[3] Sebagaimana hadits nabi yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya batas
antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”[4]

Pendapat ketiga , yakni pendapat Ulama Hanabilah (Imam Hanbali) mengatakan bahwa orang yang meninggalkan sholat dikarenakan faktor malas, maka ia
dipenjara selama tiga hari, dan setiap datang waktu sholat ia diperintah melakukan sholat. Jika masih tidak mau, maka ia dibunuh dengan jalan had, sebagaimana
pendapat Syafi’iyyah dan Malikiyyah. Bahkan ada yang mengatakan kafir secara muthlak, sehingga tidak usah dimandikan dan disholati.

Jadi, kesimpulannya adalah jika seorang meninggalkan sholat (fardlu) dan ia mengingkari akan kewajiban sholat tersebut, maka Muttafaq Alaih bahwa ia telah
kafir, sedang jika ia meninggalkannya hanya karena malas mengerjakannya, maka ada khilaf antara.
Wallahu A’lam.

1. Ancaman (Adzab) bagi orang yang meninggalkan sholat

Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang ancaman orang yang meninggalkan sholat. Diantaranya yaitu :

y#n=sƒmúƒ.`ÏBƒöNÏdσ÷èt/ƒì#ù=yzƒ(#qãã$|Êr&ƒno4qn=¢Á9$#ƒ(#qãèt7¨?$#urƒÏNºuqpk¤¶9$#ƒ(ƒt$öq|¡sùƒtböqs)ù=tƒƒ$ƒƒxîƒÇÎÒÈ ƒƒwÎ(ƒ`tBƒz>$s?ƒz`tB#uäurƒƒ@ÏHxåurƒ$[sÎ=»|¹ƒy7Í´¯»s9’ré’sùƒ
tbqè=äzôƒtƒsp¨Ypgø:$#ƒƒwurƒtbqßJn=ôàッ$\»øƒx©ƒÇÏÉÈ

Artinya :

59. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui
kesesatan,
60. kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun, datanglah sesudah
mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang
bertaubat, beriman dan beramal saleh.”

(QS. Maryam: 59-60)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah api dineraka jahannam.[5] Sedangkan ibnu Abbas mengatakan bahwa ia
berarti sebuah jurang yang sangat panas sekali, berada di neraka jahannam yang telah disiapkan khusus untuk mereka yang meninggalkan sholat.[6]
: Ayat lain menyebutkan

ƒ uqsùƒƒú,Íj#|ÁßJù=Ïj9ƒÇÍÈ ƒtûïÏ%©!$#ƒöNèdƒ`tãƒöNÍkÍEƒx|¹ƒtbqèd$yƒƒÇÎÈ ƒtûïÏ%©!$#ƒöNèdƒƒcrâä!#tƒãƒÇÏÈ ƒtbqãèuZôJtƒurƒtbqãã$yJø9$#ƒÇÐÈ÷@×


ƒ
Artinya : 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. orang-orang yang berbuat riya, 7. dan enggan
(menolong dengan) barang berguna. (QS. Al Ma’un :4-7)
Kata sahuun disini, ada yang mengatakan menyia-nyiakan waktu sholat, ada juga yang mengatakan tidak melakukan sholat pada waktunya atau tidak
menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.[7]

Rasul SAW. Pernah bersabda :


‫صالَُة‬ ُْ ‫ام فَقَ ُْد أَقا َ َم َها فَ َم‬
َّ ‫ الديْنُ ع َمادُ ال‬، ‫ن‬ َُ ‫ الديْنَُ أَ َق‬، ‫ن‬
ُْ ‫الديْنَُ َهد ََُم فَقَ ُْد ت ََر َك َها َو َم‬
Artinya: Sholat itu adalah tiang agama Islam, maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan
agama Islam itu dan barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama Islam itu[8].

Hadits ini mengambarkan betapa pentingnya eksistensi sholat bagi islam, hingga nabi sendiri meng-analogikannya sebagai tiang agama. Sebagaimana keberadaan
bangunan yang tanpa tiang akan roboh, begitu pulalah peranan sholat dalam islam. Oleh karena itu sangatlah disesalkan bila ada orang yang mengaku muslim tapi
tidak mengindahkan perintah sholat, karena akan berdampak buruk bagi dirinya sendiri serta menjatuhkan islam.

Mengenai ancaman-ancaman bagi orang yang meninggalkan sholat, banyak hadits yang membicarakan tentang hal itu. Diantaranya :

Pertama, dalam hadis yang berhubungan dengan peristiwa Isra Mi’raj, Rasulullah SAW mendapati suatu kaum yang membenturkan batu ke kepala mereka. Setiap
kali kepala mereka pecah, Allah memulihkannya seperti sedia kala. Demikianlah mereka melakukannya berulang kali. Lalu, beliau bertanya kepada Jibril, “Wahai
Jibril, siapakah mereka itu?”

“Mereka adalah orang-orang yang kepalanya merasa berat untuk mengerjakan sholat,” jawab Jibril.

Kedua, dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ketika Ketika Malaikat Jibril turun dan berjumpa dengan Rasulullah SAW, ia berkata, “Wahai Muhammad, Allah tidak
akan menerima puasa, zakat, haji, sedekah, dan amal saleh seseorang yang meninggalkan sholat. Ia dilaknat di dalam Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Quran. Demi
Allah, yang telah mengutusmu sebagai nabi pembawa kebenaran, sesungguhnya orang yang meninggalkan sholat, setiap hari mendapat 1.000 laknat dan murka.
Para malaikat melaknatnya dari langit pertama hingga ketujuh.[9]

Ketiga, diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa memelihara shalat, Allah akan memuliakannya dengan lima hal:

1. Dihindarkan dari kesempitan hidup.


2. Diselamatkan dari siksa kubur.
3. Dikaruniai kemampuan untuk menerima kita catatan amal dengan tangan kanan
4. Dapat melewati jembatan (shirath) secepat kilat.
5. Dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab.

