No. Abs : 03
Kelas
: XI_AK 2
eksistensi Isra dan miraj itu sendiri, karena Isra dan miraj adalah termasuk
urusan ghaib yang tidak bisa dicapai oleh sesuatu yang bersifat inderawi (Al
hawas). Dalam hal inderawi ini akal hanya diperintahkan untuk meyakini dan
tunduk kepada apa saja yang difirmankan oleh Allah swt, dan disabdakan oleh
nabi Muhammad saw.
Di sinilah kita bisa membuktikan kelemahan akal manusia. Dari mana kita
coba buktikan? Contoh, kalau kita berandai untuk membawa akal kita
kembali ke zaman dahulu, ke zaman dimana belum ditemukan saintis,
tekhnologi, dan ilmu-ilmu pengetahuan modern seperti zaman sekarang ini. Di
zaman kolot yang kalo kata anak sekarang, zaman kuda masih gigit besi.
Kalau pada waktu itu ada orang yang bercerita tentang radio, televisi, komputer,
internet. Adanya listrik yang sekali sentuh bisa terang, sekali sentuh bisa gelap
dengan seketika. Pastilah ia dibilang tukang sihir. Kemudian bercerita pula
tentang seseorang yang mampu menjelajah angkasa raya, bahkan sampai
mendarat di bulan dan sebagainya. Maka dapat kita bayangkan apa yang akan
terjadi terhadap seseorang yang bercerita seperti ini. Tidak pelak lagi, dia pasti
akan dituduh sebagai seorang pengkhayal, seorang yang aneh, bahkan dianggap
gila. Hal-hal semacam ini, meskipun masih termasuk ke dalam ruang lingkup
alam dunia yang bersifat inderawi, tapi kita teramat yakin, pada saat itu akal
manusia tidak akan mampu menerimanya. Apalagi dengan hal-hal yang berbau
alam ghaib? Tentunya akal lebih sulit untuk menganalogikan dan menerimanya,
kecuali hanya dengan satu hal, iman!, bagi orang-orang yang hatinya bersih.
Hal inilah yang dialami oleh baginda Rasulullah Saw ketika menyampaikan
peristiwa ini, secara spontan orang-orang Qurays mengatakan bahwa beliau
adalah seorang pembohong, pengkhayal dan bahkan dituduh sebagai seorang
yang telah gila, Sehingga tidak sedikit orang-orang yang masih tipis imannya
menjadi murtad kembali dari agama Islam.
Pada zaman kita sekarang, tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, bila
seseorang mampu mendeteksi kondisi luar angkasa hanya melalui sebuah layar
komputer, yang sama sekali tidak mempunyai sambungan kabel ke luar angkasa
sana. Betapa banyak ilmu-ilmu baru yang masih akan ditemukan oleh manusia
di masa mendatang, yang mungkin pada saat ini masih kita anggap sebagai
sesuatu yang mustahil. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang
mengatakan:
(53 : ).
Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda- tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri. Sehingga jelas bagi mereka, bahwa
AI- Quran itu adalah benar. Apakah Tuhanmu tidak cukup bagi kamu bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu. (QS. 41:53).
dedaunan untuk sekedar menyumpal perut kosong. Sementara Abu Jahal dan
para pengikutnya selalu awas dan waspada terhadap siapa saja yang berani
melanggar ketentuan resolusi yang telah disepakati bersama ini. Abu Jahal
tidak pernah merasa tersentuh mendengar tangisan bayi dan rintihan orang tua
yang sedang menderita kelaparan. Yang terpenting bagi Abu Jahal hanyalah,
bagaimana Bani Abdul Muthallib dan Bani Hasyim bersedia menyerahkan nabi
Muhammad untuk dibunuh atau mau berhenti dari kegiatan dakwah yang
diembannya.
