Anda di halaman 1dari 7

RESUME MASA’IL FIQHIYYAH

JIHAD DAN TERORISME

Resume ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Masa’il Fiqhiyyah

Dosen Pengampu : Dr. Isnawati Rais, M.A.

Disusun oleh :

Muhamad Khoirudin : 11190453000032

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021
RESUME MASA’IL FIQHIYYAH

(Jihad & Terorisme)

A. Pengertian Jihad dan Terorisme

Jihad secara Etimologi berasal dari bahasa arab yakni Jahada yujahidu, yang berarti
suatu tindakan yang mencurahkan semua kemampuan untuk membela kebenaran yang
diyakini berasal dari Tuhan. Kata Jihad diulang dalam al-Qur’an sebanyak 41 kali dengan
bermacam bentuknya, M. Quraish Shihab (1996:501), dengan mengutip Ibnu Faris,
menyatakan bahwa semua kata yang terdiri dari huruf Jim, Ha, Da pada awalnya
mengandung arti kesulitan atau kesukaran yang mirip dengannya. 1

Adapun secara Terminologinya, Jihad antara lain diartikan sebagai pengarahan


seluruh potensi dalam menangkis serangan musuh, dalam hukum islam pengetahuan jihad
secara umum diartikan dengan makna yang sangat luas, yaitu segala bentuk usaha
maksimal untuk penerapan ajaran islam dan pemberantasan kezaliman, baik diri pribadi
maupun untuk masyarakat. Adapun menurut Imam Syafi’I Jihad yaitu, memerangi kaum
kafir untuk menegakkan Islam.

Sedangkan Terorisme berasal dari kata Teror dengan tambahan “isme”. Teror
berasal dari bahasa latin yakni “Terrer” yang berarti menyebabkan ketakutan. Dalam
KBBI kata Teror mempunyai makna, usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan
kekejaman oleh seseorang atau golongan. merupakan sebuah konsep yang memiliki
konotasi yang sangat sensitif karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan
penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa.Tidak ada negara yang ingin
dituduh mendukung terorisme atau menjadi tempat perlindungan bagi kelompok-
kelompok terorisme.tidak ada pula negara yang dianggap melakukan tindak terorisme
karena menggunakan kekuatan (militer). Max Bellof menunjuk kepada sumber yang lebih
luas, yaitu bilamana di dalam masyarakat, ada ketidakadilan, atau ada sebagian kelompok
yang tidak merasakan perlakuan secara adil di bidang politik, ekonomi, moral, sosial dan
kultural sehingga menyebabkan ketidakpuasan sosial, maka timbullah keluhan-keluhan
dalam bentuk protes karena tidak diperlakukan adil, dari keluhan dan protes ini jika tidak
mendapatkan hasil yang memuaskan maka timbullah keresahan sosial, dari keresahan ini
sudah tidak menyuarakan bentuk keluhan dan protes namun bentuk ancaman, kecaman

1
M. Quraish Shihab, wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas berbagai persoalan umat, Cet. Ke-3, Bandung,
Mizan, 1996, Hlm. 501
dan pencelaan kepada siapa saja yang dianggap sebagai biang keladi dari masalah sosial,
sehingga hal inilah yang menimbulkan rasa takut diantara masyarakat dan menyebabkan
keresahan sosial, sampai mengancam keutuhan dan merusak sistem tatanan suatu negara.

Sampai saat ini belum ada kesepakatan secara pasti dalam mendefiniskan Terorisme,
ketidaksepakatan ini karena mereka yang disebut teroris adalah penjahat yang meresahkan,
namun disisi lain dianggap pahlawan oleh mereka yang dibela.

