Anda di halaman 1dari 13

Nama

: Eva Dwi Lukmana

No. Abs : 03
Kelas

: XI_AK 2

KHUTBAH ISRA MIRAJ


Hadirin yang dimuliakan oleh Allah Swt
Bapak-bapak, Ibu-ibu yang saya hormati.
Remaja-remaji yang saya cintai.
Ade-ade sekalian yang saya kasihi.
Dan rekan-rekan yang saya banggakan.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun pun berlalu. Tidak terasa
peringatan demi peringatan Isra miraj, sering kita laksanakan setiap tahun.
Walaupun peristiwa yang sangat bersejarah ini telah berulang kali kita
peringati, namun hal ini tidak pernah membosankan kita sebagai seorang
mukmin. Karena dengan adanya peringatan Isra miraj ini, sangat banyak
manfaat yang akan kita dapatkan, baik itu berupa pelajaran, hikmah bagi kita,
maupun sebagai siraman rohani dan pemantapan iman di dalam dada-dada
kita.
Mengapa saya katakan sebagai siraman rohani dan pemantapan iman? Karena
Isra dan Miraj merupakan peristiwa maha ghaib yang menuntut umat manusia,
bukan hanya umat Islam, untuk mengimaninya.
Sebagaimana kita tau, Isra dan miraj merupakan fenomena ilahiyah (atau
sebuah kenyataan yang sengaja tuhan ciptakan) yang telah muncul sejak masa
awal kelahiran Islam itu sendiri, di tengah masyarakat yang memiliki gaya
berpikir sangat primitif dan sederhana, belum mampu menemukan discovery
atau penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sepeti zaman sekarang
ini. Sehingga sangat sulit bagi seseorang di zaman itu untuk percaya terhadap
peristiwa Isra dan miraj ini. Oleh karenanya, bukan sesuatu yang aneh, jika
tidak sedikit orang-orang yang telah memeluk Islam, akhirnya kembali menjadi
kafir, karena peristiwa yang mereka anggap tidak masuk akal ini.
Isra dan miraj adalah mujizat ilahiyah yang memang tidak mesti terjangkau
oleh akal manusia. Akal manusia sangatlah terbatas untuk bisa menelusuri

eksistensi Isra dan miraj itu sendiri, karena Isra dan miraj adalah termasuk
urusan ghaib yang tidak bisa dicapai oleh sesuatu yang bersifat inderawi (Al
hawas). Dalam hal inderawi ini akal hanya diperintahkan untuk meyakini dan
tunduk kepada apa saja yang difirmankan oleh Allah swt, dan disabdakan oleh
nabi Muhammad saw.
Di sinilah kita bisa membuktikan kelemahan akal manusia. Dari mana kita
coba buktikan? Contoh, kalau kita berandai untuk membawa akal kita
kembali ke zaman dahulu, ke zaman dimana belum ditemukan saintis,
tekhnologi, dan ilmu-ilmu pengetahuan modern seperti zaman sekarang ini. Di
zaman kolot yang kalo kata anak sekarang, zaman kuda masih gigit besi.
Kalau pada waktu itu ada orang yang bercerita tentang radio, televisi, komputer,
internet. Adanya listrik yang sekali sentuh bisa terang, sekali sentuh bisa gelap
dengan seketika. Pastilah ia dibilang tukang sihir. Kemudian bercerita pula
tentang seseorang yang mampu menjelajah angkasa raya, bahkan sampai
mendarat di bulan dan sebagainya. Maka dapat kita bayangkan apa yang akan
terjadi terhadap seseorang yang bercerita seperti ini. Tidak pelak lagi, dia pasti
akan dituduh sebagai seorang pengkhayal, seorang yang aneh, bahkan dianggap
gila. Hal-hal semacam ini, meskipun masih termasuk ke dalam ruang lingkup
alam dunia yang bersifat inderawi, tapi kita teramat yakin, pada saat itu akal
manusia tidak akan mampu menerimanya. Apalagi dengan hal-hal yang berbau
alam ghaib? Tentunya akal lebih sulit untuk menganalogikan dan menerimanya,
kecuali hanya dengan satu hal, iman!, bagi orang-orang yang hatinya bersih.
Hal inilah yang dialami oleh baginda Rasulullah Saw ketika menyampaikan
peristiwa ini, secara spontan orang-orang Qurays mengatakan bahwa beliau
adalah seorang pembohong, pengkhayal dan bahkan dituduh sebagai seorang
yang telah gila, Sehingga tidak sedikit orang-orang yang masih tipis imannya
menjadi murtad kembali dari agama Islam.
Pada zaman kita sekarang, tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, bila
seseorang mampu mendeteksi kondisi luar angkasa hanya melalui sebuah layar
komputer, yang sama sekali tidak mempunyai sambungan kabel ke luar angkasa
sana. Betapa banyak ilmu-ilmu baru yang masih akan ditemukan oleh manusia
di masa mendatang, yang mungkin pada saat ini masih kita anggap sebagai
sesuatu yang mustahil. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang
mengatakan:
(53 : ).
Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda- tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri. Sehingga jelas bagi mereka, bahwa
AI- Quran itu adalah benar. Apakah Tuhanmu tidak cukup bagi kamu bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu. (QS. 41:53).

B. Beberapa Peristiwa Penting Menjelang Isra` dan Miraj


Sebagian ulama berpendapat, bahwa tujuan Isra dan mirai adalah merupakan
hiburan untuk mengangkat hati Rasulullah Saw yang sebelumnya telah
mengalami berbagai cobaan dan ujian dalam mengemban dakwah Islam.
Setidaknya ada tiga cobaan besar yang pernah dialami Rasulullah Saw sebelum
peristiwa Isra dan Miraj ini, yaitu: pengasingan sosial yang dilakukan kaum
Qurays terhadap Bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim, Wafatnya dua orang
yang sangat dicintai Rasulullah Saw dan yang selama itu senantiasa menjadi
penopang dakwah nabi, yaitu pamannya Abu Thalib dan Istrinya Khadijah binti
Khuwailid yang senantiasa setia mendampingi Rasulullah dalam pahit getirnya
mengemban risalah dakwah. Sehingga tahun terjadinya cobaan ini sering
diistilahkan dengan tahun kesedihan (m al Huzni), dan soal penolakan
masyarakat Thaif terhadap dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
Bukan hanya sekedar penolakan, bahkan lebih dari itu, dimana Rasulullah Saw
dilempari dengan batu sehingga mengakibatkan kaki beliau bersimbah darah.
Selanjutnya akan kita uraikan tiga cobaan itu secara lebih terperinci.
1. Pengasingan
Pada tahun ketujuh sejak kenabian Muhammad saw, seluruh kabilah musyrikin
Qurays berkumpul dan sepakat untuk memboikot Bani Abdul Muthalib dan
Bani Hasyim dari kegiatan sosial. Bentuk kesepakatan blokade ini adalah:
larangan berhubungan jual beli, dan berbicara dengan mereka. Menurut
kesepakatan, pengasingan ini hanya bisa dicabut apabila Bani Abdul Muthalib
dan Bani Hasyim menyerahkan Muhammad ke tangan mereka untuk dibunuh.
Dokumen kesepakatan pengasingan ini ditempelkan pada dinding dalam Kabah
agar tidak bisa dilihat dan dicabut oleh siapapun.
Dengan ini berarti Qurays telah mengumumkan mulai berlakunya resolusi
pengasingan sosial terhadap nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya, dan
yang telah memeluk ajaran Islam secara khusus, juga terhadap Bani Abdul
Muthallib dan Bani Hasyim secara umum walaupun belum masuk agama Islam.
Mereka dihimpun disebuah lembah kering yang jauh dari sumber makanan,
yang disebut sebagai lembah Abu Thalib. Pengasingan yang tidak
berperikemanusiaan ini berjalan selama tiga tahun lebih. Dalam jangka waktu
sepanjang itu, Bani Abdul Muthallib dan Bani Hasyim tidak diperkenankan
menjual atau membeli barang apapun di pasar. Sehingga rintihan kelaparan
dan tangisan kehausan, selalu terdengar dari kaum tertindas ini. Tidak sedikit
diantara mereka yang mengikatkan batu pada perut sekedar untuk menahan
rasa lapar yang mereka derita, tidak sedikit diantara mereka yang makan

dedaunan untuk sekedar menyumpal perut kosong. Sementara Abu Jahal dan
para pengikutnya selalu awas dan waspada terhadap siapa saja yang berani
melanggar ketentuan resolusi yang telah disepakati bersama ini. Abu Jahal
tidak pernah merasa tersentuh mendengar tangisan bayi dan rintihan orang tua
yang sedang menderita kelaparan. Yang terpenting bagi Abu Jahal hanyalah,
bagaimana Bani Abdul Muthallib dan Bani Hasyim bersedia menyerahkan nabi
Muhammad untuk dibunuh atau mau berhenti dari kegiatan dakwah yang
diembannya.
Pada tahun kesepuluh dari kenabian, atas kebesaran Allah Swt, Rasulullah
bermimpi, bahwa dokumen kesepakatan yang terdapat di dalam kabah itu telah
terhapus dimakan rayap, kecuali sedikit tulisan nama Allah yang masih tersisa
di dokumen terlaknat itu. Mimpi ini beliau ceritakan kepada pamannya Abu
Thalib, Abu Thalib pun mempercayainya. Akhirnya Abu Thalib mendatangi
kumpulan kafir Qurays dan menceritakan apa yang telah ia dengar dari
keponakannya. Selanjutnya ia mengatakan: Allahlah yang telah
menghancurkan dokumen kalian yang biadab dan terlaknat itu. Jika benar apa
yang dikatakan oleh keponakanku, maka kalian harus menghentikan
pengucilan dan pengasingan yang tak berperikemanusiaan ini, dan jika ia
berbohong maka akan aku serahkan ia kepada kalian untuk dibunuh.
Kafir Qurays menerima syarat yang diajukan oleh Abu Thatib itu dengan
senang, dan mereka merasa bahwa kemenangan segera akan mereka peroleh.
Karena mereka sangat yakin, bahwa apa yang dikatakan Muharnmad adalah
tidak benar dan mustahil terjadi, sebab dokumen yang dicap dengan tiga
stempel itu selalu berada dalam perut kabah dan belum pernah dilihat dan
disentuh manusia. Mereka bersama-sama pergi ke kabah untuk membuktikan
siapa yang akan menang. Sesampai mereka di sana, ternyata yang mereka
temui sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. Akhirnya, dengan
perasaan marah mereka terpaksa menghapus kesepakatan pengasingan itu.
Bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim diperbolehkan kembali ke rumah
mereka masing-masing dan bergaul seperti sedia kala.
2. Tahun Kesedihan (m AI Huzni)
Belum lama Rasulullah merasakan kebebasan dari cobaan pedih berupa
pengasingan sosial, yang dilakukan oleh kafir Qurays, cobaan baru yang tak
kalah pedihnya pun menimpa. Yaitu wafatnya Abu Thalib, sang paman dan
sekaligus sebagai wali bagi baginda Rasul yang ditinggal ayahnya, Abdullah,
semenjak beliau berada dalam kandungan ibunya. Abu Thaliblah yang
bertanggung jawab atas keselamatan Rasulullah dan selalu melindungi dan
menjaganya dari usaha pembunuhan kafir Qurays. Selang beberapa hari setelah

wafatnya Abu Thalib, menyusul lagi cobaan yang sangat sulit ditanggung
Rasululah, yaitu wafatnya sang istri tercinta Khadijah binti Khuwailid. Maka
komplitlah sudah kesedihan yang dialami oleh Rasulullah. Beliau kehilangan
penolong dakwah dengan kematian Abu Thalib, dan kehilangan pendamping
setia dengan kematian Khadijah binti Khuwailid. Di masa hidupnya, Abu Thalib
boleh dikatakan sebagai perisai bagi keberhasilan dakwah Rasulullah. Beliau
selalu tampil sebagai pembela tatkala Rasulullah menghadapi ancaman
pembunuhan dan penyiksaan dari kafir Qurays. Sementara Khadijah selalu
menjadi penyejuk hati dikala gundah, dan menjadi penghibur dikala mendapat
kesulitan.
Dengan kepergian Abu Thalib dan Khadijah, berarti Rasulullah telah ditimpa
oleh dua musibah besar, yaitu kehilangan penolong dan kehilangan orang
sebagai tempat bercerita dan berbagi duka. Pada masa inilah kesedihan yang
dialami Rasulullah sampai pada puncaknya. Sehingga tahun ini dikenal sebagai
tahun kesedihan (m al Huzni).
Memang sebuah kenyataan bahwa kematian Abu Thalib adalah musibah besar
dalam kehidupan Rasulullah, karena setelah kepergian beliau, kafir Qurays
semakin leluasa menyiksa dan merealisasikan usaha pembunuhan terhadap
baginda Rasul, yang tidak pernah bisa mereka lakukan ketika Abu Thalib masih
hidup.
Demikian juga halnya dengan kepergian Khadijah, merupakan musibah yang
besar dalam kehidupan dakwah Rasulullah saw. Perasaan sedih meliputi beliau,
tatkala berada di luar rumah tak didapati lagi Abu Thalib sebagai penjaga dari
kejahatan kafir Qurays, dan pulang kerumah hanya menemui sebuah
kekosongan, tidak ditemui lagi sang istri yang selalu mengucapkan kata sabar
dan selalu mendorong untuk tetap bersemangat malanjutkan perjuangan
dakwah. Dimana sekarang hati yang sangat besar itu? Yang bisa menjadi
tempat mengadu tatkala butuh pengaduan, yang bisa menyejukkan perasaan
dikala kepanasan. Dimanakah akal yang cerdas itu? Yang bisa memberikan
solusi dalam berbagai kesulitan, yang selalu membantu dalam menyelesaikan
setiap problem yang dihadapi. Dimana jiwa yang wilas asih itu? Yang selalu
bersedia menanggung penderitaan dan beban berat dalam memperjuangkan
kebenaran. Dimana Khadijah sang istri yang setia? Yang menyatakan iman
tatkala orang-orang mengingkarinya, yang membenarkan tatkala orang-orang
mendustakannya. Dimana sang dermawan itu? Yang menginfakkan hartanya
untuk kepentingan agama Allah. Dimana suasana kemesraan itu? Yang selalu
diliputi rasa cinta dan kasih sayang, yang selalu mendorong untuk tetap
berjuang dengan tegar dan kekuatan. Semuanya telah pergi, seiring dengan
kepergian Khadijah menemui Tuhannya. Alangkah mengharukannya, ketika

Khadijah sakit ia melihat Rasulullah dalam keadaan sedih, karena


membayangkan bagaimana Khadijah yang dulunya hidup mewah dan kaya raya,
sekarang terbaring sakit dengan tidak memiliki apa-apa. Namun apa yang
terucap dari mulut wanita yang ikhlas ini? Wahai Rasulullah, janganlah
engkau bersedih, kalaupun ada jalan yang terputus untuk keberhasilan dakwah
ini, dan tidak ada papan sebagai jembatannya, saya bersedia menyerahkan
tubuh ini sebagai penggantinya!. Siapakah kiranya yang tidak akan bersedih
ditinggal seorang istri mulia seperti ini? Rasulullah sebagai manusia biasa
(Basyar), juga tidak luput dari perasaan sedih bila ditimpa musibah yang amat
besar seperti ini.
Penulis buku Srah Nabawiyyah wa Atsar Muhammadiyyah mengatakan:
Setelah Abu Thalib meninggal, permusuhan kafir Qurays semakin menjadi-jadi
terhadap Rasulullah. Berbagai penyiksaan diarahkan kepadanya tanpa ada lagi
yang membela. Pada suatu hari Rasulullah pulang ke rumahnya dengan kepala
penuh dikotori tanah bekas Iemparan kafir Qurays, sehingga salah seorang
putrinya membersihkan kepala yang mulia itu sambil menangis. Rasulullah
berkata: Wahai anakku, janganlah engkau menangis! Karena Allahlah yang
akan melindungi bapakmu ini. Sehingga akhirnya Rasulullah mengatakan:
Belum pernah Kafir Qurays melakukan hal seperti ini kepadaku, hingga
wafatnya Abu Thalib.
3. Berdakwah ke Thaif
Dengan diliputi kesedihan yang tiada taranya di kota Mekah, Rasululah tidak
pernah merasa putus asa menyebarkan dakwahnya. Setelah lebih kurang
sepuluh tahun berdakwah di Mekah, namun tidak mendapat hasil positif dari
kaumnya, beliau berfikir untuk berdakwah di luar Mekah. Tempat yang terpikir
oleh beliau adalah daerah Thaif, daerah dimana sewaktu Rasulullah masih bayi
pemah disusui oleh Halimatus Sadiyah. Beliau berharap kalau masyarakat
Thaif mau menerima dakwahnya, sehingga bisa menjadi basis bagi perjuangan
dakwah untuk masa-masa mendatang.
Namun antara apa yang dibayangkan dengan realita yang beliau temui ternyata
sangat bertolak belakang. Dengan rasa kebencian peminpin Thaif menolak
dakwah Rasulullah, seraya mengatakan: Keluarlah engkau dari negeri kami
ini, cari tempat lain yang engkau sukai. Kami sangat takut akan terjadi
kekacauan di tengah masyarakat dan kerusakan terhadap agama mereka.
Sebagaimana masyarakat Thaif tidak ramah menyambut kedatangan
Rasulullah, begitu pula halnya Rasulullah keluar dari Thaif dengan pengusiran
dan kekerasan. Pemimpin Thaif mengerahkan masyarakatnya yang bodoh-bodoh

beserta anak-anaknya untuk mengusir Rasulullah dengan lemparan batu.


Sehingga kedua kaki Rasulullah penuh luka, berlumuran darah.
Rasulullah hanya mampu menadahkan tangannya kepada Allah ketika
meninggalkan Thaif, beliau adukan semua kelemahan dan ketidak
berdayaannya kepada yang Maha Perkasa. Pengaduan Rasulullah ini
terabadikan dalam doanya yang sangat masyhur: Ya..Allah, aku mengadukan
kepada-Mu tentang kelemahanku.., ketidak berdayaan yang aku miliki..,
rendahnya aku di hadapan manusia. Ya..Allah, Tuhan yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang.., Engkau adalah Tuhan orang-orang yang tertindas.., dan
Engkau adalah Tuhanku..kepada siapa akan Engkau serahkan diriku ini?
Apakah kepada orang jauh yang akan memberengutku..? Ataukah kepada
musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku,
aku tidak peduli.., akan tetapi ampunan-Mu yang Maha Luas sangat aku
harapkan. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang menerangi segala
kegelapan, Yang dengan itu urusan dunia dan akhirat ini akan menjadi baik,
dari kemarahan-Mu kepadaku, dan dari kemurkaan-Mu yang akan Engkau
timpakan kepada diriku, serta dari seluruh cela yang aku miliki, sehingga
Engkau ridha kepadaku. Tidak ada kekuatan dan daya upaya kecuali hanya
milik-Mu, ya..Allah!
Maka dari sekian banyak ujian dan cobaan yang dialami baginda Rasul di tahun
sepuluh kenabian ini, kemudian dinamakan sebagai tahun kepedihan dan
kesedihan. Namun Kondisi seperti ini terus berlanjut dengan perjuangan dan
pengorbanan Rasulullah yang tak mengenal putus asa. Sementara para musuh
Allah, terus saja melancarkan makarnya kepada Rasulullah Saw.
Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, semua peristiwa diatas terjadi
dengan kehendak-Nya. Dan perlindungan Allah Swt selalu menyertai Nabi
Muhammad. Karena itu, Allah memerintahkan agar Rasulullah bersabar, demi
memantapkan hati beliau terhadap kebenaran janji-janji Allah, seperti yang kita
temui dalam AI-Quran.
Alangkah mulianya seorang dai yang telah mengorbankan dirinya untuk
kepentingan umat manusia, menahankan berbagai kepedihan dan penderitaan
dari sikaan musuh-musuh AIlah yang durjana. Sebagai seorang manusia, tentu
saja Rasulullah tidak luput dari rasa sedih dan duka bila menemui orang-orang
yang menolak dakwahnya, sementera beliau sangat ingin agar mereka
mendapat hidayah, dan berada dalam keimanan.
Maka telah tiba saatnya Rasulullah mendapatkan udara baru, untuk
mengurangi kesedihan yang tak terperikan ini, guna membangkitkan kembali
kekuatan jiwa dan semangat juang untuk menyebarkan agama Allah di muka
bumi ini.

Maka menginjak tahun sebelas kenabian, suatu peristiwa besar terjadi,


peristiwa yang sempat menghebohkan kota Mekah, dan menjadi buah
pembicaraan yang tak putus-putusnya hingga sekarang. Yaitu perjalanan unik
yang dilakukan oleh seorang hamba di muka bumi pada malam hari, yang
dilanjutkan dengan perjalanan ke langit. Itulah peristiwa Isra dan Miraj nabi
besar Muhammad saw, yang selalu diperingati oleh umat Islam setiap tahunnya
di seantero dunia.

Perjalanan ini, Allah sendiri yang menentukan waktu, tempat, tujuan, dan
maksudnya. Hal ini temaktub dalam firman Allah dalam surat Al-Isra Ayat 1
yang berbunyi:

(1 : )..
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha, yang Kami berkahi sekelilingnya.
Untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda- tanda kebesaran Kami.
Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS.
17: 1).
Waktunya adalah pada malam hari (Lailan). Tempatnya adalah dari Al Masjidil
Haram di Mekah ke Al Masjidil Aqsha di Palestina (Minal Masjidil Haram iIaI
MasjidiI Aqsha) untuk perjalanan di atas bumi, dan dari Al Masjidil Aqsha ke
Sidratul Muntaha untuk perjalan ke langit sampai ke al Mala` al Ala bertemu
dengan Allah Swt. Sementara tujuannya adalah untuk memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran Allah kepada nabi Muhammad serta keagungan
kekuasaan-Nya (Linuriyahu min aayaatinaa).
Dari sini jelaslah bagi kita rahasia dan hikmah yang terdapat pada peristiwa
Isra dan Miraj ini, bukan hanya sekedar mujizat bagi Rasulullah, akan tetapi
juga, merupakan penghormatan kepada Rasulullah untuk sampai ke Al Mala`
AI Ala dan sebagai hiburan, serta pelajaran penempaan iman bagi beliau. Lebih
dari itu untuk Iebih menenangkan hati baginda Rasul serta lebih menambah
keyakinannya dengan bisa melihat langsung tanda-tanda kebesaran Allah,
sesuai dengan firman Allah yang mengatakan: Linuriyah min yytin (Agar
Kami perlihatkan kepadanya dari tanda-tanda kebesaran Kami) serta dalam
firman-Nya dalam ayat yang lain Laqad ra`aa min aayyati rabbihil kubro
(Sungguh ia telah melihat tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang amat besar).

4. Persiapan fisik dan mental Muhammad saw


Menjelang keberangkatan Rasul melakukan Isra dan Miraj, beliau didatangi
oleh utusan Tuhan, yang membedah dada dan membersihkan hati beliau
dengan air, sebagai persiapan menghadapi perjalanan rabbaniyah yang amat
aneh. Selanjutnya hati yang bersih itu, dipenuhi dengan hikmah dan keimanan.
Setelah itu barulah Rasulullah diperjalankan ke Baitul Maqdis sampai ke
Sidratul Muntaha menemui Allah.
Sebagian pengkaji rasionalis, mengingkari eksistensi peristiwa pembedahan
dada Rasul ini. Padahal kalau kita perhatikan perkembangan ilmu pengetahuan
di era teknologi canggih sekarang, dimana seorang astronot harus dibekali
dengan oksigen atau bekal lain justru memperkuat peristiwa itu sendiri. Apalagi
bagi kita seorang muslim beriman terhadap hadits-hadits shahih Rasulullah
Saw yang berkenaan dengan peristiwa ini.
Kita melihat peristiwa ini, tidak lebih dari sebuah kehendak Allah yang ingin
memperjalankan hamba-Nya, dengan aturan-aturan Allah itu sendiri. Peristiwa
ini sendiri hanyalah salah satu mujizat dari sekian banyak mujizat yang
diberikan Allah kepada para nabi.
Isra dan miraj adalah sebuah perjalanan dengan aturan Allah, yang juga
menurut sunnatullah tetap membutuhkan persiapan tertentu yang matang,
baik dari segi fisik maupun mental. Sedangkan seorang astronot pada zaman
sekarang, untuk pergi ke bulan saja membutuhkan berbagai persiapan dan
latihan yang sangat pelik, agar mampu menghadapi berbagai kondisi. Maka
tidak heran jika Rasulullah yang akan menempuh sebuah perjalan, yang diatur
langsung menurut skenario Tuhan, juga membutuhkan persiapan menurut
aturan Tuhan pula, yang barangkali sulit dicerna oleh sebagian akal manusia.
Menurut penelitian para ahli hadis, seluruh hadis Nabi yang berbicara tentang
pembedahan dada nabi ini dapat diterima, sesuai dengan syarat syahnya suatu
hadits. Kalaulah demikian halnya, dan mayoritas periwayat hadits sepakat
membenarkannya, maka gugurlah semua pernyataan orang-orang yang
mengingkari keberadaan peristiwa itu.
Menurut para ahli sejarah Islam, peristiwa pembedahan ini telah terjadi
sebanyak empat kali bagi Rasulullah saw, yaitu:
Pertama, ketika menginjak umur tiga tahun, yaitu sebulan setelah kembali dari
rumah Halimatus Sadiyah, Ibu susuannya. Peristiwa ini terjadi dalam
lingkungan perumahan Bani Saad.
Kedua, ketika berumur sepuluh tahun, dan peristiwa ini terjadi di Makkah Al
Mukarramah.

Ketiga, ketika berumur empat puluh tahun, yaitu menjelang menerima wahyu
pertama kali, sebagai penobatan beliau menjadi utusan Allah.
Keempat, ketika berumur lima puluh tahun, yaitu pada malam Isra dan
Miraj.
Seluruh peristiwa ini, bisa kita temui dalam hadits-hadits nabi yang shahih.
Mungkin saja sebagian orang bertanya, apa hikmah dari berulang kalinya
peristiwa pembedahan dada rasul ini? Secara ringkas, di sini dapat penulis
kemukakan pendapat ulama tentang itu:
Dari pembedahan pertama adalah, agar Rasulullah tumbuh sebagai manusia
sempurna, dan terbebas (mashum) dari godaan setan.
Dari peristiwa kedua adalah, untuk menambah kesucian hati nabi memasuki
usia dewasa yang lebih banyak menghadapi tantangan hawa nafsu.
Dari pembedahan ketiga, menjelang pertama kali menerima wahyu, hikmahnya
adalah bahwa yang akan diturunkan Allah kepadanya adalah Kalam suci, oleh
sebab itu hendaklah tempat bersemayamnya harus juga suci secara sempurna,
yaitu hati nabi.
Pada peristiwa keempat, yaitu ketika beliau akan berangkat Isra dan Miraj.
Hikmahnya adalah agar beliau dalam menghadap dan bertemu Tuhan tidak
memiliki sedikit nodapun.
Demikianlah diantara hikmah pembedahan dada nabi, dan tentu saja tidak
terbatas pada hal-hal yang telah kita sebutkan itu saja.

C. Peristiwa Isra dan Miraj


Peristiwa Isra dan Miraj termasuk peristiwa sejarah yang sangat banyak
mendapat perhatian dan perbincangan para ilmuwan sosial. Diantara ahli
sejarah, ada yang sangat berlebihan dalam memandang kedudukan nabi
Muhammad berikut mujizatnya, ada pula sebaliknya, mengingkari sama sekali
keberadaan mujizat dalam perjalanan sejarah hidup seorang nabi.
Menurut Dr. Muhammad Said Ramadhan Al Buty, dalam bukunya Fiqhus
Srah An Nabawiyyah. Bahwa adanya pandangan yang mengingkari mujizat
Nabi dalam peristiwa Isra dan miraj ini, berasal dari para orientalis yang turut
mengkaji peristiwa Isra dan Miraj tanpa terlebih dahulu didasari keimanan

terhadap hal-hal yang ghaib. Sehingga fenomena apapun dalam sejarah, selalu
mereka ukur dengan logika akal yang terbatas. Diantara para orientalis yang
memiliki pandangan seperti ini adalah Gustaf Lobon, Ougust Comte, Hume,
Gold Ziher dan banyak lagi yang lainnya. Sebagai sebab utama dari pandangan
mereka seperti ini adalah, karena tiadanya iman terhadap pencipta mujizat itu
sendiri. Karena jika iman kepada Allah telah tertanam di dalam jiwa seseorang,
maka akan mudah untuk mengimani segala sesuatu yang Iebih mudah dari
pada itu.
Sayangnya, pemikiran seperti ini tidak hanya dimiliki oleh para orientalis kafir
saja. Akan tetapi telah diadopsi juga oleh sebagian pengkaji dari kalangan kaum
muslimin sendiri, yang terlalu silau dengan istilah metodologi ilmiyah padahal
subjektif yang digembar-gemborkan Eropa. Sehingga akhirnya mereka
berpandangan bahwa yang melakukan Isra dan Miraj itu hanyalah ruh nabi,
bukan fisiknya (jasadnya). Karena menurut mereka, mustahil tubuh nabi yang
material dan terbuka itu bisa menembus lapisan langit dalam waktu yang
sangat terbatas.
Namun pandangan seperti ini telah banyak dibantah ole para ulama Islam,
bahwa kata-kata abdihi (hamba-Nya) dalam surat AI-Isra ayat 1 itu adalah
terdiri dari unsur ruh dan tubuh. Karena dalam bahasa Arab, ruh saja tidak
cukup untuk bisa dikatakan sebagai hamba, begitu sebaliknya bahwa tubuh saja
tidak bisa dikatakan sebagai hamba. Yang dikatakan sebagai seorang hamba
mesti terdiri dari gabungan unsur ruh dan tubuh.
Selanjutnya di bawah ini kita masuk ke dalam pembahasan peristiwa Isra dan
miraj menurut pandanga ulama Islam.
1. Mulai Perjalanan Isra (Dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha)
Sumber kisah-kisah tentang perjalanan yang penuh misteri itu adalah
kata-kata pada permulaan Surah Al-isra yang berbunyi:

(1 : )..
Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba Nya dari Al Masjidil
Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Dalam kitab sirahnya, Ibnu Ishaq menggambarkan kisah Isra dan miraj ini
sebagai berikut: Suatu malam Jibril membawa nabi naik ke atas punggung
samawi yang disebut Buraq; lalu Muhammad Saw mengadakan perjalanan
bersama Jibril. Dan dalam perjalanan malam ke Yerussalem, Rasulullah

diperlihatkan dengan berbagai keajaiban. Dan sesampainya di Masjidil Aqsha,


Rasulullah bertemu dengan nabi-nabi terdahulu, sekaligus mendapatkan
penghormatan untuk mengimami shalat bersama mereka.
AI Buroq, dalam bahasa Arab menurut sebagian pendapat berasal dari kata Al
Barq yang berarti kilat. Boleh ditafsirkan bahwa penggunaan nama ini dalam
Al Quran adalah untuk menunjukkan kecepatan yang tiada tara dari jenis
kendaraan ini.
Di dalam buku-buku hadis, Al buroq ini digambarkan sebagai kuda putih yang
sangat indah. Oleh sebab itu logika orang Arab pada zaman Rasulullah Saw
tidak dapat menerima peristiwa Isra dan miraj yang diceritakan oleh baginda
Rasul ini. Karena mereka mengetahui bahwa seseorang yang mengendarai kuda
pulang pergi dari Mekah ke PaIestina akan memakan waktu selama lebih
kurang dua bulan. Sementara Rasulullah mengatakan kepada mereka, bahwa
beliau telah pergi ke Masjidil Aqsha dan di lanjutkan lagi dengan perjalanan
miraj ke langit tinggi, hanya dalam waktu satu malam. Sehingga berita yang
disampaikan oleh rasul tercinta ini, menjadi bahan tertawaan dan cemoohan
bagi orang-orang yang mempunyai penyakit dalam hatinya, yaitu orang-orang
kafir Qurays yang mengingkari kebenaran ajaran Islam yang dibawa oleh
Rasulullah saw.
Lain dengan kita yang hidup pada era teknologi canggih sekarang ini, dimana
para ilmuwan telah mampu menemukan kecepatan sebuah teknologi yang
melebihi kecepatan cahaya dan suara, yang secara aksiomatis sudah pasti akan
mengurangi panjangnya masa dalam menempuh sebuah perjalanan, dan secara
otomatis manusia pada zaman sekarang dapat memahami bahwa sesuatu
perjalanan sejauh manapun bisa dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dari
yang terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Seandainya saja orang-orang kafir yang menentang Rasulullah itu masih hidup
bersama kita sekarang ini, tentu saja mereka akan melihat kebenaran apa yang
disampaikan Rasulullah kepada mereka. Ternyata hal itu bukan merupakan
sesuatu yang mustahil dalam kehidupan kita sebagai manusia biasa di zaman
ini, apatah lagi kiranya bagi seorang rasul Allah yang dikehendaki sendiri oleh
Allah sebagai Sang Pencipta.
Dalam waktu yang sangat singkat, Rasulullah telah sampai di Al Bait Al
Maqdis. Di sana beliau bertemu dengan para nabi terdahulu, dan mengimami
shalat. Sesungguhnya Isra dan Miraj adalah perjalanan yang penuh dengan
keberkahan, antara Masjidil Haram yang dibangun ole Nabiyullah Ibrahim dan
anaknya Ismail Alaihimassalam di Mekah dan Masjidil Aqsha yang dibangun
oleh Nabiyullah Daud dan Sulaiman AlaihimassalamI di Palestina. Kedua
rumah suci ini telah diberkahi oleh Allah swt. Demikian juga dengan apa yan

terdapat disekitarnya, demikian yang termaktub dalam firman Allah. Sehingga


tempat ini benar-benar menjadi pusat peribadatan dan pengesaan kepada Allah
Swt, dan pada kedua tempat suci inilah wahyu-wahyu Allah diturunkan kepada
para rasul-Nya.
Dalam perjalanan menuju Masjidil Aqsha, Rasulullah Saw sempat singgah di
suatu bukit yang penuh berkah, dimana Nabi Musa As pernah menerima wahyu
langsung dari All swt, yaitu Bukit Tursina, dan rasulullah shalat dua rakaat
di tempat itu. Disamping itu rasulullah juga mampir di tempat kelahiran nabi
Isa As, yaitu di sebuah bukit mubarakah yan disebut Betlehem (baitullhami,
bahasa Arabnya) dan beliau pun shalat dua rakaat. Akhirnya sampai di Baitul
Maqdis. Di tempat suci inilah, beliau bertemu dengan nabi Ibrahim dan Musa
di tengah kumpulan para nabi dan rasul Allah yang lain. Di tempat ini juga
Rasulullah Saw shalat sebagai imam bagi para nabi. Dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa malaikat Jibril
datang kepada Rasulullah dengan membawa dua gelas minuman, satu berisi
anggur, dan satu lagi berisi susu. Kemudian Rasulullah memilih gelas yang
berisi susu. Jibril berkata: Engkau telah memilih Fithrah. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Selanjutnya barulah Rasulullah melanjutkan perjalanan ke langit, yang disebut
dengan miraj. Dalam peristiwa miraj inilah rasulullah melihat tanda-tanda
kebesaran Allah yang Maha Agung (min aayaati Rabbihil Kubra).

Anda mungkin juga menyukai