Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEPERANGAN PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah: Sirah Nabawiyah

Dosen Pengampu : Dr. H. Mustopa Halmar, M. Ag.

Disusun oleh Kelompok 9

Alfina Issony Anggraini 2103016023


Dewi Putri Kartika Rahayu 2103016039
Zakiyatun Nafisah 2103016040
Billy Room Miyarrobby 2103016052

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022
PEPERANGAN PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.

A. Latar Belakang
Peperangan dalam Islam adalah suatu hal yang wajar untuk melindungi dan
mempertahankan diri, karena sesuai dengan kebiasaan masyarakat Arab pada saat itu,
mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas
kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku sehingga terbentuk
kepribadian mereka yang sangat suka berperang. Oleh karena itu, peperangan antar suku
sering terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri
orang Arab, situasi seperti ini terus berlangsung sampai agama Islam lahir.
Nabi Muhammad Saw berusaha menyebarkan agama Islam secara sembunyi-
sembunyi, kemudian beliau menyebarkan agama Islam secara terang-terangan. Hal ini
memicu banyak permusuhan dan pertentangan dari kalangan kaum kafir hingga
menyebabkan beberapa peperangan yang tak terelakkan. Nabi Muhammad Saw berperang
bukan semata-mata menuruti hawa nafsunya. Beliau berperang karena dalam rangka
menyebarkan agama Islam, memerangi kedzaliman, dan kekafiran bangsa Arab.
Allah Swt memberi izin kepada kaum Muslimin untuk memerangi mereka setelah
perlawanan mereka kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian terus meneruslah
peperangan dengan keikutsertaan Nabi (Ghazwah) dan tanpa Nabi (Sariyyah). Total
jumlah peperangan tanpa beliau mencapai 47 peperangan, dan 27 peperangan dengan
keikutsertaan beliau. Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai peperangan
yang terjadi pada masa Nabi.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang terjadinya peperangan pada masa Nabi Muhammad SAW.?
2. Apa tujuan peperangan pada masa Nabi Muhammad SAW.?
3. Bagaimana proses terjadinya peperangan pada masa Nabi Muhammad SAW ?
4. Bagaimana pengaruh dari peristiwa peperangan bagi perkembangan agama Islam?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya peperangan pada masa Nabi Muhammad
SAW
2. Untuk mengetahui tujuan peperangan pada masa Nabi Muhammad SAW
3. Untuk mengetahui proses terjadinya peperangan pada masa Nabi Muhammad SAW
4. Untuk mengetahui pengaruh dari peristiwa peperangan bagi perkembangan agama
Islam

D. Pembahasan
1. Latar belakang peperangan pada masa Nabi Muhammad Saw
Telah kita ketahui bahwa Nabi Muhammad Saw belum pernah memerangi
seorang pun untuk memeluk Islam, tetapi ajakan tersebut hanya terbatas dengan cara
menyampaikan berita gembira dan memberi peringatan. Untuk itu Allah Swt selalu
menurunkan ayat-ayat-Nya yang memberikan semangat kepada Nabi Muhammad Saw.
Setelah kaum Muslimin hijrah ke Madinah, mereka lantas tidak luput dari ancaman dan
penganiayaan kaum kafir Quraisy. Orang-orang Quraisy telah bertekad untuk
melakukan sesuatu yang lebih parah daripada sebelumnya. Mereka bermaksud membuat
perhitungan sendiri dengan kaum Muslimin, khususnya dengan Nabi Muhammad Saw.
Ancaman bahaya ini tidak hanya dirasakan oleh Nabi Muhammad Saw, tetapi oleh
semua Muslimin. Ubay bin Ka’ab meriwayatkan,”Ketika Rasulullah dan para
sahabatnya memasuki Madinah dan kaum Anshar bersedia menampungnya, seluruh
bangsa Arab mengarahkan bidikan panahnya dari satu busur. Maka pagi atau sore
mereka selalu siap dengan senjata”. Kemudian dalam kondisi seperti itu, Allah Swt
menurunkan firman-Nya:
ٍّ ‫ُوا ِمن ِد ٰيَ ِر ِهم ِبغ َۡي ِر َح‬
‫ق ِإٓاَّل‬ ْ ‫َص ِر ِهمۡ لَقَ ِدي ٌر ٱلَّ ِذينَ ُأ ۡخ ِرج‬ ْ ۚ ‫ُأ ِذنَ لِلَّ ِذينَ يُ ٰقَتَلُونَ ِبَأنَّهُمۡ ظُلِ ُم‬
ۡ ‫وا َوِإ َّن ٱهَّلل َ َعلَ ٰى ن‬
‫ت َو َم ٰ َس ِج ُد‬ٞ ‫صلَ ٰ َو‬ َ ‫ض لَّهُ ِّد َم ۡت‬
َ ‫ َو‬ٞ‫ص ٰ َو ِم ُع َوبِيَع‬ ٖ ‫ضهُم بِبَ ۡع‬ َ َّ‫وا َربُّنَا ٱهَّلل ۗ ُ َولَ ۡواَل د َۡف ُع ٱهَّلل ِ ٱلن‬
َ ‫اس بَ ۡع‬ ْ ُ‫َأن يَقُول‬
ُ ‫ير ۗا َولَيَنص َُر َّن ٱهَّلل ُ َمن يَن‬
ِ ‫ص ُر ۚ ٓۥهُ ِإ َّن ٱهَّلل َ لَقَ ِويٌّ ع‬
‫َزي ٌز‬ ۡ ‫ي ُۡذ َك ُر فِيهَا‬
ٗ ِ‫ٱس ُم ٱهَّلل ِ َكث‬
Artinya:
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu. 40. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah".
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS.Al-Hajj: 39-40)
Izin peperangan ini semata-mata hanya untuk menyingkirkan kebathilan dan
menegakkan syiar agama Islam. Mula pertama, izin perang hanya untuk melawan kaum
Quraisy. Lambat laun izin ini meluas sesuai dengan perubahan situasi hingga sampai
pada tingkatan wajib, dan ditujukan pula untuk selain Quraisy.1