Dan barang siapa meremehkan shalat, Allah akan menyiksanya dengan 15 siksaan, yaitu 6 siksaan dalam kehidupan di dunia, 3 siksaan ketika meninggal, 3 siksaan di
alam kubur, dan 3 siksaan saat bertemu Tuhannya di mahsyar.

Adapun 6 siksaan yang ditimpakan di dunia adalah:

1. Dicabut keberkahan umurnya.


2. Dihapus tanda kesalehan dari wajahnya.
3. Tidak diberi pahala oleh Allah semua amal yang dilakukannya.
4. Tidak diangkat ke langit doanya.
5. Tidak memperoleh bagian doa kaum sholihin.
6. Tidak beriman ketika ruh dicabut dari tubuhnya.

Adapun 3 siksaan yang ditimpakan saat meninggal dunia ialah:

1. Mati secara hina.


2. Mati dalam keadaan lapar.
3. Mati dalam keadaan haus. Andaikata diberi minum sebanyak lautan di bumi, ia tak akan merasa puas.

Adapun 3 siksaan yang dilaksanakan di dalam kubur ialah:

1. Kubur menghimpit orang itu hingga tulang-tulangnya berantakan.


2. Kuburnya dibakar. Sepanjang siang dan malam tubuhnya berkelejatan menahan panas.
1. Dalam kubur ia diserahkan kepada seekor ular yang bernama As-Syuja’ul ‘Aqra’. Kedua mata ular itu berwujud api dan kukunya berupa besi. Panjang
kukunya adalah sepanjang satu hari perjalanan. Ia akan mengenalkan diri kepada si mayit, “Aku adalah As-Syuja’ul Aqra’,” suaranya menggeledek, “Aku
diperintahkan Allah SWT untuk menyiksamu, karena kau mengundurkan shalat subuh hingga terbit matahari, mengundurkan shalat Dhuhur hingga Ashar,
mengundurkan salat Ashar hingga Maghrib, mengundurkan shalat Maghrib hingga Isya’, serta mengundurkan shalat Isya hingga Subuh.” Setiap kali ular itu
memukul, tubuh si mayit melesak 70 hasta 10 ke dalam bumi. Ia disiksa di dalam kuburnya hingga hari kiamat. Di hari kiamat nanti pada wajahnya tertulis
tiga baris kalimat: Wahai orang yang mengabaikan hak-hak Allah, wahai orang yang dikhususkan untuk menerima siksa Allah, di dunia kau telah
mengabaikan hak-hak Allah, maka hari ini berputusasalah kamu dari rahmat-Nya.

Tiga siksaan yang dilakukan ketika bertemu dengan Tuhannya adalah:

1. Ketika langit terbelah, malaikat menemuinya dengan membawa rantai sepanjang 70 hasta untuk
mengikat lehernya, kemudian memasukkan ujung rantai itu ke dalam mulut dan mengeluarkannya dari duburnya. Kadangkala ia mengeluarkannya dari bagian depan
atau belakang tubuhnya. Sang malaikat berkata, “Inilah balasan bagi orang yang mengabaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah.” Ibnu Abbas RA
berkata andaikata satu mata rantai itu jatuh ke dunia, niscaya cukup untuk membakarnya.

1. Allah tidak memandangnya.


2. Allah tidak menyucikannya, dan ia memperoleh siksa yang amat pedih.[10]

Epilog

Begitu mengerikan ancaman bagi orang yang meninggalkan sholat, hingga ada yang mengatakan bahwa yang meningalkan sholat termasuk orang yang kafir, atau
murtad, dan lain sebagainya. Na’udzu billah…semoga kitas emua diberikan hidayah dan kekuatan untuk mendirikan sholat fardlu lima waktu ini, karena begitu
intens eksistensinya bagi agam yang kita peluk. Kepada Allah-lah kita meminta perlindungan dan pertolongan dari semua itu.

Walloohu A’lam Bisshowaab……

[1] Lihat Nailul Author, juz 1 halaman 369, Maktabah Syamilah


[2] Lihat Al Asybah wa An-Nadlo’ir, juz 2, hal. 347 Hidayah, Surabaya.
[3] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, juz 22 hal. 186-187
[4] Lihat Jami’ al Hadits, Juz 11 hal. 147, Maktabah Syamilah
[5] Lihat Durrotun Nasihin, hal. 137 Al Hidayah, Surabaya.
[6] ibid.
[7] Lihat Al Jami’ Liahkam Al Qur’an, juz 20 hal. 221 Maktabah Syamilah
[8] ِAt Targhib wa At-Tarhib, halaman 15 Toha Putra, Semarang.
[9] Tarjamah At-Targhib Wa at-Tarhib, hal.33 Al-Hidayah, surabaya.
[10] Lihat At-Targhib Wa at Tarhib, halaman 17, Toha Putra, Semarang.
Hukum Meninggalkan Shalat
HUKUM MENINGGALKAN SHALAT

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Banyak kaum Muslimin sekarang ini yang meremehkan masalah shalat, bahkan sebagian mereka berani meninggalkan shalat dan tidak
mengerjakannya sama sekali. Karena problem ini adalah problem besar yang menimpa umat ini, maka saya ikut membahasnya sesuai
kemampuan saya.

HUKUM MENINGGALKAN SHALAT


Masalah ini termasuk masalah besar yang diperdebatkan oleh para Ulama pada zaman dahulu dan masa sekarang.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan, “Orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dengan kekufuran yang
menyebabkan dia keluar dari Islam, dia diancam hukuman mati, jika tidak bertaubat dan tidak mengerjakan shalat.”