B. Jihad dan Terorisme menurut Prespektif Islam


Ada banyak sekali pertanyaan mengenai kaitan antara Jihad dan Terorisme ini yang
dilontarkan oleh para tokoh maupun masyarakat awam, begitupun saya demikian memiliki
pertanyaan yang menaung di kepala saya mengenai problematika dunia dan agama yang
sangat krusial dibahas, bagaimana kaitan antara jihad dan terorisme ini?, apakah dalam
Islam terorisme adalah salah satu bentuk jihad?, bagaimana para pelaku terorisme ini
menggunakan kata “Jihad” sebagai dalih kejahatannya?. Dalam melaksanakan tugas
resume Masa’il Fiqhiyyah untuk membuat resume tentang Jihad dan Terorisme ini saya
berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan yang saya simpan hingga saat ini,
Alhamdulillah saya ucapakan Terima Kasih banyak kepada Dosen pengampu Mata kuliah
ini Yakni Bu Isnawati Rais.
Dalam membahas Jihad ditemukan ayat-ayat yang memberikan pengertian dan
konsep mengenai jihad:
Pertama surah al-Baqarah ayat : 190

َ‫َوقَا ِتلُ ْوا ﻓِ ْﻲ َس ِب ْي ِل ﱣ ِ الﱠ ِذيْنَ يُقَاتِلُ ْو َن ُك ْم َو َﻻ ت َ ْعتَد ُْوا ا ﱠِن ﱣ َ َﻻ ي ُِحبﱡ ْال ُم ْعتَ ِديْن‬
Artinya : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi
jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.”
Kedua surah at-Taubah ayat : 5

ُ ْ‫ْث َو َج ْدت ﱡ ُم ْو ُه ْم َو ُخذُ ْوهُ ْم َواح‬


‫ص ُر ْوهُ ْم‬ ُ ‫سلَ َخ ْاﻻَ ْش ُه ُر ْال ُح ُر ُم ﻓَا ْقتُلُوا ْال ُم ْش ِر ِكيْنَ َحي‬
َ ‫ﻓَ ِاذَا ا ْن‬
َ ‫س ِب ْي َل ُه ۗ ْم ا ﱠِن ﱣ‬ ‫ص ٰلوةَ َو ٰات َُوا ﱠ‬
َ ‫الز ٰكوةَ ﻓَخ ﱡَل ْوا‬ ‫ﺻ ٍۚد ﻓَا ِْن تَاب ُْوا َواَقَا ُموا ال ﱠ‬ َ ‫َوا ْقعُد ُْوا لَ ُه ْم ُك ﱠل َم ْر‬
‫غفُ ْو ٌر ﱠر ِح ْي ٌم‬
َ
Artinya : “Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang
musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di
tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan
zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.”
Menurut Abu Yazid dalam bukunya menjelaskan, Dalam membahas ayat-ayat
tentang jihad dan perang, Fuqoha cenderung menitikberatkan Jihad fi Sabilillahi adalah
perang yang salama ini dikatakan perang hakiki 2. Berdasarkan pada kedua ayat tersebut
banyak penafsiran-penafsiran mengenai apa yang menjadi motivasi dalam melakukan
Jihad, menurut Jumhur yakni ulama Hanafiyyah, Malikiyyah dan Hanbaliyah, perintah
perang dalam islam pada kedua ayat tadi bersifat Defensif, artinya orang islam tidak boleh
memulai dulu peperangan melainkan jika diancam atau diusik keutuhan agama islam maka
diperbolehakan untuk melawan karena illatnya (alasan) adalah Dar al-Harabah yang
artinya mempertahankan diri dengan perang dengan berlandaskan ayat 190 surah al-
Baqarah, sebagaimana Nabi Muhammad Saw mempraktikannya dalam urusan dakwah
Beliau mengirim surat kepada para raja-raja sekitar jazirah Arab untuk mengajak masuk
Islam, ada yang merespon dengan baik, ada yang menolak dan bahkan ada yang
mengancam kembali, berdasarkan Sirah Nabawiyah menilik Ghazwah dan Sariyyah
Rasulullah Saw, kebanyakan perang terjadi saat masa Nabi karena bentuk Defensif bukan
Ofensif seperti perang Badar, Perang Uhud dan perang Khandak.
Adapun menurut Syafi’iyah dan didukung kelompok Zhahiriyyah dan ibnu Hazm,
berpendapat bahwa Jihad itu bersifat Ofensif, yang artinya harus memulai untuk melawan
dengan Illatnya yaitu bentuk kekufuran, dengan berlandaskan ayat 5 surah at-Taubah,
seperti perang pada masa abu Bakr dalam memerangi orang yang tidak membayar zakat. 3
Menganalisis pada kedua ayat tadi, yang pertama al-Baqarah ayat 190, pada ayat
tersebut tidak diberi batasan-batasan dalam peperangan, dengan menitik beratkan pada
kata Yuqootiluunakum yang berarti “kalian diperangi” artinya ini sebagai bentuk defensif
dari ancaman jika diperangi, inilah yang menjadi Illat dalam ayat ini yang digunakan
sebagai landasan oleh jumhur ulama. Dalam ilmu Ushul Fiqh lafal Yuqotiluunakum adalah
lafal khas, dalam kaidahnya takhsisu al-amm bi al-Khas “sesuatu yang bersifat umum bisa
dikhususkan dengan sesuatu yang khusus”. Maka dari itu jihad dengan perang tidak
diperbolehkan kecuali jika diserang oleh musuh dalam upaya bentuk mempertahankan diri
dengan perang.