2. Tujuan peperangan pada masa Nabi Muhammad Saw.


Tujuan peperangan pada masa Nabi Muhammad Saw pada hakikatnya berporos
pada manusia dalam upaya membebaskan dan mengeluarkannya dari kelemahan dan
kezaliman dalam hidupnya. Selain itu, peperangan juga bertujuan untuk membebaskan
kaum yang lemah dan mereka yang terjebak dalam berbagai macam perlakuan tindak
kejahatan, penyiksaan, kesewenang-wenangan dan caci makian. Dengan demikian, ini
merupakan persoalan kemanusiaan secara universal dan bukan masalah kelompok Islam
sendiri. Sebab utama terjadinya perang adalah adanya serangan musuh terhadap wilayah
Islam secara praktis dan negara Islam diperbolehkan ikut serta dalam peperangan
bersenjata untuk melindungi yang hidup di negara lain. Secara umum, tujuan
peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw antara lain:
1. Menyebarkan akidah Islam
Tujuan utama peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah saw adalah
menyebarkan akidah Islam melalui jaminan kebebasan cara berfikir bagi seluruh
individu hingga pada akhirnya mereka menerima cara berfikir apa saja yang masuk
kepada mereka. Jaminan kebebasan cara berfikir masuk ke dalam tujuan tersebut dan
juga beribadah bagi non-muslim. Atas dasar itu, Islam memberikan kekuatan-kekuatan
yang baik untuk menentang kekuatan-kekuatan yang buruk, melindungi cara-cara
berfikir manusia dan tempat-tempat beribadah di mana asma Allah diagungkan di
dalamnya agar tidak dihancurkan. Semua ini merupakan peperangan di jalan Allah
dalam rangka mempertahankan kebebasan berakidah. Namun peperangan tidak
disyariatkan selama tidak terdesak untuk mempertahankan Islam atau untuk
mewujudkan kebebasan berakidah secara umum. Pada prinsipnya, membawa senjata
bukan sarana berjihad, akan tetapi sarana pokok berjihad adalah dengan hikmah dan
pengajaran yang baik.2
2. Bertahan melawan musuh
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an bahwa dalam rangka mempertahkan diri ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu: Pertama, syarat keharusan, yakni keharusan
mempertahankan diri dari kezaliman musuh. Artinya janganlah bergegas untuk

1
Al-Mubarakfuri diterjemahkan oleh Faris Khairul Anam, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Qisthi Press, 2019,
hal. 128
2
Ameur Zemmali, Islam dan Hukum Humaniter Indonesia, hal. 380
melakukan perlawanan dengan menganiaya dan janganlah berperang atau terus
berperang selama musuh telah menyerah. Hal ini sesuai dengan syarat keharusan yang
dibahas oleh para pakar fiqh kontemporer. Syarat kedua adalah syarat keseimbangan.
Mencegah kezaliman itu sesuai dengan tindakan yang dilalukan oleh para musuh, tidak
boleh melampaui atau menambah lebih dari tujuan tersebut. Fiqh Islam melarang
tindakan-tindakan yang berwujud dendam secara kolektif terhadap mereka yang tidak
berdosa sebagai tindak balas dendam terhadap pelanggaran individu baik pada
peperangan biasa maupun pertikaian lokal.3
3. Berperang untuk mencegah kezaliman
Ajaran Islam memerintahkan orang-orang Islam dan negara Islam untuk
menciptakan rasa saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasulullah saw
telah mencontohkan dengan menolong sebagian kecil dari bangsa Quraisy setelah
mereka meminta tolong kepada beliau dalam perjanjian Fudhûl. Atas dasar itu, fiqh
Islam menegaskan bahwa pemberian pertolongan tersebut tidak terbatas pada orang-
orang muslim saja, tetapi juga mencakup selain mereka. Jika yang meminta
pertolongan kepada orang muslim adalah negara yang terzalimi, maka pertolongan
tersebut menjadi wajib jika hal ini mengacu kepada perjanjian pertahanan kolektif.4
Selain tujuan di atas, ada beberapa tujuan peperangan pada masa Rasulullah Saw.
Antara lain yaitu :
1. Untuk membela diri, keluarga, dan orang-orang yang lemah.
2. Untuk menegakkan keadilan.
3. Untuk menyampaikan agama Allah Swt.
4. Untuk mempertahankan wilayah.
5. Untuk mempertahankan dan menegakkan eksistensi dari agama Islam.
6. Untuk membebaskan manusia dari kehidupan “jahiliyah”.