Imam Abu Hanifah rahimahullah, Mâlik rahimahullah dan Imam Syâfi’i rahimahullah mengatakan, “Orang yang meninggalkan shalat
adalah orang fasik dan tidak kafir”, namun, mereka berbeda pendapat mengenai hukumannya. Menurut Imam Mâlik rahimahullah dan
Syâfi’i rahimahullah, “Orang yang meninggalkan shalat diancam hukuman mati sebagai hadd”, sedangkan menurut Imam Abu Hanîfah
rahimahullah, “dia diancam hukuman sebagai ta’zîr (peringatan), bukan hukuman mati.”

Jika permasalahan ini termasuk masalah yang diperselisihkan, maka yang wajib bagi kita adalah mengembalikannya kepada kitâbullâh
dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ِ َ ‫ش ْيءٍ فَ ُح ْك ُمهُ ِإلَى‬


‫ّللا‬ َ ْ‫اختَلَ ْفت ُ ْم فِي ِه مِ ن‬
ْ ‫َو َما‬

Tentang sesuatu apapun yang kamu perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allâh. [As Syûrâ/42:10]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman, yang artinya, “Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh
(al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa/4:59]

Juga karena pendapat masing-masing pihak yang berselisih memiliki kedudukan yang sama, oleh karena itu masalah ini wajib
dikembali kepada al-Qur’ân dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Jika kita kembalikan permasalahan yang diperbedatkan ini kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah, kita akan dapati keduanya menunjukkan
kafirnya orang yang meninggalkan shalat dengan kufur akbar yang menyebabkan ia keluar (murtad) dari Islam.

Pertama : Dalil Dari Al-Qur’an:

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ِ ‫فَ ِإنْ تَابُوا َوأَقَا ُموا الص َََلةَ َوآت َُوا الزَ كَاةَ فَ ِإ ْخ َوانُ ُك ْم فِي الد‬
‫ِين‬

Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara saudaramu seagama.” [At-
Taubah/9:11]

Juga firman Allâh Azza wa Jalla :

َ َ‫َاب َوآ َمنَ َوعَمِ َل صَا ِلحًا فَأُو َٰلَئِكَ يَ ْد ُخلُونَ ا ْل َجنَةَ َو ََّل يُ ْظلَ ُمون‬
‫ش ْيئ ًا‬ َ ‫ت ۖ فَس َْو‬
َ َ‫ف يَ ْلقَ ْون‬
َ ‫﴾ إِ ََّل َمنْ ت‬٥٩﴿ ‫غيًّا‬ َ ‫ف أَضَاعُوا الص َََلةَ َواتَبَعُوا ال‬
ِ ‫شه ََوا‬ َ َ‫فَ َخل‬
ٌ ‫ف مِ نْ بَ ْع ِد ِه ْم َخ ْل‬

Lalu datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan
tidak akan dirugikan sedikitpun. [Maryam/19:59-60]

Sisi pendalilan pada ayat kedua, surat Maryam (yang menunjukkan orang yang meninggalkan shalat itu kafir) yaitu Allâh Azza wa Jalla
berfirman tentang orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, “kecuali orang yang bertaubat,
beriman …”. Ini menunjukkan bahwa mereka ketika menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, kondisi mereka tidak
beriman.

Pada ayat yang pertama, dalam surat at-Taubah, sisi pendalilannya yaitu Allâh Azza wa Jalla telah menentukan tiga syarat agar terjalin
ukhuwah antara kaum Muslimin dengan kaum musyrikin. Tiga syarat tersebut adalah:

 Mereka bertaubat dari syirik.


 Mereka mendirikan shalat
 Mereka menunaikan zakat.
Jika mereka bertaubat dari syirik, tetapi tidak mendirikan shalat dan tidak pula menunaikan zakat, maka mereka bukanlah saudara
seagama dengan kita. Begitu pula, jika mereka mendirikan shalat, tetapi tidak menunaikan zakat maka mereka pun bukan saudara
seagama kita.

Ikatan persaudaraan karena agama itu tidak dinyatakan hilang atau lepas kecuali jika seseorang itu keluar dari agama secara mutlak.
Persaudaraan ini tidak dinyatakan hilang karena perbuatan fasik dan perbuatan kufur yang tidak menyebabkan seseorang murtad.

Perhatikanlah firman Allâh Azza wa Jalla tentang hukuman qishâsh karena membunuh:

ٍ ‫ش ْي ٌء فَاتِبَاعٌ بِا ْل َمع ُْروفِ َوأَدَا ٌء إِلَ ْي ِه بِ ِإحْ س‬


‫َان‬ َ ‫ي لَهُ مِ نْ أَخِ ي ِه‬ ُ ْ‫فَ َمن‬
َ ‫ع ِف‬

Maka barangsiapa yang diberi maaf oleh saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula) .” [Al-Baqarah/2:178]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla masih menyebut orang yang membunuh dengan sengaja sebagai saudara dari orang yang
dibunuhnya, padahal pembunuhan dengan sengaja termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya, “Dan
barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allâh
murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” [An-Nisâ/4:93]

Kemudian cobalah kita perhatikan firman Allâh Azza wa Jalla tentang dua golongan dari kaum Mukminin yang berperang:

‫ّللا يُحِ ُّب‬ َ َ َ‫طوا ۖ ِإن‬ ُ ‫س‬ِ ‫ص ِلحُوا بَ ْينَ ُه َما ِبا ْلعَ ْد ِل َوأَ ْق‬
ْ َ ‫ّللا ۖ فَ ِإنْ َفا َءتْ فَأ‬
ِ َ ‫علَى ْاْل ُ ْخ َر َٰى فَقَاتِلُوا الَتِي تَ ْبغِي َحت ََٰى تَفِي َء إِلَ َٰى أَ ْم ِر‬ ْ َ ‫َان مِ نَ ا ْل ُمؤْ مِ نِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأ‬
َ ‫ص ِلحُوا بَ ْينَ ُه َما ۖ فَ ِإنْ بَغَتْ ِإحْ دَاهُ َما‬ ِ ‫َو ِإنْ َطائِفَت‬
‫ص ِلحُوا بَ ْينَ أَ َخ َو ْي ُك ْم‬
ْ َ ‫﴾إِنَ َما ا ْل ُمؤْ مِ نُونَ إِ ْخ َوةٌ فَأ‬٩﴿ َ‫ا ْل ُم ْقسِطِ ين‬

Dan jika ada dua golongan dari kaum Mukminin berperang, maka damaikanlah antara keduanya, jika salah satu dari dua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali (kepada
perintah Allâh), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah, sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang
berbuat adil. Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu”. [Al-
Hujurat/49:9-10]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla masih menetapkan ikatan persaudaraan antara pihak pendamai dan kedua pihak yang berperang,
padahal memerangi orang Mukmin termasuk kekufuran, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Imam al-Bukhâri dan
yang lainnya, dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ق َوقِتَالُهُ كُ ْف ٌر‬ ُ ُ‫سل ِِم ف‬


ٌ ‫س ْو‬ ْ ‫َاب ا ْل ُم‬
ُ ‫سب‬ِ

Mencela seorang Muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran

Namun kekufuran jenis ini tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Seandainya kekufuran ini menyebabkan keluar dari Islam
maka tentu tidak lagi dinyatakan sebagai saudara seiman, sementara ayat suci tadi telah menunjukkan bahwa kedua belah pihak meski
berperang mereka masih saudara seiman.

Dengan demikian jelas bahwa meninggalkan shalat adalah kekufuran yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, sebab jika
hanya merupakan kefasikan saja atau kekufuran yang tidak menyebabkan keluar dari Islam, maka tentu persaudaraan seagama tidak
dinyatakan hilang karenanya, sebagaimana tidak dinyatakan hilang karena membunuh dan memerangi orang Mukmin.

Jika ada pertanyaan: Apakah anda berpendapat bahwa orang yang tidak menunaikan zakat pun dianggap kafir, sebagaimana
pengertian yang tertera dalam surat at-Taubah tersebut ?

Jawabnya : Orang yang tidak menunaikan zakat adalah kafir, menurut pendapat sebagian Ulama, dan ini adalah salah satu pendapat
yang diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullah, akan tetapi pendapat yang kuat menurut kami ialah yang mengatakan bahwa ia
tidak kafir, namun terancam hukuman berat, sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Diantaranya
hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hukuman bagi orang yang tidak
mau membayar zakat, disebutkan di bagian akhir hadits:

َ ِ‫لى ا ْل َجنَ ِة َوإِ َما إ‬


‫لى النَ ِار‬ َ ‫ث ُ َم ي ََرى‬
َ ِ‫سبِ ْيلَهُ إِ َما إ‬

… Kemudian ia akan melihat jalannya, menuju ke surga atau ke neraka.

Hadits ini panjang diriwayatkan secara lengkap oleh Imam Muslim dalam bab, “Dosa Orang yang tidak mau Membayar Zakat.”

Ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak menunaikan zakat tidak menjadi kafir, sebab andaikata ia kafir, maka
tidak akan ada jalan baginya menuju surga.

Jadi, manthûq (yang tersurat) dari hadits ini harus lebih didahulukan daripada pemahaman (yang tersirat) dari ayat yang terdapat dalam
surat at-Taubah di atas, karena (dalam ilmu ushul fiqh dijelaskan) bahwa manthûq (kalimat yang tersurat atau tertulis) lebih didahulukan
dari pada mafhûm (pemahaman yang tersirat).

Kedua: Dalil Dari As Sunnah

 Diriwayatkan dari Jâbir bin Abdillah Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ص‬
‫َل ِة‬ َ ‫الر ُج ِل َو َب ْينَ الش ِْركِ َوا ْل ُك ْف ِر ت َْركُ ال‬
َ َ‫ِإنَ َب ْين‬

Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan juga kekafiran adalah meninggalkan shalat. [HR. Muslim, dalam
kitab: Al-Iman] .

 Diriwayatkan dari Buraidah bin al-Hushaib Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫صَلَةُ فَ َمنْ ت ََر َكهَا فَقَ ْد َكفَ َر‬ ْ ‫ا ْلعَ ْه ُد الَذ‬


َ ‫ِي بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُه ُم ال‬

Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka ia benar benar telah kafir.” [HR. Abu Daud,
Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Mâjah dan Imam Ahmad]

Kekufuran yang dimaksudkan di sini adalah kekufuran yang menyebabkan keluar dari Islam. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjadikan shalat sebagai pemisah antara orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir.

 Diriwayatkan dalam Shahîh Muslim, dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

َ ‫ َّلَ َما‬:َ‫ أَفََلَ نُقَاتِلُ ُه ْم ؟ قَال‬:‫ قَالُ ْوا‬،‫ي َوت َابَ َع‬
‫صلُّ ْوا‬ ِ ‫ َولَ ِكنْ َمنْ َر‬، ‫س ِل َم‬
َ ‫ض‬ َ ‫ َو َمنْ أَ ْنك‬، َ‫ف ب ََرئ‬
َ ‫َـر‬ َ ‫ِـر ْونَ فَ َمنْ ع ََر‬
ُ ‫ـرا ُء فَتَع ِْرفُ ْونَ َوت ُ ْنك‬
َ ‫ستَك ُْونُ أ ُ َم‬
َ

Akan ada para pemimpin, dan diantara kalian ada yang mengetahui dan menolak (kemungkaran kemungkaran yang dilakukannya).
Barangsiapa mengetahui bebaslah ia, dan barangsiapa menolaknya selamatlah ia, akan tetapi barangsiapa yang rela dan mengikuti,
(tidak akan selamat), para sahabat bertanya: bolehkah kita memerangi mereka? Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:”
Tidak, selama mereka mengerjakan shalat.”

 Diriwayatkan pula dalam Shahîh Muslim, dari Auf bin Mâlik Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫ َوش َِرا ُر‬، ‫علَي ِْه ْم‬َ َ‫ص ُّل ْون‬ َ ُ ‫علَ ْي ُك ْم َوت‬ َ ُ‫ َوي‬، ‫َار أَ ِئ َم ِت ُك ُم الَ ِذ ْينَ تُحِ ب ُّْونَ ُه ْم َويُحِ ب ُّْونَ ُك ْم‬
َ َ‫صلُّ ْون‬ َ ‫ أَفََلَ نُنَا ِبذُهُ ْم ِبال‬،ِ‫س ْـو َل هللا‬
ُ ‫سيْفِ ؟ قَا َل خِ ي‬ ُ ‫ يَا َر‬:َ‫ ِق ْيل‬، ‫ َوت َ ْل َعنُ ْونَ ُه ْم َو َي ْل َعنُ ْونَ ُك ْم‬، ‫أَ ِئ َم ِت ُك ُم الَ ِذ ْينَ ت ُ ْب ِغض ُْونَ ُه ْم َويُ ْب ِغض ُْونَ ُك ْم‬
: َ‫صَلَة‬ َ ‫ َما أَقَا ُم ْوا فِ ْي ُك ُم ال‬، َ‫َّل‬

‘Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian sukai dan merekapun menyukai kalian, mereka mendo’akan kalian dan kalian
pun mendoakan mereka, sedangkan pemimpin kalian yang paling jahat adalah mereka yang kalian benci dan merekapun membenci
kalian, kalian melaknati mereka dan merekapun melaknati kalian.’ Beliau n ditanya, ‘Ya Rasulullah! Bolehkan kita memusuhi mereka
dengan pedang?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, selama mereka mendirikan shalat dilingkungan kalian.”

Kedua hadits terakhir ini menunjukkan bahwa boleh memusuhi dan memerangi para pemimpin dengan mengangkat senjata bila
mereka tidak mendirikan shalat, dan tidak boleh memusuhi dan memerangi para pemimpin, kecuali jika mereka melakukan kekafiran
yang nyata, yang bisa kita jadikan bukti di hadapan Allâh Azza wa Jalla , berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ubâdah bin ash
Shâmit Radhiyallahu anhu :

: ‫ قَا َل‬، ُ‫ـر أَ ْهلَه‬ َ ‫ َوأَنْ َّلَ نُنَ ِاز‬، ‫ع َل ْي َنا‬


َ ‫ع ْاْل َ ْم‬ َ ‫عس ِْرنا َ َويُس ِْرنَا َوأَثْ َر ٍة‬
ُ ‫ع ِة فَ ْي َم ْنشَطِ نا َ َو َمك َْر ِهنَا َو‬ َ ‫علَ ْينَا أَنْ بَايَ ْعنَا‬
َ ‫علَى الس َْمعِ َوال َطا‬ َ َ‫ فَكَانَ فِ ْي َما أَ َخذ‬، ُ‫سلَ َم فَبَايَ ْعنَاه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَى هللا‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫َدعَانَا َر‬
ِ ‫س ْو ُل‬
ِ َ‫إَِّلَ أَنْ ت ََر ْوا ُك ْف ًرا ب ََواحًا ِع ْن َد ُك ْم مِ ن‬
‫هللا فِ ْي ِه ب ُْرهَان‬

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil kami, dan kamipun membai’at Beliau, di antara bai’at yang diminta dari kami ialah
hendaklah kami membai’at untuk senantiasa patuh dan taat, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam kesulitan maupun
kemudahan, dan mendahulukannya di atas kepentingan kami, dan janganlah kami menentang orang yang telah terpilih dalam urusan
(kepemimpinan) ini, sabda beliau:” kecuali jika kamu melihat kekafiran yang terang- terangan yang ada buktinya bagi kalian dari Allâh.”

Atas dasar ini, maka perbuatan mereka yang meninggalkan shalat yang dijadikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
syarat bolehnya menentang dan memerangi mereka dengan pedang termasuk kufur bawwâh (kekafiran nyata) yang bisa kita jadikan
bukti dihadapan Allâh nanti.

Tidak ada satu nash pun dalam al-Qur’ân ataupun as-Sunnah yang menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir,
atau dia adalah Mukmin.

Jika ada pertanyaan: Apakah boleh nash-nash yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat itu dibawa
pengertiannya atau diberlakukan (khusus) pada orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari wajibnya shalat?

Jawab:
Tidak boleh, karena akan mengakibatkan dua masalah yang berbahaya:

Pertama: Menghapuskan ketentuan (sifat) yang telah ditetapkan oleh Allâh Azza wa Jalla dan dijadikan sebagai dasar hukum.

Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan hukum kafir dengan sebab meninggalkan shalat, bukan dengan sebab mengingkari
kewajibannya. Allâh Azza wa Jalla menetapkan persaudaraan seagama atas dasar pendirian shalat, bukan atas dasar pengakuan
terhadap wajibnya shalat. Allâh tidak berfirman: “Jika mereka bertaubat dan mengakui kewajiban shalat”, Nabi Muhammad n pun tidak
bersabda, “Batas pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah mengingkari kewajiban shalat”, atau “perjanjian
antara kita dan mereka ialah pengakuan terhadap kewajiban shalat, barang siapa yang mengingkari kewajibannya maka dia telah kafir”.
Kedua: Menjadikan ketentuan (sifat) yang tidak ditetapkan oleh Allâh sebagai landasan hukum.

