Anda di halaman 1dari 21

ARTIKEL ISLAM, MAKALAH,

KHUTBAH JUMAT DAN


INFORMASI
Website ini berisi tentang makalah islam, artikel islam (islamic article), khutbah
Jumat, buku-buku, e-book (electronic book), informasi beasiswa, dan lain-lain

Kamis, 15 November 2007


Ceramah Peringatan Isra dan Mi'raj (1)

ISRA DAN MI’RAJ


(untuk ceramah di masyarakat)
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., M.A.

A. Mukaddimah (prolog)

ْ ‫ الحمد هلل الَّ ِذي َأ‬.‫ السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬.‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
‫س َرى‬
َ ‫س ِج ِد األ ْق‬
ْ‫صى الَّ ِذي بَا َر ْكنَا َح ْولَهُ لِنُ ِريَهُ ِمن‬ ْ ‫س ِج ِد ا ْل َح َر ِام ِإلَى ا ْل َم‬
ْ ‫بِ َع ْب ِد ِه لَ ْيال ِمنَ ا ْل َم‬
‫ الحمد هلل الملك الوهاب الجبار التواب‬.)1 :‫صي ُر (اإلسراء‬ ِ َ‫س ِمي ُع ا ْلب‬ َّ ‫آيَاتِنَا ِإنَّه ُه َو ال‬
‫ والصالة والسالم على من نظر الى جماله بال‬.‫الذى جعل الصالة مفتاحا لكل باب‬
‫ أشهد‬.‫ستر وال حجاب وعلى جميع اآلل واألصحاب وكل وارث لهم الى يوم المآب‬
‫ أما بعد‬.‫أن ال اله إال هللا وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ال نبى بعده‬.
Hadirin yang dimuliakan oleh Allah Swt…
Bapak-bapak, Ibu-ibu yang saya hormati.
Remaja-remaji yang saya cintai.
Ade-ade sekalian yang saya kasihi.
Dan rekan-rekan yang saya banggakan.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun pun berlalu. Tidak terasa
peringatan demi peringatan Isra miraj, sering kita laksanakan setiap tahun.
Walaupun peristiwa yang sangat bersejarah ini telah berulang kali kita peringati,
namun hal ini tidak pernah membosankan kita sebagai seorang mukmin. Karena
dengan adanya peringatan Isra mi’raj ini, sangat banyak manfaat yang akan kita
dapatkan, baik itu berupa pelajaran, hikmah bagi kita, maupun sebagai siraman
rohani dan pemantapan iman di dalam dada-dada kita.

Mengapa saya katakan sebagai siraman rohani dan pemantapan iman? Karena Isra
dan Mi’raj merupakan peristiwa maha ghaib yang menuntut umat manusia, bukan
hanya umat Islam, untuk mengimaninya.

Sebagaimana kita tau, Isra dan mi’raj merupakan fenomena ilahiyah (atau sebuah
kenyataan yang sengaja tuhan ciptakan) yang telah muncul sejak masa awal
kelahiran Islam itu sendiri, di tengah masyarakat yang memiliki gaya berpikir
sangat primitif dan sederhana, belum mampu menemukan discovery atau
penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sepeti zaman sekarang ini.
Sehingga sangat sulit bagi seseorang di zaman itu untuk percaya terhadap
peristiwa Isra dan mi’raj ini. Oleh karenanya, bukan sesuatu yang aneh, jika tidak
sedikit orang-orang yang telah memeluk Islam, akhirnya kembali menjadi kafir,
karena peristiwa yang mereka anggap tidak masuk akal ini.

Isra dan mi’raj adalah mu’jizat ilahiyah yang memang tidak mesti terjangkau oleh
akal manusia. Akal manusia sangatlah terbatas untuk bisa menelusuri eksistensi
Isra dan miraj itu sendiri, karena Isra dan miraj adalah termasuk urusan ghaib
yang tidak bisa dicapai oleh sesuatu yang bersifat inderawi (Al hawas). Dalam hal
inderawi ini akal hanya diperintahkan untuk meyakini dan tunduk kepada apa saja
yang difirmankan oleh Allah swt, dan disabdakan oleh nabi Muhammad saw.

Di sinilah kita bisa membuktikan kelemahan akal manusia. Dari mana kita coba
buktikan? Contoh..., kalau kita berandai untuk membawa akal kita kembali ke
zaman dahulu, ke zaman dimana belum ditemukan saintis, tekhnologi, dan
ilmu-ilmu pengetahuan modern seperti zaman sekarang ini. Di zaman kolot yang
kalo kata anak sekarang, “zaman kuda masih gigit besi”.

Kalau pada waktu itu ada orang yang bercerita tentang radio, televisi, komputer,
internet. Adanya listrik yang sekali sentuh bisa terang, sekali sentuh bisa gelap
dengan seketika. Pastilah ia dibilang tukang sihir. Kemudian bercerita pula
tentang seseorang yang mampu menjelajah angkasa raya, bahkan sampai
mendarat di bulan dan sebagainya. Maka dapat kita bayangkan apa yang akan
terjadi terhadap seseorang yang bercerita seperti ini. Tidak pelak lagi, dia pasti
akan dituduh sebagai seorang pengkhayal, seorang yang aneh, bahkan dianggap
gila. Hal-hal semacam ini, meskipun masih termasuk ke dalam ruang lingkup
alam dunia yang bersifat inderawi, tapi kita teramat yakin, pada saat itu akal
manusia tidak akan mampu menerimanya. Apalagi dengan hal-hal yang berbau
alam ghaib? Tentunya akal lebih sulit untuk menganalogikan dan menerimanya,
kecuali hanya dengan satu hal, “iman!”, bagi orang-orang yang hatinya bersih.

Hal inilah yang dialami oleh baginda Rasulullah Saw ketika menyampaikan
peristiwa ini, secara spontan orang-orang Qurays mengatakan bahwa beliau
adalah seorang pembohong, pengkhayal dan bahkan dituduh sebagai seorang yang
telah gila, Sehingga tidak sedikit orang-orang yang masih tipis imannya menjadi
murtad kembali dari agama Islam.

Pada zaman kita sekarang, tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, bila
seseorang mampu mendeteksi kondisi luar angkasa hanya melalui sebuah layar
komputer, yang sama sekali tidak mempunyai sambungan kabel ke luar angkasa
sana. Betapa banyak ilmu-ilmu baru yang masih akan ditemukan oleh manusia di
masa mendatang, yang mungkin pada saat ini masih kita anggap sebagai sesuatu
yang mustahil. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang mengatakan:

.‫ أو لم يكف بربك أنه علي كل شيء شهيد‬،‫سنزيهم آيتنا في اآلفاق وفي أنفسهم حتي يتبين لهم أنه الحق‬
)53 :‫(فصلت‬
"Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri. Sehingga jelas bagi mereka, bahwa
AI-Qur'an itu adalah benar. Apakah Tuhanmu tidak cukup bagi kamu bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu”. (QS. 41:53).

B. Beberapa Peristiwa Penting Menjelang Isra` dan Mi’raj


Sebagian ulama berpendapat, bahwa tujuan Isra dan mi'rai adalah merupakan
hiburan untuk mengangkat hati Rasulullah Saw yang sebelumnya telah
mengalami berbagai cobaan dan ujian dalam mengemban dakwah Islam.
Setidaknya ada tiga cobaan besar yang pernah dialami Rasulullah Saw sebelum
peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, yaitu: pengasingan sosial yang dilakukan kaum
Qurays terhadap Bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim, Wafatnya dua orang
yang sangat dicintai Rasulullah Saw dan yang selama itu senantiasa menjadi
penopang dakwah nabi, yaitu pamannya Abu Thalib dan Istrinya Khadijah binti
Khuwailid yang senantiasa setia mendampingi Rasulullah dalam pahit getirnya
mengemban risalah dakwah. Sehingga tahun terjadinya cobaan ini sering
diistilahkan dengan tahun kesedihan (Âm al Huzni), dan soal penolakan
masyarakat Thaif terhadap dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
Bukan hanya sekedar penolakan, bahkan lebih dari itu, dimana Rasulullah Saw
dilempari dengan batu sehingga mengakibatkan kaki beliau bersimbah darah.
Selanjutnya akan kita uraikan tiga cobaan itu secara lebih terperinci.

1. Pengasingan
Pada tahun ketujuh sejak kenabian Muhammad saw, seluruh kabilah musyrikin
Qurays berkumpul dan sepakat untuk memboikot Bani Abdul Muthalib dan Bani
Hasyim dari kegiatan sosial. Bentuk kesepakatan blokade ini adalah: larangan
berhubungan jual beli, dan berbicara dengan mereka. Menurut kesepakatan,
pengasingan ini hanya bisa dicabut apabila Bani Abdul Muthalib dan Bani
Hasyim menyerahkan Muhammad ke tangan mereka untuk dibunuh. Dokumen
kesepakatan pengasingan ini ditempelkan pada dinding dalam Ka'bah agar tidak
bisa dilihat dan dicabut oleh siapapun.

