Latar Belakang
Sholat adalah salah satu kewajiban dari beberapa kewajiban yang dibebankan Alloh
SWT kepada orang-orang yang mengaku dirinya islam. Kewajiban sholat harus dikerjakan
seorang muslim secara rutin dalam sehari semalam sebanyak 5(lima) waktu dan tidak boleh
ditinggalkan walau dalam kondisi dan situasi apapun, seperti: kondisi sibuk bekerja, dalam
perjalanan, maupun dalam kondisi sakit. Dalam kondisi dan situasi tertentu yang tidak bisa
dihindarkan oleh manusia, Allah SWT memberikan beberapa keringanan/rukhshoh dalam
mengerjakan sholat, misalnya saat menjadi musafir atau menempuh perjalanan jauh, sholat
dpat dilakukan dengan cara jamak qashar/digabung dan diringkas, dalam kondisi sakit, sholat
dapat dilakukan dengan cara duduk, berbaring,dan isyarat, bahkan jika tidak ada air atau
karena sakit yang tidak diperbolehkan kena air, maka wudhu dapat diganti tayamum dengan
debu.
Begitu pentingnya masalah sholat, maka perintah sholat juga tidak diturunkan melalui
para malaikat, tetapi Allah SWT langsung bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di
Sidrotul Muntaha atau yang lebih dikenal dengan langit ketujuh melalui peristiwa Isra’
Mi’raj, yaitu perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsho kemudian menuju
Sidrotul Muntaha.
Disisi lain, jika kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang
yang mengaku dirinya beragama islam, tetapi masih begitu mudahnya meninggalkan sholat
atau tidak mengerjakan sholat, padahal mereka pada jam-jam datangnya waktu sholat tidak
melakukan apa-apa atau tidak mempunyai kesibukan tertentu yang dapat menjadi alasan
untuk meninggalkan sholat. Fenomena tersebut nampak juga di lingkungan sekitar kita, yang
notabene rumah/tempat tinggalnya dekat dengan masjid/musholla, apalagi mereka yang
sedang menempuh perjalanan jauh dengan berkendaraan umum maupun yang berkendaraan
pribadi, dapat kita lihat sangat sedikit sekali yang mengerjakan kewajiban shalat.
Karena orang sudah terlanjur lama tidak mengerjakan sholat, maka ada perasaan-
perasaan yang menghantui dirinya, ketika akan memulai sholat, misalnya: perasaan malu,
takut diejek teman, takut dicemooh, takut dianggap alim dan lain-lain. Apalagi merasa masih
belum bisa melafadkan bacaan sholatnya dan masih kaku gerakannya, sehingga malah
tertunda-tunda untuk bertaubat. Padahal mestinya kita harus lebih malu kepada Alloh SWT
yang sudah memberikan banyak kenikmatan kepada manusia, lebih takut terhadap azab Allah
SWT bagi yang meninggalkan sholat.
Dalam realitas kehidupan, tidak sedikit orang-orang yang sudah mengerjakan sholat
dengan rutin, namun belum bisa mengaplikasikan nilai-nilai sholat tersebut dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya masih banyak wanita-wanita yang saat mengerjakan sholat menutup
aurat, tetapi diluar sholat tidak menutup aurat atau bahkan mengumbar aurat. Masih banyak
para pedagang yang rajin sholat, tetapi berbuat curang/menipu dalam bertransaksi jual beli.
Masih banyak para pejabat yang rajin sholat bahkan bergelar haji atau hajah, tetapi menipu
rakyat dan mendlolimi rakyat untuk kepentingan pribadinya serta tidak tanggung-tanggung
mengeruk uang rakyat yang dibayar melalui pajak.
Ma’na Shalat
Sholat adalah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang bersumber pada
syari’at Islam yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan memberi salam.
URGENSI PUASA
Latar Belakang
1. Pengertian Ibadah Puasa
Puasa adalah menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa mulai terbitnya fajar
sampai terbenam matahari disertai dengan niat untuk berpuasa.
Secara etimologi berarti menahan diri dari sesuatu baik dalam bentuk perkataan maupun
perbuatan pengunaan lafal As-Saum. Dalam pengertian etimologi ini di jumpai dalam firman
Allah SWT surah Maryam ayat 26 yang berbunyi :
Artinya :
"Sesungguhnya aku telah bernazar untuk Tuhan yang Maha Pemurah maka aku tidak akan
berbicara dengan seorang manusiapun hari ini".
Menurut ulama fiqih mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari segala perbuatan yang
membatalkan yang dilakukan oleh orang mukallaf pada siang hari sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari.