2
Abu Yazid, (Ed). Fiqh Realitas, Respon Ma’had Aly terhadap Wacana Hukum Islam Kontemporer. Cet. Ke-1.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar (2005). Hlm. 104-105
3
Jamal al-Banna, Dekontruksi Jihad dalam Islam, Terjemahan oleh kamran A. Insyadi, Cet. Ke-1 Yogyakarta:
Pilar Regia. Hlm. 247
Pada dalil yang kedua, at-Taubah ayat 5, ditemukan lafal hayatuhu wajadtumuhum
yang berarti dimana saja kamu menjumpai mereka, pada redaksi penggalan lafal dari ayat
5 surat at-Taubah dalam bahasa Arab bersifat umum, maka itu berlaku pada
keumumannya, oleh karena itu ayat ini ditakhsis dengan ayat 190 al-Baqarah.
Para ulama mengambil kesimpulan bahwa orang yang boleh diperangi hanyalah
Kafir Harb, yaitu orang kafir yang menentang dan memusuhi Islam dan selalu mengusik
kedamaian, adapun Jihad fi Sabilillah boleh dilaksanakan dengan perang dengan tiga
syarat; 1.Diperangi oleh musuh, 2. Diperangi oleh kafir harb dan 3. Berada di negara islam
atau kafir. Jika tidak ada salah satu dari tiga tadi maka jelas jihad dengan perang itu tidak
dibenarkan, maka perbuatan teror dan mengancam serta membuat takut itu merupakan
tindakan memerangi Allah Swt. Sebagaimana dalam ayat 32 surat al-Maidah :

‫اس َج ِمي ًعا َو َم ْن أَحْ َياهَا ﻓَ َكﺄَنﱠ َما‬


َ ‫ض ﻓَ َكﺄ َ ﱠن َما قَتَ َل ال ﱠن‬ َ َ‫سا ِب َغي ِْر َن ْف ٍﺲ أَ ْو ﻓ‬
ِ ‫سا ٍد ﻓِﻲ اﻷ َ ْر‬ ً ‫َمن قَتَ َل نَ ْف‬

َ ‫أَحْ َيا ال ﱠن‬


‫اس َج ِميعًا‬
Artinya : “..barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya…”

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa segala perbuatan yang mengancam nyawa
karena hasrat dan nafsu pribadi maka ia seakan-akan membunuh semua nyawa manusia
seluruh bumi dan itu merupakan perbuatan yang merusak bumi, dan sebaliknya jika kita
saling menjaga satu sama lain maka seakan-akan memelihara keutuhan di muka bumi.