Pada tahun kesepuluh dari kenabian, atas kebesaran Allah Swt, Rasulullah
bermimpi, bahwa dokumen kesepakatan yang terdapat di dalam kabah itu telah
terhapus dimakan rayap, kecuali sedikit tulisan nama Allah yang masih tersisa
di dokumen terlaknat itu. Mimpi ini beliau ceritakan kepada pamannya Abu
Thalib, Abu Thalib pun mempercayainya. Akhirnya Abu Thalib mendatangi
kumpulan kafir Qurays dan menceritakan apa yang telah ia dengar dari
keponakannya. Selanjutnya ia mengatakan: Allahlah yang telah
menghancurkan dokumen kalian yang biadab dan terlaknat itu. Jika benar apa
yang dikatakan oleh keponakanku, maka kalian harus menghentikan
pengucilan dan pengasingan yang tak berperikemanusiaan ini, dan jika ia
berbohong maka akan aku serahkan ia kepada kalian untuk dibunuh.
Kafir Qurays menerima syarat yang diajukan oleh Abu Thatib itu dengan
senang, dan mereka merasa bahwa kemenangan segera akan mereka peroleh.
Karena mereka sangat yakin, bahwa apa yang dikatakan Muharnmad adalah
tidak benar dan mustahil terjadi, sebab dokumen yang dicap dengan tiga
stempel itu selalu berada dalam perut kabah dan belum pernah dilihat dan
disentuh manusia. Mereka bersama-sama pergi ke kabah untuk membuktikan
siapa yang akan menang. Sesampai mereka di sana, ternyata yang mereka
temui sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. Akhirnya, dengan
perasaan marah mereka terpaksa menghapus kesepakatan pengasingan itu.
Bani Abdul Muthalib dan Bani Hasyim diperbolehkan kembali ke rumah
mereka masing-masing dan bergaul seperti sedia kala.
2. Tahun Kesedihan (m AI Huzni)
Belum lama Rasulullah merasakan kebebasan dari cobaan pedih berupa
pengasingan sosial, yang dilakukan oleh kafir Qurays, cobaan baru yang tak
kalah pedihnya pun menimpa. Yaitu wafatnya Abu Thalib, sang paman dan
sekaligus sebagai wali bagi baginda Rasul yang ditinggal ayahnya, Abdullah,
semenjak beliau berada dalam kandungan ibunya. Abu Thaliblah yang
bertanggung jawab atas keselamatan Rasulullah dan selalu melindungi dan
menjaganya dari usaha pembunuhan kafir Qurays. Selang beberapa hari setelah
wafatnya Abu Thalib, menyusul lagi cobaan yang sangat sulit ditanggung
Rasululah, yaitu wafatnya sang istri tercinta Khadijah binti Khuwailid. Maka
komplitlah sudah kesedihan yang dialami oleh Rasulullah. Beliau kehilangan
penolong dakwah dengan kematian Abu Thalib, dan kehilangan pendamping
setia dengan kematian Khadijah binti Khuwailid. Di masa hidupnya, Abu Thalib
boleh dikatakan sebagai perisai bagi keberhasilan dakwah Rasulullah. Beliau
selalu tampil sebagai pembela tatkala Rasulullah menghadapi ancaman
pembunuhan dan penyiksaan dari kafir Qurays. Sementara Khadijah selalu
menjadi penyejuk hati dikala gundah, dan menjadi penghibur dikala mendapat
kesulitan.
Dengan kepergian Abu Thalib dan Khadijah, berarti Rasulullah telah ditimpa
oleh dua musibah besar, yaitu kehilangan penolong dan kehilangan orang
sebagai tempat bercerita dan berbagi duka. Pada masa inilah kesedihan yang
dialami Rasulullah sampai pada puncaknya. Sehingga tahun ini dikenal sebagai
tahun kesedihan (m al Huzni).
Memang sebuah kenyataan bahwa kematian Abu Thalib adalah musibah besar
dalam kehidupan Rasulullah, karena setelah kepergian beliau, kafir Qurays
semakin leluasa menyiksa dan merealisasikan usaha pembunuhan terhadap
baginda Rasul, yang tidak pernah bisa mereka lakukan ketika Abu Thalib masih
hidup.
Demikian juga halnya dengan kepergian Khadijah, merupakan musibah yang
besar dalam kehidupan dakwah Rasulullah saw. Perasaan sedih meliputi beliau,
tatkala berada di luar rumah tak didapati lagi Abu Thalib sebagai penjaga dari
kejahatan kafir Qurays, dan pulang kerumah hanya menemui sebuah
kekosongan, tidak ditemui lagi sang istri yang selalu mengucapkan kata sabar
dan selalu mendorong untuk tetap bersemangat malanjutkan perjuangan
dakwah. Dimana sekarang hati yang sangat besar itu? Yang bisa menjadi
tempat mengadu tatkala butuh pengaduan, yang bisa menyejukkan perasaan
dikala kepanasan. Dimanakah akal yang cerdas itu? Yang bisa memberikan
solusi dalam berbagai kesulitan, yang selalu membantu dalam menyelesaikan
setiap problem yang dihadapi. Dimana jiwa yang wilas asih itu? Yang selalu
bersedia menanggung penderitaan dan beban berat dalam memperjuangkan
kebenaran. Dimana Khadijah sang istri yang setia? Yang menyatakan iman
tatkala orang-orang mengingkarinya, yang membenarkan tatkala orang-orang
mendustakannya. Dimana sang dermawan itu? Yang menginfakkan hartanya
untuk kepentingan agama Allah. Dimana suasana kemesraan itu? Yang selalu
diliputi rasa cinta dan kasih sayang, yang selalu mendorong untuk tetap
berjuang dengan tegar dan kekuatan. Semuanya telah pergi, seiring dengan
kepergian Khadijah menemui Tuhannya. Alangkah mengharukannya, ketika
Perjalanan ini, Allah sendiri yang menentukan waktu, tempat, tujuan, dan
maksudnya. Hal ini temaktub dalam firman Allah dalam surat Al-Isra Ayat 1
yang berbunyi:
(1 : )..
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha, yang Kami berkahi sekelilingnya.
Untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda- tanda kebesaran Kami.
Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS.
17: 1).
Waktunya adalah pada malam hari (Lailan). Tempatnya adalah dari Al Masjidil
Haram di Mekah ke Al Masjidil Aqsha di Palestina (Minal Masjidil Haram iIaI
MasjidiI Aqsha) untuk perjalanan di atas bumi, dan dari Al Masjidil Aqsha ke
Sidratul Muntaha untuk perjalan ke langit sampai ke al Mala` al Ala bertemu
dengan Allah Swt. Sementara tujuannya adalah untuk memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran Allah kepada nabi Muhammad serta keagungan
kekuasaan-Nya (Linuriyahu min aayaatinaa).
Dari sini jelaslah bagi kita rahasia dan hikmah yang terdapat pada peristiwa
Isra dan Miraj ini, bukan hanya sekedar mujizat bagi Rasulullah, akan tetapi
juga, merupakan penghormatan kepada Rasulullah untuk sampai ke Al Mala`
AI Ala dan sebagai hiburan, serta pelajaran penempaan iman bagi beliau. Lebih
dari itu untuk Iebih menenangkan hati baginda Rasul serta lebih menambah
keyakinannya dengan bisa melihat langsung tanda-tanda kebesaran Allah,
sesuai dengan firman Allah yang mengatakan: Linuriyah min yytin (Agar
Kami perlihatkan kepadanya dari tanda-tanda kebesaran Kami) serta dalam
firman-Nya dalam ayat yang lain Laqad ra`aa min aayyati rabbihil kubro
(Sungguh ia telah melihat tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang amat besar).
Ketiga, ketika berumur empat puluh tahun, yaitu menjelang menerima wahyu
pertama kali, sebagai penobatan beliau menjadi utusan Allah.
Keempat, ketika berumur lima puluh tahun, yaitu pada malam Isra dan
Miraj.
Seluruh peristiwa ini, bisa kita temui dalam hadits-hadits nabi yang shahih.