3. Proses terjadinya perang pada masa Nabi Muhammad Saw


a. Perang Badar
Pagi tanggal 17 Ramadhan tahun 2H terjadi perang Badar Al – Kubro. 5 Rasulullah
Saw membariskan pasukannya. Barisan membujur panjang disusul barisan lain di
belakangnya. Rasulullah Saw menyiapkan pasukan di tempat masing – masing dan berpesan
agar kaum Muslimin tidak terburu – buru dan tidak menyerang dahulu. Di depan kaum
3
Ameur Zemmali, Islam dan Hukum Humaniter Indonesia, hal. 386
4
Ameur Zemmali, Islam dan Hukum Humaniter Indonesia,hal. 388
5
Badar terletak sekitar 145 km arah barat laut dari Madinah (Abul Hasan Nadwi, Sirah Nabawiyah, hal.
245)
Muslimin terlihat Abu Jahal dan pemimpin – pemimpin Musyrikin lainnya dikelilingi para
penyanyi sambil menabuh gendang. Rasulullah Saw memandangi mereka dan berdoa demi
kemenangan Kaum Muslim. Kedua belah kubu saling mendekat dan perang pun
berkecamuk.6
Perang pun diawali dengan perang tanding, dari pihak Musyrikin majulah Al-
Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi, ia menantang salah seorang dari Kaum Muslimin.
Hingga akhirnya Hamzah bin Abdul Muthalib yang maju menjawab tantangan dari Al-
Aswad. Pertarungan yang sengit diperagakan oleh keduanya hingga akhirnya Hamzah
memukul Al-Aswad sampai jatuh dengan kaki yang berlumuran darah, setelah itu Hamzah
langsung membunuhnya.
Belum puas dengan kematian Al-Aswad, salah seorang tokoh Kaum Musyrik yakni
Utbah bin Rabi’ah yang mengajak anaknya Al-Walid bin Utbah dan saudaranya Syaibah bin
Rabi’ah menantang Kaum Muslimin berperang tanding. Tanpa menunggu lama, tiga
pemuda Anshar maju untuk menjawab tantangan Utbah, ketiga pemuda itu ialah Abdullah
bin Rawahah, Auf bin Harits dan Muawwidz bin Harits. Namun, Utbah tidak bersedia
melawan mereka karena yang ia inginkan adalah berhadapan dengan sesama orang Makkah.
Akhirnya, Rasulullah Saw mengutus Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib dan
Ubaidah bin Al-Harits untuk menghadapi Utbah, Syaibah dan Al-Walid. Mereka pun maju
untuk memulai perang tanding tersebut, mereka mengayunkan pedang untuk membunuh
satu sama lain.
Tidak perlu waktu lama, Hamzah berhasil membunuh Syaibah dan Ali berhasil
membunuh Al-Walid. Ubaidah masih terus berjuang melawan Utbah dan akhirnya keduanya
terluka, Hamzah dan Ali yang telah membunuh lawan mereka, bergegas pergi ke arah Utbah
dan membunuhnya seketika. Lalu, kedua kubu mendekat dan Rasulullah Saw menghimbau
kepada sahabat untuk tidak menyerang sebelum beliau memberikan aba-aba. Beliau
memerintahkan kepada para sahabat untuk memanah ketika posisi telah sangat dekat. Beliau
bersabda: “jika mereka telah berkumpul dekat kalian, seranglah mereka dengan anak
panah.”
Setelah itu, Rasulullah Saw merapikan barisan dan setelah itu kembali ke tempat
komando utama bersama Abu Bakar, beliau memanjatkan doa kepada Allah. Rasulullah
Saw berdoa: “Ya Allah bila kelompok ini (kaum Muslimin) kalah pada hari ini, maka
engkau tidak akan lagi disembah.” Kemudian, Rasulullah Saw mengambil segenggam
kerikil dan beliau meniup mereka dengan kerikil tersebut dan memerintahkan agar kaum
Muslimin bersatu padu untuk menghancurkan kaum Musyrikin. Setelah itu, Rasulullah Saw
kembali ke pusat komando, seketika itu Sa’ad bin Muadz dan Kaum Anshar lainnya
mempersiapkan pedangnya untuk menjaga Rasulullah Saw. Mereka khawatir dengan adanya
6
Aidh bin Abdullah Al – Qarni, Story of the Message (Episode Terindah dalam Kehidupan Muhammad
SAW), terj. Aiman Abdul Halim, (Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2008), hal. 223 - 224
serangan balik dari kaum Musyrikin. Rasulullah Saw memberitahukan kepada kaum
Muslimin bahwasannya ada seorang dari pasukan Musyrikin yang keluar berperang karena
dipaksa oleh penduduk Makkah, ada juga yang tidak niat berperang karena memang mereka
tidak memusuhi Islam. Beliau menghimbau, jika pada saat berperang dan bertemu dengan
Abu Al-Bakhtari dan Abbas bin Abdul Muthalib maka tidak boleh dibunuh.
Rasulullah Saw melarang para sahabat membunuh Abu Al-Bakhtari karena semasa
beliau berdakwah di Makkah, Abu Al-Bakhtari tidak pernah mengganggu, menyakiti,
melontarkan kata-kata kasar dan ia termasuk salah seorang yang membatalkan shahifah
yang diberlakukan orang-orang Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib.
Namun, akhirnya ia terbunuh bersama sahabatnya karena ia melindungi sahabatnya yang
hendak dibunuh oleh pasukan Muslimin. Ketika peperangan sedang berkecamuk bertemulah
Umayyah bin Khalaf dan Abdurrahman bin Auf, mereka adalah sahabat karib ketika di
Makkah karena profesi mereka sama yaitu seorang saudagar. Umayyah bin Khalaf
memohon kepada Abdurrahman bin Auf agar ia menawannya, dan permohonan itu disetujui
oleh Abdurrahman bin Auf. Namun, Bilal bin Rabah mantan budak Umayyah bin Khalaf
yang disiksa ketika masih di Makkah mengetahui hal itu, Bilal segera menghampiri
Umayyah bin Khalaf dan menghunuskan pedangnya untuk sesegera mungkin membunuh
Umayyah. Namun, Abdurrahman bin Auf melindungi sahabatnya tersebut karena ia merasa
telah menawan Umayyah. Tetapi Bilal tidak menyerah begitu saja, Bilal berteriak ke arah
pasukan Muslimin dengan menyebut Umayyah bin Khalaf “otak kekafiran” seketika itu juga
pasukan Muslimin menghampiri dan menyerang Umayyah bin Khalaf sampai ia tewas.
Bantuan Allah berupa malaikat datang ketika perang sedang berkecamuk. Salah
seorang sahabat berkata bahwa pada saat ia mengintai pasukan Musyrikin dan bersiap untuk
memenggal kepalanya, tiba-tiba kepala tersebut terpenggal sebelum pedang pasukan
Muslimin menyentuh batang lehernya. Ketika para sahabat mendengar Abu Jahal memakai
baju besi dan dilindungi oleh banyak pasukan, Muadz bin Amr Al-Jamuh bersemangat
untuk bertemu Abu Jahal dan ingin memporak-porandakan barisan pasukan Musyrikin yang
melindunginya. Setelah membabat habis pasukan pelindung Abu Jahal, lalu ia
menghunuskan pedang ke arah kaki Abu Jahal dan akhirnya kaki Abu Jahal putus. Namun,
Ikrimah bin Abu Jahal mengetahui jika ayahnya di lukai oleh Muadz, seketika itu juga
Ikrimah menebas tangan Muadz ingga hampir putus. Setelah itu, Muawwidz bin Afra’
menghampiri Abu Jahal dan menusuk tubuh Abu Jahal dengan pedangnya, tetapi
Muawwidz sengaja tidak membunuhnya dan membiarkan Abu Jahal dalam kondisi sekarat.
Namun, pasukan Musyrikin yang mengetahui bahwa Muawwidz telah menusuk Abu Jahal
segera menghampiri Muawwidz dan membunuhnya hingga ia syahid di jalan Allah.
Selanjutnya, Abdullah bin Mas’ud menemukan Abu Jahal dalam kondisi sekarat lalu ia
menginjak dadanya dan menghinakan Abu Jahal sekaligus membunuhnya. Pada akhirnya
perang yang dahsyat tersebut ditutup dengan kemenangan kaum Muslimin dengan
menewaskan 70 orang dan menawan 70 orang Musyrikin lainnya. Sedangkan yang syahid di
jalan Allah berjumlah 14 syuhada’. Dua orang yang memang sangat benci dengan Islam,
salah satunya yaitu Nazr bin Harits. Keduanya di hukum mati, sementara tawanan lain
diperlakukan dengan baik dan bahkan kaum Muslimin membagikan makanannya kepada
mereka.
b. Perang Uhud
Perang Uhud terjadi pada Sabtu, 15 Syawal 3H. Adapun faktor terjadinya
perang Uhud karena kaum Quraisy ingin membalas dendam atas kekalahan mereka
dalam perang Badar. Oleh karena itu, mereka senantiasa siap sedia hingga mereka
menyiapkan perlengkapan untuk memerangi Rasulullah Saw di Madinah. Mereka
berangkat dengan 3.000 pejuang, selain sekutu kaum Quraisy yang berjumlah 700
pasukan berbaju besi dan 200 pasukan kavaleri.7
Rasulullah Saw berpendapat bahwa umat Islam sebaiknya bertahan di
Madinah, membiarkan kaum Quraisy. Jika mereka memasuki Madinah, maka umat
Islam menyerang mereka di dalam kota. Beliau ketika itu tidak berkenan untuk pergi
keluar dari Madinah. Abdullah bin Ubay sepakat dengan pendapat Rasulullah Saw,
akan tetapi tidak demikian halnya dengan para sahabat. Setelah itu kaum Muslimin
dan Rasulullah Saw berangkat beserta 1.000 pasukan. Ketika mereka berada di
perbatasan antara Madinah dan Uhud, Abdullah bin Ubay dan sepertiga pasukan
mengundurkan diri. Ia berkata, “Ia menuruti pendapat mereka dan tidak mau
mengikuti pendapatku.”8
Rasulullah saw. Meneruskan perjalanan hingga tiba di lereng Uhud, sebuah
perbukitan yang berjarak 3km dari Madinah. Beliau menjadikan Uhud sebagai
benteng dan perkemahannya. Peperangan pun mulai berkecamuk. Allah menolong
pasukan Muslim atas musuh mereka, maka pasukan Muslimin berhasil membunuh
sejumlah pasukan musuh. Ketika hampir mendekati akhir pertempuran, pasukan
Muslimin mengambil harta rampasan perang yang mereka temukan di barak pasukan
Musyrikin. Pasukan pemanah melihat hal tersebut, lalu mereka berkata, “Apa yang
kita lakukan, sedangkan Allah telah menolong Rasul-Nya?” mereka pun berpikir
untuk meninggalkan tempat mereka guna mengambil bagian harta rampasan perang.

7
Musthafa As-Siba’I, Yang Tersembunyi dari Sirah Nabawi, (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2019), hal.
93-99
8
Muhammad Salabi Hamdi, Sejarah lengkap Nabi Muhammad saw, (Yogyakarta: Mardhiyah Press,
2005), hal. 269
Lantas pemimpin mereka, Abdullah bin Jubair, mengingatkan mereka akan pesan
Rasulullah Saw.
Tersiar kabar bahwa Rasulullah Saw telah terbunuh, sehingga sebagian
pasukan Muslimin lari ke Madinah, dan pasukan Musyrikin pun mampu menggapai
Rasulullah Saw. Pasukan musyrik lantas bersaing untuk membunuh beliau.
Rasulullah Saw pun tetap dapat menguasai diri dan dikelilingi oleh sejumlah pasukan
Muslimin, diantaranya Abu Dujanah. Dia menjadi tameng Rasulullah Saw untuk
melindunginya dari anak panah pasukan musyrik, sehingga anak panah mengenai
punggungnya. Ada juga Sa’d bin Abi Waqash yang pada saat itu dia melepaskan
seribu anak panah. Ada pula Nasibah Ummu Umara seorang wanita Anshar, dia
membuang wadah air untuk pasukan yang terluka, lantas dia ikut melawan musuh
dengan menghunuskan pedang dan melempar panah guna membela Rasulullah Saw
hingga dia terluka cukup dalam di leher. Dia ikut berperang bersama suami dan dua
anaknya.
Di antara sahabat yang terbunuh dalam perang Uhud adalah Hamzah, paman
Rasulullah Saw. Hindun, istri Abu Sufyan, memutilasi Hamzah, lalu menusuk
hatinya dan memakannya. Dia merasakan rasanya pahit sehingga dia
memuntahkannya. Mengetahui hal itu, Rasulullah sangat sedih seraya berkata, “Jika
di suatu tempat Allah memberikan kemenangan kepada kami melawan kaum
Quraisy, niscaya akan aku mutilasi 30 orang laki-laki dari mereka, tetapi setelah itu
Allah melarang mutilasi.” Jumlah korban terbunuh dari pihak kaum muslim
mencapai 70 orang, sedangkan dari pihak kaum musyrik mencapai 23 orang.
c. Perang Bani Nadhir
Bani Nadhir adalah kaum dari Yahudi yang bertetangga dengan Madinah.
Mereka suku kabilah Khazraj. Di antara mereka dan kaum Muslimin terdapat
perjanjian pertahanan, yaitu masing-masing pihak terikat dengan perjanjian untuk
saling melindungi. Akan tetapi, orang-orang Bani Nadhir tidak memenuhi perjanjian
ini karena terdorong oleh rasa dengki dan permusuhan yang telah mengakar di hati
mereka terhadap kaum Muslimin.9
Pada suatu ketika, saat Rasulullah Saw bersama dengan para sahabat berada
di dalam rumah orang-orang Bani Nadhir, tiba-tiba ada sekelompok Bani Nadhir
hendak berbuat jahat terhadap beliau. Mereka bermaksud hendak menjatuhkan batu
besar dari tempat yang tertinggi. Akan tetapi, Rasulullah Saw telah waspada dan
9
Syekh Muhammad Al Khudari Bek, Nurul Yaqiin (Fii Siirati Sayyidil Mursaliin). Bandung: Sinar Baru
Algensindo. 2016. hal. 190
mengetahui rencana busuk mereka itu. Lalu beliau pergi meninggalkan tempat
tersebut dan diikuti oleh para sahabatnya. Kemudian beliau mengirim Muhammad
Ibnu Maslamah untuk mengatakan kepada mereka, “Keluarlah kalian dari negeriku
ini. Kalian benar-benar telah bertekad untuk berkhianat.”
Bani Nadhir bersiap-siap pergi karena peringatan ini, namun Abdullah bin
Ubay, pimpinan kaum Munafik mengirim utusan kepada mereka untuk mencegah
mereka pergi, dan dia menyiapkan dua ribu pengikutnya untuk membela mereka.
Bani Nadhir pun tidak jadi meninggalkan kampungnya namun justru melindungi diri
mereka di dalam benteng. Mereka juga mengirim pesan kepada Rasulullah Saw,
“Kami tidak akan keluar dari rumah kami. Oleh karena itu, lakukanlah apa yang
tampak bagimu.”
Rasulullah Saw dan para sahabatnya mendatangi Bani Nadhir. Ali bin Abi
Thalib membawa panji Rasulullah Saw. Ketika Bani Nadhir melihat beliau dan para
sahabatnya, mereka melempari dengan anak panah dan batu. Sementara itu,
pertolongan yang dijanjikan Abdullah bin Ubay tak kunjung sampai kepada Bani
Nadhir. Beliau pun mengepung mereka, pada saat itu mereka berkata, “Kami akan
keluar dari negerimu.” beliau mensyaratkan kepada mereka tidak keluar membawa
pedang, mereka boleh keluar membawa harta sebanyak yang mampu unta bawa, dan
meminta agar darah mereka dilindungi sewaktu keluar.
Setelah mereka meninggalkan tempat tersebut, sebagian dari mereka ada yag
tinggal di Khaibar, termasuk pemimpin mereka yang bernama Hay ibnu Akhtab dan
Sallam ibnu Haqiq. Di antara mereka ada yang meneruskan perjalanannya ke
Adzri’at yang terletak di negeri Syam. Ada pula yang masuk Islam sebanyak dua
orang, yaitu Yamin ibnu ‘Amr dan Abu A’id ibnu Wahb.
d. Perang Ahzab
Perang Ahzab dinamakan juga perang Khandaq. Perang ini terjadi pada bulan
Syawal 5H. Faktor terjadinya perang ini adalah bahwa setelah Bani Nadhir diusir,
sejumlah pemimpin Bani Nadhir mendatangi Makkah untuk meminta pertolongan
kepada kaum Quraisy agar memerangi Rasulullah Saw. Kaum Quraisy pun
menyetujuinya. Maka, para pemimpin Yahudi Bani Nadhir pergi ke Gathafan, Bani
Fazzarah dan Bani Murrah juga menyetujuinya, lalu mereka berangkat ke Madinah.
Ketika Rasulullah mendengar kepergian mereka, dia meminta pendapat para
sahabatnya, Salman mengusulkan kepadanya untuk membuat parit (khandaq) di
sekeliling Madinah. Rasulullah Saw pun memerintahkan untuk membuat parit, beliau
juga turun langsung dalam pembuatan parit tersebut. Ketika pasukan Quraisy dan
pasukan dari Ahzab sampai, mereka memperhatikan parit tersebut karena bangsa
Arab tidak mengetahui parit semacam itu. Jumlah pasukan Quraisy dan sekutunya
sepuluh ribu, sedangkan jumlah kaum muslimin hanya tiga ribu.
Huyay bin Akhtab, salah seorang Yahudi yang menggerakan pasukan Quraisy
dan pasukan Ahzab melawan kaum muslim, menemui Ka’b bin Asad pimpinan Bani
Quraizhah. Huyay meminta Ka’b membatalkan perjanjian damai antara Bani
Quraidzhah dan kaum Muslimin. Peperangan dimulai dengan pasukan kavaleri
Quraisy menyerbu parit dari salah satu sisinya yang sempit, lalu pasukan Muslimin
pun bertempur dan berhasil membunuh mereka. Nu’aim bin Mas’ud bin Amir
kemudian menemui Rasulullah Saw, lalu dia mengabarkan keIslamannya kepada
beliau, sedangkan kaumnya tidak mengetahui, padahal ia teman Bani Quraidzhah
yang dipercaya oleh mereka.
Nu’aim berkata kepada Rasulullah Saw, “Perintahkanlah aku apa yang
Engkau inginkan” beliau berkata, “Engkau sekarang sudah menyatu dengan kami.
Gagalkanlah (mereka) untuk kami semampumu. Sebab, perang adalah tipu daya.”
Lantas Nu’aim menggunakan kecerdikannya hingga ia berhasil memisahkan kaum
Quraisy dan sekutu-sekutunya dengan Bani Quraidzhah. Allah mengirim angin yang
sangat kencang kepada pasukan Ahzab pada malam yang sangat dingin, sehingga
kuali-kuali tempat mereka masak terbalik semua dan tenda-tenda mereka tercerai-
berai. Hati pasukan Ahzab pun dirasuki rasa takut dan akhirnya meninggalkan tempat
mereka. Pada pagi harinya kaum muslimin tidak melihat seorang pun di sana.10
e. Perang Bani Quraizhah
Perang Bani Quraizhah terjadi pada 5H setelah perang Ahzab. Perang terjadi
setelah Rasulullah Saw mengetahui hati kaum Yahudi Bani Quraizhah keji, khianat,
dan berpihak pada kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya setelah mereka
mengumumkan kepada beliau bahwa mereka memutus perjanjian saat perang Ahzab,
sedangkan mereka tinggal bersama beliau di Madinah. Mereka juga berniat
melakukan keburukan yang dapat membinasakan kaum Muslimin seandainya Perang
Ahzab tidak berakhir seperti yang telah terjadi.
Rasulullah Saw akhirnya mengambil tindakan kepada para pengkhianat
tersebut. Beliau pun membersihkan Madinah yang merupakan tempatnya berjihad
dan berdakwah dari mereka sehingga mereka tidak diberi kesempatan lagi untuk
10
Musthafa As-Siba’I, Yang Tersembunyi dari Sirah Nabawi, (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2019), hal. 104-106
melanggar perjanjian dengan tetangga mereka, kaum Muslimin, dan membinasakan
kaum Muslimin. Maksudnya supaya tanah tempat tinggal Rasulullah bersih dari
kaum yang perjanjiannya tidak ada manfaatnya lagi dan kepercayaan sudah tidak
berguna.
Rasulullah memerintahkan agar tidak seorang pun shalat asar kecuali di Bani
Quraizhah. Beliau lantas pergi bersama sahabat, sedangkan yang membawa panjinya
adalah Ali bin Abi Thalib. Pada waktu itu yang berangkat adalah 3.000 kaum muslim
dengan 36 ekor kuda. Ketika Ali mendekati benteng Bani Quraizhah, dia mendengar
ucapan yang buruk dari mereka yang tidak layak bagi Rasulullah Saw dan istrinya,
lalu Ali memberitahukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Beliau pun memerintahkan
Ali untuk tidak mendekati orang-orang buruk tersebut.
Kaum Muslimin kemudian mengepung Bani Quraizhah selama dua puluh
lima malam. Ketika makanan Bani Quraizhah sudah menipis, akhirnya Bani
Quraizhah menyetujui keputusan Rasulullah Saw. Sa’d bin Mu’adz, pemimpin
kabilah Aus yang merupakan sekutu Bani Quraizhah lantas mengambil keputusan
terhadap mereka. Sa’d memutuskan hukuman mati bagi orang yang ikut berperang,
sementara kaum wanita dan anak-anak ditawan dan harta benda mereka dibagi-bagi.
Rasulullah pun menerima keputusan Sa’d tersebut. Dengan demikian, konspirasi,
tindak makar, dan pengkhianatan Yahudi terhadap Rasulullah Saw dan dakwahnya
sudah pasti gagal di Madinah.
f. Perang Hudaibiyah
Perang Hudaibiyah terjadi pada Dzulqa’dah 6H. Faktornya adalah Rasulullah
Saw bermimpi masuk ke Baitullah bersama para sahabatnya dalam keadaan aman
dengan rambut dicukur dan digunting. Setelah itu, beliau memerintahkan orang-orang
untuk mempersiapkan diri untuk umrah ke Makkah, tanpa ada keinginan memerangi
kaum Quraisy ataupun berperang. Lantas beliau bersama kaum Muhajirin dan Anshar
yang dipersatukan oleh kerinduan untuk melihat Baitullah pergi setelah enam tahun
dilarang mengunjunginya.
Rasulullah Saw menggiring unta dan hewan ternak untuk dipersembahkan ke
Baitul Haram sebagai pengagungan dan pemuliaan padanya. Orang yang ikut
bersama beliau berjumlah 1.500 orang. Sebelum itu Rasulullah mengangkat Ibnu
Ummi Maktum sebagai penggantinya di Madinah. Para sahabat pada waktu itu tidak
membawa senjata selain pedang yang tetap dalam sarungnya masing-masing karena
beliau tidak suka mereka membawa pedang terhunus sambil melaukan ibadah umrah.
Ketika Rasulullah Saw sampai di Hudaibiyah, beberapa orang dari Bani
Khuza’ah mendatanginya untuk menanyakan alasan kedatangannya. Rasulullah Saw
memberitahu mereka bahwa dirinya datang hanya untuk mengunjungi Baitullah dan
umrah, lalu mereka pergi dan berkata kepada kaum Quraisy, “Kalian cepat-cepat
mendatangi Muhammad, dia tidak datang untuk berperang, tetapi untuk mengunjungi
Baitullah ini.” Kaum Quraisy menjawab, “Tidak, demi Allah, dia tidak akan masuk
kesini dengan paksa dan kita tidak menjadi bahan pembicaraan orang-orang Arab.”
Rasulullah Saw kemudian mengutus Utsman bin Affan kepada penduduk
Makkah untuk menguatkan kepada mereka tujuan kedatangan beliau dan para
sahabat. Akan tetapi, Utsman terlambat kembali kepada beliau sehingga tersiar di
antara kaum Muslimin bahwa Utsman telah dibunuh. Pada saat itu, Rasulullah Saw
berkata, “Kami tidak akan meninggalkan tempat ini hingga kita memerangi kaum
Quraisy.”
Rasulullah Saw pun mengajak kaum Muslimin berbaiat untuk berjihad dan
mati syahid di jalan Allah. Maka, kaum Muslimin berbaiat kepada Rasul di bawah
pohon yang ada di sana untuk tidak melarikan diri; antara melakukan perdamaian
atau mati syahid. Ketika kaum Quraisy mengetahui perihal baiat, mereka takut.
Mereka pun melakukan perdamaian dengan Rasulullah Saw agar pada tahun ini
beliau pulang ke Madinah, pada tahun depan kembali untuk umrah, tinggal di
Makkah selama tiga hari, dan hanya boleh membawa senjata yaitu tombak dan
pedang tersarung.
Oleh karena itu, kaum Quraisy mengutus Suhail bin Amr untuk
menyelesaikan perdamaian ini, dan akhirnya perdamaian ini selesai sesuai dengan
yang diinginkan kaum Quraisy tadi dengan tambahan gencatan senjata selama
sepuluh tahun antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy. Barang siapa dari pengikut
Muhammad mendatangi Makkah, kaum Quraisy tidak mengembalikannya. Barang
siapa dari golongan Quraisy mendatangi Muhammad, maka harus dikembalikan
kepada mereka.
Rasulullah Saw pun memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk tahalul umrah,
namun mereka tidak melakukannya karena merasa pedih terhalangi masuk Makkah
karena syarat perdamaian menyusahkan mereka, maka beliau segera memulainya
sendiri. Setelah itu, terlihatlah manfaat syarat yang menyusahkan kaum muslim ini.
Rasulullah Saw rela pada syarat ini karena pandangannya jauh ke depan, keunggulan
akalnya, dan karena bantuan wahyu kepadanya dengan ketepatan dalam berpikir dan
bertindak.
g. Perang Khaibar
Perang Khaibar terjadi pada akhir Muharram 7H. Khaibar merupakan oase
yang luas yang dihuni orang-orang Yahudi. Khaibar terletak seratus mil di utara
Madinah kearah Syam. Faktor terjadinya perang Khaibar adalah setelah aman dari
pihak Quraisy dengan perjanjian damai Hudaibiyah, Rasulullah Saw memutuskan
untuk menyelesaikan problem kelompok Yahudi di sekitar Madinah setelah orang-
orang Yahudi bersih dari Kota Madinah. Orang-orang Yahudi di Khaibar mempunyai
benteng-benteng yang kuat. Di dalam benteng tersebut ada sekitar 10.000 pejuang
yang mahir menggunakan senjata dan perlengkapan perang.
Mereka suka melakukan kejahatan dan kemunafikan. Oleh karena itu,
problem mereka harus diselesaikan sebelum mereka menjadi sumber kekacauan.
Rasulullah Saw pun sepakat untuk menyerang mereka pada akhir Muharram dengan
membawa 100 prajurit dengan 200 pasukan kavaleri dan meminta bantuan kepada
orang yang mengikuti Perjanjian Hudaibiyah.
Ketika pasukan Muslimin sampai di Khaibar, Rasulullah Saw berhenti di
dekat benteng Nathat yang menjadi tempat prajurit Khaibar berkumpul. Hubab bin
Al-Mundzir kemudian melakukan perubahan karena dia mengetahui dengan sangat
baik penghuni benteng Nathat. Berdasarkan hal itu, beliau dan pasukan Muslimin
mengubah haluan ke tempat lain dan perang pun dimulai, pasukan Muslimin berhasil
menaklukan benteng demi benteng, kecuali dua benteng terakhir karena penduduknya
ingin berdamai dengan menjaga darah prajurit, membiarkan anak keturunan,
meninggalkan Khaibar, dengan anak-anak mereka, dan yang tersisa di mereka hanya
satu helai pakaian. Akhirmya, Rasulullah Saw menerima perdamaian mereka.
Setelah itu, pasukan Muslimin menemukan banyak senjata dan lembaran-
lembaran Taurat lalu orang-orang Yahudi memintanya, lantas Rasulullah Saw
memerintahkan untuk mengembalikan kepada mereka. Pihak Yahudi yang terbunuh
dalam peperangan ini berjumlah Sembilan puluh tiga orang, sedangkan yang mati
syahid dari pihak Muslim berjumlah lima belas orang.
h. Perang Mu’tah
Pada bulan Jumadilawal tahun ke 7 H Rasulullah Saw menyiapkan bala tentara
untuk mengadakan pembalasan terhadap orang-orang yang telah membunuh Al-
Harits ibnu ‘Umair al-Azadiy yang dikirimkan untuk menyampaikan suratnya kepada
penguasa Bashra. Pada saat itu jumlah tentara mereka tiga ribu orang. Beliau
mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin mereka.
Pasukan Muslimin melakukan perjalanan hingga sampai di Mu’tah, tempat
terbunuhnya sahabat Al-Harits ibnu ‘Umair. Di tempat itu, kaum Muslimin bertemu
dengan orang-orang Romawi yang telah mempersiapkan pasukannya dengan jumlah
yang sangat besar. Pasukan Muslimin pun bermusyawarah, mereka berpendapat
untuk meminta bantuan kepada Rasulullah Saw atau beliau memerintahkan hal lain
dan mereka melaksanakannya. Sementara itu, Abdullah bin Rawahah berkata, “Hai
kaum, demi Allah, sesungguhnya kalian tidak suka kepada tujuan kalian keluar.
Kalian keluar untuk mencari syahadah (mati syahid) dan kami tidak sekali-kali
berperang hanya karena kekuatan dan tidak pula karena besarnya jumlah. Akan
tetapi, kita memerangi mereka hanya karena agama ini, yang dengan itu Allah Swt
memuliakan. Oleh karena itu, marilah kita maju. Kita akan mendapatkan salah satu
dari dua kebaikan, menang atau mati syahid”.
Lalu mereka maju semua ke medan perang dan terjadilah pertempuran sengit
diantara kedua pasukan. Dalam pertempuran itu sahabat Zaid bin Haritsah gugur,
sebagai syuhada, lalu panji peperangan diambil oleh sahabat Ja’far ibnu Abu Thalib.
Sahabat Ja’far bin Abu Thalib terus berperang hingga gugur sebagai syuhada.
Kemudian panji peperangan beralih ke tangan ‘Abdullah ibnu Rawahah. Ia maju ke
dalam barisan musuh, tetapi ia agak dipukul dan gugur juga sebagai syuhada.
Pasukan Muslimin kemudian sepakat bahwa Khalid bin Walid menjadi pemimpin
pasukan. Peperangan ini merupakan pertama kali yang ia ikuti setelah masuk Islam.
Dia selalu menggunakan kecerdikan peperangannya sehingga dia berhasil
menyelamatkan pasukan Muslimin dari kehancuran dan bisa kembali ke Madinah.
Ini merupakan peperangan pertama pasukan muslim di luar Jazirah Arab
melawan Romawi. Peperangan ini dinamakan “ghazwah” meskipun Rasulullah tidak
mengikutinya karena banyaknya prajurit dalam perang tersebut, yaitu mencapai tiga
ribu prajurit. Rasulullah memberi gelar “saifullah” kepada Khalid bin Walid pada
perang ini.
i. Perang Hunain
Perang Hunain terjadi pada 10 Syawal 8 H, beberapa hari setelah peristiwa
Fathu Makkah. Faktor terjadinya perang Hunain adalah bahwa setelah Rasulullah
Saw menaklukan Makkah, para pemimpin Hawazin dan Tsaqif menduga bahwa
beliau akan menyerang mereka setelah urusan Makkah selesai, sehingga mereka
bermaksud menyerang beliau terlebih dahulu.
Pemimpin Hawazin mengangkat Malik bin Auf yang berumur 30 tahun
sebagai pemimpin mereka, lalu memerintahkan untuk mengirimkan harta, istri, anak,
dan hewan ternak mereka ke medan perang agar dapat meneguhkan dalam
peperangan. Jumlah pasukan Hawazin dan Tsaqif dalam peperangan ini antara 20.000
sampai 30.000 prajurit.
Rasulullah Saw kemudian mengumumkan keinginannya untuk memerangi
mereka. Beliau pergi bersama orang-orang Makkah dan para sahabat yang dari dulu
telah menemaninya dalam peperangan dan orang-orang yang baru masuk Islam.
Ketika Rasulullah Saw sampai di lembah Hunain, kabilah Hawazin dan
sekutu-sekutu mereka menyerang pasukan Muslimin pada waktu subuh. Pasukan
Muslimin pun menyerang balik mereka, lalu mereka cepat-cepat mundur. Kemudian
mereka mengumpulkan harta rampasan perang, namun ketika itu pasukan Musyrikin
tiba-tiba menyerang dengan panah, sehingga barisan pasukan muslim tercerai-berai.
Penduduk Makkah dan pasukan muslim pun lari ke tanah yang keras dan datar,
sedangkan Rasulullah Saw tetap di tempatnya seraya berkata, “Aku Nabi tidak akan
berdusta, aku putra Abdul Muthalib.”
Setelah kejadian itu, tersiar kabar terbunuhnya Rasulullah Saw di kalangan
kaum Muslimin. Banyak diantara mereka yang meletakkan senjata karena putus asa.
Namun, sekelompok kaum Muhajirin dan Anshar tetap berada di sekeliling beliau.
Abbas berseru kepada pasukan Muslimin, “Sesungguhnya Rasulullah Saw masih
hidup.” Seketika itu juga orang-orang yang telah melarikan diri kembali ke
Rasulullah Saw. Pasukan Muslimin pun makin banyak dan mereka mampu menang
di serangan berikutnya. Pasukan muslim mengejar pasukan Musyrik, lalu mereka
dibunuh dan ada juga yang ditawan.
Peperangan ini merupakan perang terakhir antara kaum Muslimin dan kaum
Musyrikin. Tidak lama setelah perang ini, bangsa Arab menghancurkan semua
berhala dan mereka memeluk Islam.
j. Perang Tabuk
Perang Tabuk dikenal juga sebagai Perang ‘Usrah. Perang Tabuk terjadi pada
9 H. Tabuk merupakan tempat di antara Wadi Al-Qura di Hijaz. Factor terjadinya
Perang Tabuk adalah bahwa Romawi mengumpulkan banyak pasukan di Syam yang
terdiri atas kabilah Lakm, Jadzam, Amilah, dan Ghassa. Mereka adalah orang
Nasrani Arab. Heraclius mengumpulkan mereka untuk menyerang Madinah dan
membinasakan negara yang muncul di Jazirah Arab. Hal itu dikarenakan bahwa
berita negara tersebut dan berita kemenangan-kemenangannya yang bersinar telah
membuat Heraclius gelisah dan takut.
Rasulullah Saw segera bermaksud untuk menyerangnya. Pada saat itu, kondisi
sangat sulit dan sangat panas, maka kaum Mukmin yang teguh keimanannya
menerima seruan itu. Beliau mengajak orang-orang kaya untuk menyediakan bekal
untuk pasukan Usrah. Abu Bakar membawa seluruh hartanya yang berjumlah 40.000
dirham, Umar membawa separuh hartanya, sedangkan Utsman menyedekahkan harta
yang banyak dan memberikan bekal kepada sepertiga pasukan.
Orang-orang Munafik yang tidak ikut berperang berjumlah 60 laki-laki.
Rasulullah Saw bersama 30.000 prajurit berangkat beserta pasukan kavaleri
berjumlah 10.000. ini merupakan pasukan terbesar yang pernah dilihat bangsa Arab.
Mereka akhirnya sampai di Tabuk, mereka tinggal di sana sekitar 10 malam. Perang
Tabuk merupakan perang terakhir yang Rasulullah Saw ikuti.
4. Pengaruh peperangan pada masa Nabi Muhammad Saw dalam perkembangan
agama Islam
Pengaruh kemenangan yang telah dilakukan kaum Muslimin, yaitu tidak ada lagi
penjajahan terhadap masyarakat, tidak ada lagi eksploitasi, dan penghinaan. Ini
adalah hasil untuk kemaslahatan kemanusiaan. Sementara itu, pengaruh kemenangan
perang kaum Muslimin dalam perkembangan agama Islam yaitu :
- Penyebaran keluhuran spiritual di dunia melalui ibadah dan jihad
- Penyebaran keadilan sosial diantara masyarakat semakin meluas
- Mewujudkan tolong-menolong demi kebaikan, dan kemajuan masyarakat
- Umat Islam menjadi saling tolong-menolong dalam memberantas kejelekkan,
kejahatan, dan perampasan
- Tidak ada lagi penganiayaan, penindasan, dan kesewenang-wenangan kaum Kafir
terhadap kaum Muslimin.
- Wilayah penyebaran agama Islam dan pemeluk agama Islam semakin bertambah.
Semua itu merupakan hasil kemenangan kaum Muslimin dalam peperangan
mereka melawan musuh. Penegakkan kedaulatan Islam akan berusaha keras
mewujudkan keluhuran spiritual, solidaritas sosial, kemajuan masyarakat melaluli
jalan kebaikan, dan pencegahan masyarakat melakukan kejahatan.
Selain itu, terdapat nilai atau pelajaran yang terkandung dalam peperangan yang
ada pada masa Nabi Muhammad Saw. seperti berikut ini:
1. Pasukan Islam dalam berbagai perang menggambarkan akidah yang murni, iman
yang menyala, senang mati syahid, dan suka pada pahala dan surga dari Allah
Swt.
2. Kuatnya keteguhan pasukan muslim untuk berperang dan bahagianya mereka
saat bertemu musuh dapat menambah keberaniannya pemimpin dalam
melaksanakan rencananya, dan menambah kepercayaannya untuk memperoleh
keberhasilan dan kemenangan, sebagaimana yang terjadi di perang Badar.
3. Seorang pemimpin tidak boleh memaksa pasukannya berperang jika mereka
tidak senang dan tidak bersemangat, seperti Rasulullah Saw. yang
bermusyawarah bersama sahabat-sahabatnya pada hari perang Badar sebelum
masuk ke medan perang.11

