STUDI SYARI’AH
Mata Kuliah: Metode Studi Islam
Dosen Pengampuh:
Mohammad Sadig,S.Th.I.,M.A.Hum
Di Susun Oleh
Kelompok 4:
1
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syari’ah
Syari’ah menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami
‘alaalisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min diyaairizh zhalaami ilan nuurin bi idznihi wa
yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi,’’ artinya hukum-hukum (peraturan) yang di turunkan
allah SWT melalui rasul-rasulnya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan
ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jadi syari’ah islam adalah hukum atau peraturan islam yang mengatur seluruh sendi
kehidupan umat khususnya muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariah islam juga berisi
tentang bagaimana cara menyelesaikan permasalahan hidup ini. Maka oleh kaum muslimin,
syariah islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna sebagai solusi terhadap seluruh
permasalahan hidup di dunia yang di alami oleh manusia.
Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya
pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam
syariah Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam dapat terus menerus
memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi
di masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Syariah Islam dalam muamalah senantiasa
mendorong penyebaran manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah
perselisihan dan kesewenangan dari pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah. Dengan
dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir masyarakat marhamah, yaitu
masyarakat yang penuh rahmat.
2. Fiqih
a. Karya Manusia yang bisa Berubah karena terdapat dalam kitab-kitab fikih.
b. Bersifat Instrumental
c. Hukumnya dapat berubah dan di ubah dari masa ke masa
d. Banyak berbagai ragam aliran-aliran hukum yang disebut mazhab.
e. Berasal dari Ijtihad para ahli hukum sebagai hasil pemahaman manusia yang dirumuskan
oleh Mujtahid
2
C. Macam-Macam Ketentuan Hukum
1. Wajib (Fardhu)
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslima yang telah
dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan
akan mendapat dosa.
Contoh : solat lima waktu, pergi haji (jika telah mampu), membayar zakat, dan lain-lain.
Wajib terdiri atas dua jenis/macam :
a. Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf
seperti sholah fardu, puasa ramadan, zakat, haji bila telah mampu dan lain-lain.
b. Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslimmukallaff namun jika
sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti
mengurus jenazah.
2. Sunnah/Sunnat
Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat pahala dan
jika tidak dilaksanakan tidak berdosa. Contoh: sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud,
memelihara jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua jenis/macam:
a. Sunah Mu’akkad adalah sunnat yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW seperti
shalat ied dan shalat tarawih.
b. Sunah Ghairu Mu’akad yaitu adalah sunnah yang jarang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-lain.
3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang mana tidak boleh sama sekali dilakukan oleh umat
muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di
neraka kelak.
Contohnya : main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang tua, riba, membunuh,
fitnah, dan lain-lain.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi jika
dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Contoh : posisi makan minum berdiri, merokok (mungkin haram).
5. Mubah
Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim mukallaf tidak akan
mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Contoh : makan dan minum, belanja, bercanda,
melamun, dan lain sebagainya.
3
2. Menjaga jiwa (Hifzhun nafsi)
3. Menjaga akal (Hifzhul ’aqli)
4. Menjaga kehormatan (Hifzhul ‘ardh)
5. Menjaga harta benda (Hifzhul maal).
4
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya, telah
datang kepada mereka rasul-rasul Kami, dengan (keterangan-keterangan) yang jelas, kemudian
banyak di antara mereka. sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas, dalam berbuat
kerusakan di muka bumi” (QS 5: 32).
Ayat tersebut menjadi dalil tentang haramnya membunuh. Islam mengajarkan kepada
pemeluknya untuk saling menghargai antar sesama.
5
“Laki-laki mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS 5: 38).
Tujuan lima syariat dalam surat Al-Maidah ini untuk menegaskan bahwa semua perintah dan
larangan yang harus ditunaikan adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia.
6
disampaikan sebagian tokoh-tokoh Islam di negeri ini yang menyimpulkan bahwa Pancasila
sejalan dengan maksud atau tujuan syariah sebagaimana yang disimpulkan oleh Imam Syatibi
dengan lima penjagaan: hifzhud din (agama), nafs (jiwa), nasl (keturunan), aqal (akal), dan maal
(harta).
Mereka mencocokkan antara lima penjagaan itu dengan sila-sila yang ada di Pancasila.
Sila pertama cocok dengan hifzhud din, sila kedua cocok dengan hifzhun nafs, sila ketiga dengan
hifzhun nasl, sila keempat dengan hifzhul aqal, dan sila kelima dengan hifzul maal.
Entah apa yang melatarbelakangi pencocokan itu, bisa karena sebuah kamuflase atau
strategi dakwah di negeri yang bukan negara Islam, bisa juga karena memang seperti itulah
pemahaman aslinya; tapi dari sudut pandang sejarah dan isi antara Pancasila dan maqashid
syariah Imam Syatibi mempunyai kandungan yang sangat berbeda. Bahkan, mungkin bertolak
belakang.
Hal tersebut dilihat dari dasar pemikiran Imam Syatibi terhadap lingkungannya yang
tidak lagi bisa membedakan mana yang ushul dan mana yang furu’ dalam menilai kehidupan
berislam. Hanya karena berbeda mazhab fikih, mereka seperti berbeda agama dan keyakinan.
Dan bukan karena banyaknya perbedaan agama dan keyakinan seperti yang dipersepsikan oleh
para pencetus Pancasila di awal kemerdekaan Indonesia.
Kedua, maqashid syariah Imam Syatibi berfungsi sebagai ilmu yang menyadarkan
kesalahpahaman masyarakat muslim saat itu terhadap integralitas syariah Islam. Dan bukan
sebagai kontrak sosial antar warga negara, apalagi sebagai ideologi umat. Dengan kata lain,
maqashid syariah Imam Syatibi hanya untuk mengurai kebekuan berpikir umat Islam waktu itu.
Dan bukan untuk membuat ajaran baru yang menyederhanakan isi dan pengamalan syariat Islam.
7
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Al Karim
H. M. Arifin, M.Pd.I., dkk, pendidikan agama islam I, (Jakarta: Unindra press, 2015)
http://syariah99.blogspot.co.id/2013/05/dasar-dasar-pengertian-hukum-islam.html
http://dikaabona.blogspot.co.id/2011/10/makalah-syariat-islam-di-era.html
http://dikaabona.blogspot.co.id/2011/10/makalah-syariat-islam-di-era.html
http://selaksapembelajar.blogspot.co.id/2011/04/tujuan-syariat-islam-secara-umum.html
http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/imam-syatibi-maqashid-syariah-dan-
pancasila.htm#.VhzqqZiMe3h