Dengan ini berarti Qurays telah mengumumkan mulai berlakunya resolusi


pengasingan sosial terhadap nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya, dan
yang telah memeluk ajaran Islam secara khusus, juga terhadap Bani Abdul
Muthallib dan Bani Hasyim secara umum walaupun belum masuk agama Islam.
Mereka dihimpun disebuah lembah kering yang jauh dari sumber makanan, yang
disebut sebagai lembah Abu Thalib. Pengasingan yang tidak berperikemanusiaan
ini berjalan selama tiga tahun lebih. Dalam jangka waktu sepanjang itu, Bani
Abdul Muthallib dan Bani Hasyim tidak diperkenankan menjual atau membeli
barang apapun di pasar. Sehingga rintihan kelaparan dan tangisan kehausan, selalu
terdengar dari kaum tertindas ini. Tidak sedikit diantara mereka yang mengikatkan
batu pada perut sekedar untuk menahan rasa lapar yang mereka derita, tidak
sedikit diantara mereka yang makan dedaunan untuk sekedar menyumpal perut
kosong. Sementara Abu Jahal dan para pengikutnya selalu awas dan waspada
terhadap siapa saja yang berani melanggar ketentuan resolusi yang telah
disepakati bersama ini. Abu Jahal tidak pernah merasa tersentuh mendengar
tangisan bayi dan rintihan orang tua yang sedang menderita kelaparan. Yang
terpenting bagi Abu Jahal hanyalah, bagaimana Bani Abdul Muthallib dan Bani
Hasyim bersedia menyerahkan nabi Muhammad untuk dibunuh atau mau berhenti
dari kegiatan dakwah yang diembannya.

Pada tahun kesepuluh dari kenabian, atas kebesaran Allah Swt, Rasulullah
bermimpi, bahwa dokumen kesepakatan yang terdapat di dalam ka'bah itu telah
terhapus dimakan rayap, kecuali sedikit tulisan nama Allah yang masih tersisa di
dokumen terlaknat itu. Mimpi ini beliau ceritakan kepada pamannya Abu Thalib,
Abu Thalib pun mempercayainya. Akhirnya Abu Thalib mendatangi kumpulan
kafir Qurays dan menceritakan apa yang telah ia dengar dari keponakannya.
Selanjutnya ia mengatakan: "Allahlah yang telah menghancurkan dokumen kalian
yang biadab dan terlaknat itu. Jika benar apa yang dikatakan oleh keponakanku,
maka kalian harus menghentikan pengucilan dan pengasingan yang tak
berperikemanusiaan ini, dan jika ia berbohong maka akan aku serahkan ia kepada
kalian untuk dibunuh".

Kafir Qurays menerima syarat yang diajukan oleh Abu Thatib itu dengan senang,
dan mereka merasa bahwa kemenangan segera akan mereka peroleh. Karena
mereka sangat yakin, bahwa apa yang dikatakan Muharnmad adalah tidak benar
dan mustahil terjadi, sebab dokumen yang dicap dengan tiga stempel itu selalu
berada dalam perut ka'bah dan belum pernah dilihat dan disentuh manusia.
Mereka bersama-sama pergi ke ka'bah untuk membuktikan siapa yang akan
menang. Sesampai mereka di sana, ternyata yang mereka temui sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. Akhirnya, dengan perasaan marah mereka
terpaksa menghapus kesepakatan pengasingan itu. Bani Abdul Muthalib dan Bani
Hasyim diperbolehkan kembali ke rumah mereka masing-masing dan bergaul
seperti sedia kala.

2. Tahun Kesedihan (‘Âm AI Huzni)


Belum lama Rasulullah merasakan kebebasan dari cobaan pedih berupa
pengasingan sosial, yang dilakukan oleh kafir Qurays, cobaan baru yang tak kalah
pedihnya pun menimpa. Yaitu wafatnya Abu Thalib, sang paman dan sekaligus
sebagai wali bagi baginda Rasul yang ditinggal ayahnya, Abdullah, semenjak
beliau berada dalam kandungan ibunya. Abu Thaliblah yang bertanggung jawab
atas keselamatan Rasulullah dan selalu melindungi dan menjaganya dari usaha
pembunuhan kafir Qurays. Selang beberapa hari setelah wafatnya Abu Thalib,
menyusul lagi cobaan yang sangat sulit ditanggung Rasululah, yaitu wafatnya
sang istri tercinta Khadijah binti Khuwailid. Maka komplitlah sudah kesedihan
yang dialami oleh Rasulullah. Beliau kehilangan penolong dakwah dengan
kematian Abu Thalib, dan kehilangan pendamping setia dengan kematian
Khadijah binti Khuwailid. Di masa hidupnya, Abu Thalib boleh dikatakan sebagai
perisai bagi keberhasilan dakwah Rasulullah. Beliau selalu tampil sebagai
pembela tatkala Rasulullah menghadapi ancaman pembunuhan dan penyiksaan
dari kafir Qurays. Sementara Khadijah selalu menjadi penyejuk hati dikala
gundah, dan menjadi penghibur dikala mendapat kesulitan.

Dengan kepergian Abu Thalib dan Khadijah, berarti Rasulullah telah ditimpa oleh
dua musibah besar, yaitu kehilangan penolong dan kehilangan orang sebagai
tempat bercerita dan berbagi duka. Pada masa inilah kesedihan yang dialami
Rasulullah sampai pada puncaknya. Sehingga tahun ini dikenal sebagai tahun
kesedihan (Âm al Huzni).

Memang sebuah kenyataan bahwa kematian Abu Thalib adalah musibah besar
dalam kehidupan Rasulullah, karena setelah kepergian beliau, kafir Qurays
semakin leluasa menyiksa dan merealisasikan usaha pembunuhan terhadap
baginda Rasul, yang tidak pernah bisa mereka lakukan ketika Abu Thalib masih
hidup.

Demikian juga halnya dengan kepergian Khadijah, merupakan musibah yang


besar dalam kehidupan dakwah Rasulullah saw. Perasaan sedih meliputi beliau,
tatkala berada di luar rumah tak didapati lagi Abu Thalib sebagai penjaga dari
kejahatan kafir Qurays, dan pulang kerumah hanya menemui sebuah kekosongan,
tidak ditemui lagi sang istri yang selalu mengucapkan kata sabar dan selalu
mendorong untuk tetap bersemangat malanjutkan perjuangan dakwah. Dimana
sekarang hati yang sangat besar itu? Yang bisa menjadi tempat mengadu tatkala
butuh pengaduan, yang bisa menyejukkan perasaan dikala kepanasan. Dimanakah
akal yang cerdas itu? Yang bisa memberikan solusi dalam berbagai kesulitan,
yang selalu membantu dalam menyelesaikan setiap problem yang dihadapi.
Dimana jiwa yang wilas asih itu? Yang selalu bersedia menanggung penderitaan
dan beban berat dalam memperjuangkan kebenaran. Dimana Khadijah sang istri
yang setia? Yang menyatakan iman tatkala orang-orang mengingkarinya, yang
membenarkan tatkala orang-orang mendustakannya. Dimana sang dermawan itu?
Yang menginfakkan hartanya untuk kepentingan agama Allah. Dimana suasana
kemesraan itu? Yang selalu diliputi rasa cinta dan kasih sayang, yang selalu
mendorong untuk tetap berjuang dengan tegar dan kekuatan. Semuanya telah
pergi, seiring dengan kepergian Khadijah menemui Tuhannya. Alangkah
mengharukannya, ketika Khadijah sakit ia melihat Rasulullah dalam keadaan
sedih, karena membayangkan bagaimana Khadijah yang dulunya hidup mewah
dan kaya raya, sekarang terbaring sakit dengan tidak memiliki apa-apa. Namun
apa yang terucap dari mulut wanita yang ikhlas ini? "Wahai Rasulullah, janganlah
engkau bersedih, kalaupun ada jalan yang terputus untuk keberhasilan dakwah ini,
dan tidak ada papan sebagai jembatannya, saya bersedia menyerahkan tubuh ini
sebagai penggantinya!". Siapakah kiranya yang tidak akan bersedih ditinggal
seorang istri mulia seperti ini? Rasulullah sebagai manusia biasa (Basyar), juga
tidak luput dari perasaan sedih bila ditimpa musibah yang amat besar seperti ini.

Penulis buku "Sîrah Nabawiyyah wa Atsar Muhammadiyyah" mengatakan:


"Setelah Abu Thalib meninggal, permusuhan kafir Qurays semakin menjadi-jadi
terhadap Rasulullah. Berbagai penyiksaan diarahkan kepadanya tanpa ada lagi
yang membela. Pada suatu hari Rasulullah pulang ke rumahnya dengan kepala
penuh dikotori tanah bekas Iemparan kafir Qurays, sehingga salah seorang
putrinya membersihkan kepala yang mulia itu sambil menangis. Rasulullah
berkata: "Wahai anakku, janganlah engkau menangis! Karena Allahlah yang akan
melindungi bapakmu ini". Sehingga akhirnya Rasulullah mengatakan: "Belum
pernah Kafir Qurays melakukan hal seperti ini kepadaku, hingga wafatnya Abu
Thalib".

3. Berdakwah ke Thaif
Dengan diliputi kesedihan yang tiada taranya di kota Mekah, Rasululah tidak
pernah merasa putus asa menyebarkan dakwahnya. Setelah lebih kurang sepuluh
tahun berdakwah di Mekah, namun tidak mendapat hasil positif dari kaumnya,
beliau berfikir untuk berdakwah di luar Mekah. Tempat yang terpikir oleh beliau
adalah daerah Thaif, daerah dimana sewaktu Rasulullah masih bayi pemah disusui
oleh Halimatus Sa'diyah. Beliau berharap kalau masyarakat Thaif mau menerima
dakwahnya, sehingga bisa menjadi basis bagi perjuangan dakwah untuk
masa-masa mendatang.

