Anda di halaman 1dari 18

Konsep Bid’ah

Nama Anggota Kelompok:

1. Sheli Juwati Anggreni (12422002)

2. Uswatun Khabiba Amalia (12422006)


3. Anis Al Ayubi (12422007)
4. Islamiyatur Rosida (12422009)
5. Ratna Fujianingrum (12422010)
6. Zumrotul Hamidah (12422013)
7. Mamlu’atul Nihayah (12422016)

Prodi Teknik Lingkungan


Istilah bid'ah sering kali disandingkan dengan istilah sunnah.
Hadlratus Syeikh Hasyim Asy'ari dalam kitab Risalah
Ahlussunnah wal Jama'ah mengutip tulisan Syekh Zarruq dalam
kitab Uddatul Murid, bahwa secara syara’, istilah bid'ah
merupakan munculnya perkara baru dalam agama yang
kemudian mirip seprti bagian ajaran agama tersebut, padahal
baik secara formal maupun hakekat dia bukan bagian darinya.
Penjelasan tersebut tentu sesuai dengan hadits Rasulullah Saw.
sebagai berikut:

‫َمْن أْح َدَث يف أْم ِرَنا َه َذ ا َم ا َلْيَس ِم ْنُه َفُه َو َرٌّد‬


Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan (agama)
kami, yang tidak termasuk bagian dari agama itu, maka perkara
baru tersebut tertolak
Penjelasan tentang bid’ah juga berkaitan dengan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam An-Nasai berikut ini.

‫ َك اَن َرُس وُل الَّل ِه َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو َس َّل‬: ‫ َق اَل‬،‫َعْن َج اِبِر ْبِن َعْب ِد الَّل ِه‬
‫َم‬
" : ‫ُل‬‫و‬ ‫ُق‬ ‫َّمُث‬ ، ‫ُل‬ ‫َأ‬ ‫ا‬‫َمِب‬ ‫ ُد الَّل ْثيِن َل ِه‬:‫ُق وُل يِف ْط ِت ِه‬
‫َمْن‬ ‫ْه‬
‫َه َو ُي َع ْي ُه َو ُه َي‬ ‫ُخ َب ْحَيَم‬ ‫َي‬
‫ ِإَّن َأ َد َق ا ِديِث‬، ‫ْض ِلْل َفاَل اِد َل‬ ، ‫َل‬ ‫َّل‬ ‫ِدِه الَّل َفاَل ِض‬
‫ْص َحْل‬ ‫ُه َو َمْن ُي ُه َه َي ُه‬ ‫ُه ُم‬ ‫َيْه‬
‫ُك‬ ،‫ا‬ ‫ا‬‫َث‬ ‫ِر‬
‫و‬ ‫اُأْل‬ ، ‫ٍد‬ ‫َّم‬
‫َو ْح َس َن َهْلْد َه ْد ُي َحُم َو َش ُّر ُم ْحُمَد ُتَه َو ُّل‬ ‫ِي‬ ‫ا‬ ‫َأ‬ ، ‫ِه‬ ‫َّل‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ِك‬
‫َت ُب‬
." ‫ َوُك ُّل َض اَل َلٍة يِف الَّناِر‬،‫ْحُمَد َثٍة ِبْد َعٌة َوُك ُّل ِبْد َعٍة َض اَل َلٌة‬
Dari Jabir bin Abdullah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW dalam khothbahnya
bertahmid dan memuji Allah SWT. Lalu Rasulullah SAW berkata, ‘Siapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tiada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang Allah sesatkan
jalan hidupnya, maka tiada yang bisa menunjuki orang tersebut ke jalan yang benar.
Sungguh, kalimat yang paling benar adalah kitab suci. Petunjuk terbaik adalah petunjuk
Nabi Muhammad Saw. Seburuk-buruknya perkara itu adalah perkara yang diada-adakan.
Setiap perkara baru yang dibuat-buat (dalam agama) adalah bid‘ah. Setiap bid‘ah itu sesat.
Setiap kesesatan membimbing orang ke neraka’
Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh
ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi Saw. Timbul suatu pertanyaan, Apakah
segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi Saw.
pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin
jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek?

