Anda di halaman 1dari 28

Syaikh Hamuud bin Uqlaa' Asy Syu'aibiy

Fatwa tentang

oleh:

A. Hamuud bin ‘Uqlaa’ Asy Syu’aibiy

Alih Bahasa
Harokatusy Syabaab

Publikasi:
Maktab Nidaa-ul Jihad

Serial wasiat ulama' mujahidin


Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah

2
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah

Judul Asli :

Fataawa Syaikh Hamuud bin Uqlaa' Asy


Syua'aibiy fil Amaliyyati Al Istisyhadiyyah

Penulis :

Syaikh Hamuud bin Uqlaa' Asy Syu'aibiy

Edisi Indonesia :

Fatwa tentang Amaliyyah Istisyhadiyyah

Penerjemah :

Harokatus Syabaab

Publikasi :

Maktab Nidaa-ul Jihad

© All Right Reserved


Silahkan memperbanyak tanpa merubah isi,
pergunakanlah untuk kepentingan kaum Muslimin !

“Demi Kembalinya seluruh Dien hanya milik Allah


Ta’ala”

Syaikh Hamuud bin ‘Uqlaa’ Asy Syu’aibiy,


semoga Alloh menjaganya dari segala
keburukan…
3
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
Para mujahidin di Palestina,
Chechnya dan negeri-negeri kaum muslimin
lainnya tengah melaksanakan jihad melawan
musuh-musuh dan membunuh mereka
dengan sebuah cara yang disebut dengan
‘amaliyyah istisyhaadiyyah .. cara ini
dilakukan oleh para mujahidin dengan cara
salah seorang di antara mereka melilitkan ikat
pinggang dari bahan peledak, atau menaruh
bahan peledak di dalam saku, atau di dalam
alat-alat yang ia miliki, atau di dalam
mobilnya, kemudian ia menerobos ke dalam
perkumpulan musuh, tempat-tempat tinggal
mereka dan yang lainnya, atau ia pura-pura
menyerahkan diri kepada mereka kemudian
ia meledakkan diri dengan niat untuk
mendapatkan mati syahid dan memerangi
serta menyerang musuh.
Lalu apa hukumnya aksi-aksi
semacam ini? Dan apakah ini termasuk
bunuh diri? Dan apakah perbedaan antara
bunuh diri dengan ‘amaliyyah
istisyhaadiyyah..?

Jawab ..
Segala puji bagi Alloh robb (tuhan)
semesta alam, sholawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Nabi dan Rosul yang

4
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
paling mulia, yaitu Nabi Muhammad, juga
kepada keluargan dan seluruh sahabatnya.
Ammaa ba’du:
Sebelum menjawab pertanyaan ini
engkau harus mengetahui bahwa aksi-aksi
semacam ini adalah termasuk permasalahan
kontemporer yang belum pernah dikenal
sebelumnya dengan cara yang dilakukan
pada hari ini. Dan setiap masa itu memiliki
permasalahan khusus yang terjadi pada
jamannya. Lalu para ulama’ berijtihad untuk
mendudukkannya dengan dalil-dalil yang
bersifat nash dan bersifat umum, dan dengan
peristiwa-peristiwa yang mirip dengan
permasalahan tersebut, serta fatwa-fatwa
salaf yang serupa dengan permasalahan
tersebut. Alloh berfirman:

‫اب مِْن َشْيٍء‬


ِ ‫رطناَ ِفي ْالِكَت‬
ْ ‫مَا َف‬

Tidak ada sesuatupun yang kami lewatkan di


dalam kitab ini ..

