111711200000045
dzakymuhammadar@gmail.com
Ilmu Politik 5/A
Kajian Politik Kontemporer
Konsep Jihad
Abstrak
Adanya pemahaman yang keliru terhadap konsep jihad dan pengetahuan yang sempit,
memunculkan stigma negatif bagi setiap orang yang mendengar kata jihad. Jika mendengar
kata jihad yang terbayang bagi sebagian orang pada saat ini adalah kekerasan, konflik,
pengeboman, peperangan dan terror. Pandangan-pandangan seperti inilah yang justru
menjauhkan umat muslim dari Allah, umat muslim yang memiliki pandangan sempit mengenai
konsep jihad yang sebenarnya cenderung akan menimbulakan traumatik tersendiri bagi
mereka. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan memperburuk citra agama Islam dikalangan
masyarakat luas. Saat ini banyak orang yang menganggap bahwa jihad sama dengan terorisme.
Tentu hal ini sangatlah jauh dari konsep jihad yang sebenarnya. Makna jihad sangatlah luas,
jihad bukan hanya diartikan sebagai peperangan, namun masih banyak cara yang dapat
dilakukan selain berperang untuk menegakan kalimatullah. Diharapkan makalah ini dapat
menjelaskan secara rinci mengenai konsep jihad yang sesungguhnya.
Kata Kunci: Jihad, Ahlul Halli Wal Aqdi, Baiat
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dengan banyaknya propanganda-propaganda yang dilakukan oleh orang-orang Barat dan
ditambah kurangnya pengetahuan umat Islam pada saat ini mengenai konsep jihad menjadikan
adanya pergeseran nilai dari konsep jihad yang sesungguhnya. Banyak dari umat Islam yang
menganggap bhawa jihad adalah suatu tindakan yang radikal dan membuat sebagian
masyarakat mempunyai stigma yang negatif terhadap konsep jihad tersebut. Jihad pada saat ini
dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan ,Jihad diidentikan dengan orang-orang yang haus
darah, dan penyebaran agama Islam yang harus menggunakan cara-cara peperangan baik itu
dengan menggunakan pedang atau dengan senjata lainnya sehingga pengertian jihad saat ini
dianggap sebagai terror yang sangat mengerikan.
Pengertian jihad yang sebenarnya bukanlah suatu tindakan yang mengerikan dan berbahaya
bagi setiap orang, jika merujuk pada Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW, Jihad adalah
suatu tindakan yang sangatlah mulia, karena jihad adalah suatu tindakan yang harus dilakukan
oleh setiap umat muslim untuk menjaga dan menegakan agama Allah. Setiap umat muslim
diwajibkan untuk berjihad dengan kesungguhan dan dengan harta serta jiwa mereka di jalan
Allah dan untuk mencapai ridho Allah.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Mengetahui pengertian jihad yang sebenarnya dalam Alquran
2. Untuk mengetahu dalil-dalil tertulis yang membuktikan bahwa jihad murni ajaran Islam
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk jihad
4. Untuk mengetahui keutamaan dalam berjihad
Bab II
Isi
A. Definisi Jihad
Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Alquran dan Hadist. Di dalam Alquran dan Hadist Allah memerintahkan berjihad untuk
menegakan syariat Islam sebagaimana yang telah di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun juga Allah memerintahkan untuk saling mengasihi dan menghormati antar umat
beragama, jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakan agama
Allah atau menjaga agama tetap berdiri tegak, yaitu dengan cara-cara yang sesuai dengan garis
perjuangan para Rasul dan Alquran. “Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar
manusia dapat meninggalkan atau menjauh dari segala bentuk kemusyrikan dan kembali
kepada aturan Allah, mensucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada umat dan mendidik
manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi”.
(Syaikul Islam Ibnu Tamiyah 2002:162)
“Jihad menurut bahasa berarti, “bersungguh-sungguh” atau “menggerakan segala
kemampuan”. Dan menurut syara’ berarti, “perang untuk menolong agama Allah” atau
“menyeru kepada agama yang benar, dan memerangi siapa yang menolak seruan tersebut
dengan harta benda” (Ali Imron 2007;179). Terdapat juga pendapat Menurut Rois Abu Syaukat
mengenai Jihad yaitu, “Kalimat Jihad berasal dari Bahasa Arab yaitu Jahada – Yajhadu, al-
Juhdu wa Al-jahdu, yang mempunyai lebih dari 20 makna, yang semuanya berkisar pada
makna; kemampuan, kesulitan, keluasan (kemampuan dan kesempatan), perang dan sungguh-
sungguh” (Rois Abu Syaukat 2009;11).
Jihad secara istilah sangat luas, mulai dari mencari nafkah hingga berperang melawan kaum
kuffur yang memerangi islam dan kaum muslim. Dalam istilah syariat, jihad berarti
mengerahkan seluruh daya kekuatan memerangai orang kafir dan para pemberontak. Menurut
Ibnu Taimiyah, “jihad itu hakikatnya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan
sesuatu yang diridhoi Allah berupa amal shalih, keimanan dan menolak sesuatu yang dimurkai
Allah berupa ke kafiran, kefasikan, dan kedurhakaan” (Hilmy Bakar Almascaty 2001:13).
B. Tema Jihad Dalam Alquran dan Hadist
Jihad merupajan salah satu ajaran islam. Keterangan tentang ini banyak sekali baik
keterangan yang berupa nash Alquran ataupun hadist-hadist shohih. Kata jihad dalam Alquran
terulang sebanyak 41 kali, 8 kali dalam ayat Makkiyah dan 33 kali dalam ayat Madinah pada
23 ayat. Adapun yang berkenaan dengan pembicaraan dengan konsep jihad dan menjelaskan
tentang substansi jihad sebagai ajaran agama yetdapat sebanyak 3 ayat pada 3 surat Makkiyah
dan 24 ayat pada tiga belas surah Madiniyah, selebihnya hanya digunakan dalam konteks lain
yang tidak berkenaan dengan substansi jihad sebagai ajaran agama. “Namun, secara semantic
masih digunakan dalam pengertian jihad menurut Bahasa (etimologis) berarti kesungguhan
dalam mencapai tujuan” (Rohimin 2006:16). Dalil-dalil nash Alquran diantaranya:
1. Alquran surat Al-Baqoroh [2] ayat 216
خ يْر و ه ُ و ش يْ ئ ًا ت ْك ر ه ُ وا أ ْن و ع س ى ۖ ل كُ ْم ك ُ ْر ه و ه ُ و الْ قِ ت ا ُل ع ل يْ كُ مُ كُ ت ِ ب
ّللا ُ ۗ ل كُ ْم ش ر و ه ُ و ش يْ ئ ًا ت ُ ِح ب ُّوا أ ْن و ع س ى ۖ ل كُ ْم
َ ل و أ نْ ت ُ ْم ي عْ ل مُ و
ت عْ ل ُم ون
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.”
2. Alquran surat Al-Anfal [8] ayat 65
أ لِ يم ع ذ اب ِم ْن ت ُنْ ِج ي كُ ْم ت ِ ج ار ة ع ل ى أ د ُل ُّ كُ ْم ه ْل آم ن ُ وا ال َ ِذ ين أ ي ُّه ا ي ا
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukakan suatu peringatan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih?”
ُّ ِ ظ و الْ ُم ن ا ف ِ قِ ين الْ ك ُ ف َ ار ج ا ِه ِد ال ن َ ب
ي أ ي ُّه ا ا ْ و م أ ْو ا ه ُ ْم ۚ ع ل يْ ِه ْم و ا
ْ ُغ ل
ُص ي ُر و ب ِ ئ ْ س ۖ ج ه ن َ م ِ الْ م
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah Jahannam. Dan itu adalah tempat
kembali yang seburuk-buruknya.” (QS. At-Taubah [9] 73)
Ajaran jihad yang ditunjukan Alquran merupakan ajaran agama yang mengandung arti
Gerakan dan keusngguhan diri sebagai upaya untuk mencapai tujuan. Ajaran jihad harus
dijadikan sebagai inovasi diri untuk mempertahankan kepentingan dan harga diri. “Jihad yang
diperintahkan Alquran hendaknya dapat dijadikan sebagai etos kerja dalam menjalankan tugas-
tugas hidup . karena itu apabila semangat jihad sudah tumbuh pada diri seseorang, ia akan rela
berkorban dan sanggup menanggung semua beban yang terjadi” (Rohimin 2006:18).