Mengingkari kewajiban shalat lima waktu tentu menyebabkan kekafiran bagi pelakunya yang tidak memiliki udzur bil jahhl (artinya
pengingkaran dilakukan bukan karena tidak tahu hukumnya-red), baik dia masih mengerjakan shalat atau tidak mengerjakannya.

Jika ada seseorang yang mengerjakan shalat lima waktu dengan melengkapi segala syarat, rukun, dan hal-hal yang wajib dan sunnah,
namun dia mengingkari kewajiban shalat tersebut tanpa ada udzur (alas an), maka orang tersebut telah kafir, sekalipun dia tidak
meninggalkan shalat.

Dengan demikian, jelas bahwa membawa pengertian kafir akibat meninggalkan shalat kepada kafir akibat menentang wajibnya shalat
adalah sebuah kekeliruan. Dan yang benar ialah orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dengan kekafiran yang menyebabkan dia
keluar dari Islam, sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits riwayat Ibnu Abi Hâtim dalam kitab Sunan, dari Ubâdah bin Shâmit
Radhiyallahu anhu ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepada kita:

‫ فَ َمنْ ت ََر َكهَا ع َْمدًا ُمتَع َِمدًا فَقَ ْد‬،‫صَلَةَ ع َْمدًا‬


َ ‫ َوَّلَ تَتْ ُركُوا ال‬،‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ج َمنَ ا ْلمِ لَ ِة َّلَ تُش ِْرك ُْوا بِا‬
َ ‫هلل‬ َ ‫َخ َر‬

Janganlah kamu berbuat syirik kepada Allâh sedikitpun, dan janganlah kamu sengaja meninggalkan shalat, barangsiapa yang benar-
benar dengan sengaja meninggalkan shalat maka ia telah keluar dari Islam.

Jika ada pertanyaan: Apakah kekafiran bagi orang yang meninggalkan shalat tidak dapat diartikan sebagai kufur nikmat bukan
kufur millah (yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam), atau diartikan sebagai kekafiran yang tingkatannya
dibawah kufur akbar, seperti kekafiran yang disebutkan dalam hadits dibawah ini, yang mana Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersaba:

َ ُ‫ َوالنِيَاحَة‬، ‫ب‬
ِ ِ‫علَى ا ْل َمي‬
‫ت‬ َ َ‫ اَل َط ْعنُ فِي الن‬:‫اس هُ َما ِب ِه ْم ُك ْف ٌر‬
ِ ‫س‬ ِ َ‫اثْن‬
ِ َ‫ان ِبالن‬

Ada dua perkara terdapat pada manusia, yang keduanya merupakan suatu kekafiran bagi mereka, yaitu: mencela keturunan dan
meratapi orang yang telah mati.

Juga Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫ق َوقِتَالُهُ كُ ْف ٌر‬ ُ ُ‫سل ِِم ف‬


ٌ ‫س ْو‬ ْ ‫َاب ا ْل ُم‬
ُ ‫سب‬ِ

Menghina seorang muslim adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekafiran.”

Jawab:
Membawa pengertian kufur (akibat meninggalkan shalat) kepada kemungkinan-kemungkinan yang di atas tidak benar, karena
beberapa alasan:

Pertama: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara kekafiran dan keimanan, antara
orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir. Dan (yang namanya-red) batas tentu akan membedakan apa yang dibatasi serta
memisahkannya dari yang lain, sehingga kedua hal yang terpisahkan itu berbeda dan tidak bisa bercampur antara yang satu dengan
yang lain.

Kedua : Shalat adalah salah satu rukun Islam, maka penyematan gelar kafir terhadap orang yang meninggalkannya berarti kafir dan
keluar dari Islam, karena dia telah menghancurkan salah satu rukun Islam, berbeda halnya dengan penyebutan kafir terhadap orang
yang mengerjakan salah satu perbuatan-perbuatan kekafiran lainnya.

Ketiga: Keberadaan beberapa nash lain yang menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu kafir dengan kekafiran yang
menyebabkan ia keluar dari Islam.

Oleh karena itu kekafiran ini harus difahami sesuai dengan arti tertera padanya, sehingga nash-nash itu akan sinkron dan tidak saling
bertentangan.

Keempat : Penggunaan kata kufur berbeda-beda, tentang kufur akibat meninggalkan shalat, Beliau n bersabda:

َ ‫ص‬
‫َل ِة‬ َ ‫الر ُج ِل َوبَ ْينَ الش ِْركِ َوا ْل ُك ْف ِر ت َْركَ ال‬
َ َ‫إِنَ بَ ْين‬

Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. [HR. Muslim, dalam
kitab al Îmâ]

Dalam kalimat ini digunakan kata yang ada “al“nya, dalam bentuk ma’rifah (tertentu), yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan
kufur di sini adalah kekafiran yang sebenarnya, berbeda dengan penggunaan kata kufur secara nakirah (indefinite), atau “kafara”
sebagai kata kerja, maka itu menunjukkan bahwa dia telah melakukan suatu perbuatan kekufuran, tapi bukan kekufuran mutlak yang
menyebabkan keluar dari Islam.

Apabila sudah jelas bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, keluar dari Islam, berdasarkan dalil-dalil di atas, maka yang
benar adalah pendapat yang dianut oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang juga merupakan salah satu pendapat Imam asy-
Syâfi’i, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang firman Allâh Azza wa Jalla dalam surat Maryam, ayat ke-59
dan 60.
Juga disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah dalam Kitâb ash-Shalât bahwa pendapat ini merupakan salah satu dari dua
pendapat yang ada dalam madzhab Syâfi’i. Ath-Thahawi menukilkan demikian dari Imam Syâfii sendiri.