Dan Rosululloh SAW bersabda tentang Al


Qur’an:

‫ما َبْيَنُكْم‬
َ ‫ِفْيِه َفصْل‬

5
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
.. di dalamnya terdapat penyelesaian masalah yang
terjadi di antara kalian …

Dan sesungguhnya ‘amaliyyah


istisyhaadiyyah tersebut adalah aksi yang
disyariatkan, dan ia termasuk jihad fii
sabiilillaah jika hal itu dilakukan dengan niat
ikhlas. Dan ini termasuk sarana jihad yang
paling gemilang dan termasuk sarana yang
efektif dalam melawan musuh-musuh diin
(agama Islam) ini, karena aksi tersebut
menimbulkan kerugian dan pukulan
terhadap mereka seperti membunuh atau
melukai, dan karena aksi tersebut dapat
menimbulkan kegentaran, kepanikan dan
ketakutan pada mereka, dan aksi tersebut
dapat memperkuat keberanian kaum
muslimin dan memperkokoh hati mereka
terhadap musuh-musuh mereka, dan
menghancurkan hati musuh, dan membunuh
mereka, dan aksi tersebut dapat
menimbulkan bencana, amarah dan
kelemahan bagi musuh-musuh kaum
muslimin, dan kemaslahatan-kemaslahatan
jihad yang lainnya.

Dan dalil atas disyariatkannya aksi


tersebut adalah bersumber dari Al Qur’an,
Sunnah, Ijma’ dan peristiwa-peristiwa yang
sama dengan aksi tersebut yang dialami dan
6
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
difatwakan oleh salaf sebagaimana yang akan
kami sebutkan nanti insya Alloh.

Pertama: Dalil dari Al Qur’an:

1. Di antaranya adalah firman Alloh SWT


yang berbunyi:

ِ ِ ‫َّاس من ي ْش ِرى َن ْفسه ابتِغَآء مر‬ ِ


ُ‫ضات اهلل َواهلل‬
َ َْ َ ْ ُ َ َ َ ِ ‫َوم َن الن‬
‫وف بِالْعِبَ ِاد‬
ٌ ُ‫َرء‬

Dan di antara manusia itu ada orang yang


menjual dirinya untuk mencari ridlo Alloh,
dan Alloh itu Maha penyantun terhadap
hamba-hambaNya. (Al Baqoroh: 207)

Karena sesungguhnya para sahabat ra


menafsirkan ayat ini dengan orang yang
dengan sendirian menyerang musuh
yang banyak, dan ia mengorbankan
dirinya dalam melakukan hal itu.
Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Umar
bin Al Khoth-thoob, Abu Ayyuub Al
Anshooriy dan Abu Huroiroh ra, yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At
Tirmidziy, dan dinyatakan shohiih oleh
Ibnu Hibbaan dan Al Haakim. (Tafsiir
Al Qurthubiy: II/361)
7
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
2. Firman Alloh SWT:

ِِ ِ
َ ‫ِإ َّن اهللَ ا ْشَتَرى م َن الْ ُمْؤ من‬
‫ني َأن ُف َس ُه ْم‬
ِ ‫َأن هَل م اجْل نَّةَ ي َقاتِلُو َن يِف سبِ ِيل‬ ِ
‫اهلل‬ َ ُ َ ُ ُ َّ ‫َو َْأم َواهَلُم ب‬
‫َفَي ْقُتلُو َن َويُ ْقَتلُو َن‬

Sesungguhnya Alloh telah membeli dari


orang-orang beriman, jiwa dan harta mereka
dengan jannah (syurga), mereka berperang di
jalan Alloh sehingga mereka membunuh dan
dibunuh…(At Taubah: 111)

Ibnu Katsiir rh mengatakan: Mayoritas


(ahli tafsir) menafsirkan bahwa ayat ini
turun berkenaan dengan setiap orang
yang berjihad di jalan Alloh.

3. Firman Alloh SWT:

ِ ‫َأعدُّوا هَل م َّمااستَطَعتُم ِّمن ُق َّو ٍة وِمن ِّرب‬


‫اط اخْلَْي ِل‬ ِ‫و‬
َ َ ْ ْ ُ َ
ِ ِ ِ
‫ُتْرهبُو َن بِه َع ُد َّو اهلل َو َع ُد َّو ُك ْم‬

Dan persiapkanlah kekuatan semampu kalian


dan kuda-kuda yang ditambatkan untuk
menghadapi musuh-musuh kalian sehingga
dengan persiapan tersebut kalian
8
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
menggentarkan musuh-musuh Alloh dan
musuh-musuh kalian.. (Al Anfaal: 60)

Dan ‘amaliyyah istisyhaadiyyah adalah


termasuk kekuatan yang menggentarkan
mereka.