Namun antara apa yang dibayangkan dengan realita yang beliau temui ternyata
sangat bertolak belakang. Dengan rasa kebencian peminpin Thaif menolak
dakwah Rasulullah, seraya mengatakan: "Keluarlah engkau dari negeri kami ini,
cari tempat lain yang engkau sukai. Kami sangat takut akan terjadi kekacauan di
tengah masyarakat dan kerusakan terhadap agama mereka".

Sebagaimana masyarakat Thaif tidak ramah menyambut kedatangan Rasulullah,


begitu pula halnya Rasulullah keluar dari Thaif dengan pengusiran dan kekerasan.
Pemimpin Thaif mengerahkan masyarakatnya yang bodoh-bodoh beserta anak-
anaknya untuk mengusir Rasulullah dengan lemparan batu. Sehingga kedua kaki
Rasulullah penuh luka, berlumuran darah.
Rasulullah hanya mampu menadahkan tangannya kepada Allah ketika
meninggalkan Thaif, beliau adukan semua kelemahan dan ketidak berdayaannya
kepada yang Maha Perkasa. Pengaduan Rasulullah ini terabadikan dalam do'anya
yang sangat masyhur: "Ya..Allah, aku mengadukan kepada-Mu tentang
kelemahanku.., ketidak berdayaan yang aku miliki.., rendahnya aku di hadapan
manusia. Ya..Allah, Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.., Engkau
adalah Tuhan orang-orang yang tertindas.., dan Engkau adalah Tuhanku..kepada
siapa akan Engkau serahkan diriku ini? Apakah kepada orang jauh yang akan
memberengutku..? Ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan
Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli.., akan tetapi ampunan-Mu yang
Maha Luas sangat aku harapkan. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang
menerangi segala kegelapan, Yang dengan itu urusan dunia dan akhirat ini akan
menjadi baik, dari kemarahan-Mu kepadaku, dan dari kemurkaan-Mu yang akan
Engkau timpakan kepada diriku, serta dari seluruh cela yang aku miliki, sehingga
Engkau ridha kepadaku. Tidak ada kekuatan dan daya upaya kecuali hanya
milik-Mu, ya..Allah!'

Maka dari sekian banyak ujian dan cobaan yang dialami baginda Rasul di tahun
sepuluh kenabian ini, kemudian dinamakan sebagai tahun kepedihan dan
kesedihan. Namun Kondisi seperti ini terus berlanjut dengan perjuangan dan
pengorbanan Rasulullah yang tak mengenal putus asa. Sementara para musuh
Allah, terus saja melancarkan makarnya kepada Rasulullah Saw.

Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, semua peristiwa diatas terjadi
dengan kehendak-Nya. Dan perlindungan Allah Swt selalu menyertai Nabi
Muhammad. Karena itu, Allah memerintahkan agar Rasulullah bersabar, demi
memantapkan hati beliau terhadap kebenaran janji-janji Allah, seperti yang kita
temui dalam AI-Qur'an.

Alangkah mulianya seorang da'i yang telah mengorbankan dirinya untuk


kepentingan umat manusia, menahankan berbagai kepedihan dan penderitaan dari
sikaan musuh-musuh AIlah yang durjana. Sebagai seorang manusia, tentu saja
Rasulullah tidak luput dari rasa sedih dan duka bila menemui orang-orang yang
menolak dakwahnya, sementera beliau sangat ingin agar mereka mendapat
hidayah, dan berada dalam keimanan.

Maka telah tiba saatnya Rasulullah mendapatkan udara baru, untuk mengurangi
kesedihan yang tak terperikan ini, guna membangkitkan kembali kekuatan jiwa
dan semangat juang untuk menyebarkan agama Allah di muka bumi ini.

Maka menginjak tahun sebelas kenabian, suatu peristiwa besar terjadi, peristiwa
yang sempat menghebohkan kota Mekah, dan menjadi buah pembicaraan yang tak
putus-putusnya hingga sekarang. Yaitu perjalanan unik yang dilakukan oleh
seorang hamba di muka bumi pada malam hari, yang dilanjutkan dengan
perjalanan ke langit. Itulah peristiwa Isra' dan Mi'raj nabi besar Muhammad saw,
yang selalu diperingati oleh umat Islam setiap tahunnya di seantero dunia.
Perjalanan ini, Allah sendiri yang menentukan waktu, tempat, tujuan, dan
maksudnya. Hal ini temaktub dalam firman Allah dalam surat Al-Isra Ayat 1 yang
berbunyi:
‫سبحان الذي أسري بعبده ليال من المسجد الحرام الي المسجد األقصي الذي باركنا حوله لنريه من آياتنا إنه‬
)1 :‫ (اإلسراء‬.‫هو السميع البصير‬.
"Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha, yang Kami berkahi sekelilingnya.
Untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami.
Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS.
17: 1).

Waktunya adalah pada malam hari (Lailan). Tempatnya adalah dari Al Masjidil
Haram di Mekah ke Al Masjidil Aqsha di Palestina (Minal Masjidil Haram iIaI
MasjidiI Aqsha) untuk perjalanan di atas bumi, dan dari Al Masjidil Aqsha ke
Sidratul Muntaha untuk perjalan ke langit sampai ke al Mala` al A'la bertemu
dengan Allah Swt. Sementara tujuannya adalah untuk memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran Allah kepada nabi Muhammad serta keagungan
kekuasaan-Nya (Linuriyahu min aayaatinaa).

Dari sini jelaslah bagi kita rahasia dan hikmah yang terdapat pada peristiwa Isra'
dan Mi'raj ini, bukan hanya sekedar mujizat bagi Rasulullah, akan tetapi juga,
merupakan penghormatan kepada Rasulullah untuk sampai ke Al Mala` AI A'la
dan sebagai hiburan, serta pelajaran penempaan iman bagi beliau. Lebih dari itu
untuk Iebih menenangkan hati baginda Rasul serta lebih menambah keyakinannya
dengan bisa melihat langsung tanda-tanda kebesaran Allah, sesuai dengan firman
Allah yang mengatakan: "Linuriyahû min âyyâtinâ" (Agar Kami perlihatkan
kepadanya dari tanda-tanda kebesaran Kami) serta dalam firman-Nya dalam ayat
yang lain "Laqad ra`aa min aayyati rabbihil kubro" (Sungguh ia telah melihat
tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang amat besar).

4. Persiapan fisik dan mental Muhammad saw


Menjelang keberangkatan Rasul melakukan Isra' dan Mi'raj, beliau didatangi oleh
utusan Tuhan, yang membedah dada dan membersihkan hati beliau dengan air,
sebagai persiapan menghadapi perjalanan rabbaniyah yang amat aneh. Selanjutnya
hati yang bersih itu, dipenuhi dengan hikmah dan keimanan. Setelah itu barulah
Rasulullah diperjalankan ke Baitul Maqdis sampai ke Sidratul Muntaha menemui
Allah.

Sebagian pengkaji rasionalis, mengingkari eksistensi peristiwa pembedahan dada


Rasul ini. Padahal kalau kita perhatikan perkembangan ilmu pengetahuan di era
teknologi canggih sekarang, dimana seorang astronot harus dibekali dengan
oksigen atau bekal lain justru memperkuat peristiwa itu sendiri. Apalagi bagi kita
seorang muslim beriman terhadap hadits-hadits shahih Rasulullah Saw yang
berkenaan dengan peristiwa ini.

Kita melihat peristiwa ini, tidak lebih dari sebuah kehendak Allah yang ingin
memperjalankan hamba-Nya, dengan aturan-aturan Allah itu sendiri. Peristiwa ini
sendiri hanyalah salah satu mujizat dari sekian banyak mujizat yang diberikan
Allah kepada para nabi.

Isra' dan mi’raj adalah sebuah perjalanan dengan aturan Allah, yang juga menurut
sunnatullah tetap membutuhkan persiapan tertentu yang matang, baik dari segi
fisik maupun mental. Sedangkan seorang astronot pada zaman sekarang, untuk
pergi ke bulan saja membutuhkan berbagai persiapan dan latihan yang sangat
pelik, agar mampu menghadapi berbagai kondisi. Maka tidak heran jika
Rasulullah yang akan menempuh sebuah perjalan, yang diatur langsung menurut
skenario Tuhan, juga membutuhkan persiapan menurut aturan Tuhan pula, yang
barangkali sulit dicerna oleh sebagian akal manusia.
Menurut penelitian para ahli hadis, seluruh hadis Nabi yang berbicara tentang
pembedahan dada nabi ini dapat diterima, sesuai dengan syarat syahnya suatu
hadits. Kalaulah demikian halnya, dan mayoritas periwayat hadits sepakat
membenarkannya, maka gugurlah semua pernyataan orang-orang yang
mengingkari keberadaan peristiwa itu.

Menurut para ahli sejarah Islam, peristiwa pembedahan ini telah terjadi sebanyak
empat kali bagi Rasulullah saw, yaitu:
Pertama, ketika menginjak umur tiga tahun, yaitu sebulan setelah kembali dari
rumah Halimatus Sa'diyah, Ibu susuannya. Peristiwa ini terjadi dalam lingkungan
perumahan Bani Saad.

Kedua, ketika berumur sepuluh tahun, dan peristiwa ini terjadi di Makkah Al
Mukarramah.
Ketiga, ketika berumur empat puluh tahun, yaitu menjelang menerima wahyu
pertama kali, sebagai penobatan beliau menjadi utusan Allah.