Pendapat inilah yang dipegangi oleh mayoritas Shahabat, bahkan banyak Ulama yang menyebutkan bahwa pendapat ini
merupakan ijma’ para Shahabat.

Abdullah bin Syaqîq mengatakan, ”Para sahabat Nabi g berpendapat bahwa tidak ada satupun amal yang bila ditinggalkan
menyebabkan kafir, kecuali shalat”. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lima Ulama perawi hadits lainnya. Beliau t menilai hadits ini shahih
menurut persyaratan Imam Bukhari dan Muslim).

Ishaq bin Rahawaih rahimahullah, seorang imam terkenal mengatakan, “Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.” Dan demikianlah pendapat yang dianut oleh para Ulama sejak zaman Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam sampai sekarang ini, bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat tanpa ada suatu halangan sehingga lewat
waktunya adalah kafir.”

Ibnu Hazm rahimahullah menuturkan bahwa pendapat ini datang dari Umar, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabal, Abu Hurairah, dan
para Shahabat lainnya Radhiyallahu anhum, dan ia berkata, “Dan sepengetahuan kami tidak ada seorang pun diantara Shahabat Nabi
yang menyelisihi pendapat mereka ini.”

Keterangan Ibnu Hazm rahimahullah ini telah dinukil oleh al-Mundziri dalam kitabnya at-Targhîb wat Tarhîb, dan beliau menyebutkan
tambahan nama Shahabat yaitu Abdullah bin Mas’ûd, Abdullah bin Abbâs, Jâbir bin Abdullah, Abu Darda’ Radhiyallahu anhum. Lalu al-
Mundziri rahimahullah mengatakan, “Dan diantara para Ulama yang bukan dari kalangan Shahabat adalah Ahmad bin Hanbal, Ishâq
bin Rahawaih, Abdullah bin al Mubârak, an Nakhâ’i, al Hakam bin Utaibah, Ayub as-Sikhtiyâni, Abu Daud at-Thayâlisi, Abu Bakar bin
Abi Syaibah, Zuhair bin Harb, dan lain-lainnya.”

Jika ada pertanyaan: Apa jawaban atau bantahan terhadap dalil-dalil yang dipergunakan oleh mereka yang berpendapat
bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir?

Jawabnya adalah:
Tidak disebutkan (secara gamblang-red) dalam dalil-dalil tersebut bahwa orang yang meninggalkan shalat itu tidak kafir, atau masih
Mukmin, atau tidak masuk neraka, atau masuk surga, dan yang semisalnya.

Siapapun orang yang memperhatikan dalil-dalil itu dengan seksama pasti akan menemukan bahwa dalil-dalil itu tidak keluar dari empat
bagian (kategori) dan kesemuanya tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang dipergunakan oleh mereka yang berpendapat bahwa
orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.

Kategori pertama: Dalam dalil-dalil yang mereka sebutkan tidak ada yang cocok menjadi pijakan pendapat yang mereka dalam
masalah ini, seperti dalil yang digunakan oleh sebagian orang, yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ّللاَ ََّل يَ ْغ ِف ُر أَنْ يُش َْركَ بِ ِه َويَ ْغ ِف ُر َما دُونَ َٰذَ ِلكَ ِل َمنْ يَشَا ُء‬
َ َ‫إِن‬

Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu yang Dia
kehendaki.” [An-Nisâ/4:48]

Firman Allâh “ َ‫ ” َما دُونَ َٰذَ ِلك‬maksudnya adalah dosa-dosa yang lebih kecil daripada syirik, bukan dosa-dosa yang selain dosa syirik,
berdasarkan dalil yang menunjukkan bahwa orang yang mendustakan apa yang diberitakan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya adalah
kafir dengan kekufuran yang tidak diampuni, padahal dosa akibat mendustakan ini tidak termasuk dosa syirik. (Ini menunjukkan ada
dosa lain yang tidak diampuni selain dosa syirik-red)

Andaikata kita menerima bahwa firman Allâh “ َ‫ ” َما دُونَ َٰذَ ِلك‬maksudnya adalah dosa-dosa selain syirik, ini pun masih masuk dalam
kategori al âmm al makhsûs (dalil umum yang sudah dikhususkan maknanya), dengan nash-nash lain yang menunjukkan adanya
kekufuran yang disebabkan oleh selain perbuatan syirik dan kekufuran yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam itu termasuk
dosa yang tidak diampuni, sekalipun tidak termasuk syirik.

Kategori kedua: Dalil umum yang sudah dikhususkan dengan hadits-hadits yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan
shalat. Misalnya: Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu :

‫علَى النَ ِار‬


َ ُ‫س ْولُهُ إَِّلَ ح ََر َمهُ هللا‬ َ ‫ش َه ُد أَنْ َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ َوأَنَ ُم َح َمدًا‬
ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬ َ ْ‫َما مِ ن‬
ْ َ‫ع ْب ٍد ي‬

Tidak ada seorang hamba pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allâh dan Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya, kecuali Allâh akan haramkan ia dari api neraka.

Inilah salah satu lafadznya, dan diriwayatkan pula dengan lafadz yang senada dengan ini dari Abu Hurairah, Ubâdah bin Shâmit dan
Itbân bin Mâlik Radhiyallahu anhum.