URGENSI ZAKAT
Latar Belakang
Menurut bahasa, kata “zakat” adalah tumbuh, berkembang, subur atau bertambah.
Dalam Al-Quran dan hadis disebutkan, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah” (QS. al-Baqarah[2]: 276); “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. at-Taubah[9]: 103); “Sedekah
tidak akan mengurangi harta” (HR. Tirmizi).
Menurut istilah, dalam kitab al-Hâwî, al-Mawardi mendefinisikan pengertian zakat dengan
nama pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, dan untuk
diberikan kepada golongan tertentu.
Adapun kata infak dan sedekah, sebagian ahli fikih berpendapat bahwa infak adalah
segala macam bentuk pengeluaran (pembelanjaan), baik untuk kepentingan pribadi, keluarga,
maupun yang lainnya. Sementara kata sedekah adalah segala bentuk pembelanjaan (infak) di
jalan Allah.
Berbeda dengan zakat, sedekah tidak dibatasi atau tidak terikat dan tidak memiliki
batasan-batasan tertentu. Sedekah, selain bisa dalam bentuk harta, dapat juga berupa
sumbangan tenaga atau pemikiran, dan bahkan sekadar senyuman.
Jenis-jenis Zakat
1. Zakat Mal
Menurut bahasa, kata “mâl” berarti kecenderungan, atau segala sesuatu yang diinginkan
sekali oleh manusia untuk dimiliki dan disimpannya. Sedangkan menurut syarat, mâl adalah
segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dikuasai dan dapat digunakan (dimanfaatkan)
sebagaimana lazimnya.
Dengan demikian, sesuatu dapat disebut mâl apabila memenuhi dua syarat berikut:
Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai.
Dapat diambil manfaatnya sebagaimana lazimnya.
Contohnya: rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dan lain sebagainya.
Sedangkan sesuatu yang tidak dapat dimiliki tetapi manfaatnya dapat diambil, se-perti udara
dan sinar matahari tidaklah disebut mâl. Pembagian Zakat Mal sebagai berikut.
a) Zakat Harta Peternakan
Unta
Nisab dan kadar zakat unta adalah 5 (lima) ekor.
Sapi, Kerbau, dan Kuda
Nisab kerbau dan kuda disetarakan dengan nisab sapi, yaitu 30 ekor.
Kambing atau Domba
Nisab kambing atau domba adalah 40 ekor.
Unggas (Ayam, Bebek, Burung) dan Ikan
Nisab dan kadar zakat pada ternak unggas dan perikanan tidak ditetapkan berdasarkan jumlah
(ekor) sebagaimana unta, sapi, dan kambing, tetapi dihitung berdasarkan skala usaha. Apabila
seseorang beternak ikan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan berupa
modal kerja dan keuntungan lebih besar, kira-kira setara dengan 85 gram emas murni, ia
terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%.
b) Zakat Harta Perniagaan dan Perusahaan
Harta perniagaan adalah harta yang disiapkan untuk diperjualbelikan, baik dikerjakan oleh
individu maupun kelompok atau syirkah (PT, CV, PD, FIRMA). Mayoritas ahli fikih sepakat
bahwa nisab zakat harta perniagaan adalah sepadan dengan 85 gram emas atau 200 dirham
perak. Ketetapan bahwa nilai aset telah mencapai nisab ditentukan pada akhir masa haul
sesuai dengan prin- sipindependensi tahun keuangan sebuah usaha.
c) Zakat Hasil Pertanian
Nisab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 653 kg. Apabila hasil pertanian
tersebut termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, dan kurma, nisabnya
adalah 653 kg dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan
pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, dan bunga, nisabnya disetarakan dengan
harga nisab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut, misalnya
untuk Indonesia adalah beras. Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air
hujan, sungai, atau mata air adalah 10%, tetapi apabila hasil pertanian diairi dengan disirami
atau irigasi (ada biaya tambahan), zakatnya adalah 5%.
d) Zakat Emas dan Perak atau Harta Simpanan
Nisab emas dan perak adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham
(setara 595 gram perak).Artinya, apabila seseorang telah memiliki emas atau perak sebesar 20
dinar atau 200 dirham dan sudah memilikinya selama setahun, maka ia terkena kewajiban
zakat sebesar 2,5%. Demikian juga jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat
dikategorikan dalam emas dan perak, seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga
ataupun bentuk lainnya. Nisab dan kadat zakat nya sama dengan ketentuan emas dan perak.