Keempat, ketika berumur lima puluh tahun, yaitu pada malam Isra' dan
Mi'raj.
Seluruh peristiwa ini, bisa kita temui dalam hadits-hadits nabi yang shahih.
Mungkin saja sebagian orang bertanya, apa hikmah dari berulang kalinya
peristiwa pembedahan dada rasul ini? Secara ringkas, di sini dapat penulis
kemukakan pendapat ulama tentang itu:
Dari pembedahan pertama adalah, agar Rasulullah tumbuh sebagai manusia
sempurna, dan terbebas (ma'shum) dari godaan setan.

Dari peristiwa kedua adalah, untuk menambah kesucian hati nabi memasuki usia
dewasa yang lebih banyak menghadapi tantangan hawa nafsu.

Dari pembedahan ketiga, menjelang pertama kali menerima wahyu, hikmahnya


adalah bahwa yang akan diturunkan Allah kepadanya adalah Kalam suci, oleh
sebab itu hendaklah tempat bersemayamnya harus juga suci secara sempurna,
yaitu hati nabi.

Pada peristiwa keempat, yaitu ketika beliau akan berangkat Isra' dan Mi'raj.
Hikmahnya adalah agar beliau dalam menghadap dan bertemu Tuhan tidak
memiliki sedikit nodapun.
Demikianlah diantara hikmah pembedahan dada nabi, dan tentu saja tidak terbatas
pada hal-hal yang telah kita sebutkan itu saja.

C. Peristiwa Isra' dan Mi'raj


Peristiwa Isra' dan Mi'raj termasuk peristiwa sejarah yang sangat banyak
mendapat perhatian dan perbincangan para ilmuwan sosial. Diantara ahli sejarah,
ada yang sangat berlebihan dalam memandang kedudukan nabi Muhammad
berikut mu’jizatnya, ada pula sebaliknya, mengingkari sama sekali keberadaan
mujizat dalam perjalanan sejarah hidup seorang nabi.

Menurut Dr. Muhammad Said Ramadhan Al Buty, dalam bukunya "Fiqhus Sîrah
An Nabawiyyah". Bahwa adanya pandangan yang mengingkari mu’jizat Nabi
dalam peristiwa Isra' dan mi'raj ini, berasal dari para orientalis yang turut
mengkaji peristiwa Isra' dan Mi'raj tanpa terlebih dahulu didasari keimanan
terhadap hal-hal yang ghaib. Sehingga fenomena apapun dalam sejarah, selalu
mereka ukur dengan logika akal yang terbatas. Diantara para orientalis yang
memiliki pandangan seperti ini adalah Gustaf Lobon, Ougust Comte, Hume, Gold
Ziher dan banyak lagi yang lainnya. Sebagai sebab utama dari pandangan mereka
seperti ini adalah, karena tiadanya iman terhadap pencipta mujizat itu sendiri.
Karena jika iman kepada Allah telah tertanam di dalam jiwa seseorang, maka akan
mudah untuk mengimani segala sesuatu yang Iebih mudah dari pada itu.

Sayangnya, pemikiran seperti ini tidak hanya dimiliki oleh para orientalis kafir
saja. Akan tetapi telah diadopsi juga oleh sebagian pengkaji dari kalangan kaum
muslimin sendiri, yang terlalu silau dengan istilah metodologi ilmiyah –padahal
subjektif-- yang digembar-gemborkan Eropa. Sehingga akhirnya mereka
berpandangan bahwa yang melakukan Isra' dan Mi'raj itu hanyalah ruh nabi,
bukan fisiknya (jasadnya). Karena menurut mereka, mustahil tubuh nabi yang
material dan terbuka itu bisa menembus lapisan langit dalam waktu yang sangat
terbatas.

Namun pandangan seperti ini telah banyak dibantah ole para ulama Islam, bahwa
kata-kata ‘abdihi (hamba-Nya) dalam surat AI-Isra' ayat 1 itu adalah terdiri dari
unsur ruh dan tubuh. Karena dalam bahasa Arab, ruh saja tidak cukup untuk bisa
dikatakan sebagai hamba, begitu sebaliknya bahwa tubuh saja tidak bisa dikatakan
sebagai hamba. Yang dikatakan sebagai seorang hamba mesti terdiri dari
gabungan unsur ruh dan tubuh.
Selanjutnya di bawah ini kita masuk ke dalam pembahasan peristiwa Isra' dan
mi’raj menurut pandanga ulama Islam.

1. Mulai Perjalanan Isra (Dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha)


Sumber kisah-kisah tentang perjalanan yang penuh misteri itu adalah kata-kata
pada permulaan Surah Al-isra yang berbunyi:
‫سبحان الذي أسري بعبده ليال من المسجد الحرام الي المسجد األقصي الذي باركنا حوله لنريه من آياتنا إنه‬
)1 :‫ (اإلسراء‬.‫هو السميع البصير‬.

"Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba Nya dari Al Masjidil Haram
ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat".

Dalam kitab sirahnya, Ibnu Ishaq menggambarkan kisah Isra' dan mi'raj ini
sebagai berikut: Suatu malam Jibril membawa nabi naik ke atas punggung samawi
yang disebut Buraq; lalu Muhammad Saw mengadakan perjalanan bersama Jibril.
Dan dalam perjalanan malam ke Yerussalem, Rasulullah diperlihatkan dengan
berbagai keajaiban. Dan sesampainya di Masjidil Aqsha, Rasulullah bertemu
dengan nabi-nabi terdahulu, sekaligus mendapatkan penghormatan untuk
mengimami shalat bersama mereka.

AI Buroq, dalam bahasa Arab menurut sebagian pendapat berasal dari kata "Al
Barq" yang berarti kilat. Boleh ditafsirkan bahwa penggunaan nama ini dalam Al
Qur'an adalah untuk menunjukkan kecepatan yang tiada tara dari jenis kendaraan
ini.

Di dalam buku-buku hadis, Al buroq ini digambarkan sebagai kuda putih yang
sangat indah. Oleh sebab itu logika orang Arab pada zaman Rasulullah Saw tidak
dapat menerima peristiwa Isra dan mi'raj yang diceritakan oleh baginda Rasul ini.
Karena mereka mengetahui bahwa seseorang yang mengendarai kuda pulang
pergi dari Mekah ke PaIestina akan memakan waktu selama lebih kurang dua
bulan. Sementara Rasulullah mengatakan kepada mereka, bahwa beliau telah
pergi ke Masjidil Aqsha dan di lanjutkan lagi dengan perjalanan mi'raj ke langit
tinggi, hanya dalam waktu satu malam. Sehingga berita yang disampaikan oleh
rasul tercinta ini, menjadi bahan tertawaan dan cemoohan bagi orang-orang yang
mempunyai penyakit dalam hatinya, yaitu orang-orang kafir Qurays yang
mengingkari kebenaran ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw.

Lain dengan kita yang hidup pada era teknologi canggih sekarang ini, dimana para
ilmuwan telah mampu menemukan kecepatan sebuah teknologi yang melebihi
kecepatan cahaya dan suara, yang secara aksiomatis sudah pasti akan mengurangi
panjangnya masa dalam menempuh sebuah perjalanan, dan secara otomatis
manusia pada zaman sekarang dapat memahami bahwa sesuatu perjalanan sejauh
manapun bisa dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dari yang terjadi pada
masa-masa sebelumnya.

Seandainya saja orang-orang kafir yang menentang Rasulullah itu masih hidup
bersama kita sekarang ini, tentu saja mereka akan melihat kebenaran apa yang
disampaikan Rasulullah kepada mereka. Ternyata hal itu bukan merupakan
sesuatu yang mustahil dalam kehidupan kita sebagai manusia biasa di zaman ini,
apatah lagi kiranya bagi seorang rasul Allah yang dikehendaki sendiri oleh Allah
sebagai Sang Pencipta.

Dalam waktu yang sangat singkat, Rasulullah telah sampai di "Al Bait Al
Maqdis". Di sana beliau bertemu dengan para nabi terdahulu, dan mengimami
shalat. Sesungguhnya Isra' dan Mi'raj adalah perjalanan yang penuh dengan
keberkahan, antara Masjidil Haram yang dibangun ole Nabiyullah Ibrahim dan
anaknya Isma'il ‘Alaihimassalam di Mekah dan Masjidil Aqsha yang dibangun
oleh Nabiyullah Daud dan Sulaiman ‘AlaihimassalamI di Palestina. Kedua rumah
suci ini telah diberkahi oleh Allah swt. Demikian juga dengan apa yan terdapat
disekitarnya, demikian yang termaktub dalam firman Allah. Sehingga tempat ini
benar-benar menjadi pusat peribadatan dan pengesaan kepada Allah Swt, dan pada
kedua tempat suci inilah wahyu-wahyu Allah diturunkan kepada para rasul-Nya.

Dalam perjalanan menuju Masjidil Aqsha, Rasulullah Saw sempat singgah di


suatu bukit yang penuh berkah, dimana Nabi Musa As pernah menerima wahyu
langsung dari All swt, yaitu "Bukit Tursina", dan rasulullah shalat dua rakaat di
tempat itu. Disamping itu rasulullah juga mampir di tempat kelahiran nabi Isa As,
yaitu di sebuah bukit mubarakah yan disebut "Betlehem (“baitullhami”, bahasa
Arabnya)" dan beliau pun shalat dua rakaat. Akhirnya sampai di "Baitul Maqdis".
Di tempat suci inilah, beliau bertemu dengan nabi Ibrahim dan Musa di tengah
kumpulan para nabi dan rasul Allah yang lain. Di tempat ini juga Rasulullah Saw
shalat sebagai imam bagi para nabi. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim, disebutkan bahwa malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dengan
membawa dua gelas minuman, satu berisi anggur, dan satu lagi berisi susu.
Kemudian Rasulullah memilih gelas yang berisi susu. Jibril berkata: "Engkau
telah memilih Fithrah”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Selanjutnya barulah Rasulullah melanjutkan perjalanan ke langit, yang disebut


dengan "mi’raj'. Dalam peristiwa mi'raj inilah rasulullah melihat tanda-tanda
kebesaran Allah yang Maha Agung (min aayaati Rabbihil Kubra). Bersambung
ke bag. 2... (klik di sini)
ARTIKEL ISLAM, MAKALAH,
KHUTBAH JUMAT DAN
INFORMASI
Website ini berisi tentang makalah islam, artikel islam (islamic article), khutbah
Jumat, buku-buku, e-book (electronic book), informasi beasiswa, dan lain-lain

Kamis, 15 November 2007


Ceramah Peringatan Isra dan Mi'raj (ke-2)

2. Melanjutkan Perjalanan Mi'raj ( Dari Masjidil Haram ke Sidratul


Muntaha)

Firman Allah Swt yang berkenaan dengan peristiwa Mi'raj atau naik ke langit ini,
bisa kita temui dalam Surat An Najm Ayat: 7 - 18.
‫ ما كذب الفؤاد ما‬.‫ فأوحي الي عبده ما أوحي‬.‫ ثم دني فتدلي فكان قاب قوسين أو أدني‬.‫وهو باألفق األعلي‬
‫ إذ يغشي‬.‫ عندها جنة المأوي‬. ‫ ولقد رءاه نزلة أخري عند سدرة المنتهي‬.‫ أفتمارونه علي ما يري‬.‫رأي‬
‫ لقد رأي من آيات ربه الكبرى‬.‫ ما زاغ البصر وما طغي‬.‫السدرة ما يغشي‬.

"Sedang dia berada di ufuq yang tertinggi. Kemudian dia mendekat dan
bertambah lebih dekat lagi, maka jadilah Dia dekat (kepada Muhammad) sejarak
dua ujung busur atau lebih dekat lagi. Lalu Dia menyampaikan kepada
hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Dia wahyukan. Hati Muhammad tidak
mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah)
hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang
lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada Sorga tempat tinggal.
Muhammad melihat Jibril ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang
meliputinya. Penglihatan Muhammad tidak berpaling dari yang dilihatnya itu,
dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian
tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (QS. 53 : 7 - 18).

Kemudian ayat yang senada bisa pula kita temui dalam Surat At-Takwir ayat: 19 -
24.
‫ ولقد رآه باألفق‬.‫ وما صاحبكم بمجنون‬.‫ مطاع ثم أمين‬.‫ ذي قوة عند ذي العرش مكين‬.‫إنه لقول رسول كريم‬
‫ وما هو علي الغيب بضنين‬.‫المبين‬.
“Sesungguhnya Alqur'an itu benar-benar firman Allah, yang dibawa oleh utusan
mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan dan kedudukan tinggi di sisi Allah yang
mempunyai Arsy, yang ditaati di sana (di alam Malaikat) lagi dipercaya. Dan
temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan
sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia
(Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib".
(QS. 81: 19 - 24).
Secara terperinci, peristiwa besar ini dapat kita baca dalam hadis-hadis Rasulullah
dan buku-buku sirah kehidupannya beliau.

Ibnu Ishaq, dalam kitab Sirahnya menggambarkan peristiwa tersebut sebagai


berikut: "Abu Said meriwayatkan, bahwa ia telah mendengar Rasulullah Bekata:
“Setelah aku melakukan apa yang harus aku lakukan di Yerusalem, aku dibawa ke
sebuah tangga (mi'raj), dan aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih indah
daripada itu. Itulah yang menjadi pandangan orang-orang mati pada hari
kebangkitan. Sahabatku Jibril, membuatku dapat memanjat sampai kami
mencapai salah satu gerbang langit, yang disebut gerbang Garda. Di sana 1200
malaikat bertindak sebagai pengawal."

Di gerbang Garda ini, Isma'il As menanyakan nama Muhammad Saw, dan juga
menanyakan apakah dia benar-benar seorang Rasul. Setelah menerima suatu
jawaban yang memuaskan, ia mengizinkan Rasulullah untuk melewati
langit-langit. Di langit yang paling rendah beliau melihat nabi Adam As, di
hadapannya jiwa-jiwa manusia berjalan dalam barisan. Beliau pun diperlihatkan
penghukuman terhadap orang-orang berdosa, yang sesuai dengan watak kejahatan
mereka masing-masing. Mereka yang telah menyalahgunakan harta anak yatim,
harus menelan api, para lintah darat yang biasa mencekik kehidupan ekonomi
rakyat lemah, diperlihatkan sebagai tubuh bengkak dihalau oleh buaya-buaya ke
dalam api untuk selanjutnya diinjak-injak, dan banyak lagi model-model siksaan
yang lebih mengerikan disaksikan Rasulullah Saw. Rasulullah melanjutkan
perjalanan ke lapisan langit berikutnya, dan bertemu dengan sebagian nabi
sebelum beliau. Rasulullah melihat nabi Isa As di langit keempat, nabi Ibrahim As
di langit ketujuh, yaitu pada tingkat tertinggi yang memberikan isyarat kedudukan
yang istimewa dan sangat khusus dalam pandangan umat Islam. Baik posisi beliau
sebagai nenek moyang para nabi, maupun sebagai yang berjasa mendirikan
Ka'bah bersama putranya Isma'il, serta sebagai hero spiritual yang telah
menghancur-leburkan berhala-berhala. Sehingga di akhir perjalanan tersebut
Rasulullah diajak memasuki surga.

Dalam hadis riwayat Bukhari, pada peristiwa Isra' mi'raj inilah ibadah shalat
diwajibkan. Dimana pada awalnya Allah memerintahkan nabi untuk
menyampaikan kewajiban shalat lima puluh kali sehari semalam kepada umatnya.
Ketika beliau akan turun ke bumi, nabi Musa As memprotesnya dengan
mengatakan bahwa umatnya tidak akan dapat menunaikan shalat sebanyak itu,
dan supaya baginda Rasul kembali lagi untuk memohon kepada Allah agar jumlah
itu dikurangi. Setelah beberapa upaya yang diulang-ulang, Allah akhirnya
mengurangi jumlah itu menjadi lima. Ketika nabi Musa As mengatakan bahwa itu
pun masih terlalu banyak, Rasulullah menolak untuk meminta yang lebih ringan
lagi, sehingga jumlahnya tetap lima sebagai kewajiban bagi kaum muslimin sejak
saat itu hingga sekarang.

Menurut Baihaqi dalam bukunya "Dalâ`ilun Nubuwwah", ketika Rasulullah


kembali, tempat tidurnya masih hangat, dan tempayan air yang jatuh ketika beliau
dibawa pergi, sama sekali belum tumpah. Maka perjalanan ke langit itu,
merupakan sebuah perjalanan yang sangat spiritualistik dan ruhiyah, dimana
didalamnya orang dapat hidup dalam satu waktu selama bertahun-tahun, sebab
kondisi materi atau jasmani yang berhubungan dengan ruh selama pengalaman itu,
berada diluar rangkaian waktu yang merupakan ciptaan. Oleh sebab itu, para
teolog Islam telah berbeda pendapat tentang perjalanan baginda Rasul ke langit
itu, apakah secara jasmani atau ruhani saja. Menurut pendapat kaum Mu'tazilah
(Mu'tazilah adalah salah satu mazhab teologi Islam yang lebih cenderung
mendahulukan akal daripada nash), seluruh peristiwa itu hanya merupakan
penglihatan hati semata, dan perjalanan itu adalah perjalanan ruhani tanpa
jasmani. Namun pandangan ini telah banyak ditentang oleh para ulama terdahulu
yang shaleh (As salafus Shaleh), seperti At-Thobari seorang ahli tafsir terkenal
yang hidup pada awal abad ke-10 M. Beliau berpendapat bahwa perjalanan
Rasulullah itu benar-benar terjadi secara jasmani dan rohani, karena menurut
beliau Al-Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa "Allah telah memperjalankan
hamba-Nya pada malam hari" (Asraa bi 'abdihi lailan) dan bukan rûhan atau
nafsan yang berarti "jiwa hamba-Nya". Dan kenapa Rasulullah harus memerlukan
sebuah tunggangan seperti Buraq, kalau perjalanan itu semata-mata hanya
penglihatan hati dan spiritual?

Masalah kontroversial lainnya adalah, apakah Rasulullah telah benar-benar


melihat Allah Swt dengan kedua belah matanya, atau hanya dengan hatinya?
Masalah ini, sangat erat kaitannya dengan aliran pemikiran yang diterapkan dalam
menafsirkan surah ke 53 (An-Najm) ayat 13 - 17:
‫ ما زاغ البصر وما‬.‫ إذ يغشي السدرة ما يغشي‬.‫ عندها جنة المأوي‬. ‫ولقد رءاه نزلة أخري عند سدرة المنتهي‬
‫طغي‬.

"Sesungguhnya dia (muhammad) telah melihatnya pada waktu lain, yaitu di


Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. Ketika Sidratul Muntaha
diliputi oleh sesuatu. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari apa yang
dilihatnya, dan tidak pula melewatinya" (QS. 53: 13-17).