4. Alloh SWT berfirman mengenai orang-


orang yang mengkhianati perjanjian:

‫م‬#ْ ‫ب فَ َشِّر ْد هِبِم َّم ْن َخ ْل َف ُه ْم لَ َعلَّ ُه‬ ِ ‫فَِإ َّما َت ْث َق َفنَّهم يِف احْل ر‬
َْ ُْ
‫يَ َّذ َّك ُرو َن‬

Dan jika kalian berjumpa dengan mereka


dalam peperangan maka gentarkanlah
orang-orang yang berada di belakang
mereka dengan (mengalahkan) mereka
supaya mereka mengambil pelajaran. (Al
Anfaal: 57)

Kedua: Dalil-dalil dari Sunnah:

1. Hadits Ghulaam (mengenai seorang


pemuda) yang kisahnya telah terkenal,
dan hadits ini terdapat di dalam Ash
Shohiih. Pemuda tersebut menunjukkan
kepada mereka bagaimana cara untuk
membunuh dirinya, kemudian diapun
9
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
mati syahid di jalan Alloh. Dan ini adalah
salah satu bentuk jihad. Dan memberikan
manfaat yang besar dan kemaslahatan
bagi kaum muslimin, karena dengan
perbuatannya itu seluruh penduduk
negeri masuk ke dalam diin (agama)
Alloh, tatkala mereka mengatakan: Kami
beriman kepada Robb (tuhan) nya
pemuda ini. Dan yang dijadikan dalil dari
kisah ini adalah bahwasanya pemuda
mujahid tersebut mengorbankan
nyawanya dan menjadi penyebab atas
hilangnya nyawanya sendiri untuk
kepentingan kaum muslimin. Ia
memberitahukan kepada mereka
bagaimana cara membunuh dirinya,
bahkan mereka tidak dapat membunuh
dirinya kecuali dengan cara yang ia
tunjukkan kepada mereka. Sehingga
dengan demikian dia telah menjadi
penyebab atas kematian dirinya sendiri.
Akan tetapi apa yang ia lakukan ini
diampuni Alloh lantaran dia lakukan
dalam berjihad. Hal ini sama dengan
seorang mujahid yang melakukan
‘amaliyyah istisyhaadiyyah, dia sendiri
yang menjadi sebab kematian dirinya
untuk kepentingan jihad. Dan hal ini ada
dasarnya di dalam syariat kita. Karena
apabila seseorang melakukan amar

10
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
ma’ruf nahi munkar, kemudian manusia
mendapatkan petunjuk karenanya sampai
dia terbunuh dalam melaksanakan hal
itu, tentu orang semacam ini adalah
seorang mujahid yang mati syahid.. dan
hal ini adalah seperti apa yang terdapat
dalam sabda Nabi SAW :

‫ان َجائٍِر‬
ٍ ‫اد كَلَِمُة َحٍّق ِعْنَد ُسلَْط‬ ِ ‫َأْفضَُل ْال‬
ِ ‫جَه‬

Jihad yang paling utama itu adalah


mengatakan kebenaran di hadapan penguasa
yang dholim.

2. Perbuatan yang dilakukan oleh Al


Barroo’ bin Maalik dalam perang Al
Yamaamah, ia di taruh di dalam perisai
yang ditaruh di atas tombak, lalu para
sahabat melemparkannya ke musuh
kemudian dia berperang sampai dapat
membukakan pintu. Dan tidak ada
seorangpun dari kalangan sahabat yang
mengingkari perbuatan tersebut. Kisah ini
terdapat di dalam Sunan Al Baihaqiy,
Kitaabus Sair, Baabut Tabarru’ Bit
Ta’arrudli Lil Qotli (IX/44), Tafsiir Al
Qurthubiy (II/364), Asadul Ghoobah
(I/206) dan Taariikhuth Thobariy.