C. Hukum-Hukum Jihad
1. Fardhu Kifayah
Secara umum, jihad hukumnya fardhu kifayah yang mesti ditegakaan oleh setiap orang-
orang yang beragama Islam, hal ini didasarkan pada surat (Al-Baqoroh [2]: 216) yang
didalamnya dijelaskan bahwa diwajibkannya seorang muslim untuk berperang melawan musuh
dan menghentikan kejahatan musuh di negeri Islam. “Syaikul Islam Ibnu Taymiyah berkata:
“ jihad itu walaupun hukumnya fardhu kifayah, tetapi sebelum kaum mukminin diwajibkan
(untuk berjihad) pada awalnya, jadi wajib bagi mereka meyakini kewajiban jihad dalam
bertekad untuk berjihad jika telah ditentukan (jihad)” (Yazid bin Abdul Qadir Jawas 2015: 50)
Berdasarkan Hadis Rasulullah yaitu:
“barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan ia tidak pernah ikut berperang, dan
tidak terbetik dalam benaknya (hatinya) untuk berperang, maka matinya termasuk dalam satu
cabang kemunafikan” (HR. Muslim no. 19120)
Dari kutipan Hadis tersebut beliau Rasulullah SAW mengabarkan bahwa orang yang tidak
ada tekad untuk berjihad dalam dirinya, maka itu termasuk dalam satu cabang kemunafikan.
Para ulama menyebutkan syarat kifayah (kecukupan, tuntasnya amal perbuatan) agar kewajiban
jihad gugur atas kaum muslimin yang lain. Artinya, sekalipun sebagian kaum Muslimin sudah
melaksanakan kewajiban jihad, namun bila mereka belum menycukupi dan kewjiban belum tuntas
(belum terlaksana dengan baik sesuiai tunttutansyari’ah), kaum Muslimin yang lain tetap berdosa
dan wajib ikut jihad (Rois Abu Syaukat 2004:117)
2. Fardu ‘Ain
Para ulama berpendapat bahwa jihad hukumnya menjadi fardu ‘ain pada tiga kondisi
berikut;
“Pertama, apabila pasukan Muslimin dan pasukan orang-orang kafir telah bertemu dan
sudah saling berhadapan di medan perang, maka tidak boleh seseorang mundur atau
berbalik membelakangi musuh” (Yaziq bin Abdul Qadir Jawas 2015:51) berdasarkan
firman Allah SWT:
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka tetap
teguhlah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-0rang yang sabar” (QS.
Al-Anfal [8]: 45-46)
Kedua, apabila orang-orang kafir atau musuh umat Islam telah memasuki atau
menduduki negeri kaum Muslimin yang aman, maka wajiblah bagi penduduk negeri
tersebut agar keluar memerangi musuh.
Ketiga, apabila imam memerintahkan suatu kaum untuk berangkat perang, maka wajib
bagi kaum tersebut untuk berperang Bersama imam tersebut
D. Bentuk-Bentuk Jihad
Jihad dalam artian luas tidaklah hanya sebatas pada peperangan saja, namun pengertian dari
jihad secara luas sangatlah variatif. Berikut yang merupakan bentuk-bentuk jihad dalam Al-
Qur’an:
1. Jihad melawan hawa nafsu
Jihad melawan hawa nafsu adalah jihad dengan cara “mencurahkan segenap usaha dan
kemampuan untuk berkomitmen tershadap aturan Allah Swt. Dan meniti jalan-Nya yang lurus.
Hal ini mencakup ketaatan dan peribadahan kepada Allah Swt; menjauhi maksiat, dengan
melakasanakan kewajiban terhadap Tuhan, diri, umat, semua manusia, alam, dan semua
makhluk” (Yusuf Qardhawi 2009:85) jihad ini menjadi jihad yang paling utama karena hawa
nafsu merupakan musuh utama bagi manusia, hawa nafsu lah yang dapat menjerumuskan
manusia pada kesesatan-kesesatan. Menurut M. Quraish Shihab “dalam konteks jihad tidaklah
salah jika kata nafs dipahami sebagai “totalitas manusia”, sehingga mencakup nyawa, emosi,
pengetahuan, tenaga, pikiran, bahkan waktu dan tempat yang berkaitan dengannya, karena
manusia tidak dapat memisahkan/dirinya dari kedua hal tersebut” (M. Quraish Shihab 106-
107)
“apabila jiwa dibiarkan menuruti hawa nafsu dan insting tanpa dibentengi dengan iman
aatau dirintangi dengan akal dan hati Nurani, manusia pasti akan menyimpang dari jalan yang
lurus. Ia akan malas menunaikan kewajiban dan mengerjakan kebaikan. Bahkan, dengan cepat
ia akan mengikuti syahwat dan berbuat keburukan”
Manusia harus meninggikan dan menyucikan hawa nafsunya, serta tidak membiarkannya
hingga menjadi kotor. Nafsu atau jiwa manusia disiapkan untuk bisa berbuat dosa dan
bertakwa. Nafsu akan naik menuju ketakwaan dengan melakukan Riyadhah (latihan),
mujahadah (upaya kesungguhan), dan tazkiyah (penyucian), sebagaimana Al-Syams 91 7-10
2. Jihad Melawan Musuh Yang Nyata
Jihad merupakan salah satu bentuk hukunab yang harus diberikan terhadap orang-orang
yang ingkar terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, mereka yang ingkar harus diperangi
dengan tuntas hingga tidak menimbulkan fitnah. Jika orang munafik tidak dapat disadarkan
melalui dialog, “Jika orang munafik melakukan perlawanan secara jelas maka mereka
boleh dilawan dengan peperangan pula” (Wahbah 2009:670)
E. Bagian-Bagian Jihad
Teradapat dua pembagian dalam berjihad yaitu jihad Tholibah (offensif) yaitu jihad yang
dilakukan dengan memerangi orang kafir di negeri mereka dan juga terdapat jihad Difa’I
(defensife) yaitu jihad yang dilakukan untuk membela diriJika orang munafik tidak dapat
disadarkan melalui
1. Jihad Tholabi (Offensif)
Dalam dalil-dalil yang terdapat di dalam Alquran yaitu Surat At-Taubah [9] ayat 5, 29 dan
Surat Al-Baqoroh [2] ayat 193. Dalam ayat-ayat tersebut Allah SWT secara jelas dan tegas
memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk mengepung, mengintai dan memerangi orang-
orang musyrikin dan kafir yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, yang tidak
mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak ber-dien
(beragama, beraturan, berhukum) dengan dien (agama) yang benar yaitu Islam.
Turunlah izin untuk memerangi orang-orang kafir dan melakukan penyerangan terhadap mereka,
baik mereka mendahului penyerangan maupun tidak. Izin tersebut diturunkan ketika sikap kaum
kafir sudah diluar batas perikemanusiaan terhadap Nabi dan kaum Muslimin. Mereka menganiaya,
menyakiti, dan menyiksa kaum Muslimin. Dengan demikian, izin tersebut bukan merupakan
kewajiban. Atau dengan kata lain, izin memerangi kaum kafirinn tersebut tidak berarti wajib (Abdul
Baqi Ramdhum 2002:31)
Selain jihad yang bersifat offensif, dalam isalma terdapat pula jihad yang bersifat defensive,
yaitu jihad yang dilakukan guna membela diri. Dalam istilah fiqih jihad defensif dikenal
dengan istilah jihad Difa’ (jihad defensive). Semua bangsa, negara dan agama di dunia ini juga
menganut prinsip perang demi membela diri. Dengan demikian, perang demi membela diri ini
telah disepakati dan dipraktekkan oleh seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu sampai
sekarang.
Berjihad melwan musuh yang menyerang atau menduduki salah satu wilayah atau lebih dari
wilayah umat Islam. Bentuk jihad defensif yang paling sering dikenal dalam fikih islam adalah:
- Jihad melawan musuh yang menyerang atau menduduki wilayah kaum muslimin.
- Jihad melawan musuh yang menawan satu atau lebih kaum muslimin.