E. Kesimpulan
Pada masa Nabi Muhammad Saw terjadi beberapa peperangan. Latar belakang
perlawanan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin adalah semakin
parahnya perlakuan penganiayaan dan ancaman yang dilontarkan kaum Quraisy. Sehingga
Allah Swt menurunkan ayat yang mengizinkan mereka untuk berperang dalam rangka
membela diri. Tujuan peperangan pada masa Nabi Muhammad itu sendiri pada hakikatnya
berporos pada manusia dalam upaya membebaskan dan mengeluarkannya dari kelemahan
dan kezaliman dalam hidupnya. Selain itu juga peperangan juga bertujuan untuk
membebaskan kaum yang lemah dan terjebak dalam berbagai macam perlakuan tidak baik.
Hal itu merupakan perlindungan kemanusiaan dari kejahatan dan pertumpahan darah.
Sebab utama terjadinya perang adalah adanya serangan musuh terhadap wilayah Islam
secara praktis dan negara Islam diperbolehkan ikut serta dalam peperangan bersenjata
untuk melindungi yang hidup di negara lain. Secara umum, tujuan peperangan yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw antara lain:
1. Menyebarkan akidah islam
2. Bertahan melawan musuh
3. Berperang untuk mencegah kezaliman
Selain penjelasan di atas, ada beberapa tujuan peperangan pada masa Rasulullah Saw.
Antara lain yaitu:

11
Musthafa As-Siba’I, Yang Tersembunyi dari Sirah Nabawi, (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2019), hlm.
139
1. Untuk membela diri, keluarga, dan orang-orang yang lemah.
2. Untuk menegakkan keadilan.
3. Untuk menyampaikan agama Allah Swt.
4. Untuk mempertahankan wilayah.
5. Untuk mempertahankan dan menegakkan eksistensi dari agama Islam.
6. Untuk membebaskan manusia dari kehidupan “jahiliyah”.
Berikut adalah perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad antara lain:
A. Perang Badar
B. Perang Uhud
C. Perang Bani Nadhir
D. Perang Azhab
E. Perang Bani Quraizah
F. Perang Hubaidiyah
G. Perang Khaibar
H. Perang Mu’tah
I. Perang Hainan
J. Perang Tabuk
Pengaruh peperangan pada masa Nabi Muhammad Saw dalam perkembangan agama
Islam. Pengaruh kemenangan kaum Muslimin dalam peperangan, yaitu tidak ada lagi
penjajahan terhadap masyarakat, tidak ada lagi eksploitasi, dan tidak ada penghinaan. Ini
adalah hasil untuk kemaslahatan kemanusiaan. Sementara itu, untuk perkembangan
agama Islam yaitu:
- Penyebaran keluhuran spiritual di dunia melalui ibadah dan jihad
- Penyebaran keadilan sosial diantara masyarakat semakin meluas
- Mewujudkan tolong-menolong demi kebaikan, dan kemajuan masyarakat
- Umat Islam menjadi saling tolong-menolong dalam memberantas kejelekkan,
kejahatan, dan perampasan
- Tidak ada lagi penganiayaan, penindasan, dan kesewenang-wenangan kaum Kafir
terhadap kaum Muslimin.
- Wilayah penyebaran agama Islam dan pemeluk agama Islam semakin bertambah.