Setelah melihat serta meninjau beberapa dalil mengenai jihad, dapat dipahami
bahwa esensi jihad itu sendiri memiliki hukum fardhu (wajib) baik itu individu mapun
kelompok, jihad dalam arti perang bersifat Defensif, jihad harus menunggu perintah dari
kepala negara atau ulil al-amri dan teroris atau segala suatu tindakan yang merusak
kedamaian, ketenangan dan keharmonisan merupakan tindakan yang tidak dibenarkan
syariat dan hukumnya haram.

Karena pada masa kontemporer saat ini sudah hampir tidak ditemukan jihad secara
terang-terangan dengan berperang, maka implementasi jihad sudah memiliki makna yang
lebih luas dalam pengaplikasiannya, maka saat ini jihad terbagi menjadi tujuh macam
yaitu:

1. Jihad dijalan Allah Swt.


2. Jihad menjalankan Ibadah.
3. Jihad menuntut Ilmu.
4. Jihad berani mengkritik pemimpin bila zalim.
5. Jihad berbakti kepada orang tua.
6. Jihad melawan hawa nafsu.
7. Jihad membantu faqir dan miskin.4

C. Polemik Terorisme di Indonesia


Indonesia merupakan negara yang berdaulat dengan semboyannya yang sakral dan
konstitusinya yang sistematis, namun tetap menjadi sasaran tindak kriminal ini dan
mengancam keutuhan NKRI karena berbagai dalih dan alasan para oknum tidak
bertanggung jawab melakukan tindak teroris ini, hal ini juga menjadi sorotan publik dan
kacamata internasional terkait terorisme yang kian merebak dan menjalar layaknya sebuah
parasit dan benalu. Tindak terorisme yang sangat melekat dan sebagai sejarah kelam yaitu
tragedi Bom bunuh diri di Bali yang dilakukan aksi tersebut di sebuah klub malam dan
kantor kantor konsulat Amerika hingga menewaskan 202 jiwa yang didalangi oleh Imam
samudra sebagai pelaku pada tahun 2002. Kemudian diteruskan dengan pengeboman di
hotel J.W Marriot pada tahun 2003 yang dilakoni oleh Nurdin M. Top, hingga saat ini
yang terbaru yaitu pengeboman di gereja katedral Makassar pada tanggal 28, Maret 2021,
hingga aksi ini sungguh meresahkan seluruh pihak terkait dan mengancam dari sisi politik,
ekonomi, keamanan dan sosial.
Pada akhirnya tindakan ini tidak bisa dibiarkan dan harus dituntaskan sampai ke
akarnya, maka dari itu pemerintah dalam kondisi darurat dan genting menerbitkan perpu
No. 1 tahun 2002 tentang tindak pidana Terorisme karna perlu ditangani cepat dan tanggap
untuk penyelesaianya, dan sekarang perpu Terorisme sudah menjadi UU no. 5 tahun 2018.
Dengan membentuk badan aparat dalam menangani aksi terorisme yakni Densus
(Detasemen Khusus) 88, sebuah satuan polri khusus dalam upaya penindakan dan
perlindungan terhadap upaya terorisme. Pemerintah mengambil tindakan bagus dalam

4
https://www.republika.co.id/berita/qhrmn2366/tujuh-jenis-jihad-menurut-assunnah
menjaga keamanan dengan membentuk Perpu dan UU terorisme dan satuan khusus
tindakan terorisme.

REFRENSI
Quraish Shihab. M (1996), wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas berbagai
persoalan umat, Cet. Ke-3, Bandung, Mizan.
https://www.republika.co.id/berita/qhrmn2366/tujuh-jenis-jihad-menurut-
assunnah.
al-Banna. Jamal, Dekontruksi Jihad dalam Islam, Terjemahan oleh kamran A.
Insyadi, Cet. Ke-1 Yogyakarta: Pilar Regia.
Yazid (Ed). Abu (2005). Fiqh Realitas, Respon Ma’had Aly terhadap Wacana
Hukum Islam Kontemporer. Cet. Ke-1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai