Anda di halaman 1dari 7

Nama :Fathia Nabila Julri

NIM :P07125121013

BID’AH DALAM IBADAH

1. Definisi Bid’ah dan Hukumnya

Bid’ah secara bahasa berasal dari kata “Al bida’” yang berarti:
Menciptakan, menjadikan atau menemukan sesuatu tanpa contoh
sebelumnya. Seperti firman Allah:

“(Allah) Pencipta langit dan bumi.”1


Maksudnya: menciptakannya tanpa ada contoh sebelumnya.

Menurut syari’at, dalam kitab Risalah Ahlu al-Sunnah Wa al-


Jalamaah, KH Hasyim Asyari mendefinisikan bid’ah sebagai pembaruan
yang khusus dalam perkara agama, seakan hal itu merupakan jenis ibadah
baru dan bagian dari agama, padahal secara hakikat maupun bentuk tidak.
Bid’ah diharamkan dalam Islam.

Menurut Imam Asy-syatibi, bid’ah adalah bentuk ibadah atau


perilaku yang menyerupai ajaran agama islam namun tidak sesuai dengan
syariat atau tidak terdapat dalilnya secara tepat. Adapun pengertian lain
dari bid’ah yaitu mengada-ngada bentuk ibadah atau syariat agama. Tentu
saja, hal ini tidak diperbolehkan dalam islam.

Dalam pelaksanaanya, bid’ah memiliki dua bagian perilaku.


Perbuatan bid’ah bisa masuk dalam bentuk kebiasaan atau tradisi atau juga
dalam bentuk pelaksanaan agama islam. Perbuatan bid’ah yang masuk
dalam kebiasaan atau tradisi tidak semuanya diharamkan atau dilarang,
selagi tidak melanggar prinsip dasar islam atau agama.

Dalam bi’dah agama atau pelaksanaan agama islam, tentu hal ini
dilarang atau diharamkan. Hal ini sebagaimana yang pernah Rasulullah
sampaikan : “Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat
yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan urusan tersebut, maka
perbuatannya akan tertolak atau diterima.”

Di dalam hadist lain, Rasulullah pun pernah menyampaikan bahwa


pelaku bi’dah yang amalannya tidak didasarkan kepada urusan kami
(agama islam, sunnah Rasulullah) maka perbuatannya akan ditolak.

2. Dalil-Dalil Melarang Bid’ah


Allah berfirman dalam QS Al-Kafirun 1-6:

“1). Katakanlah: Hai orang-orang kafir 2). Aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah 3). Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah 4). Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah 5). Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah 6). Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku”.

Salah satu penjelasan Ibnu katsir dalam kitabnya tentang surat ini
adalah:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari segala hal yang ada
pada mereka (dan apa yang mereka lakoni) karena sesungguhnya seorang
hamba beribadah kepada sesuatu yang disembah dan seorang hamba pula
menjalani sebuah ibadah menuju Allah. Rasul shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para pengikut beliau menyembah Allah dengan sesuatu yang
memang Allah syariatkan. Inilah makna kalimat Islam yaitu tidak ada
sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan
bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Ini bermakna bahwa tiada
sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan pula
tiada jalan yang ditempuh menuju Allah kecuali dengan segala hal yang
dibawa oleh Rasulullah shallahu‘alaihi wasallam. Orang musyrik
menyembah selain Allah sebagai sebuah ibadah yang tidak Allah
izinkan/syariatkan.”( Tafsir al-Qur-an al-Azhiym, jilid 4, hal 3107).

Salah satu Hadist yang diriwayatkan Jabir bin Abdillah adalah:


Rasulullah SAW berkata dalam khutbahnya, beliau memuji Allah dan
menyanjung-Nya dengan sanjungan yang layak bagi-Nya. Kemudian
beliau bersabda: Barangsiapa yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka
tidak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya; dan barangsiapa yang
disesatkan-Nya, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberinya
petunjuk. Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kitabullah.
Seutama-utama petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk
perkara adalah perkara yang baru (yang tidak dikenal dalam agama), dan
setiap yang baru itu bid’ah, setiap yang bid’ah itu sesat, dan setiap yang
sesat itu di neraka.

Hadist yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sabda Nabi


SAW: “Hendaklah kalian takut terhadap perkara yang dibuat-buat, karena
sesungguhnya setiap perkara yang baru (dibuat-buat) adalah bid’ah, dan
setiap bid’ah itu sesat.”

Dalil-dalil hadist di atas beserta penjelasannya menerangkan akan


larangan bid’ah dalam agama, perintah menjauhkan diri darinya dan upaya
mencegah tersebarluasnya bid’ah. Sebab bid’ah itu semuanya adalah
kesesatan dan keburukan. Bid’ah itu dipastikan tidak memiliki tempat
berpijak yang tepat dan tidak pula berpihak kepada yang hak. Pijakan
bid’ah itu adalah akal yang lemah, perasaan yang gundah, dugaan yang
salah dan hawa nafsu yang serakah. Biasanya juga beranjak dari pendapat
dan pandangan para kyai dan masyayikh yang tumbuh dari diri mereka
yang bertujuan untuk mempertahankan keyakinan dan perilaku mereka
yang keliru lagi tiada ilmu. Atau bid’ah itu lahir juga dari adat tradisi
masyarakat suatu daerah yang kemudian dibungkus dengan kemasan
Islam, sehingga menipu dan mengelabui banyak umat.

3. Perkataan Para Ulama yang Melarang dan Mengancamnya Bid’ah

Mayoritas ulama berpendapat bahwa semua bid’ah di dalam agama


ini, baik yang kecil ataupun yang besar adalah diharamkan. Mereka
berdalil dengan hadits-hadits yang datang tentang celaan terhadap bid’ah
dengan shighath (bentuk) secara umum.

 Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah,


”Perintah waspada dari mengada-adakan bid’ah di dalam agama karena
bid’ah itu semuanya adalah kesesatan, keburukan, menarik berbagai
kerusakan dan bahaya bagi umat. Keselamatan di waktu terasing dan di
saat perselisihan itu adalah dengan melazimkan kitab Allah (alqur’an) dan
sunnah Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam dengan pemahaman para
shahabat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam”

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, ”Sebaik-


baik yang menyibukkan seseorang adalah kitabullah dan sunnah
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Wajib melarang dari bid’ah dan
waspada darinya. Karena bid’ah itu semuanya adalah keburukan dan
kesesatan”.

Dari al-Fudhail, dia mengatakan: "Apabila engkau bertemu dengan


seorang ahli bid'ah di suatu jalan, maka ambillah jalan selainnya. Tidak
ada satu amal pun dari ahli bid'ah yang akan diangkat kepada Allah Azza
wa Jalla. Bahkan barangsiapa yang menolong pelaku bid'ah, maka dia
sama saja telah membantunya untuk menghancurkan Islam".

Hendaknya setiap muslim, terlebih para dainya agar senantiasa


berhati-hati di dalam menyikapi, meyakini dan mengamalkan suatu
amalan, sebab bisa jadi hal itu merupakan bid’ah, jika tidak memiliki dasar
yang akurat dari alqur’an dan hadits yang shahih. Lalu jika bid’ah itu telah
ia anggap suatu kebaikan, bahkan salah satu dari ajaran Islam maka boleh
jadi ia telah menuduh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
mengkhianati risalah Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana telah
dikatakan oleh al-Imam Malik bin Anas rahimahullah:

‫الَةَ ِألَ َّن‬d ‫انَ الرِّ َس‬ddَ‫صلى هللا عليه و سلم خ‬ ‫ ُم َح َّمدًا‬ ‫فى ْا ِإل ْسالَ ِم بِ ْد َعةً يَ َراهَا َح َسنَةً فَقَ ْد َز َع َم أَ َّن‬ ِ ‫َم ِن ا ْبتَ َد َع‬
‫فَ َما لَ ْم يَ ُك ْن يَوْ َمئِ ٍذ ِد ْينًا فَالَ يَ ُكوْ نُ ْاليَوْ َم ِد ْينًا‬  ))‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم‬
ُ ‫((اليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
ْ :ُ‫هللاَ يَقُوْ ل‬

“Barangsiapa yang melakukan bid’ah didalam Islam yang ia


menganggapnya sebagai suatu kebaikan, maka sesungguhnya ia telah
menuduh bahwa Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah berkhianat
di dalam (menyampaikan) risalah. Karena sesungguhnya Allah telah
berfirman ((Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagimu agamamu)). 
Maka, apa yang tidak menjadi agama pada hari itu, niscaya tidak akan
menjadi agama pada hari ini”.

4. Contoh Bid’ah dalam Ibadah


Bid’ah-bid’ah modern banyak sekali macamnya, seiring dengan berlalunya
zaman, sedikitnya ilmu, banyaknya para penyeru (da’i) yang mengajak
kepada bid’ah dan penyimpangan, dan merebaknya tasyabuh (meniru)
orang-orang kafir, baik dalam masalah adat kebiasaan maupun ritual
agama mereka. Hal ini menunjukkan kebenaran (fakta) sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sungguh kalian akan mengikuti cara-cara
kaum sebelum kalian” [Hadits Riwayat At-Turmudzi].

A. Bid’ah dalam Thaharah


1. Membaca dzikir atau doa khusus dikala membasuh atau mengusap
anggota-anggota wudhu.
2. Memisahkan antara mengusap kepala dan dua telinga.
3. Membasuh leher di dalam wudhu.
4. Mengusap kening atau sedikit bahagian rambut yang depan saja.
5. Mewudhukan bahagian rambut yang rontok.
6. Beranggapan bahwa bersentuhan antara lelaki dan perempuan itu
membatalkan wudhu, meskipun suami istri.
7. Menetapkan doa setelah wudhu dengan mengangkat kedua tangan dan
menengadahkan kepala ke langit.
8. Tidak mau berwudhu dengan air zamzam lantaran keutamaan air
zamzam tersebut.
9. Bahwa orang yang junub itu dilarang dari mencukur rambut, memotong
kuku dan juga dari berbekam.
10.Adanya anggapan bagi yang hendak mandi janabat dan haid untuk
mengumpulkan rambutnya yang rontok lalu memandikannya.

B. Bid’ah dalam Shalat


1. Mengeraskan niat ketika shalat
2. berdoa khatam Al-Qur’an saat sebelum rukuk
3. mengangkat tangan dalam doa ketika berdiri sebelum rukuk
4. Shalat sunnah ketika shalat fardhu sedang dilaksanakan
5. Dua sujud setelah shalat tanpa ada sebab
6. Beberapa jama'ah dalam satu tempat
7. Shalat di akhir shaf
8. Shalat sunnah qabliyah sebelum subuh yang seharusnya 2 rakaat, ia
tambah menjadi 3 atau lebih rakaat, dengan alasan makin banyak
rakaatnya maka makin banyak pahalanya.
9. Shalat tarawih dengan cepat

C. Bid’ah dalam Puasa


1. Melafazkan Niat
2. Menunda Azan Maghrib Dengan Alasan Kehati-hatian
3. Mandi besar pada satu hari menjelang satu ramadhan dimulai (Padus).
4. Mendahului Puasa Satu Hari Atau Dua Hari Sebelumnya
5. Imsak
6. Perayaan Nuzul Qur’an

Anda mungkin juga menyukai