11
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
3. Serangan yang dilakukan oleh
Salamah bin Al Akwa’, Al Akhrom Al
Asadiy dan Abu Qotaadah secara
sendiri-sendiri terhadap ‘Uyaiynah bin
Hish-n dan kelompoknya, dan Rosululloh
SAW memuji dengan bersabda:

‫لمة‬
َ ‫رجالتَِنا َس‬
ّ ‫َخْيُر‬
Sebaik-baik pasukan infantri kita adalah
Salamah. (Muttafaq ‘Alaih)

Ibun Nuhaas mengatakan: “Hadits


shohiih ini merupakan dalil yang paling
tegas atas diperbolehkannya seseorang
menyerang sekelompok musuh yang
banyak dengan sendirian, meskipun
menurut perkiraannya kemungkinan
besar ia akan terbunuh, jika hal ini ia
lakukan secara ikhlas mencari mati
syahid sebagaimana yang dilakukan oleh
Salamah bin Al Akhrom Al Asadiy, dan
Nabi SAW tidak mencelanya juga para
sahabat tidak melarang perbuatan
semacam ini. Bahkan hadits ini
menunjukkan atas keutamaan dan
dianjurkannya perbuatan semacam ini.
Karena Nabi SAW memuji perbuatan
yang dilakukan Abu Qotaadah dan
12
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
Salamah sebagaimana yang telah
disebutkan di depan. Padahal keduanya
menyerang musuh dengan sendirian dan
tidak menunggu sampai kaum muslimin
datang.” Masyaari’ul Asywaaq (I/541)

4. Perbuatan yang dilakukan oleh


Hisyaam bin ‘Aamir Al Anshooriy,
tatkala ia menyerang musuh yang banyak
secara sendirian di antara dua barisan,
lalu sebagian orang mengingkari
perbuatannya tersebut, mereka
mengatakan: Ia telah menceburkan
dirinya kedalam kebinasaan. Maka ‘Umar
bin Al Khoth-thoob dan Abu Huroiroh
ra membantah mereka dan keduanya
membacakan firman Alloh yang
berbunyi:

ِ ‫ات‬ ِ ‫َّاس من ي ْش ِرى َن ْفسه ابتِغَآء مرض‬ ِ


‫اهلل‬ َ َْ َ ْ ُ َ َ َ ِ ‫َوم َن الن‬
Dan di antara manusia itu ada orang yang
menjual dirinya untuk mencari ridlo Alloh.
(Al Baqoroh: 207)

Mushonnaf Ibni Abiy Syaibah


(V/330, 322) dan Sunan Al Baihaqiy
(IX/46)

13
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
5. Serangan yang dilakukan oleh
Hadrod Al Aslamiy bersama dua orang
kawannya terhadap sebuah pasukan yang
besar, padahal mereka hanya bertiga saja,
tidak ada orang yang keempat selain
mereka, maka Allohpun memenangkan
mereka atas orang-orang musyrik. Kisah
ini disebutkan oleh Ibnu Hisyaam di
dalam Siiroh nya dan Ibnun Nuhaas di
dalam Masyaari’ul Asywaaq (I/545)
6. Apa yang dilakukan oleh ‘Abdulloh
bin Handholah Al Ghosiil 1, dalam
sebuah peperangan ia berperang dalam
keadaan tidak berlindung (dengan baju
besi atau perisai-pentj.), ia buang baju
besinya sampai musuh membunuhnya.
Kisah ini disebutkan oleh Ibnun Nuhaas
di dalam buku Masyaari’ul Asywaaq
(I/555)

7. Al Baihaqiy menukil di dalam As


Sunan (IX/44) tentang seseorang yang
mendengar Abu Musa menyebutkan
sebuah hadits marfuu’ yang berbunyi:

1
- Dia dijuluki Al Ghosiil / Ghosiilul
Malaa-ikah karena ia ketika berperang
dalam keadaan junub dan belum sempat
mandi dan ia syahid, maka iapun
dimandikan oleh malaikat-pentj.
14
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
. ِ‫السُيْوف‬
ُّ ‫الِل‬
َ ‫حتَ ِظ‬
ْ ‫جَّنُة َت‬
َ ‫ْال‬

Jannah (syurga) itu berada di bawah naungan


pedang.