Surat ini menggambarkan dalam bagian pertamanya suatu penglihatan Nabi yang
"melihatnya di ufuk tertinggi". Kata ganti "nya” dalam ayat 13 Surat An Najm
tersebut dapat dirujukkan kepada Jibril, sebagai pembawa wahyu, dan dapat juga
ditafsirkan sebagai berkaitan dengan Allah. Memang demikianlah kenyataannya,
bahwa surat ini ditafsirkan sebagai gambaran dari peristiwa perjalanan Nabi ke
langit (mi'raj). Sebagian berkata: Dia (Muhammad) melihat Jibril di ufuk
tertinggi, sebagian lagi berkata bahwa dia melihat Allah dengan hatinya, sebagian
lagi berkata, bahwa dia melihat Allah dengan kedua belah matanya. Mengenai
siapa yang terbenar dari mereka, kita sependapat saja dengan Imam Qastallani
dalam kitabnya "Al-Mawâhib Al-Laduniyyah". Bahwa insya Allah semua mereka
berbicara benar, sebab mereka hanya mengatakan apa yang telah mereka dengar.
Dan perbedaan ini, boleh dikatakan sebagai perbedaan dalam penafsiran. Sedang
peristiwa Isra' dan Mi'raj itu sendiri, sama-sama diimani dengan penuh keyakinan
yang seragam.

Tidak seorang pun dapat membayangkan, betapa dekatnya Nabi dengan apa yang
dilihatnya "Qoba qowsaini aw adna" (sejarak dua ujung busur atau lebih dekat).
(QS. Al Najm: 9). Istilah ini diterangkan bukan berkenaan dengan panjangnya dua
ujung busur, tetapi merupakan isyarat yang menunjukan betapa dekatnya Nabi
saat menghadap Tuhannya. Dan seperti yang kita sebutkan pada awal kajian ini
bahwa peristiwa Isra' dan Mi'raj ini merupakan peristiwa yang penuh dengan iman
terhadap hal-hal yang ghaib, maka ayat ayat ini juga penuh dengan
ungkapan-ungkapan sekitar masalah yang ghaib ini. Dimana iman terhadap yang
ghaib merupakan aspek penting dalam aqidah Islamiyah.

Hal lain yang merupakan keunggulan Nabi Muhammad atas semua nabi-nabi lain,
yaitu dalam kedekatan yang sedekat-dekatnya ini. Dimana matanya tidak
menyimpang dan tidak berpaling sedikitpun ketika melihat Allah, "Ma zaaghal -
basharu wa ma thaghaa" (Penglihatannya tidak berpaling dari apa yang dilihatnya
itu, dan tidak pula melampauinya). (QS. An Najm: 17). Tidakkah Musa As lemah
lunglai ketika atribut-atribut ilahi nampak olehnya melalui gunung yang hancur
luluh? Dan beliau hanya dapat mendengar suara Tuhannya tanpa bisa melihat.
Sebagaimana termaktub dalam firman Allah Swt pada surat AI-A'raf ayat 143:
‫ قال لن تراني ولكن انظر الي الجبل فان استقر‬،‫ولما جاء موسي لميقاتنا وكلمه ربه قال رب أرني أنظر اليك‬
‫ فلما أفاق قال سبحانك تبت اليك وأنا‬،‫ فلما تجلي ربه للجبل جعله دكا وخر موسي صعقا‬،‫مكانه فسوف تراني‬
‫أول المؤمنين‬.

"Dan tatkala Musa datang untuk munajat kepada Kami pada waktu yang telah
Kami tentukan, dan Tuhannya telah berfirman langsung kepadanya. Musa
berkata: "Ya Tuhanku, nampakkanlah diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihat
Engkau. Allah berfirman: "Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku, tapi
lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya sebagai sedia kala, niscaya
kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan kekuasaan-Nya di
gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.
Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat
kepada-Mu dan aku orang yang pertama-tama beriman.” (QS. 7:143).

Sedangkan Nabi Muhammad Saw tanpa mengalihkan matanya, telah mengalami


melihat Allah "fa kaana Qaaba qawsaini aw adnaa" (Maka jadilah Dia dekat
kepada Muhammad sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi). (QS.
An-Najm: 9) Oleh karenanya, hal ini sangat dikuduskan oleh para penyair sufi
dengan hiperbola-hiperbola yang amat berani dan penggambaran yang amat
berlebilian. Barangkali gambaran yang amat ringkas tentang peristiwa ini
diberikan oleh Jamali Kanboh, seorang penyair Indo-Persia abad ke-15, yang
mengungkapkan misteri ini dalam bait syairnya yang terkenal:

“Musa pingsan kala Sifat-sifat Allah menjelma,


namun kau tersenyum kala melihat dzat-NYA.”

Suatu hal yang belum banyak kita singgung dalam peristiwa mi'raj ini adalah,
hadis-hadis yang menceritakan tentang kehidupan alam barzakh, baik yang
mendapat nikmat dan kebahagian, atau pun yang mendapatkan penyiksaan yang
amat pedih dan memilukan. Di sana Rasulullah menyaksikan bagaimana tingginya
derajat orang-orang yang taat dan mengamalkan perintah Allah Swt. Di samping
itu, Rasulullah pun melihat bagaimana terhinanya orang-orang yang sombong dan
enggan untuk melaksanakan perintah Allah, serta gemar melakukan hal-hal yang
tercela dan diharamkan Allah.

Di sana Rasulullah menyaksikan orang-orang yang memusuhi agama,


orang-orang kafir, zhalim dan munafik, orang-orang yang selalu mengatakan
kebenaran tapi tidak melakukan, orang-orang yang suka mencela, para penzina,
pemakan harta anak yatim, pemakan riba, pengkhianat, dan banyak lagi bentuk
kejahatan yang mendapat siksaan dari Allah atas kejahatan yang mereka lakukan.

Di sainping itu, Rasulullah pun menyaksikan sekelompok orang beriman dari


setiap masa mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan atas amal kebaikan yang
mereka lakukan di dunia. Dimana dalam suatu perjalanannya itu, Rasulullah
menemui bau yang sangat wangi. Kemudian beliau bertanya kepada Jibril, bau
apakah ini wahai Jibril? Jibril menjawab: “Ini adalah bau Masyithah (pengasuh
anak fir'aun) dan keluarganya.”

Barangkali ada orang yang akan bertanya, bagaimana mungkin seorang yang
hidup bisa melihat kehidupan orang-orang mati? Sebagai jawaban dari pertanyaan
ini, kita mengatakan, bahwa peristiwa Isra' dan mi'raj ini adalah sebuah rihlah
ilahiyah (perjalanan yang diatur Tuhan) yang khusus untuk nabi Muhammad saw.
Dimana tidak akan ada sulitnya bagi Allah Swt untuk merubah sebuah kondisi
yang bersifat materi kepada sebuah kondisi yang bersifat rohani atau sebaliknya.
Sebagaimana mudahnya perpindahan arwah orang mati dari satu kondisi ke
kondisi yang lain. Hanya orang yang mempunyai penyakit hatilah yang selalu
meragukan tentang kemahakuasaan Allah terhadap hal-hal yang mereka anggap
mustahil menurut akal mereka yang sangat terbatas.

3. Di Sidratul Muntaha (MelihatAllah)


Setelah menyaksikan berbagai macam peristiwa dalam perjalanan mi'raj ke langit
tersebut, akhirnya Rasulullah dan malaikat Jibril melampaui langit yang ketujuh
dan sampai ke suatu tempat yang bernama Sidratul Muntaha. Di sinilah
Rasulullah melihat ayat-ayat ilahiyah yang tidak bisa disifati. Dan di sini juga
Rasulullah melihat Jibril berubah bentuk secara tiba-tiba. Jibril muncul dalam
bentuknya yang asli sebagaimana diciptakan oleh Allah swt.

Di Sidratul Muntaha ini pula Jibril mengatakan kepada Rasulullah, Wahai


Rasulallah, Saya mohon ma'af, karena hanya sampai disini saja saya bisa naik
bersama anda. Jika saya naik lebih dari ini vvalaupun selangkah, maka niscaya
saya akan terbakar. Masing-masing dari kita mempunyai kekuatan, tempat dan
derajat tertentu. Maka dari itu, majulah engkau terus melanjutkan perjalanan
Mi'rajmu yang diberkahi ini. Majulah engkau terus dengan cahayamu yang mulia.
Rasulullah Saw terus maju, beliau hanya maju sendiri menemui Tuhan, yang
akhirnya hijab-hijab penutup seluruhnya menjadi tersingkap, dan hanya tinggal
satu hijab, di sinilah Rasulullah melihat apa yang belum pernah dilihat oleh mata,
dan belum pernah terbayang oleh hati manusia. Mata kasar Rasulullah tidak
mampu menahan kekuatan cahaya ilahiyah ini, akhirnya Allah membukakan mata
hati Rasulullah, untuk menyaksikan keindahan yang tiada berujung ini. Allah
mendekatkan Rasulullah ke 'Arsy-Nya, hinggalah menjadi "fa kaana qooba
qowsaini aw adnaa" Maka jadilah Dia dekat dengan Muhammad sejarak dua
ujung busur panah, atau Iebih dekat lagi). (QS. 53:9).

Ketika Rasulullah menyaksikan cahaya Tuhannya, beliau berucap: "Attahiyyaatu


lillaah was sholawaatut thayyibaat" (Segala puji bagi Allah dan penghormatan
yang setinggi-tingginya). Kemudian Allah pun membalas ucapan mulia ini:
"Assalaamu 'alaika ayyuhan Nabiy warahmatullahi wabarakaatuh" (Keselamatan
atasmu wahai Nabi, rahmat dan berkat Allah untukmu). Selanjutnya para Malaikat
pun berkata: "Assalaamu 'alaina wa 'ala 'ibaadillaahis shalihin" (Keselamatan atas
kita semua dan atas hamba-hamba Allah yang sholeh).

Rasulullah tak henti-hentinya memuji Allah dengan segala bentuk pujian dan do'a.
Tentang hal ini, Allah Swt berfirman:
‫ فأوحي الي عبده ما أوحي‬.‫ثم دني فتدلي فكان قاب قوسين أو أدني‬.

"Kemudian dia mendekat, Ialu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat
pada Muhammad sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Lalu Dia
menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Dia wahyukan”.
(QS: 53: 8 -10).

Tentang pertemuan Rasulullah dengan Tuhannya ini, Dr. Abdul Halim Mahmud,
dalam bukunya "Dalâilun Nubuwwah wa Mu jizâtir Rasur” mengatakan: "Oleh
karena Muhammad Saw merupakan Rasul yang paling sempurna, maka
sewajarnyalah ia menjadi rasul yang paling dekat kepada Allah Swt. Dimana
beliau telah menjelajahi bumi dan langit tertinggi, melampaui seluruh alam
materi, dan sampai ketempat yang tidak pernah tercapai oleh manusia manapun,
bahkan ke suatu tempat yang tidak bisa di capai oleh Jibril As sekalipun. Beliau
telah melihat tanda-tanda kebesaran Tuhannya yang Maha Besar. Adapun tentang
bagaimana hakekat kedekatan dan penglihatan Rasulullah terhadap Tuhannya ini,
tidak ada yang lebih tahu kecuali Allah dan Rasul-Nya.

4. Kembali ke Mekah
Setelah berakhirnya pertemuan antara dua kekasih ini, maka tibalah saatnya bagi
Rasul untuk kembali ke bumi. Dan sebagai penghormatan bagi Rasulullah Saw,
beliau turun ke bumi diiringi oleh para rasul Allah yang lain hingga sampai ke
Baitul Maqdis. Selanjutnya beliau kembali mengendarai Buroq untuk kembali ke
Mekah, dan suasana gelap malam masih meliputi bumi dikala beliau sampai di
Mekah. Namun, sedikit demi sedikit cahaya fajar pun mulai berkilau, yang
akhirnya mentari pagi pun mulai menyingsing di ufuk timur, pertanda suatu
kehidupan mulai bergerak di seluruh penjuru kota Mekah.

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Abbas, Rasulullah
mengatakan: "Tatkala malam telah berlalu, pagi pun menjelang, seolah Mekah
sangat terkejut menerima kenyataanku, dan aku pun tahu bahwa penduduknya
mendustakanku". Selanjutnya Rasulullah berkata: "Maka datanglah Abu Jahal,
dan ia duduk di sampingku, dengan mengajukan pertanyaan yang bernada
mengolok: “Apakah terjadi sesuatu?” Rasulullah mengatakan: "Ya". la berkata:
“Peristiwa apa itu?” "Allah telah memperjalankanku pada malam ini." “Kemana?”
kata Abu Jahal. "Ke Baitul Maqdis" jawab Rasulullah. "Kemudian engkau berada
diantara kami pada pagi ini?" kata Abu Jahal semakin mengolok. "Ya", jawab
Rasulullah. “Bagaimana pendapatmu bila aku kumpulkan penduduk Mekah,
kemudian engkau sampaikan apa yang telah engkau sampaikan kepadaku?' kata
Abu Jahal dengan perasaan mengejek. "Boleh" jawab Rasulullah dengan tenang.

Akhirnya Abu Jahal berkeliling di jalan-jalan kota Mekah, sambil berteriak


memanggil kawan-kawannya kaum Qurays dengan suara lantang: "Wahai seluruh
Kaum Qurays!” cepatlah berkumpul untuk mendengarkan sebuah berita aneh dari
Muhammad pada pagi hari ini." Kemudian ia mendatangi para sahabat Rasul yang
telah beriman Kepada beliau, sambil mengejek berkata kepada mereka: "Wahai
kalian yang beriman kepada Muhammad, yang membenarkan ucapannya,
dengarlah apa yang dikatakan oleh sahabat kalian Muhammad pada pagi hari ini.
Supaya kalian tahu, bahwa sahabat kalian itu telah dihinggapi penyakit linglung
dan gila!”

Seluruh penduduk Mekah akhirnya keluar dari rumah mereka, dan berkumpul di
sekitar Abu Jahal. Di antara mereka terdapat sahabat Rasulullah yang telah
beriman. Namun mayoritasnya adalah kaum musyrikin penyembah berhala, yang
ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi dibalik teriakan Abu Jahal ini. Seluruh
mata tertuju kepada Abu Jahal, bertanya-tanya. Kabar aneh apa kiranya yang akan
dikatakan.

Di tengah kerumunan orang ramai itu, Abu Jahal mulai berteriak kepada mereka:
"Berapa lama kira-kira perjalanan dari negeri kita ini ke Palestiana? Mereka
serentak menjawab: "Dua bulan!, satu bulan pergi dan satu bulan lagi untuk
perjalanan pulang." Abu Jahal berkata lagi: "Akan tetapi Muhammad telah
menyampaikan kabar yang sangat aneh, pada pagi ini ia memyampaikan
kepadaku, bahwa ia telah mengadakan perjalanan dari Mekah ini ke Baitul
Maqdis di Palestina tadi malam, dan kembali ke Mekah pada malam ini juga".
Mendengar hal itu, secara spontan bergemuruh suara-suara ejekan dari pengikut
Abu Jahal, diiringi nada penghinaan yang diselimuti rasa kebencian. Dan
tergambar dari wajah-wajah mereka, senyuman sinis terhadap para pengikut
Rasulullah yang telah menyatakan iman, seraya mengatakan: "Bagaimana
pendapat kalian tantang apa yang telah disampikan oleh sahabat kalian itu?" Tidak
ada yang bisa diperbuat oleh para sahabat Rasul, kecuali terpaku diam, dan pergi
menemui Rasulullah untuk meminta keterangan yang sebenarnya.

Buku-buku sirah nabawiyah (perjalanan hidup Nabi) mengatakan, bahwa pada


hari terjadinya peristiwa ini, ada beberapa orang yang telah menyatakan Islam,
akan tetapi masih memiliki iman yang lemah, menjadi murtad dari agama Islam,
dan kembali menganut agama berhala. Secara ramai-ramai penduduk Mekah
segera menemui Abu Bakar Ra dan mengatakan kepadanya: "Wahai Abu Bakar,
bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah disampaikan oleh sahabatmu
Muhammad? la mengatakan bahwa tadi malam ia pergi ke Baitul Maqdis dan
shalat di sana dua rakaat, kemudian kembali ke Mekah ini pada malam yang
sama?" Abu Bakar menjawab: "Sungguh kalian membuat kebohongan atas
Muhammad! Mereka mengatakan: "Tidak, hal ini benar-benar telah
disampaikannya di hadapan orang ramai". Abu Bakar kembali menjawab: "Demi
Allah! Jika sesungguhnya hal ini memang Muhammad yang mengatakan, maka
hal itu adalah benar. Dan Demi Allah! Sesungguhnya dia telah menyampaikan
kepadaku, bahwa dia telah menerima wahyu dari langit baik siang maupun
malam, lantas aku mempercayainya. Apalagi hanya sekedar berita yang kalian
bawa ini!”

Abu Bakar Ra bersama orang ramai tersebut, pergi ke tempat Rasulullah berada.
Beliau bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, orang-orang ini telah
menceritakan kepadaku bahwa engkau telah mengunjungi Baitul Maqdis pada
malam ini". "Benar!", jawab Rasulullah.

Sebagian orang musyrik yang telah berulang kali pergi ke Baitul Maqdis untuk
berdagang, ingin menguji kebenaran ucapan Rasulullah Saw, lantas mereka
mengatakan: "Jika engkau benar-benar telah melihat Baitul Maqdis itu kemarin,
coba gambarkan kepada kami bentuknya? Karena kami adalah orang yang paling
tahu tentang hal itu. Agar Rasulullah bisa menggambarkan bentuk Baitul maqdis
itu secara rinci, Allah Swt meletakkan gambaran Baitul Maqdis itu di hadapan
mata Rasulullah secara jelas, dan gambaran ini hanya dilihat oleh Rasulullah
sendiri.

1). Pelajaran Penting Dari Isra Mi'raj


Diantara hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa Isra dan mi'raj
ini, sebagaimana disebutkan oleh Dr. Said Ramadhan Al Buty adalah:

1. Kedudukan Isra dan Mi'raj:


Rasulullah telah merasakan berbagai cobaan dan penyiksaan dari kafir Qurays
selama berdakwah di Mekah, dan penyiksaan terakhir yang dirasakan oleh
Rasulullah adalah ketika beliau berdakwah ke Thaif, dimana para penduduknya
melempari baginda Rasul yang mulia dengan batu, sehingga kedua kaki beliau
berlumuran darah. Dengan berbagai penyiksaan ini, Rasulullah tidak pernah
berputus asa dari perjuangan dakwah, dan tidak pernah menyesali sikap manusia
yang menolak dakwahnya. Hanya ada satu hal yang ditakuti Rasulullah di dalarn
kehidupannya, yaitu kemurkaan Allah. Hal. ini tergambar dari do'a yang beliau
baca ketika itu "In lam yakun bika ghadhabun 'alayya fala ubaly" (Asalkan
Engkau tidak murka kepadaku ya Allah, aku tidak perduli dengan berbagai
penyiksaan ini).

Maka peristiwa Isra dan Mi'raj yang dialami Rasulullah, merupakan sebuah
penghargaan dan kemuliaan tertinggi yang diberikan Allah kepada beliau.
Disamping juga untuk memperbaharui tekad dan semangat beliau di dalam
mengemban risalah dakwah. Dan hal ini merupakan dalil, bahwa berbagai
musibah menyedihkan yang dialami Rasulullah selama ini, bukanlah karena
kemurkaan dan kemarahan Allah kepada beliau. Akan tetapi merupakan
sunnatullah dan sunnah dakwah sepanjang zaman.

2. Makna yang terkandung dari Isra ke Baitul Maqdis


Waktu Isra Nabi ke Baitul Maqdis yang bersamaan dengan mi'raj beliau ke langit
merupakan pertanda akan kesucian dan keagungan Baitul Maqdis di sisi Allah
swt. Selain itu juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara risalah yang
dibawa oleh Nabi Isa As dan risalah Nabi kita, Muhammad saw.

Perjalanan tersebut juga mengisyaratkan akan kewajiban yang diemban oleh


setiap muslim kapan pun juga, untuk memelihara kesucian tanah Isra dan
menjaganya dari para intaian musuh yang ingin merampasnya dari tangan ummat
Islam dengan tanpa ada rasa rendah diri dalam memperjuangkannya.

Siapa sangka jika kelak dengan Isra mi'raj ini Shalahuddin al Ayyubi berjuang
dengan pasukannya untuk membebaskan Al Quds dari tangan Pasukan Salib, dan
membentengi tanah suci ini dari serangan balasan mereka.

3. Hikmah Rasulullah memilih susu, bukan angggur


Rasulullah memilih susu, ketika Jibril memberikan alternatif antara susu dengan
anggur. Hal ini menunjukkan bahwa Islam itu adalah agama fitrah. Yaitu agama
yang menetapkan kesesuaian antara akidah dan hukum-hukumnya dengan fitrah
asli manusia itu sendiri. Maka tidak akan didapati dalam agama Islam, hal-hal
yang bertentangan dengan fitrah manusia. Andaikan saja fitrah itu merupakan
materi yang mempunyai ukuran panjang dan Iebar, maka agama Islam merupakan
pakaian yang sesuai dengan fitrah itu. Inilah barangkali rahasianya mengapa Islam
itu bisa menyebar luas dengan cepat dipermukaan bumi ini. Sebab, betapa pun
tinggi peradaban dan kemajuan manusia dalam bidang materi, ia akan selalu
merasakan adanya suatu kekurangan dalam dirinya. Dan Islamlah satu-satunya
yang mampu menjawab dan mengisi kekurangan yang dirasakan oleh umat
manusia itu, dari golongan manapun ia berada.

4. Isra dan Mi'raj berlangsung dengan ruh dan jasad


Dalam hal ini mayoritas (Jumhur) ulama sepakat, baik ulama para pendahulu
(salaf) maupun dari periode berikutnya (khalaf), bahwa Isra dan Mi'raj telah
terjadi dengan jasad dan ruh Nabi Muhammad saw. Adapun pendapat yang
mengatakan bahwa Rasulullah pergi Isra dan Mi'raj hanya dengan ruhnya semata,
adalah datang dari para orieritalis barat yang diadopsi oleh sebagian pengkaji
Muslim yang silau dengan metode pemikiran barat, atau mereka yang
mendahulukan rasio daripada teks wahyu dan Hadist.

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan: “Mayoritas ulama salaf dan
khalaf, baik ahli fiqih, ahli hadis, ahli kalam, ahli tafsir maupun Iainnya, sepakat
bahwa perjalanan Isra dan Mi'raj yang dilakukan oleh Rasulullah saw adalah
dengan ruh dan jasadnya sekaligus. Karena kalau diteliti ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadist nabi tentang hal ini hanya menunjukkan pengertian yang demikian, dan
tidak bisa ditakwil dengan arti lain. Adapun dalil nyata untuk itu adalah bahwa
orang-orang musyrikin Mekah sangat terkejut mendengar peristiwa ini, dan
langsung mengingkari peristiwa itu. Kalau saja mereka mendengar dari
Muhammad bahwa Isra-mi'raj itu hanya sekedar perjalanan ruh saja dan hanya
dalam mimpi umpamanya, maka tidak akan sebesar itu reaksi dan keterkejutan
mereka yang penuh pengingkaran terhadap peristiwa ini. Karena kalau hanya
terjadi dalam mimpi tentunya boleh-boleh saja terjadi, bahkan tidak menutup
kemunkinan untuk terjadi terhadap orang kafir sekalipun. Dan juga kalau halnya
begitu, niscaya mereka tidak akan menanyakan kepada rasulullah tentang bentuk
Baitul Maqdis dengan maksud penentangan yang menjatuhkan, atau menguji
tentang suatu kebenaran.

5. Kehidupan para nabi dan syuhada setelah mati


Dari peristiwa Isra dan Mi'raj ini, dapat kita lihat banyak sekali hadis-hadis yang
menunjukkan bahwa para nabi terdahulu masih hidup di alam lain. Dimana
Rasulullah bertemu dengan nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan yang lainnya.

Hal ini bukan hanya dialami para nabi saja, akan tetapi juga para syuhada, yaitu
orang yang mati dalam memperjuangkan syiar agama Allah (fi sabilillah). Seperti
dinyatakan oleh firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah ayat: 154:
)154 :‫وال تقولوا لمن يقتل في سبيل هللا أموات بل أحياء ولكن ال تشعون (البقرة‬.
"Dan janganlah kamu mengatakan tentang orang-orang yang gugur di jalan
Allah --bahwa mereka-- itu mati; mereka adalah benar-benar hidup, tetapi kamu
tidak merasakannya”. (QS. 2: 154).

Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:


"Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat Allah, yaitu: para nabi,
orang-orang yang benar, para syuhada dan orang-orang shaleh. Mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya”.

E. Penutup
Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita, untuk
menyimak kembali peristiwa besar yang pernah terjadi dalam perjalanan hidup
Nabi Muhammad Saw. Dimana dengan peristiwa Isra dan Mi'raj inilah,
diantaranya Allah Swt memperlihatkan mana orang yang benar-benar beriman,
dan mana pula yang hanya sekedar mengaku beriman, dan menjadi kafir setelah
mendapat ujian dari Allah. Dalam peristiwa ini pula, shalat fardhu lima waktu
sehari semalam yang senantiasa kita laksanakan diwajibkan oleh Allah swt. Serta
masih banyak lagi berbagai hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari
peristiwa Isra dan Mi'raj yang sangat bersejarah ini.

Demikianlah ceramah singkat tentang Isra dan Mi’raj kali ini, semoga ada
manfaat dan faidahnya bagi kita bersama. Saya akhiri dengan “wal ‘afwu minkum,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Wallahu a'lam... Ceramah
sebelumnya (bag ke-1) klik disini
Hikmah Hikmah Isra Miraj
Isra Miraj adalah peristiwa luar biasa yang diceritakan oleh Allah dalam Al
Quran. Coba simak baik-baik ayat ini:

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya (Nabi Muhammad


SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(QS. Al-Isra’ : 1).

Inilah ayat yang sering dibaca ketika seseorang memberi ceramah tentang Isra
Miraj. Padahal, ayat di atas semestinya hanya bercerita tentang isra-nya saja. Isra
adalah perjalanan malam dari Masjid Haram ke Masjid Aqsa. Lantas, ayat mana
yang berbicara tentang miraj? Tahukah anda?

Ini dia… di surat Najm 13-18:


Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekatnya
(Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. Ketika Sidratul Muntaha diliputi
oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat  sebagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

Hikmah Hikmah Isra Miraj

Beberapa hikmah peristiwa isra miraj Nabi Muhammad SAW yang patut kita
petik adalah:

 Motivasi agar senantiasa kita menjadi orang bersih, hingga dapat “naik ke
langit”. Sebelum naik ke langit, Rasulullah dibersihkan terlebih dahulu.
 Termotivasi melakukan shalat malam, karena itu merupakan “perjalanan
malam” untuk meninggikan derajat kita. “Dan pada sebahagian malam
shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-
mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” (Al Isra
79)
 Sering melakukan perjalanan dari masjid ke masjid, bukan dari mall ke
mall. Selain untuk lebih mencintai shalat di masjid, juga untuk menambah
perbendaharaan ilmu dan menjalin silaturahim. Sebab, setiap masjid
biasanya memiliki acara kajian Islam dengan nara sumber yang berbeda-
beda.
 Sebagai ujian keimanan khususnya bagi kaum muslimin ketika itu, juga
saat ini
 Menambah pemahaman bahwa Allah Maha Kuasa. Allah t elah
menunjukkan kuasanya untuk memperjalankan jarak yang begitu amat
jauh dalam waktu yang sangat singkat.
 Menambah pengetahuan tentang 7 lapis langit, dan perbendaharaan langit
lainnya
 Menambah keyakinan akan kebesaran Allah SWT.
 Menambah keyakinan bahwa Muhammad adalah utusan dan kekasih Allah
 Menambah keyakinan bahwa Allah Maha Meliputi segala sesuatu
 Agar lebih menghargai shalat lima waktu, karena perintah ini langsung
dijemput oleh Rasul sampai langit ke tujuh

Kata kunci: Hikmah peringatan isra miraj nabi Muhammad SAW, ceramah isra
miraj dan isra miraj

Anda mungkin juga menyukai