syaikul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Apabila musuh memasuki negeri Islam, maka tidak
diragukan lagi atas wajibnya melawan mereka bagi orang yang tinggal di daerah yang paling dekat
dengan negeri tersebut kemudian kepada orang-orang yang berbeda didekatnya, karena seluruh
negeri islam itu ibarat satu negeri (Rois Abu Syaukat 2009:112)
jika melihat dari pengertian diatas maka dapat diartikan bahwa jihad defensif merupakan
jihad yang dilakukan dalam rangka mempertahankan negeri Islam yang telah dimasuki oleh
musuh atau orang-orang kafir yang ingin menyerang kaum muslim. Jika musuh telah memasuki
dan memerangi kaum muslimin maka hukumnya adalah wajib bagi seluruh penduduk tersebut
untuk berjihad dan ikut berperang melawan musuh tersebut. Dan jika kekuatan dari penduduk
tersebut belum mampu untuk mengusir musuh yang menyerang maka wajiblah hukumnya bagi
negeri tetangganya membantu sampai musuh tersebut berhasil dikalahkan. Dan jika musuh
telah menguasai dan menjajah negeri tersebut maka wajib bagi seluruh umat muslim untuk ikut
serta membantu membebaskan negeri tersebut dari cengkraman musuh. Jika kondisi ini telah
terjadi maka hukum jihad telah menjadi fardu ‘ain karena,
apabila musuh menyerang dan mengepung suatu negeri kaum Muslimin yang aman, maka wajib
bagi penduduk negeri tersebut agar keluar memerangi musuh (demi mempertahankan tanah air),
terkecuali wanita dan anak-anak. Hanya saja, perintah perang ini ditunjukan hanya kepada orang-
orang yang memerangi saja. Sedangkan orang-orang yang tidak memerangi Islam, tidak boleh
diperangi. Berdasarkan perintahbini, maka orang-orang yang tidak memerangi umat Islam tidak
boleh diperangi. Demikian juga umat Islam tidak diperkenankan untuk memulai mengibarkan api
peperangan terhadap orang-orang kafir yang tidak mendahului melakukan peperangan terhadap
umat Islam. (Yazid bin Abdul Qadir Jawas 2015:51 dan Abdul Baqi Ramdhun 2002:25)
6. Mampu
"Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk Menghadapi mereka dengan kekuatan (apa
saja yang kamu sanggupi) dan dari kuda yang ditambatkan, ( yang dengan persiapan itu) dapat
menggentarkan musuh Alloh, musuhmu dan orang-arang selain mereka yang kamu tida]C
mengetahuinya; tetapi Alloh mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Alloh niscaya
akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan) ”. (QS. Al-Anfal
[8] : 60)
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang
yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika
ada seratus orang (yang sabar) diantaramu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada
orang-orang kain disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Alloh
telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika
ada diantaramu seratus orang yang saban niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang;
dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu
orang. DanAlloh beserta orang-orang yang sabar. ” ( QS. Al-Anfal [8] : 65-66)
“Diampuni bagi seorang syahid itu semua dosa kecuali hutang.” (HR. Muslim dari Ibnu
‘Amru)
9. Memiliki bekal untuk berperang (baik persenjataan ataupun makanan dan Iainnya yang
merupakan kebutuhan dan alat untuk berperang). Dalilnya surat At-Taubah [9] ayat 92
"Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila Mereka datang kepadamu supaya kamu
memberi mereka kendaraan. lalu kau berkata: "Aku tidak memperolei, kendaraan untuk
membawamu", lalu mereka kembali_ Sedang mata mereka bercucuran air mata karena
kesedihan lantaran mreka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan".
"Dari Abu Sa’id RA bahwasannya ada seseorang dating dari yaman berhijrah kepada
Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kamu mempunyai seseorang di Yaman?”
Ia menjawab, “Kedua orang tuaku.” Rosalulloh SAW bertanya, “Apakah mereka
mengijinkanmu?” Ia menjawab, “Tidak.” Rosdlulloh SAW bersabda, “Kembalilah kepada
keduanya dan mintalah ijin kepada keduanya. Jika mereka mengijinkanmu maka berjihadlah
dan jika mereka tidak mengijinkanmu maka berbuat baiklah kepada keduanya."
Semua itu ketika dalam kondisi jihad tholabi (offensif) Adapun ketika jihad difa'i
(defensif) maka menjadi berubah sebagaimana keterangan dari Ibnu Taimiyah dan Ibnul
Qoyyim.
H. Rukun Jihad
Jihad tidaklah dilakukan dengan mengikuti hawa nafsu dalam diri manusia, melainkan
harus berdasarkan pada hukum-hukum serta ajaran-ajaran yang terdapat dalam Alquran dan
Hadist. Karena jika jihad dilakukan dengan mengikuti hawa nafsu maka hal tersebut akan
membahayakan bagi setiap manusia dan dikhawatirkan akan terjerumus pada kesesatan.
Jihad di jalan Allah sebagai puncak yang tertinggi dalam Islam yang menghasilkan salah satu dari
dua kebaikan, hidup mulia menjadi pemenang dan mati syahid, mempunyai beberapa rukun, yaitu:
1. Niat yang Baik
Niat ikhlas karena Allah semata adalah salah satu syarat diterimanya suatu amal. Maka
niat dalam jihad harus dimaksudkan hanya untuk meninggikan kalimat Allah saja.
2. Di Bawah Seorang Imam
Jihad wajib dilaksanakan di bawah kepemimpinan seorang imam (pemimpin) yang
Muslim, di bawah panji, dan atas izinnya. Hal ini sebagaimana diharuskannya kaum Muslimin
untuk hidup di bawah imam (pemimpin), baik mereka dalam jumlah sedikit ataupun banyal.
Mereka tidak boleh melaksanakan jihad tanpa imam, tidak di bawah benderanya, dan tanpa
izinnya.
3. I’dad (Mempersiapkan Kekuatan)
Yang dimaksud dengan i’dad adalah menyiapkan apa saja yang diperlukan dalam jihad,
misalnya senjata, perlengkapan perang, mempersiapkan pasukan, dan melatih mereka dengan
mengerahkan segala kemampuan.
4. Restu Orang Tua
Orang yang akan berangkat berjihad harus atas restu dan izin kedua orang tuanya atau
salah satu dari keduanya. Kecuali jika musuh menyerang salah satu daerah (desa atau kota)
kaum Muslimin atau imam menyuruh seseorang untuk berangkat berjihad, maka izin kepada
orang tua menjadi gugur, karena dalam dua keadaan tersebut jihad telah menjadi fardhu a’in.
5. Patuh kepada Imam
Sebagaimana wajibnya berjihad di bawah imam, maka wajib pula dalam berjihad patuh
kepadanya. (Ali Imron 2007:181-183)
Dari rukun-rukun jihad diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jihad bukanlah suatu
tindakan yang dapat dijalankan dengan semena-mena dan tanpa aturan, jihad merupakan suatu
tindakan yang harus dijalankan dengan kesungguhan jiwa dan raga dari seorang manusia. jihad
haruslah berlandaskan dari niat yang baik dan ikhlas bukan atas dasar keterpaksaan. Jihad juga
haruslah dilaksanakan di bawah kepemimpinan seorang imam agar dapat mengontrol segala
tindakan dari seluruh umatnya. Selain itu juga harus ada persiapan yang matang dari diri
seseorang yang akan melakukan jihad agar setiap orang yang akan berjihad dapat menghadapi
segala tantangan yang akan dilauluinya nanti ketika berjihad.
Izin kepada orang tua juga sangatlah penting agar kita mendapatkan ridha dari Allah,
namun “hal itu jika kedua orang tuanya muslim, namun jika mereka kafir, maka tidak ada
alasanya bagi mereka untuk melarang anaknya berjihad, baik jihad itu hukumnya Fardhu’ain
maupun mustahab (atau fardhu kifayah) dalam keadaan demikian, menaati orang tua termasuk
perbuatan durhaka kepada Allah dan tergolong membantu orang kafir. Seorang anak hanya
boleh berbuat baik dan menaati kedua orang tuanya selama masih dalam bingkai ketaatan
kepada Allah (bukan perbuatan maksiat)” (Ibrahim bin Abdurrahim Al Hudri 2000:54). Dan
terakhir jihad haruslah mematuhi segala perintah pemimpin atau imam.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Jihad merupakan salah satu ajaran islam. Keterangan tentang ini banyak sekali baik
keterangan yang berupa nash Alquran ataupun hadist-hadist shohih. Jihad dalam agama Islam
tidak selamanya bermakna perang. Perang bukanlah satu-satunya jalan dalam berjihad. Karena
jika setiap umat muslim beribadah dalam rangka mendekatkat diri kepada Allah SWT dengan
bersungguh-sungguh sudah termasuk dalam kategori jihad. Perang adalah solusi terakhir umat
Islam dalam berjihad dan berdakwah untuk menegakkan kalimatullah. Agama Islam selalu
mengajarkan perdamaian antar sesama manusia, agar manusia dapat hidup berdampingan
dengan baik.
Daftar Pustaka
Ali Imron, Ali Imron Sang Pengebom, (Jakarta: Republika, 2007).
Rois Abu Syaukat, Apa Itu Jihad? Kupas Tuntas Tentang Kewajiban & Pelaksanaan Jihad,
(Jakarta: Pustaka Shoutulhaq, 2009).
Taufiq Ali Wahbah, Jihad dalam Islam, (Jakarta: Media Da’wah, 2009).
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Jihad, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Jihad Sepanjang Zaman, (Solo: Pustaka Arafah, 2006)
Rohimin, Jihad Makna & Hikmah, (Jakarta: Erlangga, 2006)
M. Taqi Misbah Yazdi, Jihad perlukah?, Penerjemah, Aklmal Kamil, (Jakarta: Al Huda, 2006).
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Jihad Dalam Syariat Islam dan Penerapannya Masa Kini,
(Jakarta: Pustaka Imam Syafii, 2015).
Abdul Baqi Ramdhum, Jihad Jalan Kami (Solo: Era Intermedia, 2002).
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizsn, 1998).