Maka orang itupun mematahkan sarung


pedangnya dan berperang dengan keras,
ia berperang sampai terbunuh.

8. Kisah Anas bin An Nadl-r ketika


perang Uhud, ia mengatakan:

‫جَّنِة‬
َ ‫ِ ْال‬#‫َواهاً لِِرْيح‬

Waah, bau jannah (syurga)

Kemudian dia menerobos ke barisan


orang-orang musyrik sampai terbunuh.
Hadits ini muttafaq ‘alaih.

Ketiga: Dalil dari Ijmaa’:

Di dalam Masyaari’ul Asywaaq


(I/588) Ibnun Nuhaas menukil perkataan Al
Mulhib yang berbunyi: “Mereka (para

15
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
ulama’) telah berijma’ atas diperbolehkannya
menceburkan diri kebinasaan dalam jihad.”
Dan menukil perkataan Al Ghozaaliy dalam
Ihyaa-u ‘Uluumid Diin yang berbunyi: “Dan
tidak diperselisihkan lagi bahwasanya
seorang muslim itu boleh menyerang dan
memerangi barisan orang-orang kafir
meskipun dia mengetahui bahwa ia akan
terbunuh.”

Dan An Nawawiy di dalam Syarhu


Muslim, menukil kesepakatan (para ulama’)
atas bolehnya mengorbankan jiwa dalam
jihad. Ia menyebutkan hal ini di dalam
Ghozwatu Dzi Qord (XII/187)

Tujuh peristiwa di atas, beserta ijma’


para fuqoha’ mengenai masalah yang mereka
sebut di dalam kitab-kitab mereka dengan
pembahasan seseorang yang menyerang
musuh yang banyak, dan terkadang mereka
sebut dengan pembahasan menceburkan diri
ke dalam barisan musuh, atau pembahasan
mengorabankan jiwa dalam jihad.

An Nawawiy mengatakan di dalam


Syarhu Muslim, Baabu Tsubuutul Jannah
Lisy Syahiid (XIII/46): “Hadits tersebut
menunjukkan atas bolehnya menceburkan
diri ke dalam barisan orang-orang kafir dan
16
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
bolehnya mengorbankan diri untuk mencari
mati syahid, dan perbuatan ini diperbolehkan
tanpa ada karoohah (larangan) sedikitpun
menurut mayoritas para ulama’.” Dan Al
Qurthubiy di dalam tafsirnya menukil
pendapat sebagian ulama’ madzhab maalikiy
yang membolehkannya (maksudnya adalah
membolehkan seseorang yang secara
sendirian menyerang musuh), sampai-sampai
sebagian di antara mereka mengatakan: “Jika
ia menyerang musuh yang berjumlah seratus
orang atau sekelompok pasukan atau semisal
dengan itu, sedangkan dia mengetahui atau
mempunyai perkiraan kuat bahwa ia akan
terbunuh, akan tetapi ia akan memberi
kerugian terhadap musuh atau memberikan
dampak yang bermanfaat bagi kaum
muslimin, maka yang seperti inipun juga
diperbolehkan.” Ia juga menukil perkataan
Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibaaniy
yang berbunyi: “Jika satu orang menyerang
seribu orang musyrik sedangkan dia
sendirian, hal ini tidak mengapa jika ia
mempunyai harapan untuk bisa selamat atau
memberikan kerugian pada musuh.” Tafsiir
Al Qurthubiy (II/364)

Dan yang dijadikan landasan dari


masalah seseorang yang secara sendirian
menyerang musuh yang banyak, begitu pula

17
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
menceburkan diri ke dalam barisan musuh
dan mengorbankan nyawa, adalah
bahwasanya permasalahan tersebut sama
dengan seorang mujahid yang mengorbankan
nyawanya atau menceburkan diri ke dalam
sekumpulan orang-orang kafir secara
sendirian lalu perbuatannya itu menimbulkan
kematian atau luka atau kerugian pada
musuh.