Menurut Imam Syafi’i, sebagai berikut;

‫ َفَم اَواَفَق الُّس َّنَة ْحَمُمْو َدٌة َو َم اَخ اَلَف َه ا َفُه َو َم ْذ ُمْو َم ٌة‬،‫ ْحَمُمْو َدٌة َو َم ْذ ُمْو َم ٌة‬: ‫اْلِبْد َعُة ِبْد َعَتاِن‬.
Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang
terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela.
Menurut Ibnu Abd Salam, Hukum bid’ah seperti yang dinukil Hadlratusyekh dalam
kitab Risalah Ahlussunnah Waljama’ah, ada lima macam:

bid’ah yang hukumnya 03 bid’ah yang hukumnya sunnah,


bid’ah yang hukumnya 02 haram,
01 wajib,

04 bid’ah yang hukumnya makruh, 05 bid’ah yang hukumnya mubah.


Bid’ah yang
01 hukumnya wajib
yaitu semua kreativitas baru yang bertujuan menyelamatkan
agama dan umat, yang tidak mungkin semua itu dilakukan
tanpa melalui cara-cara atau upaya tersebut. Seperti
pengembangan keilmuan agama (standardisasi mushaf Al-
Quran, penulisan hadis, penulisan teori-teori keilmuan Islam
lain, seperti fiqih, ushul fiqih, tafsir, ulumul Quran. dan lain-
lain) yang pada zaman Nabi Saw. dan Khulafaur Rasyidin
belum ada.
Bid’ah yang hukumnya
02 haram
Seperti bid’ah-bid'ah dalam bidang akidah
(Qadariyah, Murji'ah, Jabariyah, Mujassimah, dan
lain-lain) yang jelas-jelas bertentangan dengan
Sunnah yang ada. Atau, menghalalkan hal-hal yang
jelas ada hukum keharamannya dari Al- Quran, al-
Sunnah atau Ijma', tanpa ada dasar-dasar yang
dibenarkan menurut aturan syara' (seperti
menghalalkan zina atau judi).
Bid’ah yang hukumnya
03 sunnah
Bid'ah sunnah (bid'ah mandübah). Hal ini sangat
banyak bentuknya, seperti melakukan shalat tarawih
dengan berjamaah, mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan dan keilmuan, penulisan ajaran-ajaran
tasawuf yang benar, atau penelitian-penelitian ilmiah
yang membawa manfaat dengan pengadaan
laboratorium, teknologi persenjataan, pembagunan
jembatan, dan rumah sakit.
Bid’ah yang hukumnya
04 makruh
Seperti menghiasi bangunan masjid yang
berlebihan (sehingga dapat mengganggu
konsentrasi ibadah), melagukan Al- Quran yang
menyimpang dari tajwid dan tartilnya, bentuk
bentuk makanan dan minuman yang bercitra
kemewahan, meskipun barangnya halal.
Bid’ah yang hukumnya mubah
05

Seperti alat-alat transportasi (mobil, kereta api,


pesawat terbang), perlengkapan elektronik (alat-alat
memasak, pesawat telekomunikasi, komputer, dan
lain-lain). Atau, budaya yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah atau akidah Islamiyah yang
sudah jelas (bukan yang masih diperselisihkan).
B. MENYAMPAIKAN ARGUMEN KEBENARAN
KONSEP BID’AH HASANAH
KH. Muhammad Tholhah Hasan menyebutkan bahwa
terdapat kontroversi di antara para ulama sejak dulu hingga
kini dalam memahami masalah bid'ah. Kontroversi ini tidak
saja berimbas pada perbedaan sikap dan perilaku di kalangan
umat Islam, tetapi juga dalam penerimaan dan penolakan
terhadap tradisi-tradisi lokal dan penyerapan budaya-budaya
luar. Ada di antara mereka yang sangat ketat, ada yang
longgar, dan ada yang lebih liberal.
. Semua pendapat tersebut tidak lepas dari pemahaman
terhadap hadis ini:

‫ َوُك ُّل ِبْد َعٍة َض َال ٌةَل‬،‫َفِإَّن ُك َّل ْحُمَد َثٍة ِبْد َعٌة‬
Sungguh, semua yang baru diadakan adalah bid'ah; dan
setiap bid'ah adalah sesat.