F. Kritik dan Saran


Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Penulis juga menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis nantikan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini. Kedepannya penulis akan terus memperbaiki makalah ini, tentunya dengan
menggunakan sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.

Daftar Pustaka
Husain Amr bin Ali bin Mani’, Al-Asalib Al-Mustambathoh min Ta’amul Rasulillah
Ma’a Zaujatihi wa Atsaruha At-Tarbiyah, Mekah: Universitas Ummul
Qura’,2003.
Hisyam Imam Ibnu, SIRAH NABAWIYYAH: Kitab Induk Sejarah Perjalanan Hidup
Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta: Pustaka Hati,2021.
https://terjemahkitab.com/terjemah-khulashoh-nurul-yaqin-juz-2/, diakses tanggal 13
November 2022 pukul 13.20.
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Asy-Syarhul Mumti’, jilid 1
Qutbh Muhammad Ali, 36 Perempuan mulia di sekitar Rasulullah Saw, Kairo: Darul
Dakwah,1995.
Rahman Syaikh Shafiyyur, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1997.
Rahman Syaikh Shafiyyur, Ar-Rahiqul Makhtum, Riyadh: Darus Salam,1414 H.
Shubani, Ar-Risalah, Jakarta: Pt. Lentera Basritama, 1996.

Anda mungkin juga menyukai