Peristiwa-peristiwa yang setara dengan


al ‘amaliyyah al istisyhaadiyyah:

Pertama adalah masalah At Tatarrus:

Yaitu apabila pasukan musuh


manjadikan orang-orang Islam sebagai
perisai, sehingga kaum muslimin yang
berjihad menjadi terjepit, karena mereka tidak
bisa berperang kecuali harus dengan
membunuh orang-orang Islam yang dijadikan
perisai tersebut, maka mereka diperbolehkan
membunuh orang-orang Islam yang dijadikan
tameng tersebut. Ibnu Taimiyyah
mengatakan di dalam Al Fataawaa (XX/52)
dan (XXVIII/537, 546): “Para ulama’
bersepakat bahwasanya jika pasukan kafir
menjadikan tawanan Islam yang ada pada
mereka sebagai tameng, sehingga
dikhawatirkan hal itu akan membahayakan
18
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
kaum muslimin jika dibiarkan, maka mereka
tetap diperangi meskipun hal itu
mengakibatkan terbunuhnya orang-orang
Islam yang mereka jadikan tameng ..” Dan
Ibnu Qoosim mengatakan di dalam
Haasyiyatur Roudl (IV/271): “Di dalam Al
Inshoof dikatakan: Dan jika mereka
menjadikan seorang muslim sebagai tameng,
maka tidak diperbolehkan melempar
(memanah) mereka kecuali jika
dikhawatirkan akan membahayakan kaum
muslimin, maka (jika dikhawatirkan akan
membahayakan kaum muslimin) mereka
tetap dilempar (dipanah) dengan tujuan
melempar (memanah) orang-orang kafir, dan
hal ini tidak diperselisihkan lagi.”

Dan yang dijadikan dalil dari masalah


At Tatarrus untuk permasalahan yang tengah
kita bahas ini adalah, bahwasanya dari
pembahasan tatarrus tersebut menunjukkan
atas diperbolehkannya untuk berusaha
membunuh orang-orang kafir meskipun
mengakibatkan terbunuhnya orang muslin
dengan senjata dan tangan kaum muslimin
sendiri. Sedangkan kesamaan ‘illah dan
manaath nya adalah bahwasanya jika
membunuh dan merugikan musuh itu hanya
dapat dilakukan dengan cara membunuh
orang-orang Islam yang dijadikan tameng,

19
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
sehingga harus mengorbankan sebagian
orang Islam yang dijadikan tameng tersebut,
dalam rangka untuk dapat mencapai musuh
dan menyerang mereka, hal ini lebih berat
dari hanya sekedar seorang mujahid yang
menghilangkan nyawanya sendiri di dalam
‘amaliyyah istisyhaadiyyah yang bertujuan
untuk dapat mencapai musuh dan menyerang
mereka. Bahkan sesungguhnya membunuh
orang-orang Islam yang dijadikan tameng itu
lebih berat lagi karena seorang muslim
membunuh orang muslim lainnya itu lebih
berat dosanya dari pada seorang muslim yang
membunuh dirinya sendiri. Karena
membunuh orang lain itu merupakan
kedholiman yang dilakukan terhadap orang
lain sebab bahaya yang ditimbulkannya
mengenai orang lain, adapun seorang muslim
yang membunuh dirinya sendiri itu
bahayanya hanya mengenai dirinya sendiri,
akan tetapi hal itu diperbolehkan di dalam
jihad. Dan apabila diperbolehkan
menghilangkan nyawa orang Islam dengan
menggunakan tangan orang-orang Islam
dengan tujuan untuk membunuh musuh,
maka sesungguhnya seorang mujahid yang
menghilangkan nyawanya sendiri dengan
menggunakan tangannya sendiri dengan
tujuan untuk menyerang musuh adalah sama
dengannya atau lebih mudah lagi. Maka

20
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
apabila perbuatan yang lebih berat dosanya
saja boleh dilakukan apalagi perbuatan yang
lebih ringan dari pada itu, lebih
diperbolehkan lagi apabila tujuan dari
keduanya adalah sama yaitu mencapai
musuh dan menyerangnya. Hal ini
berdasarkan hadits:

. ِ‫النَيات‬
ِّ ‫ال ِب‬
ُ ‫ِإَّنَما ْاَألْعَم‬

Sesungguhnya semua amalan itu tergantung


niatnya.

Dan ini adalah bantahan bagi orang yang


mengatakan bahwa di dalam aksi
menceburkan diri ke dalam barisan musuh itu
pembunuhannya dilakukan oleh tangan dan
senjata orang-orang kafir! Maka kami
katakan: Begitu pula dalam masalah At
Tatarrus, orang yang dijadikan tameng itu
terbunuh dengan tangan dan senjata kaum
muslimin namun demikian para ulama’ tidak
menganggap pembunuhan terhadap orang
yang dijadikan tameng tersebut termasuk
pembunuhan yang ada ancamannya di dalam
syariat.

Kedua: Masalah Al Bayaat (penyergapan pada


malam hari):
21
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
Yang dimaksud di sini adalah
menyergap musuh pada waktu malam hari
lalu membunuh dan menyerang mereka
meskipun hal ini mengakibatkan
terbunuhnya orang yang sebenarnya tidak
diperbolehkan untuk dibunuh seperti anak-
anak dan wanita-wanita orang-orang kafir.
Ibnu Qudaamah mengatakan: “Menyerang
musuh pada waktu malam hari itu
diperbolehkan.” Dan Ahmad mengatakan:
“Tidak mengapa menyergap musuh pada
waktu malam hari, dan bukankah
penyerangan terhadap Romawi itu dilakukan
dengan cara menyergap pada malam hari.”
Dan ia mengatakan: “Kami tidak mengetahui
seorangpun (ulama’) yang tidak menyukai
penyergapan pada malam hari.” Al Mughniy
Ma’asy Syarhil Kabiir (X/503)

Dan yang dijadikan landasan dari


permasalahan ini adalah bahwasanya apabila
membunuh orang orang yang sebenarnya
dilarang untuk dibunuh itu diperbolehkan
dengan tujuan untuk merugikan dan
mengalahkan musuh, maka dikatakan: Begitu
pula hilangnya nyawa seorang muslim
mujahid yang sebenarnya tidak boleh untuk
dihilangkan, jika hilangnya nyawa tersebut
adalah dalam rangka membuat kerugian pada
musuh maka hal ini juga diperbolehkan.

22
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
Begitu pula anak-anak dan perempuan-
perempuan orang-orang kafir ketika
menyergap pada malam hari, mereka
dibunuh dengan tangan orang yang
sebenarnya tidak boleh membunhunya kalau
bukan karena untuk kepentingan jihad dan
penyergapan.

Kesimpulan ..

Semua apa yang telah lalu


menunjukkan bahwasanya diperbolehkan
bagi seorang mujahid untuk mengorbankan
nyawanya di dalam ‘amaliyyah
istisyhaadiyyah, dan menghilangkan
nyawanya untuk jihad dan merugikan
musuh, meskipun ia terbunuh dengan senjata
dan tangan orang-orang kafir sebagaimana
yang disebutkan di dalam hadits-hadits di
atas dalam masalah mengorbankan jiwa dan
menceburkan diri ke dalam barisan musuh,
atau ia terbunuh dengan senjata dan tangan
kaum muslimin sebagaimana yang
disebutkan di dalam masalah at tatarrus, atau
ia terbunuh lantaran ia sendiri yang
menunjukkan cara membunuh dirinya
sebagaimana yang disebutkan di dalam kisah
seorang pemuda di atas. Semua itu sama
termasuk jihad, karena pintu jihad itu
mempunyai kemaslahatan yang sangat besar
23
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
maka banyak hal yang sebenarnya di dalam
selain jihad tidak diperbolehkan namun di
dalam jihad diperbolehkan, seperti berbohong
dan khidaa’ (membuat tipu daya) sebagaimana
yang diterangkan di dalam sunnah. Dan di
dalam jihad juga diperbolehkan membunuh
orang yang sebenarnya tidak boleh dibunuh.
Dan inilah dasar permasalahan jihad, oleh
karena itu masalah ‘amaliyyah
istisyhaadiyyah dimasukkan di dalam
masalah ini.