2. Zakat Fitrah
Zakat fitrah merupakan salah satu dari jenis zakat yang wajib dikeluarkan setiap individu
merdeka dan mampu serta sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan. Pembagian waktu
zakat fitrah :
Waktu Harus: bermula dari awal bulan Ramadhan sampai akhir bulan Ramadhan.
Waktu Wajib: setelah matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan.
Waktu Afdhal: setelah melaksanakan solat subuh pada hari akhir Ramadhan sampai
sebelum mengerjakan sholat idul fitri.
Waktu Makruh: melaksanakan sholat idul fitri sehingga sebelum terbenam matahari.
Waktu Haram: setelah matahari terbenam pada hari raya Idul Fitri.
Jenis zakatnya yaitu sesuai dengan makanan pokok kita dan di Indonesia sendiri makanan
pokoknya adalah beras. Setiap balita hingga orang dewasa memiliki kewajiban membayar
zakat sebesar 3,5 liter atau 2,5 kg beras. Apabila anda Zakat ingin menggantikannya dengan
uang, anda harus membayar sesuai dengan harga dari 2,5 beras tersebut. Selanjutnya anda
bisa salurkan kepada masjid terdekat atau kepada lembaga amil zakat yang terpercaya.
Pentingnya Zakat
1. Zakat memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam
yakni sebagai salah satu rukun Islam. Allah SWT bahkan mensejajarkan kata sholat dan
kewajiban berzakat didalam Al-Qur’an.
Artinya ” …Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka
berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun
Lagi Maha Penyayang.” (QS. At Taubah :5)
URGENSI HAJI
Latar Belakang
Haji adalah rukun islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan
ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslimin sedunia yang
mampu ( material, fisik, dan keilmuan ) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa
kegiatan di beberapa tempat di arab saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji
( bulan Dzulhijah ). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang biasa dilaksanakn sewaktu –
waktu.
Pentingnya Haji
1. Tunduk Dan Pasrah Kepada Syariat Allah Ta’ala
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa’: 65).
Ibadah haji merupakan contoh yang paling tepat dalam menggambarkan kepasrahan ini. Hal
itu tergambar dalam perpindahan jama’ah haji dari satu masy’ar (tempat ibadah) ke masy’ar
lainnya, juga dalam thawaf, mencium hajar aswad, melontar jumrah dan lain-lain. Semua itu
merupakan contoh aplikatif dalam mewujudkan ketundukan kepada syariat Allah dan
kepasrahan menerima hukum-hukum-Nya dengan dada lapang dan hati tenang.
2. Menegakkan Tauhid
Sesungguhnya syiar ibadah haji dibangun di atas kemurnian tauhid kepada Allah semata.
Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah
(dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan
sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat
dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.” (QS. al-Hajj: 26).
Allah juga melarang kesyirikan dan memvonisnya sebagai najis dalam firman-Nya
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia.” (QS. al-
Hajj: 30-31).
Dalam rangka merealisasikan tauhid dan mengingkari taghut, maka disyaratkan bagi jama’ah
haji memulai haijnya dengan talbiah: labbaika allahumma labbaik, labbaika la syarika laka
labbaik, innal hamda wan ni’mata laka wal mulk la syarika laka.
Intinya dalam pelaksanaan manasik dan syiar haji terdapat pendidikan tauhid bagi umat
dalam bentuk berdo’a kepada Allah semata, memohon dan meminta, berharap dan
bertawakkal kepada-Nya semata, merasa cukup dengan Allah dan tidak butuh kepada sesama
manusia, tidak banyak meminta atau merasa perlu kepada mereka.
3. Mengagungkan Syiar Dan Hurumatillah
Hal itu tergambar dalam firman Allah setelah menyebutkan beberapa perkara tentang
ibadah haji:
“Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan hurumatillah/apa-apa
yang terhormat di sisi Allah.” (QS. al-Hajj: 30).
Hurumat yang dimaksudkan di sini adalah amalan-amalan haji yang tertuang dalam firman-
Nya.
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoranyang ada pada badan mereka
(rambut, kuku dan sebagainya), dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar
mereka.” (QS. al-Hajj: 29).
Pada ayat lain, Allah ta’ala berfirman yang artinya
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. al-Hajj: 32).
Secara umum, mengagungkan amalan-amalan haji termasuk ketaqwaan hati.
Mengagungkan syiar-syiar Allah dilakukan dalam bentuk menghormati dan mencintainya
dalam hati dan menyempurnakan sifat-sifat ubudiah dalam syiar-syiar tersebut.
Ibn Qayyim menegaskan, “Roh ibadah adalah penghormatan dan kecintaan, apabila salah
satu dari keduanya tidak wujud maka ibadah itu akan rusak.”