Mungkin saja sebagian orang bertanya, apa hikmah dari berulang kalinya
peristiwa pembedahan dada rasul ini? Secara ringkas, di sini dapat penulis
kemukakan pendapat ulama tentang itu:
Dari pembedahan pertama adalah, agar Rasulullah tumbuh sebagai manusia
sempurna, dan terbebas (mashum) dari godaan setan.
Dari peristiwa kedua adalah, untuk menambah kesucian hati nabi memasuki
usia dewasa yang lebih banyak menghadapi tantangan hawa nafsu.
Dari pembedahan ketiga, menjelang pertama kali menerima wahyu, hikmahnya
adalah bahwa yang akan diturunkan Allah kepadanya adalah Kalam suci, oleh
sebab itu hendaklah tempat bersemayamnya harus juga suci secara sempurna,
yaitu hati nabi.
Pada peristiwa keempat, yaitu ketika beliau akan berangkat Isra dan Miraj.
Hikmahnya adalah agar beliau dalam menghadap dan bertemu Tuhan tidak
memiliki sedikit nodapun.
Demikianlah diantara hikmah pembedahan dada nabi, dan tentu saja tidak
terbatas pada hal-hal yang telah kita sebutkan itu saja.
terhadap hal-hal yang ghaib. Sehingga fenomena apapun dalam sejarah, selalu
mereka ukur dengan logika akal yang terbatas. Diantara para orientalis yang
memiliki pandangan seperti ini adalah Gustaf Lobon, Ougust Comte, Hume,
Gold Ziher dan banyak lagi yang lainnya. Sebagai sebab utama dari pandangan
mereka seperti ini adalah, karena tiadanya iman terhadap pencipta mujizat itu
sendiri. Karena jika iman kepada Allah telah tertanam di dalam jiwa seseorang,
maka akan mudah untuk mengimani segala sesuatu yang Iebih mudah dari
pada itu.
Sayangnya, pemikiran seperti ini tidak hanya dimiliki oleh para orientalis kafir
saja. Akan tetapi telah diadopsi juga oleh sebagian pengkaji dari kalangan kaum
muslimin sendiri, yang terlalu silau dengan istilah metodologi ilmiyah padahal
subjektif yang digembar-gemborkan Eropa. Sehingga akhirnya mereka
berpandangan bahwa yang melakukan Isra dan Miraj itu hanyalah ruh nabi,
bukan fisiknya (jasadnya). Karena menurut mereka, mustahil tubuh nabi yang
material dan terbuka itu bisa menembus lapisan langit dalam waktu yang
sangat terbatas.
Namun pandangan seperti ini telah banyak dibantah ole para ulama Islam,
bahwa kata-kata abdihi (hamba-Nya) dalam surat AI-Isra ayat 1 itu adalah
terdiri dari unsur ruh dan tubuh. Karena dalam bahasa Arab, ruh saja tidak
cukup untuk bisa dikatakan sebagai hamba, begitu sebaliknya bahwa tubuh saja
tidak bisa dikatakan sebagai hamba. Yang dikatakan sebagai seorang hamba
mesti terdiri dari gabungan unsur ruh dan tubuh.
Selanjutnya di bawah ini kita masuk ke dalam pembahasan peristiwa Isra dan
miraj menurut pandanga ulama Islam.
1. Mulai Perjalanan Isra (Dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha)
Sumber kisah-kisah tentang perjalanan yang penuh misteri itu adalah
kata-kata pada permulaan Surah Al-isra yang berbunyi:
(1 : )..
Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba Nya dari Al Masjidil
Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Dalam kitab sirahnya, Ibnu Ishaq menggambarkan kisah Isra dan miraj ini
sebagai berikut: Suatu malam Jibril membawa nabi naik ke atas punggung
samawi yang disebut Buraq; lalu Muhammad Saw mengadakan perjalanan
bersama Jibril. Dan dalam perjalanan malam ke Yerussalem, Rasulullah