Anda di halaman 1dari 5

Generasi Izzah, Bukan Imma’ah

17 Desember 2014 jam 21:45


Serial Generasi Izzah (1)
Budi Ashari, Lc

Kita sangat sering mendengar keluhan orangtua atau pendidik,


“Tadinya dia baik, tapi sekarang jadi masalah karena terpengaruh
teman-temannya.”
“Gimana ya, dari kecil saya didik dengan Islami, kok besarnya jadi
bermasalah?”
“Dia ikut-ikutan tuh...”
“Sebenarnya dia baik, tapi kalau sudah kumpul sama teman
akrabnya, aduhhh....”

Sering ya, kita dengar keluhan seperti itu. Intinya satu: anak-anak
kita belum menancap kebaikannya. Masih sering goyah. Mudah
terbawa. Baik, rusak, baik, rusak, baik, rusak...begitu seterusnya....

Semoga tulisan ini menjadi inspirasi atau bahkan solusi.


Ada dua kata yang berlawanan di judul tulisan ini: Izzah vs Imma’ah.

Izzah didefinisikan secara bahasa maknanya berkisar pada:


kemenangan, kekuatan, berharganya sesuatu, tingginya posisi,
mampu mengalahkan. Sementara Imma’ah maknanya berkisar pada:
mengikuti setiap suara, pengikut buta tanpa punya pendapat .
Menurut Abul Ala Muhammad Abdurrahman Al Mubarokfuri ( Tuhfatul
Ahwadzi) tentang Imma’ah, “Yang dimaksud di sini adalah siapa
saja yang mengikuti apa saja yang digemari hawa nafsunya dan
yang sesuai dengan keinginannya.”

Jadi, Izzah adalah kemenangan dan Imma’ah adalah kekalahan.


Izzah adalah kemuliaan dan Imma’ah adalah kehinaan. Izzah adalah
harga diri yang tinggi dan Imma’ah adalah murah dan remehnya
harga diri.

Dan ibarat air dengan garam, Izzah adalah air dan Imma’ah adalah
garam. Izzah yang melarutkan dan meleburkan, sementara Imma’ah
yang dilarutkan dan terleburkan.

Memang hilangnya izzah menjadi masalah sendiri bagi kita. Efeknya


adalah generasi ini menjadi generasi imma’ah. Inilah tugas besar
hari ini. Karena bangsa yang kalah akan ikut bangsa yang menang
dalam segala hal.
Tentu hal ini berbeda sekali dengan zaman kebesaran Islam dahulu.
Zaman itu, tentu Islamlah yang membuat tren. Dari ilmu
pengetahuan, sistim, hingga gaya hidup. Orang-orang Eropa merasa
berperadaban tinggi kalau berpakaian seperti orang Arab
berpakaian. Dengan keadaan yang seperti itu, para orangtua hari itu
sangat sedikit kekhawatiran bahwa anak akan terpengaruh
peradaban Romawi atau Persia.

Sementara kita sekarang hidup di masa kekalahan muslimin. Yang


sudah pasti adalah peradaban tak ada di tangan kita. Sehingga
pemutarnya bukan kita. Pemain utamanya bukan kita. Dan bangsa
yang kalah ini akan mengikuti bangsa yang menang. Maka, sudah
pasti banyak orangtua khawatir anak-anaknya terpengaruh oleh
budaya Yahudi dan Nasrani.

Begitu pentingnya mengembalikan izzah tercermin dari salah satu


nama mulia Allah Al Aziz (Dialah yang perkasa, kuat, mengalahkan)
dan Al Mu’iz (Dialah yang memberikan izzah kepada hamba yang Dia
Kehendaki).

Izzah dan Imma’ah dalam Wahyu


Ada banyak ayat yang berbicara tentang izzah. Tetapi cukup kita
nukil tiga ayat berikut ini.
10:‫َمْن َكاَن ُيِريُد اْلِع َّزَة َفِلَّلِه اْلِع َّزُة َج ِم يًعا (فاطر‬
“Barangsiapa manghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) kemuliaan
itu semuanya milik Allah.” (Q.S. Fathir: 10)
‫َواَل َيْح ُز ْنَك َقْو ُلُه ْم ِإَّن اْلِع َّزَة ِلَّلِه َج ِم يًعا ُهَو الَّس ِم يُع اْلَعِليُم‬
“Dan janganlah engkau (Muhammad) sedih oleh perkataan mereka.
Sungguh, kekuasaan itu seluruhnya milik Allah. Dia Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. Yunus: 65)
‫اَّلِذ يَن َيَّت ِخُذ وَن اْلَكاِفِريَن َأْو ِلَياَء ِم ْن ُد وِن اْلُم ْؤِمِنيَن َأَيْب َت ُغ وَن ِع ْنَدُه ُم اْلِع َّزَة َف ِإَّن اْلِع َّزَة ِلَّلِه َج ِم يًعا‬
“(yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai
pemimpin dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Apakah
mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa
semua kekuatan itu milik Allah.” (Qs. An Nisa’: 139)

Gabungan dari tiga ayat ini menjelaskan dengan gamblang tentang


izzah.

1. Izzah semuanya –sekali lagi- semuanya, hanya milik Allah azza


wajalla. Tidak ada satupun di muka bumi ini yang memiliki
izzah kecuali Allah. Dengan demikian, kunci mendapatkan
izzah hanya satu yaitu dengan mendekat dan memintanya
kepada Allah. Mempelajari ilmu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Nya, memahaminya dan mengaplikasikannya. Di semua
bidang ilmu dan seluruh sisi kehidupan ini.
2. Allah menghibur Nabi Nya yang diserang dengan berbagai
perkataan musuh yang membuat beliau bersedih. Hiburan
untuk beliau adalah: Sesungguhnya izzah milik Allah
semuanya. Dan ini pula yang pasti dihadapi oleh siapapun yang
menjadi asing di tengah hiruk pikuk peradaban yang bukan
peradaban kita ini. Berbagai kalimat orang kafir yang
menyerang pasti membuat sedih kita. Tetapi ada yang
membuat kita lebih bersedih adalah: kalimat serangan yang
justru datang dari muslim yang tertipu oleh peradaban Yahudi
ini. Maka hiburlah diri. Seperti Allah menghibur Nabi Nya.
Cacian dan kalimat menyedihkan itu tak akan lama. Hanya
perlu bersabar beberapa tahun kemudian ia berlalu dan semua
bergumam: Sesungguhnya izzah hanya milik Allah semata!
3. Ayat yang ketiga merupakan kenyataan yang terasa lebih
nyata di zaman kita sekarang. Saat muslimin bukan pelaku
apalagi pemenang. Ditambah muslimin tidak percaya diri
dengan ilmu Allah dan Rasul Nya. Maka mereka akan merapat
kepada orang-orang kafir. Allah bertanya: (Apakah mereka
mencari izzah di sisi orang kafir itu?). Jawabannya: Ya, karena
mereka menduga bahwa izzah itu ada di tangan mereka,
karena ilmu pengetahuan dan peradaban di tangan orang-
orang kafir.

Tapi siapapun yang mencoba menjadikan orang kafir sebagai wali


dengan mengorbankan muslimin dan meninggalkan mereka, maka
pasti ia akan kecewa. Izzah tak kunjung ia dapatkan. Dan muslimin
yang bersamanya telah pergi meninggalkannya. Akhirnya, hidup
segan mati tak mau.
Jadi, jangan tinggalkan muslimin hanya karena menduga bahwa
kebesaran bersama orang-orang kafir dan konsep-konsep mereka.
Karena untuk kesekian kalinya: (Ketahuilah bahwa semua kekuatan
itu milik Allah).

Selanjutnya inilah sabda Nabi tentang Izzah dan Imma’ah,


‫ َوُج ِع َلْت ِلي اَألْرُض َمْس ِجًد ا‬،‫ ُنِص ْر ُت ِبالُّرْع ِب َم ِس يَرَة َش ْه ٍر‬:‫ُأْع ِط يُت َخ ْم ًس ا َلْم ُيْع َطُهَّن َأَح ٌد َقْب ِلي‬
،‫ َوُأِح َّلْت ِلي الَم َغ اِنُم َوَلْم َتِح َّل َأِلَح ٍد َقْب ِلي‬، ‫ َف َأُّيَم ا َرُج ٍل ِم ْن ُأَّم ِتي َأْدَر َكْتُه الَّصَالُة َفْلُيَص ِّل‬،‫َوَطُه وًر ا‬
‫ َوَك اَن الَّنِبُّي ُيْب َعُث ِإَلى َقْو ِمِه َخ اَّصًة َوُبِعْث ُت ِإَلى الَّن اِس َع اَّم ًة‬،‫َوُأْع ِط يُت الَّش َف اَع َة‬
“Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seseorang pun
sebelumku: Aku ditolong dengan (Allah mengirimkan) rasa takut
sejauh perjalan sebulan, dijadikan untukku bumi ini sebagai masjid
dan bersuci di mana pun seseorang dari umatku bertemu waktu
shalat maka shalatlah, dihalalkan untukku ghonimah dan tidak halal
bagi seorang pun sebelumku, aku diberi (hak memberi) syafaat dan
setiap nabi diutus khusus untuk kaumnya saja sementara aku diutus
untuk seluruh manusia.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Salah satu bentuk nyata muslimin yang memiliki izzah adalah


seperti dalam sabda Nabi di tersebut. Di mana beliau ditolong Allah
memenangkan jihad dengan cara Allah memasukkan rasa takut
kepada musuh sebulan sebelum pasukan muslimin sampai ke
mereka. Itu artinya, baru tersebar beritanya saja mereka telah
gentar. Sementara keberadaan musliminnya masih sangat jauh di
seberang sana. Izzah membuat sesuatu yang sepele menjadi
kebesaran. Apalagi kehadiran fisik muslimin di tempat itu.
Subhanallah.
Jadi, kalau sudah tumplek blek muslimin dengan jumlah fantastis
200 juta sama sekali tak menggentarkan musuh Allah, maka silakan
nilai sendiri kualitas izzahnya.

Hadits yang kedua adalah,


‫ ِإْن َأْح َس َن‬: ‫ َتُق وُل وَن‬، ‫ َال َتُكوُن وا ِإَّم َع ًة‬: ‫َرُس وُل ِهللا َص َّلى الَّل ُه َع َلْي ِه َوَس َّلَم‬ ‫ َق اَل‬: ‫َع ْن ُح َذ ْيَف َة َق اَل‬
‫ َوِإْن‬،‫ ِإْن َأْح َس َن الَّن اُس َأْن ُتْح ِس ُن وا‬، ‫ َوَلِكْن َوِّط ُن وا َأْنُفَس ُك ْم‬،‫َظَلُم وا َظَلْمَن ا‬ ‫ َوِإْن‬،‫الَّن اُس َأْح َس َّن ا‬
.‫َأَس اُء وا َفَال َتْظِلُم وا‬
Dari Hudzaifah berkata: Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda, “Janganlah kalian menjadi Imma’ah; kalian
berkata: jika orang-orang baik, kami pun ikut baik. Dan jika mereka
dzalim kami pun ikut dzalim. Tetapi siapkan diri kalian (untuk
menerima kebenaran dan kebaikan); Jika orang-orang baik, kalian
harus baik dan jika mereka rusak kalian jangan menjadi orang
dzalim.” (HR. Tirmidzi dan berkata: Ini hadits hasan ghorib)
Inilah definisi Imma’ah dari Nabi: ikut-ikutan. Baik ikut-ikutan baik
ataupun ikut-ikutan buruk. Ikut-ikutan baik saja tidak baik, apalagi
ikut-ikutan buruk. Mengapa ikutan baik tidak baik. Karena apapun
yang dilakukan tanpa ilmu tidak akan berkekuatan lama. Apalagi
komunitas yang tadinya baik berubah menjadi jahat, pasti ia akan
ikut jahat juga. Karena dahulu baiknya bukan karena ilmu tetapi
karena ikutan komunitas tersebut.

Di sinilah, keluarga muslim mempunyai tugas besar untuk


melahirkan generasi izzah bukan generasi imma’ah.Sekaligus kalau
diizinkan meminjam istilah sebagian ahli beladiri atau tentara: cara
terbaik bertahan adalah menyerang, kita pun akan katakan: cara
terbaik untuk tidak terpengaruh oleh lingkungan adalah
mempengaruhi lingkungan.
Itu artinya, anak-anak kita harus dijadikan bisa ‘menguasai’ teman-
temannya. Tetapi harus menguasai dengan bersandar kuat hanya
kepada Allah. Bukan kepada yang lainnya. Dan menjalankan sesuatu
dengan panduan ilmu Allah. Bukan ikut-ikutan.

Anda mungkin juga menyukai