Adapun mengkiyaskan orang yang


mati dalam ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
dengan orang yang mati bunuh diri, maka ini
adalah mengkiyaskan dua hal yang berbeda.
Di sana ada beberapa perbedaan yang
mengahalangi untuk disamakan. Karena di
sana ada perbedaan antara orang bunuh diri
yang membunuh dirinya sendiri lantara
putus asa dan tidak sabar atau marah
terhadap taqdir atau tidak menerima apa
yang ditaqdirkan terhadap dirinya dan
mendahului kematian atau ingin
membebaskan diri dari sakit, luka dan siksaan
atau tidak mempunyai harapan lagi untuk
sembuh dengan jiwa yang penuh dengan
kekhawatiran, putus asa dan marah yang
bukan dalam rangka mencari ridlo Alloh, dan
antara seorang mujahid yang membunuh

24
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
dirinya di dalam ‘amaliyyah istiyshaadiyyah
dengan jiwa yang bahagia dan senang yang
menjemput kesyahidan, jannah (syurga) dan
apa yang ada di sisi Alloh, dan dengan tujuan
untuk membela diin (agama), merugikan
musuh dan jihad fii sabiilillaah, mereka itu
tidaklah sama. Alloh SWT berfirman:

َ‫حُكُمْون‬
ْ ‫جِرمِْيَن َمَالُكمْ َكْيفَ َت‬
ْ ‫جعَُل ْالُمْسلِِمْيَن َكْالُم‬
ْ ‫َأَفَن‬

Apakah kami akan jadikan orang-orang Islam


sama dengan orang-orang yang jahat, bagaimana
kalian bisa membuat ketentuan (seperti ini).

Dan Alloh SWT berfirman:

َ‫جعََلُهمْ َكَّالذِْين‬
ْ ‫ات َأْن َن‬
ِ ‫اجَتَرُحوا السَِّّيَئ‬
ْ ‫ب َّالذِْيَن‬
َ ِ‫َأْم َحس‬
‫اهمْ َوَممَُاتُهمْ َسَاء مَا‬ ُ ‫حَي‬
ْ َ‫حاتِ َسَواء م‬ َ ‫الصِال‬
َّ ‫آمُنْوا َوَعِملُوا‬
َ
‫حُكمُْوَن‬ ْ ‫َي‬

Apakah orang-orang yang melakukan kejahatan


itu menyangka kami akan menjadikan mereka
sama seperti orang-orang yang beriman dan
beramal sholih, sama baik hidup dan mati mereka.
Sungguh jelek apa yang mereka tetapkan.

25
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah
Dan Alloh SWT bwefirman:

‫اسقًا َال َيسَْتُوْوَن‬


ِ ‫ان َف‬
َ ‫ان مُْؤِمًنا َكَمْن َك‬
َ ‫َأَفَمْن َك‬

Apakah orang yang beriman itu sama dengan


orang yang fasiq? Mereka itu tidak sama.

Kami memohon kepada Alloh agar


memenangkan diinNya dan memuliakan
tentara-tentaraNya serta membinasakan
musuh-musuhNya. Dan semoga Alloh
melimpahkan sholawatNya kepada Nabi kita
Muhammad, kepada seluruh keluarga dan
sahabatnya.

26
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah

27
Fatwa tentang ‘amaliyyah istisyhaadiyyah

Perhatian:
Dipersilahkan kepada siapa saja untuk
memperbanyak atau menukil isi buku ini
baik sebagian maupun secara
keseluruhan dengan cara apapun, tanpa
merobah isinya. Semoga Alloh memberi
balasan kepada siapa saja yang membantu
tersebarnya buku ini

28

Anda mungkin juga menyukai