Kategori ketiga: Dalil umum yang muqayyad (sudah dibatasi) oleh suatu ikatan yang tidak mungkin baginya meninggalkan shalat.
Misalnya, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Itbân bin Mâlik Radhiyallahu anhu :

ِ َ‫علَى النَ ِار َمنْ قَا َل َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ يَ ْبتَغِي بِذَ ِلكَ َوجْ ه‬
‫هللا‬ َ َ‫فَ ِإن‬
َ ‫هللا ح ََر َم‬

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan LAA ILAHA ILLALLAH dalam rangka
mencari wajah Allâh [HR. Al-Bukhâri]
Juga dalam hadits Mu’âdz bin Jabal Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫علَى ال َن ِار‬ ِ ‫ش َه ُد أَنْ َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ َوأَنَ ُم َح َمدًا َرسُ ْو ُل‬
ِ ُ‫هللا ِص ْدقًا مِ نْ قَ ْلبِ ِه إَِّلَ ح ََر َمه‬
َ ‫هللا‬ ْ َ‫َما مِ نْ أ َ َح ٍد ي‬

Tidak ada seorang hamba pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allâh, dan Muhammad adalah utusan
Allâh, dengan ikhlas dari hatinya (semata-mata karena Allâh), kecuali Allâh haramkan ia dari api neraka. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Orang yang mengucapkan dua syahadat yang diharamkan masuk neraka yaitu yang terpenuhi syarat dua syarat ikhlas dan kejujuran
hati. Jika dua syarat ini terpenuhi, maka mustahil seseorang meninggalkan shalat. Karena siapapun yang jujur dan ikhlas dalam
syahadatnya niscaya dan pasti kejujuran dan keikhlasannya akan mendorongnya untuk melaksanakan shalat. Karena shalat
merupakan tiang agama Islam, serta media komunikasi antara hamba dengan Rabbnya.

Jika ia benar-benar mencari wajah Allâh, tentu ia akan melakukan apapun yang dapat menghantarkannya kepada tujuannya itu, dan
menjauhi segala apa yang menjadi penghalangnya.

Demikian pula orang yang mengucapkan kalimat dua syahadat secara jujur dari lubuk hatinya, tentu kejujurannya itu akan mendorong
dirinya untuk melaksanakan shalat dengan ikhlas semata-mata karena Allâh, dan mengikuti tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , karena hal itu termasuk syarat-syarat syahadat yang benar.

Kategori keempat: Dalilnya muqayyad (terbatasi maknanya) oleh suatu kondisi yang diperbolehkan dalam kondisi tersebut untuk
meninggalkan shalat. Misalnya hadits Ibnu Mâjah rahimahullah, dari Hudzaifah ibnul Yaman, ia mengatakan bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ أَد َْر ْكنَا آبَا َءنَا‬: َ‫ش ْي ُخ ا ْل َكبِي ُْر َوا ْلعَ ُج ْو ُز يَقُ ْولُ ْون‬
‫علَى َه ِذ ِه ا ْل َك ِل َم ِة َّلَ إِلَهَ إَِّلَ هللاُ فَنَحْ نُ نَقُ ْولُهَا‬ َ ‫اس ال‬ ِ ‫ْي الثَ ْو‬
ُ ‫ب (وفيه) َوت َ ْبقَى َط َوائ‬
ِ َ‫ِف مِ نَ الن‬ ُ ‫س َوش‬ ْ ‫س اْ ِإل‬
ُ ‫سَلَ ُم َك َما يَد ُْر‬ ُ ‫يَد ُْر‬

Islam ini akan hilang sebagaimana hilangnya perhiasan yang ada pada pakaian (dalam hadits itu terdapat ungkapan) dan tinggallah
beberapa kelompok orang, yaitu kaum lelaki dan wanita yang tua renta, mereka berkata:”kami mendapatkan orang tua kami di atas
kalimat “LAA ILAHA ILLALLAH” ini, maka kamipun menyatakannya (seperti mereka)

Shilah bin Zufar berkata kepada Hudzaifah, “Tidak berguna bagi mereka kalimat “LAA ILAHA ILLALLAH”, bila mereka tidak tahu apa itu
shalat, puasa, haji, juga zakat.”, maka Hudzaifah Radhiyallahu anhu menoleh kearahnya seraya menjawab, ”Wahai Shilah, kalimat itu
akan menyelamatkan mereka dari api neraka.

Orang-orang di atas yang terselamat dari neraka dengan sebab kalimat syahadat saja adalah orang-orang yang memiliki udzur untuk
tidak melaksanakan syari’at Islam, karena mereka tidak mengenalnya. Apa yang mereka kerjakan hanyalah apa yang mereka dapatkan
saja. Kondisi mereka sama dengan kondisi orang yang meninggal dunia sebelum syari’at Islam diwajibkan, atau sebelum sempat
mengerjakan syari’at Islam, seperti orang yang meninggal dunia setelah mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum sempat
melaksanakan syari’at Islam yang lain, atau orang yang masuk Islam di negara kafir tetapi belum sempat mengenal syari’at ia
meninggal dunia.

Kesimpulannya, dalil-dalil yang dipergunakan oleh yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak kafir, tidak bisa
membantah dalil-dalil yang dipergunakan oleh yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir. Karena dalil-dalil
yang mereka pergunakan, adakalanya tidak mengandung sesuatu yang bisa dijadikan landasan dalam masalah ini; Atau adakalanya
terikat dengan suatu sifat yang jika sifat itu ada maka tidak mungkin dia akan meninggalkan shalat; Atau adakalanya dalil mereka
terbatasi oleh suatu kondisi yang bisa menjadi udzur bagi seseorang untuk tidak shalat; Atau adakalanya mereka bersifat umum tapi
sudah dikhususkan dengan nash-nash yang menunjukkan kekafiran orang yang meninggalkan shalat.

Jika sudah terbukti kekufuran orang yang meninggalkan shalat berdasarkan dalil yang kuat yang tidak dapat disanggah dan disangkal
lagi, maka hukum kafir dan segala konsekuensinya dikenakan kepada orang yang meninggalkan shalat. Diantara konsekuensinya
adalah orang yang meninggalkan shalat tidak boleh dinikahkan dengan wanita Muslimah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792,
08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]

Read more https://almanhaj.or.id/5625-hukum-meninggalkan-shalat.html

Anda mungkin juga menyukai