Titik fokus perbedaan dalam memahami hadis di atas


terletak pada kata " ‫"ُك ٌّل‬. Satu pihak memahami kata
‫ُك ٌّل‬
“ ” bermakna "seluruh" sehingga seluruh bentuk
bid'ah adalah sesat. Pihak yang lain memahami kata

‫ "ُك ٌّل‬bermakna "sebagian besar".


"
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, seorang dedengkot Wahhabi, secara
tegas menyatakan bahwa redaksi tersebut (‫ )َو ُك ُّل ِبْد َع ٍة َض َالَلٌة‬berbentuk
kulliyah ‘ammah (umum dan mencakup) yang dibatasi oleh kata alat
yang menunjukkan komprehensivitas dan keumuman, yaitu kata " ‫"ُك ٌّل‬.
Mengingat redaksi tersebut berasal dari Nabi Saw. yang -dalam konteks
ini- memiliki tiga kesempurnaan: nasihat dan kemauan yang sempurna;
penjelasan dan kefasihan yang sempurna; dan ilmu pengetahuan yang
sempurna, maka redaksi di atas tiada lain menunjukkan kepada apa
yang dimaksud oleh makna-makna hadis itu sendiri. Lantas, apakah
bid'ah terbagi menjadi tiga bagian atau lima bagian selamanya tidak
benar, demikian pula apakah semua yang diklaim oleh sebagian ulama
bahwa di sana ada bid'ah hasanah (bid'ah yang baik). Maka, jawabannya
tidak lepas dari dua hal. Pertama, bukan bid'ah, tetapi disangka bid'ah.
Kedua, bid'ah yang buruk, tetapi diketahui keburukannya.
Menurut Abdulhaq Al-Dahlawi, "Bahwa semua
yang muncul sesudah Rasulullah Saw. adalah
bid'ah, dan semua hal yang sesuai dengan prinsip-
prinsip al-Sunnah, yang sejalan dengan kaidah-
kaidahnya, atau yang dapat dikiaskan padanya
adalah Bid'ah Hasanah; sedangkan semua hal yang
bertentangan dengan al-Sunnah adalah Bid'ah
Sayyi'ah/Dhalalah".
Telaah linguistik yang sama juga diterapkan dalam memahami
redaksi hadis ( ‫) ُك ُّل ِبْد َع ٍة‬. Meskipun memakai redaksi "‫"ُك ُّل‬,
‫َو‬
bukan berarti seluruh bid'ah adalah haram. Hanya sebagian
saja yang haram dan sebagian lagi tidak haram. Dalam ilmu
manthiq, teori ini disebut dengan

"‫"شکل اول ضرب ثالث‬


Berikut ini contohnya mulai dari premis, hingga konklusinya:
Mengacu pada tokoh-tokoh tersebut, tentu pendapat mereka itu valid
dan argumentatif untuk dijadikan sebagai referensi dalam perilaku
keseharian umat Islam. Apalagi ada kaidah fiqih
" ‫ "اإلْج ِت اُد اَل ْنَق ُض ِباإلْج ِت اِد‬dalam konteks ini dapat dimaknai bahwa
‫َه‬ ‫ُي‬ ‫َه‬
hasil ijtihad para ulama di atas tidak dapat dikalahkan' atau dibatalkan
oleh hasil ijtihad para ulama lain yang tidak sependapat dalam
pembagian bid'ah. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir dalam
melakukan amaliah-amaliah yang sudah disajikan dalil-dalilnya secara
lengkap oleh para ulama dalam berbagai karya tulis mereka, seperti
ziarah kubur, tawasul, tahlilan, istighatsah, mentalqin mayat, peringatan
mauld Nabi Saw., mengadakan walimah haji, hingga berjabat-tangan
setelah shalat.

Anda mungkin juga menyukai